A. Judul Penelitian
PEWARISAN SENI TERBANG GEDE DI SANGGAR AL-BAROKAH
DESA PANGGUNG JATI KOTA SERANG PROVINSI BANTEN
pada tahun 1570-1580, dan oleh puteranya yang bernama Abdulfathah (Sultan
Ageng Tirtayasa), terbang ini dijadikan juga sebagai alat penyebaran agama Islam.
Dan kesenian ini dapat diterima dan tumbuh berkembang di tengah-tengah
masyarakat karena pada saat itu para pemain tidak mengharapkan imbalan apa-apa
selain berkah dan pahala dari Allah swt.
Kesenian terbang gede berkembang secara pesat dilingkungan pesantren
dan masjid-masjid. Pada awalnya kesenian terbang gede berfungsi sebagai sarana
penyebaran agama Islam, namun kemudian berkembang sebagai upacara ritual
seperti ngarak penganten, ruwatan rumah, syukuran bayi, hajat bumi dan juga
hiburan. Kesenian tradisional Terbang Gede ini juga bisa disaksikan saat
peringatan hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Muharam, Ekahan,
Muludan, dan Rajaban.
Kesenian ini jadi santapan utama masyarakat Banten pada saat peringatan
hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Muharam, Ekahan, Muludan,
dan Rajaban. Dalam pertunjukan terbang ini terdapat lagu-lagu yang mengiringi
seperti syair solawat nabi pada saat Ekahan yaitu pada fase menggunting rambut
dan acara khitanan. Syair bilaia pada saat perkawinan yaitu ketika pengantin laki-
laki memberikan kue kepada pengantin perempuan. Syair fakam dilantunkan
pada saat Maulid Nabi Muhammad saw. Syair turu lare dibawakan pada
upacara pengiring pengantin, dan syair nabi salawe dilantunkan pada waktu
ngaruwat rumah yang baru dibangun.
Meski demikian, Terbang Gede juga disajikan dalam berbagai acara
festival seperti Duta Seni Pelajar SeJawa-Bali, mewakili provinsi Banten dalam
rangka Festival Seni Tradisional oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Banten ditingkat Nasional. Selain itu juga Terbang Gede digunakan untuk
menyambut para tamu undangan sekaligus menghibur para tamu undangan di
kantor pemerintahan provinsi Banten.
Pemain Kesenian Terbang Gede ini terdiri atas tiga kelompok yaitu
saechu, pangrawit, dan vokalis. Saechu adalah pimpinan rombongan yang
mengatur jalannya acara. Pangrawit terdiri atas 6 orang laki-laki dan 5 orang
sebagai penabuh terbang serta 1 orang penabuh gendang. Penabuh terbang gede,
alat ini berfungsi sebagai goong; penabuh sela, alat ini berfungsi sebagai
3
D. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
Pewarisan Seni Terbang Gede di Sanggar Al-Barokah Desa Panggung Jati Kota
Serang Banten.
Adapun tujuan khususnya adalah untuk memperoleh deskripsi berkaitan
dengan:
1. Mendeskripsikan pola-pola pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-
Barokah Desa Panggung Jati Kota Serang Banten.
2. Mendeskripsikan proses pewarisan seni Terbang Gede di Sanggar Al-
Barokah Desa Panggung Jati Kota Serang Banten.
6
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi Teori,
Kebijakan, Praktik, dan Isu serta Aksi Sosial. Manfaat yang diharapkan setelah
diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dari segi Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan. Mengingat hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pengetahuan mengenai keberadaan kesenian Terbang Gede, yang masih
berkembang pada masyarakat Kota Serang. Dan dapat dijadikan referensi atau
acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam tentang
kesenian Terbang Gede.
2. Dari segi Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi guna
pengembangan ilmu kearifan lokal khususnya kesenian Terbang Gede di
masyarakat Kota Serang Provinsi Banten.
3. Dari segi Praktik
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Memberikan informasi bagi para pelaku seni yang melibatkan
instrumen atau kesenian sejenis terbang untuk mempertahankan tradisi.
b. Memberikan wawasan dan informasi bagi para penikmat seni yang
mencintai dan menikmati kesenian tradisional Indonesia.
c. Untuk sanggar seni, menambah referensi ilmu dan strategi mengenai
pengembangan kesenian tradisional, khususnya kesenian terbang.
d. Untuk lembaga Universitas Pendidikan Indonesia, sebagai dokumentasi
dan wawasan ilmu pengetahuan mengenai budaya.
e. Untuk pengajar, menambah referensi pengetahuan untuk
mengembangkan muatan lokal atau ekstrakurikuler terkait dengan
kesenian Terbang gede baik untuk jenjang SMP atau SMA.
f. Untuk pelajar seni, memperkaya wawasan khasanah keilmuan seni
pertunjukan, khususnya kesenian Terbang Gede.
g. Untuk pemerintah, sebagai dokumentasi dan khasanah budaya untuk
memperkaya jenis kesenian khususnya kesenian yang berada di
7
F. Landasan Teoretis
1. Pewarisan Kebudayaan
Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budhi atau akal); ada juga ditafsirkan bahwa
kata budaya merupakan dari kata majemuk budi dan daya yang berarti daya dari
budi, yaitu berupa cipta, rasa dan karsa. Menurut Koentjaraningrat (1984, hlm. 180-
181) mengungkapkan definisi kebudayaan yaitu “...keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Dalam ilmu antropologi budaya, ruang lingkup kajian kebudayaan
mencakup variasi objek yang sangat luas, antara lain meliputi dongeng-dongeng,
ragam bahasa, hukum, upacara agama dan lain sebagainya. Selain itu, menurut
Kluckhohn dalam Kusnadi (2012, hlm 12) mengatakan bahwa dalam setiap
kebudayaan makhluk manusia terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya
universal; meliputi sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem
teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi.
Dalam pembahasan tentang budaya yang didalamnya terdapat suatu
bentuk unsur-unsur kesenian tidak terlepas dari kehidupan masyarakatnya. Ini
sesuai dengan teori dari Geertz yang dipakai dalam pembedahan dari pembahasan
budaya, menurut Geertz (2001, hlm. 395) bahwa:
8
Sosialisasi
Pewarisan budaya dilakukan melalui sosialisasi. Sosialisasi ialah proses
penanaman nilai, peraturan, norma, adat istiadat masyarakat dengan tujuan setiap
anggota masyarakat mengenal, menghayati dan melaksanakan kebudayaan yang
ada dan berlaku di masyarakatnya. Melalui sosialisasi diharapkan setiap anggota
masyarakat mampu memainkan peran sosialnya dalam berbagai lingkungan secara
baik dan bertanggung jawab sesuai dengan harapan-harapan masyarakatnya.
Menurut Zanden dalam Rohidi (1994, hlm. 13) mengemukakan bahwa
Sosialisasi adalah suatu proses interaksi yang memberi peluang kepada calon
anggota masyarakat, mengenal cara-cara berfikir, berperanan dan berkelakuan
sehingga dapat berperan secara efektif dalam masyarakat. Yang dipelajari adalah
norma, nilai-nilai, dan simbol.
Sosialisasi selalu diwarnai reward and punishment. Kepada setiap
anggota masyarakat yang dinilai mendukung dan berjasa dalam pelestarian
kebudayaan masyarakatnya akan diberikan pujian dan penghargaan (reward) oleh
masyarakatnya. Sebaliknya, kepada setiap anggota masyarakat yang dinilai
10
Internalisasi
Kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kepada kita tidak
dengan serta merta menjadi milik kita seutuhnya. Pada setiap proses pewarisan
budaya, orang yang menjadi sasaran pewarisan akan menentukan sikap, menerima
atau menolak warisan budaya itu. Bila keputusannya adalah menolak maka
budaya yang diwariskan itu tidak akan pernah menjadi milik pribadi yang
bersangkutan. Bila keputusannya adalah menerima maka budaya yang diwariskan
itu akan menjadi miliknya. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk
memastikan budaya yang diwariskan itu menjadi miliknya adalah dengan
melakukan internalisasi.
Internalisasi adalah proses mencerna dan meresapkan nilai-nilai budaya
ke dalam hati sanubari anggota masyarakat sehingga alam pikiran, sikap dan
perilakunya sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya. Menurut Dyson (1997,
11
hlm. 37) Internalisasi merupakan suatu proses dari berbagai pegetahuan yang
berada di luar individu mausk menjadi bagian dari diri individu. Keberhasilan
sosialisasi sangat tergantung pada kesadaran, keinginan dan tekad yang kuat pada
diri setiap individu untuk menerima dan mengikuti budaya masyarakatnya, dan
pada akhirnya menjadikan budaya masyarakat itu sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari kepribadiannya.
Seseorang yang sedang melakukan proses internalisasi sangat mungkin
mengalami perang batin. Penyebabnya adalah nilai budaya yang ada dinilai sudah
usang atau irrasional, tetapi sebagai anggota masyarakat, individu yang
bersangkutan diharuskan bersikap konformitas guna mengikuti kelakuan kolektif.
Proses internalisasi berlangsung dengan pelan-pelan, penuh kesabaran,
hati-hati dan memerlukan momen-momen yang tepat. Jika prosesnya tergesa-gesa,
sembrono dan tidak pada moment yang tepat maka internalisasi akan mengalami
kegagalan. Proses internalisasi dapat berlangsung dengan keras, berat dan disiplin
hanya pada lembaga-lembaga tertentu, seperti lembaga pendidikan militer,
kepolisian dan kedinasan lainnya. Ini juga dilakukan untuk mencapai tujuan
maksimal dari sosialisasi.
Adaptasi / Enkulturasi
Setiap manusia yang telah melakukan internalisasi terhadap budaya yang
diwarisinya diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut
Haviland (1999, hlm. 13) adaptasi mengacu pada proses interaksi antara
perubahan yang ditimbulkan oleh organisme pada lingkungannya dan perubahan
yang ditimbulkan oleh lingkungan pada organisme. Adaptasi adalah penyesuaian
dua arah, yaitu antara organisme dengan lingkungannya. Adaptasi sangat
diperlukan agar semua bentuk kehidupan dapat bertahan hidup termasuk manusia.
Menurut Haviland (1999, hlm. 15) .....manusia beradaptasi melalui
medium kebudayaan pada waktu mereka mengembangkan cara-cara untuk
mengerjakan sesuatu sesuai dengan sumber daya yang mereka temukan dan juga
dalam batas-batas lingkungan tempat mereka hidup. Di daerah-daerah tertentu,
orang yang hidup dalam lingkungan yang serupa cenderung saling meniru
kebiasaan, yang tampaknya berjalan baik di lingkungan itu. Keberhasilan
12
Proses Pembelajaran
Proses belajar mengajar adalah suatu proses exterogestation yaitu proses
penjadian/penumbuhan anak di luar kandungan (Dyson, 1991, hlm. 23-25). Proses
belajar-mengajar merupakan suatu proses pewarisan melalui suatu transmisi sosial
sedangkan perawatannya berlangsung melalui proses penciptaan. Selain dalam
pembelajaran diadakan pula pelatihan, menurut Mangkunegara (2005, hlm. 36)
menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan
meliputi: (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatih/ need assesment; (2) menetapkan
tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat
ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out)
dan revisi; (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.
perubahan yang terjadi dalam bidang politik, ada yang disebabkan oleh masalah
ekonomi, ada yang karena terjadi perubahan selera masyarakat penikmat, dan ada
pula yang karena tidak mampu bersaing dengan bentuk-bentuk pertunjukan yang
lain. Selain itu perkembangan seni pertunjukan bisa pula dilihat dari siapa yang
menjadi penyandang dana produksinya.
Soedarsono (2002, hlm. 5) menyebutkan apabila kita bandingkan dengan
sejarah seni pertunjukan di dunia, sebenarnya seni pertunjukan Indonesia yang
dimiliki oleh lebih dari 200 juta manusia Indonesia ini, belum begitu tua usianya.
Ada empat bangsa yang jauh lebih tua perkembangan seni pertunjukannya daripada
seni pertunjukan Indonesia, yang dalam proses pembentukannya memiliki pengaruh
cukup besar pada seni pertunjukan Indonesia, yaitu bangsa India, bangsa Arab,
bangsa Cina, dan bangsa Barat (Eropa). Sebagai bangsa yang dalam proses
perkembangannya belum begitu tua, tak dapat dielakkan, bahwa seni pertunjukan
Indonesia mendapat pengaruh dari keempat budaya bangsa tersebut.
Proses globalisasi telah banyak memberi perubahan pada wajah dunia,
baik wajah perdagangan, politik, sosial budaya sampai pada kepada perilaku dan
gaya hidup manusia. Bahkan implementasi dari komitmen berbagai negara untuk
menciptakan “dunia tanpa batas” telah menumbuhkan nuansa kompetensi di
berbagai bidang, sekaligus menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang direlisir
melalui blok-blok perdagangan bebas (NAFTA, AFTA, APEC dll). Di satu sisi
terlihat globalisasi telah menciptakan possitive effect khususnya dalam bidang
perdagangan yang secara terus-menerus menuntut kesiapan semua bangsa di dunia
untuk menciptakan keunggulannya masing-masing. Namun di siis lain proses
tersebut juga menumbuhkan kecemasan baru. Khususnya apabila dikaitkan dengan
makin tinggi dan terbukanya tingkat interaksi antar bangsa, yang secara langsung
menyentuh pada unsur-unsur sosial dan budaya, tidak terkecuali unsur kesenian
yang merupakan produk budaya bangsa.
Terkait dengan unsur kesenian, Naisbit (1995) dalam Santosa (2004, hlm
1) pernah meramalkan, bahwa salah satu sektor yang akan dipertempurkan pada
abad inormasi adalah kesenian. Negara-negara yang kaya karya seni akan mengeruk
banyak keuntungan, apalagi bila mampu mengelolanya secara profesional.
14
Pengaruh budaya Islam mulai tampak jelas di Indonesia sejak abad ke-13
dan berkembang dengan pesat sekali sampai abad ke-18. Berbeda dengan agama
hindu stratifikasi sosial yang berbentuk kasta-kasta, agama Islam sangat demokratis.
Akibatnya, agama ini cepat sekali berkembang luas di semua lapisan masyarakat.
Hampir setiap sudut Kepulauan Indonesia tersentuh oleh agama baru ini. Sebagai
hasilnya, sampai sekarang penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam
berkisar 80% dari jumlah yang lebih dari 200 juta jiwa. Namun agama ini tidak
melibatkan semua bentuk seni dalam ibadah-ibadahnya. Menurut Herbert Read
dalam Soedarsono (2002, hlm. 39) mengatakan bahwa masyarakat Islam hanya
sangat menonjolkan seni arsitektur serta seni musik vokalnya. Selanjutnya menurut
Soedarsono (2002, hlm. 39) Oleh karena proses pembentukan sebuah produk
budaya ternasuk seni pertunjukan pada umumnya melewati proses akulturasi, atau
asimilasi, atau sikretisme, wilayah-wilayah di Indonesia yang budaya Islamnya
sangat menonjol adalah daerah-daerah yang ketika agama Islam masuk, kebudayaan
Hindu tidak berkembang atau telah mengalami kemerosotan. Maka dari itu, sentra-
sentra seni dan budaya yang nuansa Islaminya sangat kuat adalah Sumatera dan
daerah-daerah pesisir.
gede yaitu terbang yang memiliki suara lebih rendah dari terbang kempring
dengan ukuran 57 cm dan tingginya 42 cm atau 23 cm. Terbang gemruh yaitu
terbang yang memiliki suara lebih rendah dari terbang gede dengan ukuran
diameter 50 cm dan tinggi 12 cm. Terbang talingtik yaitu terbang yang
memiliki suara lebih kecil dari suara terbang kempring dengan ukuran diameter
52 cm dan tinggi 14 cm. Dan Terbang goong dengan ukuran diameter 48 cm.
dan tinggi 12 cm.
Pakaian yang digunakan para pemain Kesenian Terbang Gede tergantung
pada acaranya, misalnya dalam acara ritual menggunakan pakaian sehari-hari,
adapun jika menghadapi perayaan Hari Kemerdekaan RI mereka menggunakan
pakaian yang terdiri atas kampret warna putih, celana panjang warna gelap, ikat
kepala dari kain leman, dan kain poleng setengah betis. Pola permainan Kesenian
Terbang Gede dibagi menjadi dua jenis, yaitu pola permainan pada upacara ritual
dan untuk hiburan. Pada acara hiburan disediakan sesajian yang tidak selengkap
pada acara ritual. Setelah sesajian tersedia maka pertunjukkan pun dimulai. Para
pemain yang berjumlah 15 sampai 20 orang keluar dengan formasi dua baris
sejajar. Barisan depan terdiri atas para penabuh, pedzikir, dan penari. Para penabuh
berada di tengah barisan, sementara para pedzikir dan penari berada di sebelah kiri
dan kanannya. Adapun barisan belakang terdiri atas para vokalis. Serempak
tetabuhan dibunyikan secara bersama-sama sebagai tanda bubuka pembukaan.
Setelah pembukaan dilanjutkan dengan instrument diikuti pelantunan syair baik
yang berbahasa Arab maupun bahasa Daerah Jawa. Para pemain pun ikut
bernyanyi dan berdzikir secara bersama-sama. Pelaksanaan pertunjukkan dapat
dilakukan di alam terbuka, halaman, rumah, dan di serambi Masjid.
Pemahaman ritual pada sebuah seni yaitu terstrukturnya suatu bentuk
pertunjukan yang dijadikan pegangan serta untuk pencapaian tertentu. Di dalam
kesenian Terbang Gede pun terlihat adanya struktur, walaupun nilai-nilai tertentu
megalami suatu pergeseran sesuai dengan kebutuhannya.
Sejalan dengan perkembangan struktur sosial, pola pikir masyarakat pada
saat ini, maka terjadilah berbagai upaya untuk menjaga keseimbangan antara seni
dengan perkembangan zamannya. Tetapi untuk menjaga keseimbangan perlu
adanya proses enkulturasi agar masyarakat tidak lupa akan budayanya sendiri.
17
5. Analisis Musik
Gramatika musik adalah suatu istilah untuk menjelaskan tentang aspek-
aspek musik yang ada dalam setiap jenis musik. Gramatika sendiri berarti tata
bahasa. Tata bahasa dalam musik tidak bisa disamakan atau hanya berkiblat
terhadap salah satu musik saja. Mack (2001, hlm. 4) mengemukakan bahwa setiap
jenis musik memiliki unsur internal yaitu gramatikanya sendiri, dan unsur ekstern
yaitu konteksnya. Maka dapat disimpulkan bahwa gramatika musik adalah suatu
tata bahasa dalam musik yang terkait dengan seluruh elemen musikal yang
terkandung dalam musik.
18
beberapa macam metode yang relevan dalam mengkajinya. Penelitian ini akan
menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks,
meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi
pada situasi yang alami (Creswell, 1998, hlm. 15). Bogdan dan TayMistarlor
(Moleong, 2007, hlm. 3) mengemukakan bahwa metodologi kualitiatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian deskripsi adalah gambaran verbal ihwal manusia, objek,
penampilan, pemandangan, atau kejadian. Cara penulisan ini menggambarkan
sesuatu sedemikian rupa sehingga pembaca dibuat mampu (seolah merasakannya,
melihat, mendengar, atau mengalami) sebagaimana dipersepsi oleh panca indera
(Alwasilah, 2007, hlm. 114).
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan Kualitatif
yakni menjabarkan dan menganalisis data yang diambil dari hasil pengamatan
mengenai kondisi objektif, proses sosialisasi di masyarakat, strategi pelatihan dan
bentuk penyajian musik kesenian terbang gede di sanggar Al-Barokah di Desa
Kampung Jati Kec. Taktakan Kota Serang Provinsi Banten. Dengan pendekatan
kualitatif ini, data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, dan bermakna
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
2. Partisipan dan Tempat Penelitian
Subjek penelitian yaitu pada sanggar seni terbang gede Al-Barokah
pimpinan H. Mistar, yang meripakan sanggar seni terbang gede yang masih
berkembang di Desa Panggung Jati Kecamatan Taktakan Kota Serang. Alasan
peneliti dalam pemilihan subjek tersebut dikarenakan sanggar Al-barokah salah satu
sanggar yang hingga kini memiliki eksistensi dan dapat melestarikan kesenian ini
selama berpuluh-puluh tahun.
Tempat penelitian pada penelitian ini yaitu kesenian terbang gede di
sanggar Al-Barokah Kediaman Bapak H. Mistar No. 49 RT. 04/ RW. 13 Desa
Panggung Jati Kecamatan Taktakan Kota Serang provinsi Banten.
20
3. Pengumpulan Data
Pembuatan dan penyusunan instrumen disesuaikan dengan tujuan
penelitian, sampel penelitian, jenis data serta metode pengumpulan data yang
telah ditentukan. Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini
berupa observasi, studi dokumen dan wawancara.
Observasi lapangan dan studi dokumen dilaksanakan berkenaan dengan
proses pertunjukan seni terbang gede. Observasi dan studi dokumen ini dilakukan
peneliti pada saat proses pelatihan dan pada saat kesenian terbang gede
berlangsung. Sedangkan wawancara digunakan sebagai data utama untuk
mengetahui bagaimana kondisi objektif, proses sosialisasi, strategi pelatihan
sanggar kesenian tersebut yang dapat juga digunakan sebagai data tambahan guna
menjelaskan temuan-temuan yang diperoleh selama pengamatan berlangsung dan
juga guna memperjelas mengenai data sesuai dengan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian.
a. Observasi
Salah satu teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung
perilaku informan dilapangan adalah dengan teknik observasi. Beberapa yang
diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,
perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Alasan peneliti
melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau
kejadian, untuk menawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku
manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu
melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin (2007, hlm. 115)
mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam
penelitian kualitatif, yaitu observasi parstisipasi, observasi tidak terstruktur, dan
observasi kelompok tidak terstruktur.
(1) Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data peneltian
melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-
benar terlibat dalam keseharian responden. (2) Observasi tidak berstruktur
adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi.
Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan
daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek. (3) Observasi
kelompok adalah bservasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap
suatu atau beberapa objek sekaligus.
21
atau informasi yang diperoleh peneliti malalui observasi dan wawancara. Teknik
pengumpulan data dengan studi dokumentasi ini, intinya pada kegiatan pengamatan
terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan fokus atau permasalahan
penelitian.
Guna melengkapu data penelitian, peneliti melakukan studi dokumen,
terkait untuk medokumentasikan, didoukumentasikan dan dokumentasi dalam
mengumpulkan data baik audio, visual, audio visual yang dimiliki oleh pengelola
sanggar Al-Barokah kesenian terbang gede yang berkaitan dengan penelitan ini.
4. Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi empat tahap
berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermen (1992, hlm.
20) yaitu (1) tahap penjaringan data (tahap ini berupa hasil observasi, hasil
perekaman, dan catatan lapangan), (2) tahap reduksi (pelaksanaan tahap ini terdiri
dari pengorganisasian, pemilahan, dan pengkodean), (3) tahap penafsiran
(pelaksanaan tahap ini terdiri dari interpretasi dan analisis), dan (4) tahap
penyimpulan dan verifikasi data.
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini mengacu pada pendapat
Miles dan Michael Huberman (Maryaeni, 2005, hlm. 28) yang mengemukakan
bahwa keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik ketekunan pengamatan,
triangulasi, kecakupan referansial. Teknik ketekunan pengamatan mendalam
meliputi pengamatan secara teliti, rinci dan berkesinambungan terkait pokok
masalah penelitian.
Teknik triangulasi dalam penelitian ini meliputi triangulasi metode dan
pengumpulan data, triangulasi sumber data penelitian, dan triangulasi hasil
analisis data sementara. Kehadiran peneliti dan pengamat lain selain peneliti akan
dimanfaatkan sebagai kepentingan triangulasi data. Sedangkan kecukupan
referensial meliputi kecukupan referansi yang diperlukan untuk menguji hasil
analisis dan penafsiran data penelitian dilakukan dengan cara teknik refleksi kritis
dan introspeksi terhadap data penelitian.
Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna
23
yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah
dikumpulkan perlu dipecah-pecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan
kategorisasi, dilakukan manipulasi serta diperas sedemikian rupa sehingga data
tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk
menguji hipotesa atau pertanyaan penelitian.
I. Jadwal Penelitian
KEGIATAN JADWAL
Studi Pendahuluan November-Desember 2016
Observasi Januari-Maret 2017
Pengumpulan Data Maret-April 2017
Pengolahan Data April-Mei 2017
Sidang Tahap I Mei-Juni 2017
Sidang Tahap II Juni-Juli 2017
25
J. Daftar Pustaka
Caturwati, Endang. (2007). Tari Di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press.
Creswell, John W. (1998). Qualitative and Research Design, Choosing Among
Five Traditions. California: Sage Publication.
daya tarik wisata di kabupaten Indramayu. Skripsi Sarjana pada Program
studi Manajemen Resort & Leisure. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Santosa. (2004). Mencermati Seni Pertunjukan II. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni
Indonesia (STSI).
Satriono, Teguh. (2007). How to measure 5 levels of training evaluation.
Intellectual Capital Publishing.