Saraf Somatosensoris berfungsi untuk mendeteksi perubahan lingkungan dan mengirimkan

informasinya ke sistem saraf pusat (CNS). Mekanisme sensoris yang dapat dirasakan dapat dibagi
menjadi dua golongan menurut phylogenesisnya. Golongan pertama, paleo-sensibilities, meliputi
rasa-rasa vital termasuk raba, tekan, nyeri, dingin, dan panas. Saraf afferen pada paleo-sensibilites
menghantarkan impuls ke motor neuron dari medulla spinalis dan thalamus melalui traktus
spinothalamikus. Golongan kedua, gnostic atau neo-sensibilities yang meliputi rasa-rasa yang
didefrensiasikan. Saraf afferen pada golongan ini menghantarkan impuls ke daerah sensoris
melalui traktus dorsospinalis.

Sensai nyeri merupakan sensasi yang sangat diperlukan oleh tubuh sebab nyeri berguna
untuk dapat mendeteksi kelainan maupun trauma pada tubuh. Reseptor rasa nyeri berupa ujung
saraf bebas atau free nerve ending yang tersebar hampir di seluruh bagian tubuh, di kulit, mukosa,
organ visera, periosteum, meninx, dinding pembuluh darah, dan dental pulp. Beberapa reseptor
saraf somatosensoris antara lain mechanoreceptor, chemoreceptor, thermoreceptor, nociceptor,
proprioceptor, photoreceptor, dan baroreceptor karena itulah rangsangan-rangsangan seperti
rangsangan mekanik, kimia, suhu, listrik, ischemia, dan spasme otot dapat menimbulkan rasa
nyeri. Karena sensasinya yang kurang menyenangkan, rasa nyeri harus dikurangi maupun
dihilangkan. Biasanya kita menggunakan analgesia dan anastesi untuk menanganinya.

Kulit merupakan salah satu organ yang dapat dipakai untuk mendeteksi kepekaan terhadap
rangsang dari luar sebab kulit adalah organ tubuh manusia yang letaknya paling luar. Kulit terdiri
dari empat jaringan dasar, yaitu jaringan epitel, jaringan otot, jaringan ikat, dan jaringan saraf
sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa ujung saraf bebas dan berbagai
bahan akhir saraf (Kalangi, 2013). Karena kepekaan dan letaknya yang sangat superfisial inilah,
kulit sangat mudah dijadikan media uji saraf somatosensoris.