Anda di halaman 1dari 27

1

A. Judul Penelitian
PEWARISAN SENI TERBANG GEDE DI SANGGAR AL-BAROKAH
DESA PANGGUNG JATI KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

B. Latar Belakang Masalah


Kesenian Terbang Gede merupakan salah satu jenis kesenian tradisional
Banten yang tumbuh dan berkembang pada waktu para penyebar agama Islam
menyebarkan ajarannya di Banten. Pada waktu itu, agama Islam dipandang
sebagai agama baru di kalangan masyarakat. Oleh karena itu untuk pendekatan
maka diciptakanlah alat musik Terbang Gede. Kesenian ini dinamakan sesuai
dengan waditra yang digunakan yaitu terbang. Istilah terbang memiliki arti yang
variatif di antaranya adalah terbang merupakan waditra terbuat dari kayu yang
melingkar berbentuk silinder berdiameter 40-60 cm dengan tinggi 10-15 cm,
bentuknya mirip rebana. Bagian mukanya ditutup dengan kulit. Istilah terbang pun
diartikan ngapung, hal tersebut dikarenakan ada anggapan sederhana bahwa karena
Allah SWT. berada di langit ke tujuh maka agar sampai ke sana harus terbang
(iigapung). Realisasinya disimbolkan dengan menggunakan alat musik yang
dinamakan genjring besar (terbang). Maksud simbol tersebut berarti
menghubungkan batiniah antara manusia dengan Allah swt yang menguasai dan
menciptakan alam beserta isinya.
Kesenian Rakyat ini dibawa oleh seorang wali yang bernama syarif
Hidayatullah dengan gelar Sunan Gunung Jati, hidupnya menyebarkan agama
Islam di Jawa Barat dan Banten dngan di Bantu oleh murid-muridnya. Pada tahun
1450-1500, sekitar abad ke XV masyarakat Jawa Barat dan Banten masih
beragama Hindu. Sunan Gunung Jati mengutus lima orang dari Cirebon, yaitu :
Sacapati, Madapati, Jayapati, Margapati, dan Wargakusumah untuk menyebarkan
agama Islam, salah satunya dengan cara pementasan kesenian meniru kesenian
yang berkembang di Tanah Makkah. Kelima utusan kemudian membuat alat musik
genjring yang berasal dari potongan kayu mirip yang ada di Tanah Makkah. Alat
musik tersebut dinamakan Terbang. Kemudian dibuatlah lima buah terbang
sebagai symbol dari rukun Islam yakni Syahadat, Salat, Zakat, Puasa, Ibadah haji.
Karena merasa kurang sempurna, maka dibuatlah satu buah kendang besar sebagai
pelengkap. Selanjutnya cucu Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana Yusuf
2

pada tahun 1570-1580, dan oleh puteranya yang bernama Abdulfathah (Sultan
Ageng Tirtayasa), terbang ini dijadikan juga sebagai alat penyebaran agama Islam.
Dan kesenian ini dapat diterima dan tumbuh berkembang di tengah-tengah
masyarakat karena pada saat itu para pemain tidak mengharapkan imbalan apa-apa
selain berkah dan pahala dari Allah swt.
Kesenian terbang gede berkembang secara pesat dilingkungan pesantren
dan masjid-masjid. Pada awalnya kesenian terbang gede berfungsi sebagai sarana
penyebaran agama Islam, namun kemudian berkembang sebagai upacara ritual
seperti ngarak penganten, ruwatan rumah, syukuran bayi, hajat bumi dan juga
hiburan. Kesenian tradisional Terbang Gede ini juga bisa disaksikan saat
peringatan hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Muharam, Ekahan,
Muludan, dan Rajaban.
Kesenian ini jadi santapan utama masyarakat Banten pada saat peringatan
hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Muharam, Ekahan, Muludan,
dan Rajaban. Dalam pertunjukan terbang ini terdapat lagu-lagu yang mengiringi
seperti syair solawat nabi pada saat Ekahan yaitu pada fase menggunting rambut
dan acara khitanan. Syair bilaia pada saat perkawinan yaitu ketika pengantin laki-
laki memberikan kue kepada pengantin perempuan. Syair fakam dilantunkan
pada saat Maulid Nabi Muhammad saw. Syair turu lare dibawakan pada
upacara pengiring pengantin, dan syair nabi salawe dilantunkan pada waktu
ngaruwat rumah yang baru dibangun.
Meski demikian, Terbang Gede juga disajikan dalam berbagai acara
festival seperti Duta Seni Pelajar SeJawa-Bali, mewakili provinsi Banten dalam
rangka Festival Seni Tradisional oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Banten ditingkat Nasional. Selain itu juga Terbang Gede digunakan untuk
menyambut para tamu undangan sekaligus menghibur para tamu undangan di
kantor pemerintahan provinsi Banten.
Pemain Kesenian Terbang Gede ini terdiri atas tiga kelompok yaitu
saechu, pangrawit, dan vokalis. Saechu adalah pimpinan rombongan yang
mengatur jalannya acara. Pangrawit terdiri atas 6 orang laki-laki dan 5 orang
sebagai penabuh terbang serta 1 orang penabuh gendang. Penabuh terbang gede,
alat ini berfungsi sebagai goong; penabuh sela, alat ini berfungsi sebagai
3

gendang; penabuh penganak berfungsi sebagai tingtit; penabuh kempul berfungsi


sebagai kempul; penabuh koneng, alat ini berfungsi sebagai kecrek. Adapun
vokalis terdiri atas laki-laki yang berjumlah 7 sampai 15 orang, dan rata-rata
berusia lanjut. Syarat menjadi vokalis harus memiliki dasar kejiwaan yang kuat
dan akhlak mulia.
Jumlah waditra atau alat musik Kesenian Terbang Gede ada lima buah
ditambah gendang yang terdiri atas satu buah gendang dan dua buah kulanter.
Rinciannya adalah sebagai berikut: terbang kempring yaitu terbang yang
memiliki suara kecil dengan ukuran diameter 56 cm dan tinggi 11 cm. Terbang
gede yaitu terbang yang memiliki suara lebih rendah dari terbang kempring
dengan ukuran 57 cm dan tingginya 42 cm atau 23 cm. Terbang gemruh yaitu
terbang yang memiliki suara lebih rendah dari terbang gede dengan ukuran
diameter 50 cm dan tinggi 12 cm. Terbang talingtik yaitu terbang yang
memiliki suara lebih kecil dari suara terbang kempring dengan ukuran diameter
52 cm dan tinggi 14 cm. Terbang goong dengan ukuran diameter 48 cm dan
tinggi 12 cm.
Pakaian yang digunakan para pemain Kesenian Terbang Gede tergantung
pada acaranya, misalnya dalam acara ritual menggunakan pakaian sehari-hari,
adapun jika menghadapi perayaan Hari Kemerdekaan RI mereka menggunakan
pakaian yang terdiri atas kampret warna putih, celana panjang warna gelap, ikat
kepala dari kain leman, dan kain poleng setengah betis. Pola permainan Kesenian
Terbang Gede dibagi menjadi dua jenis, yaitu pola permainan pada upacara ritual
dan untuk hiburan. Pada acara hiburan disediakan sesajian yang tidak selengkap
pada acara ritual. Setelah sesajian tersedia maka pertunjukkan pun dimulai. Para
pemain yang berjumlah 15 sampai 20 orang keluar dengan formasi dua baris
sejajar. Barisan depan terdiri atas para penabuh, pedzikir, dan penari. Para penabuh
berada di tengah barisan, sementara para pedzikir dan penari berada di sebelah kiri
dan kanannya. Adapun barisan belakang terdiri atas para vokalis. Serempak
tetabuhan dibunyikan secara bersama-sama sebagai tanda bubuka pembukaan.
Setelah pembukaan dilanjutkan dengan instrument diikuti pelantunan syair baik
yang berbahasa Arab maupun bahasa Daerah Jawa. Para pemain pun ikut
bernyanyi dan berdzikir secara bersama-sama. Pelaksanaan pertunjukkan dapat
4

dilakukan di alam terbuka, halaman, rumah, dan di serambi Masjid. Kesenian


Terbang Gede berkembang dan menyebar secara merata di Banten, terutama di
Serang dan Pandeglang.
Pertunjukan seni terbang gede dalam perkembangannya tidak terlepas dari
pengaruh kemajuan teknologi dan komunikasi yang terus berkembang sesuai
dengan kemajuan zaman. Hal tersebut berpengaruh pada bentuk seni pertunjukan
terbang gede sebagai warisan budaya yang terus berkembang serta mempengaruhi
minat generasi muda untuk menciptakan kreasi baru terhadap kesenian tersebut
pada masyarakat setempat. Melihat kondisi tersebut senada dengan yang
diungkapkan oleh Soekanto (1985, hlm. 572) tentang perkembangan kesenian
tradisional, yaitu:
Terjadinya pergeseran-pergeseran terhadap kesenian tradisional itu adalah
adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi secara konflik antara
generasi muda sendiri, generasi muda menghendaki pergeseran secara
modern sesuai dengan kehidupan zamannya.

Salah satu dampak yang terjadi akibat perkembangan teknologi dan


komunikasi yang terus berkembang bagi kesenian terbang gede yaitu terjadinya
suatu bentuk kreasi pada penyajian kesenian tersebut, dimulai dengan
penambahan alat musik yang lebih modern seperti cymbal drum dan zimbe. Hal
tersebut dilakukan tidak lain bertujuan untuk menarik minat dan perhatian
masyarakat yang menikmati khususnya bagi para pendukungnya. Akibatnya, saat
ini kesenian terbang gede mengalami perkembangan dalam menampilkan
pertunjukannya, hal ini terjadi pada sanggar terbang gede Al-Barokah desa
panggung jati.
Pada sanggar Al-Barokah terdapat proses pewarisan terbang gede yang
berdasarkan pada ikatan keluarga dan juga melalui proses penyeleksian dari
potensi dan kemampuan berdasarkan minat dan bakat generasi muda yang ada
dalam lingkungan setempat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Pewarisan Seni Terbang Gede di
Sanggar Al-Barokah Desa Panggung Jati Kota Serang Banten”, guna
mengetahui keberadaannya pada masyarakat Kota Serang.
5

C. Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan uraian yang telah disampaikan tersebut di atas, terdapat sebuah
permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu “Bagaimana
Pewarisan Seni Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah Desa Panggung Jati Kota
Serang Banten?”. Untuk menggali dan mendapat gambaran tentang persoalan
bagaimana Pewarisan Kesenian Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah tersebut,
dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang berhubungan dengan seni Terbang Gede.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan
bagaimana pola-pola pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah terkait
dengan bagaimana bentuk pewarisan kesenian ini, mendeskripsikan bagaimana
proses pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah terkait dengan proses
sosialisasi, internalisasi, adaptasi atau enkulturasi dan proes pembelajaran.
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimana Pewarisan Seni Terbang Gede di Sanggar Al-
Barokah Panggung Jati Kota Serang Provinsi Banten. Secara rinci masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pola-pola pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah
Desa Panggung Jati Kota Serang Banten?
2. Bagaimana proses pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah
Desa Panggung Jati Kota Serang Banten?

D. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
Pewarisan Seni Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah Desa Panggung Jati Kota
Serang Banten.
Adapun tujuan khususnya adalah untuk memperoleh deskripsi berkaitan
dengan:
1. Mendeskripsikan pola-pola pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-
Barokah Desa Panggung Jati Kota Serang Banten.
2. Mendeskripsikan proses pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-
Barokah Desa Panggung Jati Kota Serang Banten.
6

E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi Teori,
Kebijakan, Praktik, dan Isu serta Aksi Sosial. Manfaat yang diharapkan setelah
diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dari segi Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan. Mengingat hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pengetahuan mengenai keberadaan kesenian Terbang Gede, yang masih
berkembang pada masyarakat Kota Serang. Dan dapat dijadikan referensi atau
acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam tentang
kesenian Terbang Gede.
2. Dari segi Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi guna
pengembangan ilmu kearifan lokal khususnya kesenian Terbang Gede di
masyarakat Kota Serang Provinsi Banten.
3. Dari segi Praktik
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Memberikan informasi bagi para pelaku seni yang melibatkan
instrumen atau kesenian sejenis terbang untuk mempertahankan tradisi.
b. Memberikan wawasan dan informasi bagi para penikmat seni yang
mencintai dan menikmati kesenian tradisional Indonesia.
c. Untuk sanggar seni, menambah referensi ilmu dan strategi mengenai
pengembangan kesenian tradisional, khususnya kesenian terbang.
d. Untuk lembaga Universitas Pendidikan Indonesia, sebagai dokumentasi
dan wawasan ilmu pengetahuan mengenai budaya.
e. Untuk pengajar, menambah referensi pengetahuan untuk
mengembangkan muatan lokal atau ekstrakurikuler terkait dengan
kesenian Terbang gede baik untuk jenjang SMP atau SMA.
f. Untuk pelajar seni, memperkaya wawasan khasanah keilmuan seni
pertunjukan, khususnya kesenian Terbang Gede.
g. Untuk pemerintah, sebagai dokumentasi dan khasanah budaya untuk
memperkaya jenis kesenian khususnya kesenian yang berada di
7

masyarakat Kota Serang. Menjadi bahan informasi untuk


mengembangkan bahan ajar berbasis kearifan lokal kesenian yang
berada di masyarakat Kota Serang Provinsi Banten.
h. Untuk masyarakat, megetahui ragam seni dan budaya di Daerah Kec.
Taktakan Kota Serang khususnya Provinsi Banten.
Hasil penelitian ini diharapkan tentang data-data yang bersifat informatif
tentang Kesenian Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah Desa Panggung Jati
Kecamatan Taktakan Kota Serang Banten. Informasi hasil penelitian ini merupakan
hal yang sangat penting, tidak saja bagi pelestarian dan perkembangan seni terbang,
tetapi juga sebagai umpan balik kepada beberapa pihak yang terkait dengan masalah
yang sedang di kaji.

F. Landasan Teoretis
1. Pewarisan Kebudayaan
Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budhi atau akal); ada juga ditafsirkan bahwa
kata budaya merupakan dari kata majemuk budi dan daya yang berarti daya dari
budi, yaitu berupa cipta, rasa dan karsa. Menurut Koentjaraningrat (1984, hlm. 180-
181) mengungkapkan definisi kebudayaan yaitu “...keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Dalam ilmu antropologi budaya, ruang lingkup kajian kebudayaan
mencakup variasi objek yang sangat luas, antara lain meliputi dongeng-dongeng,
ragam bahasa, hukum, upacara agama dan lain sebagainya. Selain itu, menurut
Kluckhohn dalam Kusnadi (2012, hlm 12) mengatakan bahwa dalam setiap
kebudayaan makhluk manusia terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya
universal; meliputi sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem
teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi.
Dalam pembahasan tentang budaya yang didalamnya terdapat suatu
bentuk unsur-unsur kesenian tidak terlepas dari kehidupan masyarakatnya. Ini
sesuai dengan teori dari Geertz yang dipakai dalam pembedahan dari pembahasan
budaya, menurut Geertz (2001, hlm. 395) bahwa:
8

Kajian budaya, bukanlah sebuah sains eksperimentalyang mencari suatu


kaidah, tetapi sebuah sains interpretatif yang mencari makna. Makna harus
dicari dalam fenomena budaya. Keyakinan terhadap makna ini, didasarkan
pada kondisi hidup manusia.
Menurut para ahli antropologi bahwa kebudayaanlah yang telah
membentuk makhluk manusia, dan bukan alam sekitarnya. Keberhasilan manusia
menundukan alam sekitarnya marupakan salah satu bukti keberhasilan mereka
mencapai suatu tingkat kebudayaan yang lebh tinggi. Manusia selalu berupaya
untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi di sekitarnya
sehingga menghasilkan suatu pola-pola tingkah laku yang baru.
Manusia dan kebudayaan menjadi suatu kesatuan yang tidak terpisahkan,
karena mausia merupakan pendukung kebudayaan. Meskipun manusia akan
mengalami mati, tetapi kebudayaan yang di milikinya akan diwariskan untuk
keturunannya. Pewarisan budaya tidak hanya terjadi secara vertikal atau kepada
anak cucu mereka, melainkan pula dilakukan secara horizontal. Menurut Purwanto
(2000, hlm. 88) bahwa:
Berbagai pengalaman manusia akan diteruskan kepada generasi berikutnya
atau dapat dikomunikasiakan dengan individu lainnya karena manusia
mampu mengembangkan gagasan dalam bentuk lambang-lambang vokal
berupa bahasa serta dapat dikomunikasikan melalui berbicara dan menulis,
Kebudayaan berkembang secara akumulatif, dan semakin lama bertambah
serta kompleks. Dalam mewariskan dari generasi ke generasi. Diperlukan suatu
sistem komunikasi yang lebih kompleks agar suatu kebudayaan dapat merespon
berbagai masalah kelangsungan hidup makhluk manusia dan lestari, maka suatu
kebudayaan harus mampu mengembangkan berbagai sarana yang dapat diandalkan
untuk memenuhi kebutuhan pokok para individu.

2. Proses Pewarisan Budaya


Pewarisan budaya adalah suatu proses, perbuatan atau cara mewarisi
budaya masyarakatnya. Proses pewarisan budaya disebut juga dengan
socialization. Proses pewarisan budaya dilakukan oleh masyarakat terhadap warga
masyarakat dalam sepanjang hayat anggota masyarakat. Berlangsung dari sejak
lahir hingga akhir hidup. Tujuan pewarisan budaya adalah membentuk sikap dan
perilaku warga masyarakat sesuai dengan budaya masyarakatnya. Budaya
9

diwariskan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Untuk selanjutnya


diteruskan ke generasi yang akan datang. Dalam proses pewarisan dari suatu
generasi ke generasi berikutnya terjadi proses penyesuaian dan penyempurnaan
budaya yang diwariskan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan
masyarakat. Selalu ada dinamika budaya, meskipun diwariskan, budaya selalu
bergerak maju, sehingga budaya yang diwariskan tidak mungkin lagi sama persis
dengan budaya aslinya.
Pewarisan disini diartikan dengan suatu kegiatan atau pembelajaran
secara turun temurun dari generasi kegenerasi dalam ruang lingkup keluarga atau
masyarakat stempat, meskipun dalam proses pewarisannya mengalami suatu
perkembangan atau pengurangan dari nilai-nilai sebelumnya. Menurut Sujarwa
bahwa “sesungguhnya proses pewarisan...dari satu generasi kegenerasi berikutnya
telah menyebabkan perubahan dalam tata nilai yang dianut oleh pewaris
berikutnya”. (2010, hlm. 42).

Sosialisasi
Pewarisan budaya dilakukan melalui sosialisasi. Sosialisasi ialah proses
penanaman nilai, peraturan, norma, adat istiadat masyarakat dengan tujuan setiap
anggota masyarakat mengenal, menghayati dan melaksanakan kebudayaan yang
ada dan berlaku di masyarakatnya. Melalui sosialisasi diharapkan setiap anggota
masyarakat mampu memainkan peran sosialnya dalam berbagai lingkungan secara
baik dan bertanggung jawab sesuai dengan harapan-harapan masyarakatnya.
Menurut Zanden dalam Rohidi (1994, hlm. 13) mengemukakan bahwa
Sosialisasi adalah suatu proses interaksi yang memberi peluang kepada calon
anggota masyarakat, mengenal cara-cara berfikir, berperanan dan berkelakuan
sehingga dapat berperan secara efektif dalam masyarakat. Yang dipelajari adalah
norma, nilai-nilai, dan simbol.
Sosialisasi selalu diwarnai reward and punishment. Kepada setiap
anggota masyarakat yang dinilai mendukung dan berjasa dalam pelestarian
kebudayaan masyarakatnya akan diberikan pujian dan penghargaan (reward) oleh
masyarakatnya. Sebaliknya, kepada setiap anggota masyarakat yang dinilai
10

melanggar budaya masyarakatnya maka akan diberikan sanksi atau hukuman


(punishment) yang sepadan oleh masyarakatnya.
Tujuan pemberian hukuman/sanksi (punishment) adalah untuk
mendisiplinkan, menyadarkan dan mengembalikan para pelanggar ke jalan yang
benar, sehingga mereka dapat hidup lurus dan bertanggung jawab sesuai dengan
kelakuan kolektif masyarakatnya. Pemberian sanksi pada umumnya dikenal
sebagai bagian dari social controle. Cara agar anggota masyarakat terhindar dari
sanksi, adalah dengan bersikap konformitas yang tinggi terhadap budaya
masyarakatnya, yang ditunjukkan dengan cara bersikap dan bertingkah laku yang
sama dengan kolektif masyarakat.Pada prinsipnya pewarisan budaya (sosialisasi)
terjadi dalam sepanjang hidup manusia, dari sejak lahir hingga matinya manusia,
baik secara sadar maupun tidak sadar.
Pewarisan budaya terjadi dalam berbagai lembaga-lembaga kebudayaan
manusia, terutama lima lembaga kebudayaan manusia, yaitu lembaga keluarga,
lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga agama dan lembaga
pemerintahan. Menurut Sunanto (1999, hlm. 5), salah satu fungsi lembaga
keluarga adalah mensosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat
memerankan apa yang diharapkan darinya.

Internalisasi
Kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kepada kita tidak
dengan serta merta menjadi milik kita seutuhnya. Pada setiap proses pewarisan
budaya, orang yang menjadi sasaran pewarisan akan menentukan sikap, menerima
atau menolak warisan budaya itu. Bila keputusannya adalah menolak maka
budaya yang diwariskan itu tidak akan pernah menjadi milik pribadi yang
bersangkutan. Bila keputusannya adalah menerima maka budaya yang diwariskan
itu akan menjadi miliknya. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk
memastikan budaya yang diwariskan itu menjadi miliknya adalah dengan
melakukan internalisasi.
Internalisasi adalah proses mencerna dan meresapkan nilai-nilai budaya
ke dalam hati sanubari anggota masyarakat sehingga alam pikiran, sikap dan
perilakunya sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya. Menurut Dyson (1997,
11

hlm. 37) Internalisasi merupakan suatu proses dari berbagai pegetahuan yang
berada di luar individu mausk menjadi bagian dari diri individu. Keberhasilan
sosialisasi sangat tergantung pada kesadaran, keinginan dan tekad yang kuat pada
diri setiap individu untuk menerima dan mengikuti budaya masyarakatnya, dan
pada akhirnya menjadikan budaya masyarakat itu sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari kepribadiannya.
Seseorang yang sedang melakukan proses internalisasi sangat mungkin
mengalami perang batin. Penyebabnya adalah nilai budaya yang ada dinilai sudah
usang atau irrasional, tetapi sebagai anggota masyarakat, individu yang
bersangkutan diharuskan bersikap konformitas guna mengikuti kelakuan kolektif.
Proses internalisasi berlangsung dengan pelan-pelan, penuh kesabaran,
hati-hati dan memerlukan momen-momen yang tepat. Jika prosesnya tergesa-gesa,
sembrono dan tidak pada moment yang tepat maka internalisasi akan mengalami
kegagalan. Proses internalisasi dapat berlangsung dengan keras, berat dan disiplin
hanya pada lembaga-lembaga tertentu, seperti lembaga pendidikan militer,
kepolisian dan kedinasan lainnya. Ini juga dilakukan untuk mencapai tujuan
maksimal dari sosialisasi.

Adaptasi / Enkulturasi
Setiap manusia yang telah melakukan internalisasi terhadap budaya yang
diwarisinya diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut
Haviland (1999, hlm. 13) adaptasi mengacu pada proses interaksi antara
perubahan yang ditimbulkan oleh organisme pada lingkungannya dan perubahan
yang ditimbulkan oleh lingkungan pada organisme. Adaptasi adalah penyesuaian
dua arah, yaitu antara organisme dengan lingkungannya. Adaptasi sangat
diperlukan agar semua bentuk kehidupan dapat bertahan hidup termasuk manusia.
Menurut Haviland (1999, hlm. 15) .....manusia beradaptasi melalui
medium kebudayaan pada waktu mereka mengembangkan cara-cara untuk
mengerjakan sesuatu sesuai dengan sumber daya yang mereka temukan dan juga
dalam batas-batas lingkungan tempat mereka hidup. Di daerah-daerah tertentu,
orang yang hidup dalam lingkungan yang serupa cenderung saling meniru
kebiasaan, yang tampaknya berjalan baik di lingkungan itu. Keberhasilan
12

beradaptasi akan menjadikan manusia sebagai pribadi yang selaras dengan


lingkungan budaya dan sosialnya.
Sama halnya dengan proses enkulturasi merupakan proses sesorang
mempelajari dan menyesuaikan diri, baik pemikiran maupun sikapnya terhadap
adat istiadat, sistem sosial, nilai, norma dan aturan yang hidup atau berlaku dalam
budayanya. Menurut Koentjaraningrat (1986, hlm. 233) yaitu istilah enkulturasi
merupakan sebagai suatu konsep, secara harfiah dapat dipadankan artinya dengan
proses pembudayaan.

Proses Pembelajaran
Proses belajar mengajar adalah suatu proses exterogestation yaitu proses
penjadian/penumbuhan anak di luar kandungan (Dyson, 1991, hlm. 23-25). Proses
belajar-mengajar merupakan suatu proses pewarisan melalui suatu transmisi sosial
sedangkan perawatannya berlangsung melalui proses penciptaan. Selain dalam
pembelajaran diadakan pula pelatihan, menurut Mangkunegara (2005, hlm. 36)
menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan
meliputi: (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatih/ need assesment; (2) menetapkan
tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat
ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out)
dan revisi; (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.

3. Seni Pertunjukan Indonesia


Untuk meneliti kesenian terbang gede pada masyarakat merujuk pada
bagaimana esksistensi dari kondisi objektif kesenian tersebut, mengamati
perkembangan seni pertunjukan Indonesia dari masa lampau sampai ke Era
Globalisasi, diperlukan penelusuran sejarahnya sejak Masa Prasejarah sampai ke
masa sekarang ini. Cara yang demikian ini tidaklah berarti, bahwa kita harus
menoleh ke belakang saja tanpa memiliki tujuan ke arah masa depan. Namun justru
dengan melihat perkembangan seni pertunjukan Indonesia di masa silam, akan
dapat diketahui pasang surutnya berbagai bentuk seni pertunjukan. Menurut
Soedarsono (2002, hlm. 1) menyebutkan adapun penyebab dari hidup-matinya
sebuah seni pertunjukan ada bermacam-macam. Ada yang disebabkan oleh
13

perubahan yang terjadi dalam bidang politik, ada yang disebabkan oleh masalah
ekonomi, ada yang karena terjadi perubahan selera masyarakat penikmat, dan ada
pula yang karena tidak mampu bersaing dengan bentuk-bentuk pertunjukan yang
lain. Selain itu perkembangan seni pertunjukan bisa pula dilihat dari siapa yang
menjadi penyandang dana produksinya.
Soedarsono (2002, hlm. 5) menyebutkan apabila kita bandingkan dengan
sejarah seni pertunjukan di dunia, sebenarnya seni pertunjukan Indonesia yang
dimiliki oleh lebih dari 200 juta manusia Indonesia ini, belum begitu tua usianya.
Ada empat bangsa yang jauh lebih tua perkembangan seni pertunjukannya daripada
seni pertunjukan Indonesia, yang dalam proses pembentukannya memiliki pengaruh
cukup besar pada seni pertunjukan Indonesia, yaitu bangsa India, bangsa Arab,
bangsa Cina, dan bangsa Barat (Eropa). Sebagai bangsa yang dalam proses
perkembangannya belum begitu tua, tak dapat dielakkan, bahwa seni pertunjukan
Indonesia mendapat pengaruh dari keempat budaya bangsa tersebut.
Proses globalisasi telah banyak memberi perubahan pada wajah dunia,
baik wajah perdagangan, politik, sosial budaya sampai pada kepada perilaku dan
gaya hidup manusia. Bahkan implementasi dari komitmen berbagai negara untuk
menciptakan “dunia tanpa batas” telah menumbuhkan nuansa kompetensi di
berbagai bidang, sekaligus menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang direlisir
melalui blok-blok perdagangan bebas (NAFTA, AFTA, APEC dll). Di satu sisi
terlihat globalisasi telah menciptakan possitive effect khususnya dalam bidang
perdagangan yang secara terus-menerus menuntut kesiapan semua bangsa di dunia
untuk menciptakan keunggulannya masing-masing. Namun di siis lain proses
tersebut juga menumbuhkan kecemasan baru. Khususnya apabila dikaitkan dengan
makin tinggi dan terbukanya tingkat interaksi antar bangsa, yang secara langsung
menyentuh pada unsur-unsur sosial dan budaya, tidak terkecuali unsur kesenian
yang merupakan produk budaya bangsa.
Terkait dengan unsur kesenian, Naisbit (1995) dalam Santosa (2004, hlm
1) pernah meramalkan, bahwa salah satu sektor yang akan dipertempurkan pada
abad inormasi adalah kesenian. Negara-negara yang kaya karya seni akan mengeruk
banyak keuntungan, apalagi bila mampu mengelolanya secara profesional.
14

Pengaruh budaya Islam mulai tampak jelas di Indonesia sejak abad ke-13
dan berkembang dengan pesat sekali sampai abad ke-18. Berbeda dengan agama
hindu stratifikasi sosial yang berbentuk kasta-kasta, agama Islam sangat demokratis.
Akibatnya, agama ini cepat sekali berkembang luas di semua lapisan masyarakat.
Hampir setiap sudut Kepulauan Indonesia tersentuh oleh agama baru ini. Sebagai
hasilnya, sampai sekarang penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam
berkisar 80% dari jumlah yang lebih dari 200 juta jiwa. Namun agama ini tidak
melibatkan semua bentuk seni dalam ibadah-ibadahnya. Menurut Herbert Read
dalam Soedarsono (2002, hlm. 39) mengatakan bahwa masyarakat Islam hanya
sangat menonjolkan seni arsitektur serta seni musik vokalnya. Selanjutnya menurut
Soedarsono (2002, hlm. 39) Oleh karena proses pembentukan sebuah produk
budaya ternasuk seni pertunjukan pada umumnya melewati proses akulturasi, atau
asimilasi, atau sikretisme, wilayah-wilayah di Indonesia yang budaya Islamnya
sangat menonjol adalah daerah-daerah yang ketika agama Islam masuk, kebudayaan
Hindu tidak berkembang atau telah mengalami kemerosotan. Maka dari itu, sentra-
sentra seni dan budaya yang nuansa Islaminya sangat kuat adalah Sumatera dan
daerah-daerah pesisir.

4. Fungsi Seni Pertunjukan Indonesia


Menurut Wiyoso Yudoseputuro (1993, hlm. 95), kesenian sebagai salah
satu kebudayaan keberadaannya selalu melibatkan diri dalam semua aspek
kehidupan manusia. Tidak terbayang lagi bahwa seni, seniman, dan karya seni
merupakan gejala tersendiri yang sulit diterima oleh manusia biasa. Ini berarti
bahwa kesenian mempunyai fungsi yang sama pentingnya dengan unsur-unsur
kebudayaan lain, sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka
kesenian juga mencerminkan budaya bangsa.
Dari uraian tentang fungsi diatas, menjadi jelas bahwa peranan kesenian
itu sangat luas untuk kehidupan masyarakat. Kesenian sebagai bentuk kebudayaan
ternyata tampil dalam semua aspek kehidupan. Pada konteks seni pertunjukan
tradisi di Banten difungsikan sebagai sarana penyebaran agama Islam, media
dakwah, upacara ritual dan hiburan. Menurut Caturwati (2007, hlm. 36-37), fungsi
seni pertunjukan dibagi menjadi dua kelompok fungsi-fungsi primer dan kelompok
15

fungsi-fungsi sekunder. Secara garis besar Soedarsono (2002, hlm. 125)


menyatakan bahwa seni pertunjukan memiliki tiga fungsi primer, yaitu: (1) sebagai
sarana upacara; (2) sebagai ungkapan pribadi; (3) sebagai presentasi estetis. Adapun
fungsi sekunder apabila seni pertunjukan bertujuan bukan untuk dinikmati, tetapi
untuk kepentingan yang lain.
a. Sarana Upacara
Seni pertunjukan sebagai sarana upacara merupakan salah satu seni
pertunjukan yang masih melaksanakan ritual, menurut pendapat Soedarsono (2002,
hlm. 125) bahwa seni pertunjukan ritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut
diantaranya 1) diperlukan pemilihan tempat 2) pemilihan hari serta saat yang
terpilih 3) diperlukan pemain yang terpilih 4) diperlukan perangkat sesaji 5) tujuan
lebih penting daripada peampilan 6) diperlukan busana yang khas.
Dari beberapa ciri diatas, kesenian Terbang Gede yang masih dilakukan
sampai saat ini diantaranya pemilihan hari saat perayaan Maulid Nabi Muhammad
SAW biasanya dilakukan bertepatan dengan kalender hijriah pada saat hari tersebut
atau sampai dua hari. Ataupun ketika ritual ruwatan rumah, ditentukan hari baik
agar acara yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar dan selamat baik bagi
yang memiliki hajat maupun masyarakat setempat.
Pemain Kesenian Terbang Gede ini terdiri atas tiga kelompok yaitu
saechu, pangrawit, dan vokalis. Saechu adalah pimpinan rombongan yang
mengatur jalannya acara. Pangrawit terdiri atas 6 orang laki-laki dan 5 orang
sebagai penabuh terbang serta 1 orang penabuh gendang. Penabuh terbang gede,
alat ini berfungsi sebagai goong; penabuh sela, alat ini berfungsi sebagai
gendang; penabuh penganak berfungsi sebagai tingtit; penabuh kempul berfungsi
sebagai kempul; penabuh koneng, alat ini berfungsi sebagai kecrek. Adapun
vokalis terdiri atas laki-laki yang berjumlah 7 sampai 15 orang, dan rata-rata
berusia lanjut. Syarat menjadi vokalis harus memiliki dasar kejiwaan yang kuat
dan akhlak mulia.
Jumlah waditra atau alat musik kesenian terbang Gede ada lima buah
ditambah gendang yang terdiri atas satu buah gendang dan dua buah kulanter.
Rinciannya adalah sebagai berikut: terbang kempring yaitu terbang yang
memiliki suara kecil dengan ukuran diameter 56 cm dan tinggi 11 cm. Terbang
16

gede yaitu terbang yang memiliki suara lebih rendah dari terbang kempring
dengan ukuran 57 cm dan tingginya 42 cm atau 23 cm. Terbang gemruh yaitu
terbang yang memiliki suara lebih rendah dari terbang gede dengan ukuran
diameter 50 cm dan tinggi 12 cm. Terbang talingtik yaitu terbang yang
memiliki suara lebih kecil dari suara terbang kempring dengan ukuran diameter
52 cm dan tinggi 14 cm. Dan Terbang goong dengan ukuran diameter 48 cm.
dan tinggi 12 cm.
Pakaian yang digunakan para pemain Kesenian Terbang Gede tergantung
pada acaranya, misalnya dalam acara ritual menggunakan pakaian sehari-hari,
adapun jika menghadapi perayaan Hari Kemerdekaan RI mereka menggunakan
pakaian yang terdiri atas kampret warna putih, celana panjang warna gelap, ikat
kepala dari kain leman, dan kain poleng setengah betis. Pola permainan Kesenian
Terbang Gede dibagi menjadi dua jenis, yaitu pola permainan pada upacara ritual
dan untuk hiburan. Pada acara hiburan disediakan sesajian yang tidak selengkap
pada acara ritual. Setelah sesajian tersedia maka pertunjukkan pun dimulai. Para
pemain yang berjumlah 15 sampai 20 orang keluar dengan formasi dua baris
sejajar. Barisan depan terdiri atas para penabuh, pedzikir, dan penari. Para penabuh
berada di tengah barisan, sementara para pedzikir dan penari berada di sebelah kiri
dan kanannya. Adapun barisan belakang terdiri atas para vokalis. Serempak
tetabuhan dibunyikan secara bersama-sama sebagai tanda bubuka pembukaan.
Setelah pembukaan dilanjutkan dengan instrument diikuti pelantunan syair baik
yang berbahasa Arab maupun bahasa Daerah Jawa. Para pemain pun ikut
bernyanyi dan berdzikir secara bersama-sama. Pelaksanaan pertunjukkan dapat
dilakukan di alam terbuka, halaman, rumah, dan di serambi Masjid.
Pemahaman ritual pada sebuah seni yaitu terstrukturnya suatu bentuk
pertunjukan yang dijadikan pegangan serta untuk pencapaian tertentu. Di dalam
kesenian Terbang Gede pun terlihat adanya struktur, walaupun nilai-nilai tertentu
megalami suatu pergeseran sesuai dengan kebutuhannya.
Sejalan dengan perkembangan struktur sosial, pola pikir masyarakat pada
saat ini, maka terjadilah berbagai upaya untuk menjaga keseimbangan antara seni
dengan perkembangan zamannya. Tetapi untuk menjaga keseimbangan perlu
adanya proses enkulturasi agar masyarakat tidak lupa akan budayanya sendiri.
17

Koentjaraningrat (1980, hlm. 247-262) dalam Hadi mengungkapkan bahwa:


“ekulturasi berarti suatu pembudayaan atau institutionalizaton. Pada proses itu
seorang individu yang sejak awal dibentuk kedalam lingkungan kebudayaannya,
mengikuti adat istiadat, nilai budaya yang telah ditetapkan agar dia menjadi
bagian dari budaya itu”. Jadi perlu adanya proses ekulturasi pada masyarakat,
sehingga berbagai inovasi sebagai proses kreativitas berfikir kreator seni yang
mempertahankan seni tersebut dalam masyarakat pendukungnya, tidak terlepas
dari kebudayaannya. Purwanto (2000, hlm. 177) mengungkapkan bahwa: “Inovasi
adalah proses pembaharuan dalam banyak hal.
b. Sarana Hiburan
Seni musik sebagai hiburan sering pula dilihat dari tingkah laku dari
pelaku pertunjukan seni tersebut atau identik dengan kegembiraan. Seni tersebut
menitik beratkan pada respon masyarakat ikut terlibat dalam suasana kegembiraan.
Pada pertunjukan seni hiburan keterlibatan para penonton sangat diharapkan, karena
kegiatan secara bersama-sama untuk mencapai suatu kegembiraan merupakan
tujuan utama.
Setiap seni pertunjukan tradisional selain didalamnya memiliki unsur religi
serta ritual, selalu memberikan ruang dan waktu untuk hiburan bagi pendukungnya.
Salah satu contoh pada seni tarawangsa, angklung buhun baduy, dan seren taun di
Cibubur diakhiri dengan acara atau lagu diperuntukan menari bersama sebagai
acara hiburan.

5. Analisis Musik
Gramatika musik adalah suatu istilah untuk menjelaskan tentang aspek-
aspek musik yang ada dalam setiap jenis musik. Gramatika sendiri berarti tata
bahasa. Tata bahasa dalam musik tidak bisa disamakan atau hanya berkiblat
terhadap salah satu musik saja. Mack (2001, hlm. 4) mengemukakan bahwa setiap
jenis musik memiliki unsur internal yaitu gramatikanya sendiri, dan unsur ekstern
yaitu konteksnya. Maka dapat disimpulkan bahwa gramatika musik adalah suatu
tata bahasa dalam musik yang terkait dengan seluruh elemen musikal yang
terkandung dalam musik.
18

Dalam menambah pengetahuan serta untuk mencari kebenaran, maka


diperlukan suatu penelitian atau suatu analisis terhadap kejadian atau peristiwa
untuk dapat menguraikan suatu pokok keadaan sebenarnya. Analisis musik
merupakan suatu usaha untuk membedah atau merekontruksi suatu karya untuk
menemukan ciri-ciri yang mendasari musik yang diteliti. Teori dalam analisis musik
pernah diungkapkan oleh Supanggah (1995, hlm. 17) dalam analisis musik perlunya
mendeskripsikan musik ...... yaitu mencoba untuk menemukan ciri-ciri yang
mendasari musik yang di telitinya.
Dari ungkapan tersebut sesuai dengan penelitian yaitu bagaimana
menguraikan suatu pertunjukan seni terbang gede atas berbagai bagian musiknya
dan menelaah bagian musik itu sendiri serta hubungan antar bagian instrumen
dengan instrumen lainnya untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman musik secara keseluruhan.
Selain definisi di atas, Suhastjarja salah seorang tokoh musik Indonesia
mengungkapkan bahwa:
Musik ialah ungkapan rasa indah manusia dalam suatu konsep pemikiran
yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi lainnya yang mengandung
ritme dan harmoni, serta mempunyai suatu bentuk dalam ruang waktu yang
dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam lingkungan hidup, sehingga
dapat dinikmati dan dimengerti”. (Sudarsono, 1992, hlm. 13).

Membentuk suatu harmonisasi yang diantaranya beragam pola ritmis, dalam


Soeharto (2002, hlm. 339) pola ritmis yaitu pola nilai not atau nilai panjang bunyi
suatu komposisi musik sejalan dengan lagu atau melodi, unsur melodi menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia melodi yaitu susunan rangkaian tiga nada atau lebih
dalam musik yang terdengar berurutan secara logis serta berirama dan
mengungkapkan suatu gagasan. Melodi tersebut membawakan lagu-lagu, pada
kesenian terbang gede dimainkan oleh vokal yang berfungsi menghantarkan lirik-
lirik berisi dakwah atau pujian kepada Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT.
G. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Untuk dapat memberikan penjelasan terhadap unsur-unsur yang ditemukan
dalam rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian maka dalam
pelaksanaannya diperlukan pendekatan berbagai disiplin ilmu juga melalui
19

beberapa macam metode yang relevan dalam mengkajinya. Penelitian ini akan
menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks,
meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi
pada situasi yang alami (Creswell, 1998, hlm. 15). Bogdan dan TayMistarlor
(Moleong, 2007, hlm. 3) mengemukakan bahwa metodologi kualitiatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian deskripsi adalah gambaran verbal ihwal manusia, objek,
penampilan, pemandangan, atau kejadian. Cara penulisan ini menggambarkan
sesuatu sedemikian rupa sehingga pembaca dibuat mampu (seolah merasakannya,
melihat, mendengar, atau mengalami) sebagaimana dipersepsi oleh panca indera
(Alwasilah, 2007, hlm. 114).
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan Kualitatif
yakni menjabarkan dan menganalisis data yang diambil dari hasil pengamatan
mengenai kondisi objektif, proses sosialisasi di masyarakat, strategi pelatihan dan
bentuk penyajian musik kesenian terbang gede di sanggar Al-Barokah di Desa
Kampung Jati Kec. Taktakan Kota Serang Provinsi Banten. Dengan pendekatan
kualitatif ini, data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, dan bermakna
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
2. Partisipan dan Tempat Penelitian
Subjek penelitian yaitu pada sanggar seni terbang gede Al-Barokah
pimpinan H. Mistar, yang meripakan sanggar seni terbang gede yang masih
berkembang di Desa Panggung Jati Kecamatan Taktakan Kota Serang. Alasan
peneliti dalam pemilihan subjek tersebut dikarenakan sanggar Al-barokah salah satu
sanggar yang hingga kini memiliki eksistensi dan dapat melestarikan kesenian ini
selama berpuluh-puluh tahun.
Tempat penelitian pada penelitian ini yaitu kesenian terbang gede di
sanggar Al-Barokah Kediaman Bapak H. Mistar No. 49 RT. 04/ RW. 13 Desa
Panggung Jati Kecamatan Taktakan Kota Serang provinsi Banten.
20

3. Pengumpulan Data
Pembuatan dan penyusunan instrumen disesuaikan dengan tujuan
penelitian, sampel penelitian, jenis data serta metode pengumpulan data yang
telah ditentukan. Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini
berupa observasi, studi dokumen dan wawancara.
Observasi lapangan dan studi dokumen dilaksanakan berkenaan dengan
proses pertunjukan seni terbang gede. Observasi dan studi dokumen ini dilakukan
peneliti pada saat proses pelatihan dan pada saat kesenian terbang gede
berlangsung. Sedangkan wawancara digunakan sebagai data utama untuk
mengetahui bagaimana kondisi objektif, proses sosialisasi, strategi pelatihan
sanggar kesenian tersebut yang dapat juga digunakan sebagai data tambahan guna
menjelaskan temuan-temuan yang diperoleh selama pengamatan berlangsung dan
juga guna memperjelas mengenai data sesuai dengan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian.
a. Observasi
Salah satu teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung
perilaku informan dilapangan adalah dengan teknik observasi. Beberapa yang
diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,
perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Alasan peneliti
melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau
kejadian, untuk menawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku
manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu
melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin (2007, hlm. 115)
mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam
penelitian kualitatif, yaitu observasi parstisipasi, observasi tidak terstruktur, dan
observasi kelompok tidak terstruktur.
(1) Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data peneltian
melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-
benar terlibat dalam keseharian responden. (2) Observasi tidak berstruktur
adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi.
Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan
daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek. (3) Observasi
kelompok adalah bservasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap
suatu atau beberapa objek sekaligus.
21

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi dengan pendekatan


kualitatif, artinya di dalam proses pengumpulan data ini, peneliti berfungsi sebagai
pengamat yang memiliki keterlibatan dengan keseharian narasumber tetapi tidak
memiliki keterlibatan secara langsung pada proses pelatihan atau kegiatan kesenian
terbang gede yang menjadi subjek penelitian. Objek yang diobservasi oleh peneliti
adalah kegiatan kesenian terbang gede di sanggar Al-Barokah desa Panngung Jati
Kecamatan Taktakan Kota Serang Provinsi Banten.
b. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-checking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Data-data tentang kegiatan
kesenian terbang gede baik mengenai kondisi objektif, proses sosialisai dan strategi
pelatihan tidak dilakukan melalui pengamatan saja. Tetapi diperlukan teknik lain
yang dapat melengkapi kekurangan dari penggalian data dengan menggunakan
observasi. Teknik pengumpulan data lain yang dimaksud peneliti adalah wawancara
dan interaksi serta komunikasi terhadap pengelola, tokoh yang terkait, pemain dan
generasi muda yang sebagai masyarakat.
Tujuan dari wawancara untuk mengetahui apa yang terkandung dalam
pikiran dan hati orang lain. Bagaimana pandangan tentang kejadian menurut hati
dan pikiran orang lain. Menurut Nasution (1996, hlm. 71) mengemukakan bahwa
penelitian naturalistic beursaha mengetahui bagaimana informan memandang dunia
dari segi perspektifnya, menurut pikiran dan perasaannya yaitu informasi “emic”.
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka dalam penelitian ini akan digunakan
wawancara tak berstruktur dan selanjutnya beralih menjadi rumusan atau pedoman
wawancara yang berstruktur.
Kegiatan wawancara peneliti lakukan kepada beberapa narasumber
langsung diantaranya tokoh seniman terbang gede di Desa Panggung Jati, tokoh
masyarakat di daerah setempat, pimpinan sanggar seni terbang gede Al-Barokah,
para pemain terbang gede, dan masyarakat setempat. Wawancara peneliti lakukan
dengan tujuan memperoleh data-data yang diperlukan.
c. Studi Dokumen
Dalam penelitian kualitataif studi dokumentasi juga tidak dapat ditinggalkan
karena dapat sangat membantu melengkapi data dan pengecekan kebenaraan data
22

atau informasi yang diperoleh peneliti malalui observasi dan wawancara. Teknik
pengumpulan data dengan studi dokumentasi ini, intinya pada kegiatan pengamatan
terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan fokus atau permasalahan
penelitian.
Guna melengkapu data penelitian, peneliti melakukan studi dokumen,
terkait untuk medokumentasikan, didoukumentasikan dan dokumentasi dalam
mengumpulkan data baik audio, visual, audio visual yang dimiliki oleh pengelola
sanggar Al-Barokah kesenian terbang gede yang berkaitan dengan penelitan ini.

4. Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi empat tahap
berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermen (1992, hlm.
20) yaitu (1) tahap penjaringan data (tahap ini berupa hasil observasi, hasil
perekaman, dan catatan lapangan), (2) tahap reduksi (pelaksanaan tahap ini terdiri
dari pengorganisasian, pemilahan, dan pengkodean), (3) tahap penafsiran
(pelaksanaan tahap ini terdiri dari interpretasi dan analisis), dan (4) tahap
penyimpulan dan verifikasi data.
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini mengacu pada pendapat
Miles dan Michael Huberman (Maryaeni, 2005, hlm. 28) yang mengemukakan
bahwa keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik ketekunan pengamatan,
triangulasi, kecakupan referansial. Teknik ketekunan pengamatan mendalam
meliputi pengamatan secara teliti, rinci dan berkesinambungan terkait pokok
masalah penelitian.
Teknik triangulasi dalam penelitian ini meliputi triangulasi metode dan
pengumpulan data, triangulasi sumber data penelitian, dan triangulasi hasil
analisis data sementara. Kehadiran peneliti dan pengamat lain selain peneliti akan
dimanfaatkan sebagai kepentingan triangulasi data. Sedangkan kecukupan
referensial meliputi kecukupan referansi yang diperlukan untuk menguji hasil
analisis dan penafsiran data penelitian dilakukan dengan cara teknik refleksi kritis
dan introspeksi terhadap data penelitian.
Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna
23

yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah
dikumpulkan perlu dipecah-pecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan
kategorisasi, dilakukan manipulasi serta diperas sedemikian rupa sehingga data
tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk
menguji hipotesa atau pertanyaan penelitian.

H. Struktur Organisasi Penulisan


Berikut ini merupakan rancangan sistematika penulisan penelitian, terdiri
dari:
BAB I PENDAHULUAN, meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat/ signifikasi penelitian, struktur organisasi
tesis.
BAB II LANDASAN TEORETIS, meliputi bahasan tentang seni pertunjukan
Indonesia, fungsi seni pertunjukan, strategi pelatihan, gramatika musik dan
kesenian tradisional.
\BAB III METODE PENELITIAN, mengemukakan desain penelitian, partisipan
dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data.
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN, meliputi hasil penelitian, temuan dan
pembahasan mengenai: kondisi objektif, proses sosialisasi, strategi pelatihan dan
gramatika musik dalam Kesenian Terbang Gede di sanggar Al-Barokah Panggung
Jati Kecamatan Taktakan Kota Serang Provinsi Banten.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI, menyajikan
penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian
sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil
peneltian tersebut.
24

I. Jadwal Penelitian
KEGIATAN JADWAL
Studi Pendahuluan November-Desember 2016
Observasi Januari-Maret 2017
Pengumpulan Data Maret-April 2017
Pengolahan Data April-Mei 2017
Sidang Tahap I Mei-Juni 2017
Sidang Tahap II Juni-Juli 2017
25

J. Daftar Pustaka

Alwasilah, Chaedar. (2007). Pokoknya Menulis. Bandung: PT. Kiblat Buku


Utama.
Bungin, Burhan H.M. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Caturwati, Endang. (2007). Tari Di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press.
Creswell, John W. (1998). Qualitative and Research Design, Choosing Among
Five Traditions. California: Sage Publication.
daya tarik wisata di kabupaten Indramayu. Skripsi Sarjana pada Program
studi Manajemen Resort & Leisure. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Dyson, J., Cobb, M.,& Forman, D. (1997). The meaning of spirituality: A


Dyson, N. (1990). Chromatographic Integration Methods. 1st Edition.
Cambridge: The Royal Society of Chemistry. Halaman 25, 83, 100.
Geertz, C. (1992). Tafsir Kebudayaan. Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius.

Hardjana, M Agus. (2001). Training SDM yang Efektif, Yogyakarta : Kanisius.

Haviland, J. Karel. (1999). Antropologi jilid 1. PT. Gelora Asmara


Pratama:Surakarta
Kayam, Umar. (1981). Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Kluckhohn, C. (1951). The Study of Culture. New York: Stanford University


Press.

Koentjaraningrat. (1980). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian


Rakyat.
Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.


literature review. Journal of Advanced Nersing. 26(6), 1183-1188.

Mack, Dieter. (2001). Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Bandung:


Artiline.

Maryaeni. (2008). Metode penelitian kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. Analisis data kualitatif.


Terjemahan dari “Qualitative Data Analysis”. Alih Bahasa: Tjejep
Rohendi Rosidi. Jakarta: UI-Press.
Moleong, J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya.
26

Nasution. (1996). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung:


Tarsito.

Purwanto, M. Ngalim. (2000). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Purwanto, M. Ngalim. (2000). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Rohidi, Tjetjep Rohendi. (1994). Pendekatan Sistem Sosial Budaya dan
Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press.

Santosa. (2004). Mencermati Seni Pertunjukan II. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni
Indonesia (STSI).
Satriono, Teguh. (2007). How to measure 5 levels of training evaluation.
Intellectual Capital Publishing.

Soedarsono. R.M (2002) Seni Pertunjukan Indonesia Diera Globalisasi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Soeharto, M. (1978). Kamus Musik Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Jakarta.


Soekanto, Soerjono. (1985). Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat.
Bandung: Alumni
Soekanto, Soerjono. (1985). Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat.
Bandung: Alumni.

Sudarsono, Balai Pustaka, PN. (1992). Pengantar Apresiasi Seni. Yogyakarta:


Balai Pustaka.

Sudjana, D. (2001). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung:


Falah Production.

Sugiono. (2010). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta


Sujarwo. (2010). Pengembangan sungai Cimanuk sebagai salah satu objek dan
Sunanto, H. 1999. Cokelat : Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius:

Supanggah, R. (1995). Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.


MSPI.

Wright, C. (1996). Navigating New Directions for Social Studies in Newfoundlang


and Labrador. Canadian Social Studies, Vol. 31, No. 1: hal. 16-21.
Yogyakarta.
27

Yudoseputro, Wiyoso. (1993). Pengantar Wawasan Seni Budaya. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai