Anda di halaman 1dari 77

SKENARIO 4

“TELINGA TIDAK DAPAT MENDENGAR”


Seorang pasien berusia 37 tahun datang dengan keluhan telinga sebelah
kanan tidak dapat mendengar sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan di sertai nyeri pada
telinga dan pusing berputar yang hilang timbul riwayat trauma disangkal. Pada
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan test penala didapatkan:
1. Rinne test : Auricula Dextra/AD (+): Air Conduction (AC) > Bone
Conduction (BC) dan Auricula Sinistra/AS (+): AC > BC
2. Webber test : AD lateralisasi ke sisi sehat, AS tidak ada lateralisasi
3. Schwabach test : AD memendek (+) dan AS : sama dengan pemeriksa

KLARIFIKASI ISTILAH (STEP 1)


1. Rinne test : Untuk membandingkan hantaran udara dan telinga
pemeriksa
2. Schwabach test : Untuk membandingkan hantaran tulang telinga dari pasien
3. Tes penala : Pemeriksaan kualitatif untuk telinga (Rinne, Schwabach,
Webber)
4. Webber test : Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan
kanan

RUMUSAN DAFTAR MASALAH (STEP 2)


1. Mengapa pasien mengeluhkan telinga sebelah kanan tidak dapat mendengar?
2. Mengapa pasien mengeluhkan telinga nyeri dan pusing berputar?
3. Mengapa perlu ditanyakan riwayat trauma dan apa hubunganya dengan
keluhan pasien?
4. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus tersebut?
5. Bagaimana pemeriksaan test penala dan interpretasinya?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut?

ANALSIS MASALAH (STEP 3)


1. Pasien mengeluhkan telinga sebelah kanan tidak dapat mendengar karena:
a. Iskemik koklea
b. Infeksi virus
c. Perubahan tekanan

1
d. Akibat trauma bising
e. Obat ototoksik
f. Trauma
2. Pasien mengeluhkan telinga nyeri dan pusing berputar karena terjadi gangguan
cairan endolimfe sehingga menyebakan pembengkakan.
3. Alasan perlu ditanyakan riwayat trauma dan apa hubunganya dengan keluhan
pasien adalah untuk mengetahui diagnosis dan pemeriksaan lanjutan serta
tatalaksana.
4. Penegakan diagnosis pada kasus tersebut
a. Anamnesis: keluhan telinga satu atau dua duanya, ditanyakan sejak kapan,
ada trauma atau tidak, apakah timbul mendadak atau tiba tiba, ditanyakan saat
memperberat ketika keadaan bising atau tenang.
b. Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan Test penala, pemeriksaan audiometri,
pemeriksaan garpu tala.
c. Pemeriksaan penunjang: Electronystagmography (ENG), Ct-Scan, MRI,
laboraturium.
5. Pemeriksaan tes penala dan interpretasinya
Diagnosis Telinga
Tes Rinne Tes Webber Tes Schwabach
yang Diperiksa
Sama dengan
(+) Tidak ada lateralisasi Normal
pemeriksa
Lateralisasi ke telinga
(−) Memanjang Tuli Konduktif
yang sakit
Lateralisasi ke telinga
(−) Memendek Tuli Sensorineural
yang sehat

6. Penatalaksanaan pada kasus tersebut


a. Nonfarmako: bed rest 2 minggu
b. Farmako:
1) Obat-obatan vasidilator perifer: Dieuretik, Steroid, Antihistamin,
Antikolinergik
2) Anti vertigo: Betahistine

2
SISTEMATIKA MASALAH (STEP 4)
1. Pasien mengeluhkan telinga sebelah kanan tidak dapat mendengar karena:
a. Isekemik koklea → spasme trombosis/perdarahan A.auditiva interna.
b. Karena adanya ketidak seimbangan cairan endolimfe

Adanya pelebaran apex koklea sehingga melebar

Tejadi gangguan pendengaran
2. Pasien mengeluhkan telinga nyeri dan pusing berputar karena:
Pembengkakan endolimfe

Ruptur membran reissner

Cairan endolimfe dan perilimfe tercampur

Menimbulkan keluhan telinga terasa penuh karena terdapat tekanan cairan
ditelinga dalam serta penggerakan di organ corti

Timbul gangguan persepsi sensor/pendengaran

Kenapa pusing berputar

Karena adanya penekanan diujung saraf vestibular

Apabila terganggu maka pusing berputar
3. Alasan perlu ditanyakan riwayat trauma dan apa hubunganya dengan keluhan
pasien adalah untuk mengetahui diagnosis dan pemeriksaan lanjutan serta
tatalaksana. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan bisa berupa: pemeriksaan
audiometri dan pemeriksaan otoskopi, MRI, CT-Scan, ENG.

3
4. Penegakan diagnosis pada kasus tersebut
a. Anamnesis: keluhan telinga satu atau dua duanya, ditanyakan sejak kapan,
ada trauma atau tidak, apakah timbul mendadak atau tiba tiba, ditanyakan saat
memperberat ketika keadaan bising atau tenang.
b. Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan Test penala, pemeriksaan audiometri,
pemeriksaan garpu tala.
c. Pemeriksaan penunjang: Electronystagmography (ENG), CT-Scan, MRI,
laboraturium.
5. Pemeriksaan tes penala dan interpretasinya
Diagnosis Telinga
Tes Rinne Tes Webber Tes Schwabach
yang Diperiksa
Sama dengan
(+) Tidak ada lateralisasi Normal
pemeriksa
Lateralisasi ke telinga
(−) Memanjang Tuli Konduktif
yang sakit
Lateralisasi ke telinga
(−) Memendek Tuli Sensorineural
yang sehat

6. Penatalaksanaan pada kasus tersebut


a. Nonfarmako: bed rest 2 minggu
b. Farmako:
1) Obat-obatan vasidilator perifer: Dieuretik, Steroid, Antihistamin,
Antikolinergik
2) Anti vertigo: Betahistine

4
MIND MAP

GANGGUAN
PENDENGARAN

Penegakan
Etiologi Lokasi Patologi Tata Laksana
Diagnosis

Telinga
Telinga Luar Telinga Dalam Anamnesis PF PP
Tengah

Gambar 1. Mind Map

SASARAN BELAJAR (STEP 5)


1. Anatomi sistem pendengaran dan keseimbangan.
2. Mekanisme penurunan pendengaran dihubungkan dengan struktur yang
berperan.
3. Mekanisme penurunan pendengaran dihubungkan dengan keseimbangan.
4. Macam-macam gangguan pendengaran (Etiologi, Faktor resiko, Patofisiologi,
Penegakan diagnosis, Pemeriksaan penunjang, Penatalaksanaan, dan
Komplikasi).

BELAJAR MANDIRI (STEP 6)

PENJELASAN (STEP 7)
1. Anatomi Sistem Pendengaran dan Keseimbangan
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, panjangnya
kira-kira 2 1/2 - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat

5
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen.1

Gambar 1. Anatomi telinga.2

TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:1
a. Batas luar : membran timpani
b. Batas depan : tuba eustachius
c. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
d. Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
e. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
f. Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.1

Gambar 2. Telinga tengah.1

6
Gambar 3. Membran tymphani.1

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars
tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar
ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light)
ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya
ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat
gangguan pada tuba eustachius.1
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan

7
serta bawah-belakang (superoanterior, superoposterior, inferoanterior, dan
inferoposterior) untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.1
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran
timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam,
yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-
tulang pendengaran merupakan persendian.1
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. 1

TELINGA DALAM
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis.
Pada membran ini terletak organ corti.1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri

8
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ
corti.1

Gambar 4. Telinga dalam.2

2. Mekanisme Penurunan Pendengaran Dihubungkan dengan Struktur yang


Berperan
FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan
luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah

9
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.1

Gambar 5. Jalur tranduksi suara.2

Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong


endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris
dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

10
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis.1

GANGGUAN FUNGSI PENDENGARAN


Tuli diklasifikasikan menjadi dua jenis −tuli konduktif dan tuli
sensorineural− bergantung pada bagian mekanisme pendengaran yang tidak
dapat berfungsi adekuat. Tuli konduktif terjadi jika gelombang suara tidak
secara adekuat dihantarkan melalui bagian luar dan tengah telinga untuk
menggetarkan cairan di telinga dalam. Kemungkinan penyebab adalah
penyumbatan fisik saluran telinga oleh kotoran telinga, pecahnya gendang
telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan, atau restriksi
gerakan osikulus akibat perlekatan tulang. Pada tuli sensorineural, gelombang
suara ditransmisikan ke telinga dalam, tetapi tidak diterjemahkan menjadi
sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara.
Kerusakannya dapat terletak di organ Corti, saraf auditorius, atau, yang lebih
jarang, di jalur auditorius asendens atau korteks auditorius. Jadi jenis ketulian
sesuai dengan letak kelainan.2
Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising.
Bunyi (frekuensi 20 Hz-18.000 Hz) merupakan frekuensi nada murni yang
dapat didengar oleh telinga normal. Nada murni (pure tone), hanya satu
frekuensi, misalnya dari garpu tala, piano. Bising (noise) dibedakan antara: NB
(narrow band), terdiri atas beberapa frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN
(white noise), yang terdiri dari banyak frekuensi.1

3. Mekanisme Penurunan Pendengaran Dihubungkan dengan Keseimbangan


FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di
sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh
pada saat itu (Gambar 6).1,2

11
Gambar 6. Masukan dan keluaran nukleus vestibularis.2

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin
tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula.1
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan
perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan
menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah,
sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya
proses depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neulotransmiter
eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.1
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi
mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan

12
sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak
tubuh yang sedang berlangsung.1
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga
kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala
yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.1

PATOFISIOLOGI ALAT VESTIBULER


Sistem keseimbangan pada manusia adalah suatu mekanisme yang
kompleks terdiri dari input sensorik bagian dari alat vestibular, visual, maupun
proprioseptif. Ketiganya menuju otak dan medulla spinalis, dimodulasi dan
diintegrasikan aktivitas serebrum, sistem limbik, sistem ekstrapiramidal, dan
korteks serebri dan mempersepsikan posisi tubuh dan kepala saat berada dalam
ruangan, mengontrol gerak mata dan fungsi sikap statik dan dinamik. Adanya
perubahan pada input sensorik, organ efektor maupun mekanisme integrasi
mengakibatkan persepsi vertigo, adanya gangguan gerakan pada bola mata, dan
gangguan keseimbangan. Kehilangan pada input dari 2 atau lebih dari sistem
vestibular mengakibatkan hilangnya keseimbangan sehingga terjatuh.
Karenanya, apabila seorang pasien dengan gangguan proprioseptif berat
disertai sensory disequilibrium, atau disfungsi vestibular unilateral
uncompensated dan vertigo, akan jatuh bila penglihatan ditutup.1
Rangsangan normal akan selalu menimbulkan gangguan vertigo,
misalnya pada tes kalori. Rangsangan abnormal dapat pula menimbulkan
gangguan vertigo bila terjadi kerusakan pada sistem vestibulernya, misalnya
orang dengan paresis kanal akan merasa terganggu bila naik perahu.
Rangsangan normal dapat pula menimbulkan vertigo pada orang normal, bila
situasinya berubah, misalnya dalam ruang tanpa bobot.1
Sistem vestibuler sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2 dalam
darah, oleh karena itu perubahan aliran darah yang mendadak dapat
menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan timbul bila hanya ada perubahan
konsentrasi saja, tetapi harus ada faktor lain yang menyertainya, misalnya
sklerosis pada salah satu dari arteri auditiva intema, atau salah satu arteri
tersebut terjepit. Dengan demikian bila ada perubahan konsentrasi O2, hanya

13
satu sisi saja yang mengadakan penyesuaian, akibatnya terdapat perbedaan
elektro potensial antara vestibuler kanan dan kiri. Akibatnya akan terjadi
serangan vertigo.1
Perubahan konsentrasi O2 dapat terjadi, misalnya pada hipertensi,
hipotensi, spondiloartrosis servikal. Pada kelainan vasomotor, mekanisme
terjadinya vertigo disebabkan oleh karena terjadi perbedaan perilaku antara
arteri auditiva interna kanan dan kiri, sehingga menimbulkan perbedaan
potensial antara vestibuler kanan dan kiri.1

4. Macam-Macam Gangguan Pendengaran


TELINGA LUAR
a. Serumen Prop
Etiologi
Pada keadaan normal serumen dapat bermigrasi sendiri keluar, namun
jika jumlah serumennya berlebihan maka akan terbentuk gumpalan serumen
yang kemudian menyumbat di liang telinga.3
Faktor Resiko
Serumen diproduksi pada sepertiga liang telinga (daerah tulang rawan)
memiliki sifat asam, dan memiliki fungsi sebagai proteksi. Produksi serumen
ini biasanya memiliki konsistensi yang lunak, namun kadang-kadang kering.
Hal ini dipengaruhi oleh:3
1) Faktor keturunan
2) Faktor iklim
3) Usia
4) Keadaan lingkungan
5) Dermatitis kronik liang telinga luar
6) Liang telinga sempit
7) Produksi serumen banyak dan kering
8) Kebiasaan mengorek telinga.3
Patofisiologi
Serumen ialah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Dalam keadaan normal serumen
terdapat di sepertiga luar liang telinga karena kelenjar tersebut hanya

14
ditemukan di daerah ini. Konsistensinya biasanya lunak, tetapi kadang-
kadang kering. Dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia dan keadaan
lingkungan. Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat migrasi
epitel kulit yang bergerak dari arah mebran timpani menuju ke luar serta
dibantu oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah.1
Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri ataupun anti jamur,
serumen mempunyai efek proteksi Serumen mengikat kotoran, menyebarkan
aroma yang tidak disenangi serangga sehingga serangga enggan masuk ke
liang telinga. Serumen harus dibedakan dengan penglepasan kulit yang
biasanya terdapat pada orang tua, maupun dengan kolesteatosis atau keratosis
obturans.1
Gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran berupa tuli konduktif, terutama bila telinga masuk air
(sewaktu mandi, berenang), serumen mengembang sehingga menimbulkan
rasa tertekan dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat
mengganggu.1

Serumen: gabungan hasil dari kelenjar sebasea dan kelenjar


seruminosa, serta deskuamasi epitel kulit dan partikel debu

Jika terjadi gangguan fungsi epitel kulit serta disfungsi gerakan rahang,
maka proses migrasi serumen dari arah membrane timpani ke arah luar akan
terganggu

Lambat laun, akan terjadi penumpukan serumen di liang telinga, dan
terbentuklah gumpalan serumen
↓ ↓
Obstruksi Mengembang
↓ ↓
Tuli konduktif Memberi tekanan

Rasa tidak nyaman.1

15
Gambar 7. Serumen.1
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
a) Rasa penuh pada telinga
b) Pendengaran berkurang
c) Rasa nyeri pada telinga
d) Keluhan semakin memberat bila telinga kemasukan air (sewaktu mandi
atau berenang)
e) Beberapa pasien juga mengeluhkan adanya vertigo atau tinitus.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Otoskopi: obstruksi liang telinga luar oleh material berwarna kuning
kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari serumen dapat bervariasi.
b) Tes penala: normal atau tuli konduktif.
3) Diagnosis Banding: benda asing di liang telinga.
4) Pemeriksaan Penunjang: audiometri.1
Penatalaksanaan
1) Non-medikamentosa: Evakuasi serumen
a) Bila serumen lunak, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit
kapas.
b) Bila serumen keras, dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila
dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus
dilunakkan lebih dahulu dengan tetes Karbogliserin 10% atau H2O2 3%
selama 3 hari.

16
c) Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu
mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat
yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.1
2) Medikamentosa
a) Tetes telinga Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari untuk
melunakkan serumen.1
Konseling dan Edukasi
1) Menganjurkan pasien untuk tidak membersihkan telinga secara berlebihan,
baik dengan cotton bud atau alat lainnya.
2) Menganjurkan pasien untuk menghindari memasukkan air atau apapun ke
dalam telinga.1
Komplikasi
1) Otitis eksterna
2) Trauma pada liang telinga dan atau membran timpani saat mengeluarkan
serumen.1
b. Kelainan Kongenital
Etiologi
Kelainan bawaan dapat terjadi dalam setiap fase kehamilan. Umumnya
kelainan terjadi pada fase trimester pertama kehamilan di saat proses
pembentukan organ tubuh. Selain itu, ada pula kelainan yang terjadi di
trimester selanjutnya karena pada masa tersebut jaringan dan organ masih
terus tumbuh dan berkembang. Sekitar 50% kelainan bawaan tidak diketahui
penyebabnya, namun ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi, yaitu:4
1) Faktor genetik: gen merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelainan
bawaan. Bayi dalam kandungan mungkin mewarisi gen yang memiliki
kelainan (anomali) ataupun terjadi mutasi genetik pada saat perkembangan
janin. Orangtua yang memiliki ikatan saudara (pernikahan sedarah) dapat
meningkatkan terjadinya kelainan bawaan dan dua kali lipat meningkatkan
risiko kematian neonatal dan anak, gangguan intelektual, disabilitas mental
dan kelainan lainnya.

17
2) Faktor sosial ekonomi dan demografi: kemiskinan merupakan faktor risiko
yang penting. Diperkirakan 94% kelainan bawaan terjadi di negara
berkembang dengan prevalensi malnutrisi yang cukup tinggi dan paparan
terhadap zat/faktor yang menambah risiko terjadinya gangguan janin,
terutama infeksi dan alkohol. Usia ibu saat hamil juga berpengaruh.
Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi risiko terjadinya kelainan pada
kromosom seperti Sindrom Down.
3) Faktor lingkungan: pajanan pada ibu hamil seperti pestisida, obat, alkohol,
tembakau, timbal, merkuri dan bahan psikoaktif lainnya, zat kimia tertentu,
rokok, dan radiasi dapat meningkatkan risiko bayi mengalami kelainan
bawaan. Bekerja maupun tinggal di daerah pertambangan atau daerah
pembuangan limbah juga meningkatkan risiko terjadi kelainan bawaan.
4) Infeksi: infeksi Sifilis dan Rubella pada ibu hamil merupakan salah satu
penyebab kelainan bawaan, umumnya terjadi di negara berkembang. Infeksi
virus Zika yang baru-baru ini terjadi menyebabkan peningkatan bayi lahir
dengan mikrosefali (ukuran kepala yang lebih kecil dibandingkan dengan
anak-anak seusia).
5) Status gizi: kurangnya konsumsi iodium dan asam folat pada ibu hamil
meningkatkan risiko bayi dengan neural tube defect sedangkan konsumsi
vitamin A yang berlebihan dapat mempengaruhi perkembangan janin.
Obesitas serta Diabetes mellitus juga berhubungan dengan beberapa
kelainan bawaan.4
Patofisiologi dan Klasifikasi
Perkembangan daun telinga dimulai pada minggu ketiga kehidupan
embrio dengan terbentuknya arkus brakialis pertama atau arkus mandibula
dan arkus brakialis kedua atau arkus hyoid. Pada minggu ke enam arkus
brakialis ini mengalami diferensiasi menjadi enam buah tuberkel. Secara
bertahap daun telinga akan terbentuk dari penggabungan ke enam tuberkel
ini. Pada keadaan normal di bulan ke tiga daun telinga sudah lengkap
terbentuk. Bila penggabungan tuberkel tidak sempurna maka timbul fistel
preaurikular.1

18
1) Fistula Preaurikula
Fistula preaurikula terjadi bila terdapat kegagalan penggabungan
tuberkel ke satu dan tuberkel ke dua. Fistel jenis ini merupakan kelainan
herediter yang bersifat dominan. Sering ditemukan didepan tragus
berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran seujung pensil. Dari muara
fistel sering keluar cairan yang berasal darj kelenjar sebasea. Biasanya
pasien datang datang karena terdapat obstruksi atau infeksi fistula, sehingga
terjadi pioderma atau selulitis fasial lnfeksi akut diatasi dengan pemberian
antibiotik dan bila sudah terbentuk abses, dilakukan insisi untuk drainase
abses.Tindakan operasi diperlukan bila cairan keluar berkepanjangan atau
terjadi infeksi berulang sehingga mengganggu aktifitas. Sewaktu operasi,
fistel harus diangkat seluruhnya untuk mencegah kekambuhan. 1
2) Mikrotia dan Atresia Liang Telinga
Pada mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tak sempurna.
Kelainan bentuk ini sering kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia)
liang telinga dan kelainan tulang pendengaran. Namun kelainan ini jarang
disertai kelainan telinga dalam, karena perkembangan embriologi yang
berbeda antara telinga dalam dan telinga tengah. Kejadian pada lelaki lebih
sering daripada perempuan. Angka kejadian 1:7000 kelahiran. Lebih sering
pada telinga kanan. Kejadian pada telinga unilateral: bilateral adalah 3 : 1.
Bila ditemukan mikrotia yang bilateral, pikirkan kemungkinan adanya
sindroma kraniofasial (Sindroma Treacher Collins, sindroma Nager).
Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan jelas. Diduga faktor genetik
infeksi virus, intoksikasi bahan kimia dan obat teratogenik pada kehamilan
muda adalah penyebabnya.1
3) Telinga camplang / jebang (Bat’s ear)
Daun telinga tampak lebih lebar dan lebih menonjol Fungsi
pendengaran tidak terganggu. Namun karena bentuknya yang tidak normal
serta tidak enak dipandang.1
Penegakan Diagnosis
Diagnosis mikrotia dan atresia telinga kongenital dapat ditegakkan
dengan hanya melihat bentuk daun telinga yang tidak sempurna dan liang

19
telinga yang atresia. Biasanya semakin tidak sempurna bentuk daun telinga
dapat menjadi petunjuk buruknya keadaan di telinga tengah. Pemeriksaan
fungsi pendengaran dan CT-Scan tulang temporal dengan resolusi tinggi
diperlukan untuk menilai keadaan telinga tengah dan telinga dalam
Pemeriksaan ini penting untuk membantu dalam menentukan kemungkinan
berhasilnya operasi konstruksi kelainan telinga tengah. 1
Tata Laksana
1) Fistula Preaurikula
Biasanya pasien datang datang karena terdapat obstruksi atau infeksi
fistula, sehingga terjadi pioderma atau selulitis fasial lnfeksi akut diatasi
dengan pemberian antibiotik dan bila sudah terbentuk abses, dilakukan
insisi untuk drainase abses.Tindakan operasi diperlukan bila cairan keluar
berkepanjangan atau terjadi infeksi berulang sehingga mengganggu
aktifitas. Sewaktu operasi, fistel harus diangkat seluruhnya untuk mencegah
kekambuhan.1
2) Mikrotia dan Atresia Liang Telinga
Dalam melakukan tatalaksana kelainan bawaan tersebut diperlukan
kerjasama yang mantap antardisiplin ilmu terkait. Banyak jenis kelainan
bawaan secara struktur organ dapat diperbaiki dengan cara operasi/bedah
pediatrik. Namun di negara berkembang, kedua jenis terapi tersebut tidak
selalu mudah dilakukan karena berbagai kendala. Demikian juga halnya
dengan perawatan kelainan bawaan di berbagai tingkat pelayanan. Peran
orangtua dan keluarga dalam perawatan bayi dengan kelainan bawaan
sangat besar. Perawatan khusus, termasuk upaya rehabilitatif, mungkin
diperlukan dalam jangka waktu panjang, bahkan mungkin seumur hidup.4
Operasi bertujuan untuk memperbaiki pendengaran dan
memperbaiki penampilan secara kosmetik. Pada atresia liang telinga
bilateral, untuk mencegah terlambatnya perkembangan berbahasa
dianjurkan untuk memakai alat bantu dengar hantaran tulang (Bone
conduction hearing aid; sejak dini, apabila dari CT-Scan tampak adanya
koklea yang normal. Operasi pembentukan liang telinga (kanaloplasti) baru
dikerjakan pada usia 5-7 tahun. Operasi dikerjakan dalam beberapa tahap

20
Tahap pertama adalah pembentukan daun telinga. Kemudian pada tahap
berikutnya baru dibentuk liang telinga dan penataan telinga tengah.
Sedangkan pada atresia yang unilateral operasi dikerjakan setelah usia
dewasa.1
3) Telinga camplang / jebang (Bat’s ear)
Kadang kala kelainan telinga camplang menimbulkan masalah
psikis sehingga perlu dilakukan operasi otoplasti.1
Preventif
Tidak semua kelainan bawaan dapat dicegah. Upaya pencegahan
dapat dilakukan sejak masa remaja, pranikah dan prakonsepsi, antenatal
(masa kehamilan), dan pasca persalinan atau masa neonatal (bayi usia 0-28
hari).4
Secara umum, pencegahan tersebut meliputi:4
1) Peningkatan gizi wanita sepanjang usia reproduksi dengan memastikan
terpenuhinya kebutuhan vitamin dan mineral (khususnya asam folat dan
iodium). Bagi wanita yang berencana untuk hamil, sebaiknya rutin
mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung 400
mikrogram asam folat setiap harinya, maksimal sebulan sebelum kehamilan
dan dilanjutkan selama masa kehamilan. Asam folat dapat diperoleh dari
makanan seperti kacang-kacangan dan alpukat serta suplemen asam folat.
2) Pencegahan atau pembatasan konsumsi substansi berbahaya, khususnya
alkohol, rokok/tembakau dan zat adiktif lainnya. Ibu hamil sebaiknya
menghindari mengkonsumsi alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang.
Tidak ada batasan aman alkohol untuk dikonsumsi ibu hamil. Rokok sangat
berbahaya bagi ibu hamil, bahkan asap rokok dapat meningkatkan risiko
kesehatan selama kehamilan.
3) Pengelolaan Diabetes Mellitus melalui konseling, pengendalian berat
badan, diet dan pemberian insulin bila diperlukan. Wanita yang
merencanakan kehamilan harus menjaga berat badan agar tetap ideal.
Wanita dengan berat badan berlebih dan obesitas berisiko lebih besar
mengalami komplikasi saat kehamilan. Diet gizi seimbang, olahraga teratur,
dan kontrol gula darah khususnya pada penderita diabetes dapat

21
meningkatkan kesehatan ibu hamil dan tentunya mengurangi risiko
terjadinya kelainan pada janin.
4) Pencegahan paparan bagi ibu hamil terhadap zat-zat berbahaya, misalnya
logam berat, pestisida, obat-obat tertentu. Beberapa jenis infeksi dapat
berbahaya bagi kesehatan ibu hamil dan janin. Untuk mencegah pajanan
infeksi, sebaiknya ibu hamil menerapkan hal-hal berikut: menghindari
mengunjungi daerah berisiko infeksi virus Zika, Cacar air, dan Rubella, cuci
tangan dengan sabun, tidak mengkonsumsi makanan mentah, dan
menghindari memelihara hewan yang berisiko seperti kucing (toxoplasma).
5) Peningkatan cakupan vaksinasi, terutama untuk Virus Rubella untuk anak
dan perempuan dewasa (paling lambat tiga bulan sebelum hamil). Beberapa
penyakit dapat dicegah dengan vaksinasi. Wanita yang merencanakan
kehamilan juga sebaiknya mempertimbangkan vaksinasi untuk mencegah
infeksi dari beberapa penyakit seperti Rubella. Beberapa tes dilakukan
sebagai deteksi dini kemungkinan adanya infeksi pada tubuh seperti
Rubella, Cacar air, Sifilis, dan dilakukan pengobatan jika memang sudah
terinfeksi.
6) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu hamil, petugas kesehatan,
dan pihak-pihak yang terlibat dalam upaya pencegahan kelainan bawaan.
Ibu hamil sebaiknya segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan setelah
mengetahui dirinya hamil. Kunjungan antenatal dilakukan rutin setiap bulan
atau minimal empat kali selama kehamilan untuk memantau perkembangan
janin dan sebagai deteksi dini jika terjadi kelainan pada organ dan infeksi
lainnya. Petugas kesehatan perlu menjelaskan setiap pilihan tindakan
dengan rinci agar bila pasangan mempunyai faktor keturunan/risiko
kelainan bawaan dapat memahami masalah yang akan dihadapi dan
mempersiapkan diri untuk menjalani pilihan dengan sebaik mungkin. 4
Upaya pencegahan kelainan bawaan melibatkan berbagai sektor terkait di
luar kesehatan, misalnya perindustrian, pertanian, sosial, komunikasi dan
informasi, agama, pendidikan dan budaya. Keterlibatan institusi internasional
dan perserikatan bangsa-bangsa, lembaga donor, dan pihak swasta sangat
diperlukan dalam upaya pencegahan kelainan bawaan.4

22
Komplikasi
Komplikasi dari operasi ini adalah paresis N Vll, hilangnya pendengaran
dan yang paling sering adalah terjadinya restenosis.1
c. Otitis Externa
Definisi
Otitis eksterna merupakan radang akut atau kronis pada liang telinga
akibat infeksi bakteri, jamur, atau virus.1
Otitis eksterna sirkumskripta merupakan infeksi pada pilosebasea
(folikel rambut) di klit sepertiga luar liang telnga yang awalnya berupa
folikulitis namun berlanjut membentuk furunkel atau abses kecil. Radang
umumnya melibatkan bagian kartilago lateral dari telinga luar, terutama
meatus.1
Otitis eksterna difus merupakan infeksi pada kulit dua sepertiga dalam
liang telinga, ditandai keadaan liang telinga hiperemis dengan edema tidak
berbatas tegas.1
Otitis eksterna kronik merupakan infeksi dan radang difus kronik atau
penyembuhan tidak sempurna pada liang telinga selama lebih dari tiga bulan
yang menimbulkan jaringan sikatriks pemicu stenosis pada liang telinga. 1
Otitis eksterna maligna merupakan infeksi difus pada liang telinga luar
dan struktur lain di sekitarnya termasuk basis cranii yang berpotensi letal.1
Etiologi
Tabel 1. Etiologi Otitis eksterna.1
OE OE Difus OE Kronik OE Maligna
Sirkumskripta
Staphylococcus Pseudomonas OE akut akibat P. aeruginsa
aureus aeruginosa bakteri/jamur
yang tidak
ditangani dengan
baik
Staphylococcus Eschericia coli Iritasi kulit akibat S. aureus
albus secret dari OM

23
Proteus mirabilis Trauma berulang Aspergillus

Infeksi sekunder Benda asing Proteus


pada OMSK
Kelainan kulit:
dermatitis
seboroik,
psoriasis.

Faktor Resiko
1) Riwayat sering beraktifitas di air, misalnya: berenang, berselancar,
mendayung.
2) Riwayat trauma yang mendahului keluhan, misalnya: membersihkan liang
telinga dengan alat tertentu, memasukkan cotton bud, memasukkan air ke
dalam telinga.
3) Riwayat penyakit sistemik, seperti: diabetes mellitus, psoriasis, dermatitis
atopik, SLE, HIV.3
Patofisiologi
1) Otitis Eksterna Sirkumkripta
Furunkel adalah infeksi kuman stafilokokus pada folikel rambut.
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit,
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di
tempat itu dapat terjadi infeksi pada apilosebaseus, sehingga membentuk
furunkel.1

Gambar 8. Otitis externa.1

24
2) Otitis Eksterna Difus
Peradangan difus pada kulit liang telinga yang meluas ke aurikula
dan lapisan epidermis dari membran timpani. Penyakit ini paling sering
terjadi pada keadaan dengan kelembaban tinggi dan panas serta pada
perenang. Keringat yang berlebihan merubah pH kulit liang telinga dari
asam menjadi basa sehingga menimbulkan pertumbuhan kuman patogen.
Terdapat dua faktor yang paling responsibel terhadap kondisi ini, yaitu
trauma liang telinga dan invasi kuman patogen. Trauma dapat terjadi akibat
mengorek telinga secara radikal, instrumen yang kurang ahli saat ekstraksi
serumen, dan saat membersihkan telinga setelah berenang dimana kulit
liang telinga terjadi maserasi. Kerusakan terus menerus pada kulit liang
telinga menyebabkan invasi kuman patogen.1
Gejala klinisnya dapat akut atau kronis dengan berbagai derajat
keparahan:1
(1) Fase Akut
Ditandai dengan sensasi panas terbakar dalam liang telinga, diikuti
nyeri saat menggerakkan mandibula. Telinga biasanya mengeluarkan
sekret serous yang kemudian menjadi kental dan purulen. Dinding liang
telinga mengalami inflamasi. Penumpukan debris dan sekret yang disertai
pembengkakan liang telinga menimbulkan gangguan dengar konduktif.
Pada kasus berat, dapat terjadi pembengkakan kelenjar getah bening
regional, nyeri tekan dengan selulitis jaringan sekitarnya. 1
(2) Fase Kronis
Fase kronis memiliki karakteristik iritasi dan sangat gatal. Ini adalah
responsibel untuk eksaserbasi akut dan reinfeksi. Sekret hanya sedikit
bahkan kadang-kadang kering hingga membentuk krusta. Kulit liang
telinga menebal dan bengkak sehingga membentuk celah. Jarang sekali
terjadi hipertrofi kulit yang menimbulkan stenosis (otitis eksterna stenosis
kronis).1
3) Otitis Eksterna Maligna
Merupakan infeksi telinga luar yang berpotensi mengancam
kehidupan. Terjadi pada pasien tua dengan diabetes dan

25
immunocompromised. Kelainan mikroangiopati dan disfungsi sel imun
merupakan predisposisi terjadinya infeksi.1
Menurut Benecke, derajat otitis eksterna maligna dapat dibagi tiga,
yaitu:1
Derajat I : infeksi terbatas pada jaringan lunak dan kartilago.
Derajat II : keterlibatan jaringan lunak dan erosi tulang temporal.
Derajat III : ekstensi intrakranial atau erosi tulang temporal. 1

Gambar 9. Patofisiologi Otitis eksterna.1

26
Penegakan Diagnosis
1) Otitis Eksterna Sirkumkripta
Anamnesis, terdapat otalgia hebat (muncul saat penekanan
perkondrium dan muncul spontan saat membuka mulut), gangguan
pendengaran, otorea jika abses ruptur. Pada pemeriksaan fisik, tampak
furunkel pada liang telinga, terdapat secret jika terjadi ruptur abses. 5
2) Otitis Eksterna Difus
Anamnesis, terdapat otalgia, gatal, telinga terasa penuh, keluarnya
secret telinga berbau, serta gangguan pendengaran.5
Pemeriksaan fisik, pada otoskopi didapatkan liang telinga sempit,
eritema, edema, secret telinga berbau. Terdapat nyeri tekan pada tragus,
muncul nyeri pada saat menarik auricula ke atas dan ke belakang. Serta
didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar getah bening
(periauricula, cervical anterior).5
3) Otitis Eksterna Maligna
Anamnesis didapatkan gatal, nyeri, secret liang telinga banyak,
pembengkakan liang telinga. Pada pemeriksaan fisik jaringan granulasi
pada dinding liang telinga dekat sambungan tulang kartilago menimbulkan
otalgia hebat. Paresis saraf fasialis. Sindrom foramen jugular.5
Pemeriksaan penunjang dengan cek darah rutin, laju endap darah
untuk menilai responterhadap antibiotik, biopsy jaringan granulasi pada
liang telinga. Uji sensitivitas terhadap atibiotik antipseudomonas, kultur
sekret purulen.5
Diagnosis ditegakkan dengan:5
a) Kultur eksudat liang telinga menggunakan suatu apusan kalsium alginate.
b) Pemeriksaan hitung jenis leukosit dan laju endap darah.
c) Komorditas adalah hal yang penting diketahui (misal: diabetes, HIV).
d) CT-Scan untuk melihat ekstensi penyakit.
e) Bone scan untuk mendokumentasikan osteomilitis (nonspesifik) dan
mungkin sembuh selama beberapa bulan setelah resolusi terjadi.
f) Gallium-67 scan sebagai indikator infeksi yang aktif dan berguna untuk
mengikuti perjalanan penyakit, juga positif dalam jaringan lunak dan infeksi

27
tulang. Pengulangan gallium scan setiap 4 minggu untuk menentukan
kelanjutan pengobatan.5
Penatalaksanaan
1) Otitis Eksterna Sirkumkripta
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Jika sebelum fase
supurasi:
a) Terapi local, obat tetes telinga, salep
b) Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan antibiotik sistemik, ofloksasin,
polimiksin B.
c) Antiseptik, asam asetat 2-5% dalam alkohol
d) Obat simtomatik
Analgetik, obat antiinflamasi nonsteroid, steroid topical. Steroid dapat
mengurangi edema dan otalgia.5
Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril selanjutnya
dilakukan insisi drainase. Lokal diberikan antibiotik dalam bentuk salep,
seperti polymixin B atau bacitracin atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam
alkohol).5
2) Otitis Eksterna Difus
Fase akut diberi pengobatan sebagai berikut:5
a) Pembersihan telinga. Ini adalah faktor utama yang sangat penting dalam
pengobatan otitis eksterna difus. Seluruh sekret dan debris harus
dikeluarkan secara gentle. Perhatian khusus harus diberikan pada bagian
resesus anteroinferior yang membentuk “blind pocket” dimana sekret sering
tertumpuk. Pembersihan telinga dapat dilakukan dengan kapas kering,
penyedot (suction clearance) atau irigasi liang telinga dengan normal
salinesteril hangat.
b) Tampon telinga. Setelah telinga dibersihkan, diberikan tampon kasa yang
dibasahi dengan preparat steroid-antibiotik yang dimasukkan ke liang
telinga dan diberikan nasihat pada pasien untuk menjaga kelembaban
dengan meneteskan obat tersebut 2-3 kali sehari. Tampon diganti 2-3 hari
sekali. Obat tetes steroid lokal membantu meringankan edema dan eritema
dan menghilangkan gatal. Aluminium asetat (8%) atau silver nitrat (3%)

28
adalah astrigen ringan yang dapat digunakan dalam bentuk tampon sehingga
membentuk koagulum protektif untuk mengeringkan liang telinga.
c) Antibiotik. Golongan antibiotik sistemik berspektrum luas adalah yang
paling sering digunakan terutama pada keadaan selulitis dan limfadenitis
akut.
d) Analgetik. Digunakan untuk mengurangi nyeri. Tujuan pengobatan pada
fase kronis adalah:5
(1) Mengurangi bengkak liang telinga sehingga pembersihan telinga dapat
dilakukan secara efektif.
(2) Menghilangkan gatal sehingga kebiasaan menggaruk atau mengorek
telinga dapat dihentikan sehingga rekurensi dapat terkontrol di kemudian
hari. Tampon kasa dengan ichthammol glycerine 10% dimasukkan ke
liang telinga untuk mengurangi edema. Kemudian diikuti dengan
pembersihan telinga dengan perhatian khusus pada resesus meatal
antero-inferior. Gatal dapat dikontrol dengan aplikasi krim antibiotik
steroid topikal. Jika kulit liang telinga mulai menebal hingga
membengkak serta sudah resisten pada semua pengobatan
medikamentosa, misal otitis eksterna stenosis kronis, maka dapat
dilakukan pembedahan.
3) Otitis Eksterna Maligna
a) Tangani penyakit yang mendasarinya.
b) Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan uji sensitivitas
c) Pembedahan
Mastoidektomi dengan dekompresi saraf fasialis, petrosektomi subtotal,
reseksi tulang temporal parsial.5
Komplikasi
Jika pengobatan tidak adekuat, dapat timbul abses, nfeksi kronik
liang telinga, jaringan parut, dan stenosis liang telinga.3

29
TELINGA TENGAH
a. Otitis Media Akut
Definisi
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan
singkat kurang dari tiga minggu disertai gejala local dan sistemik. 6
Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dali otitis
media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius tergannggu,
sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu. Selain
itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab paling sering. Penyebab
OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus,
Haemophilus Influenzae (10-52%). Staphylococcus aureus (2%),
Streptococcus Pneumoniae (27-52%), Pneumococcus, Moraxella flatanhalis
(2-15%), Haemophilus Influenzae adalah bakteri patogen yang sering
ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun, meskipun juga patogen pada
orang dewasa.6
Faktor Resiko
1) Bayi dan anak
2) Infeksi saluran napas atas berulang
3) Menyusu dari botol dalam posisi berbaring telentang
4) Kelainan kongenital, misalnya: sumbing langit-langit, sindrom Down
5) Paparan asap rokok
6) Alergi
7) Tingkat sosio-ekonomi yang rendah.3
Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
eustachius. Saat bakteri melalui saluran eustachius, mereka dapat
menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di
sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk
melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah

30
dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran
eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.6
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu
telinga juga akan terasa nyeri dan yang paling berat, cairan yang terlalu
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. 6

Gambar 10. Patofisiologi otitis media akut.6

31
Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah,
yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani.
Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit
oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah
ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga
tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi
bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan
tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. 6
Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah,
yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani.
Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit
oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah
ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga
tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi
bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan
tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit. 6
Penegakan Diagnosis
Gejala otitis media bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa, dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara
spontan bila terjadi perforasi spontan membrana timpani atau setelah
dilakukan miringotomi (insisi membrana timpani). Gejala lain dapat berupa
keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus.
Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditoris eksternus sering tampak
normal, dan tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan. Membrana timpani
tampak merah dan sering menggelembung. Nyeri di telinga yang terkena
adalah gejala tersering otitis media akut. Pada bayi / todler, demam, rewel,
dan menari-narik telinga dapat menandakan otitis media akut. Anoreksia,

32
muntah, dan diare dapat menyertai otitis media akut. Rasa penuh yang tidak
enak di telinga sering terjadi pada otitis media dengan efusi. 6
Secara umum gejala anak dengan OMA, yaitu:6
1) Nyeri telinga
2) Keluarnya cairan dari telinga
3) Berkurangnya pendengaran
4) Demam
5) Sulit makan
6) Mual dan muntah
7) Riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi.6
Selain itu, keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, yaitu:6
1) Otorrhea, bila terjadi ruptur membran timpani
2) Keluhan nyeri telinga (otalgia)
3) Demam
4) Anoreksia
5) Limfadenopati servikal anterior
6) Otitis media serosa
7) Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal
dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau
berderik, yang terjadi ketika tuba Eustachius berusaha membuka.
8) Membran timpani merah, atau tampak kusam (warna kuning redup sampai
abu-abu pada otoskopi pneumatik) sering menggelembung tanpa tonjolan
tulang (dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah), dan tidak
bergerak pada otoskopi pneumatik (pemberian tekanan positif atau negatif
pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop), dan
dapat mengalami perforasi.6

Tabel 2. Perbandingan gambaran klinis.6


Gambaran Otitis Ekterna Akut Otitis Media Akut

Ada bila membrana


Mungkin ada mungkin
Otorea timpani berlubang ;
tidak
cairan banyak keluar

33
Persisten, samapai
Hilang ketika membrana
Otalgia membangunkan
timpani rupture
penderita dimalam hari

Ada pada palpasi


Nyeri tekan aural Biasanya tidak ada
aurikula

Demam, infeksi saluran


Gejala sistemik Tak ada
napas atas, rhinitis

Edema kanalis
Ada Tak ada
auditorius eksternus

Eritema,
Membrana timpani Tampak normal menggelembung, dapat
mengalami perforasi

Kehilangan
Tipe konduktif Tipe konduktif
pendengaran

Stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya adalah:6


1) Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di
dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak
dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus
atau alergi.6

Gambar 11. Stadium oklusi otitis media akut.6

34
2) Stadium Hiperemis (Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat. 6

Gambar 12. Stadium hiperemis otitis media akut.6

3) Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang
hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.6

Gambar 13. Stadium Supurasi Otitis Media Akut.6


4) Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang
tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari
telinga tengah ke telinga luar.6

35
Gambar 14. Stadium Perforasi Otitis Media Akut.6

5) Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat
terjadi tanpa pengobatan.6

Gambar 15. Stadium Resolusi Otitis Media Akut.6

Gambar 16. Perbandingan Stadium OMA. 3

36
Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. 6
1) Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber
infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
2) Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
4) Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5) Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih
keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.6
Komplikasi
1) Komplikasi intrakranial/ekstratemporal meliputi:6
a) Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi
infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui
penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman

37
menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau stafilokokkus
atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform, atau piokokus,
menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi dengan
mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan
ringan tekanan cairan spinal.
b) Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis
interna. Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap
keadaan gawat darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan
pembedahan segera untuk mencegah kematian.
c) Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan
tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses
ekstradural jika tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak (lobus temporal atau
serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.9
d) Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan
retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah
sinus cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra-
antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
e) Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat
timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal di
fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan
langsung infeksi telinga atau tromboflebitis.
f) Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan
cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema papil.
Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis. 6
2) Komplikasi intratemporal meliputi: Facial paralisis, Labirintitis, Abses
Subperiosteal.6

38
b. Otitis Media Supuratif Kronik
Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis
media supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa
nanah.6
Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan
faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down
syndrome. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. 6
Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi
adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis. 6
Faktor Resiko
1) Infeksi saluran nafas atas yang terus berulang
2) Riwayat otitis media akut
3) Terapi otitis media akut yang terlambat diberikan terapi
4) Higienitas kurang dan gizi buruk
5) Daya tahan tubuh yang rendah
6) Penyelam.3,6
Patofisiologi
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan
dengan tuba eustakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik, maupun
faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki fungsi penting yang berhubungan
dengan kavum timpani, diantaranya fungsi ventilasi, fungsi proteksi, dan

39
fungsi drainase. Penyebab endogen maupun eksogen dapat mengganggu
fungsi tuba dan menyebabkan otitis media. Penyebab endogen misalnya
gangguan silia pada tuba, deformitas palatum, atau gangguan otot-otot
dilatator tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi yang
menyebabkan inflamasi pada muara tuba.6
Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau komplikasi otitis media
akut (OMA) yang mengalami perforasi. Namun, OMSK juga dapat terjadi
akibat kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet tube) pada kasus
otitis media efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup
spontan, sehingga mudah terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau
paparan alergen dari lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang
persisten.6
Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius sehingga
kavum timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan
otorea terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani
menyebabkan proses kongesti vaskuler, mengakibatkan terjadi iskemi pada
suatu titik, yang selanjutnya terjadi titik nekrotik yang berupa bercak kuning.
Bila disertai tekanan akibat penumpukan discharge dalam kavum timpani
dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. 6
Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu
berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari kanalis
auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam
kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani
menyebabkan infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-
menerus. Keadaan kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan
penggolongan stadium didasarkan pada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi disebabkan oleh proses yang bersifat
eksaserbasi atau persisten, efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan
jaringan sikatrik.6

40
Gambar 17. Patofisiologi OMSK.6
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa
sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret mucoid atau
mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung
lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan
granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani,
sehingga menghalangi drainase. Keadaan seperti ini menyebabkan OMSK
menjadi penyakit persisten.6
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga
tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi
telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder. Kolesteatoma merupakan media yang cukup sesuai bagi
pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma bersifat
destruktif, sehingga mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk
rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau
kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat

41
subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif. 6
Manifestasi Klinis
1) Otorea pada OMSK tanpa kolesteatoma terdapat secret mucoid, intermitten.
2) Otorea pada OMSK dengan kolesteatoma terdapat secret purule, persisten,
berbau khas, terkadang berbercak darah.
3) Tuli konduktif atau campuran tergantung ukuran dan lokasi perforasi
membaran timpani serta keadaan telinga tengah.
4) Otalgia jika proses telah invasif.6
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
a) Keluarnya cairan telinga selama jangka waktu tertentu.
b) Riwayat OMA berulang, perforasi traumatic, atau pemasangan pipa
ventilasi pada telinga.
c) Penurunan pendengaran pada telinga yang sakit.
d) Umumnya tanpa nyeri atau rasa tidak nyaman pada telinga.
e) Riwayat OMSK persisten setelah terapi adekuat kemungkinan
kolesteatoma.6
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi pinna dan region postauricular
b) Otoskopi, jaringan parut pada liang telinga luar (otitis eksterna sekunder),
polip dan jaringan granulas, ukuran dan lokasi perforasi membrane
timpani, edem dan inflamasi mukosa telinga tengah, cairan telinga
bervariasi (jernih, purulen, serosa).6
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Apusan secret dari telinga tengah untuk biakan mikrobiologi aerob dan
anaerob serta uji sensitivitas.
b) Tes fistula, dilakukan jika ada gejala vestibuler, dengan inspeksi
nasofaring termasuk orifisium tuba serta uji pendengaran memakai garpu
tala.

42
c) Pemeriksaan audiologi, pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK
biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli
sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas. 6
d) Pemeriksaan radiologi
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan
karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan
mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.6
Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.6
Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang
oleh karena kolesteatoma.6
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas:6
a) Konservatif
b) Operasi
1) OMSK Benign Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas
atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.6

43
2) OMSK Benign Aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah:6
a) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Tujuan pembersihan telinga adalah membuat lingkungan yang tidak
sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. 6
b) Pemberian antibiotika:6
(1) Pemberian antibiotik topical
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid. Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan
antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih
dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.6
Bubuk telinga yang digunakan seperti: Acidum boricum dengan atau
tanpa iodine, Terramycin Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan
khloromicetin 250 mg.6
Menurut panduan pengobatan OMSK dari WHO tahun 2004,
disebutkan bahwa antibiotik tetes telinga lebih efektif dari antibiotik
oral. Selain itu, juga didapatkan rekomendasi WHO bahwa antibiotik
quinolone lebih baik dari antibiotik non-quinolone. Dengan demikian,
penggunaan antibiotik quinolone topikal (contoh: ofloxacin) sangat
direkomendasikan oleh WHO. Akan tetapi, ada hipotesis yang menduga
bahwa penambahan corticosteroid topikal pada pengobatan ofloxacin
akan membantu penyembuhan otitis media.6
Sebanyak 110 pasien OMSK diacak untuk mendapatkan tetes telinga
ofloxacin atau tetes telinga kombinasi ofloxacin + dexamethasone
kemudian dievaluasi pada hari ke-5, ke-10, dan ke-15. Parameter yang
dievaluasi adalah kesembuhan klinis dan eradikasi mikrobiologi. Hasil

44
yang didapatkan adalah kesembuhan klinis pasien yang mendapat
ofloxacin vs pasien yang mendapat ofloxacin + dexamethasone 84,61%.6
(2) Pemberian antibiotik sistemik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan
pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat,
makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida
dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak
menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan
beta laktam.6
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin)
yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti
pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk
anak dengan umur dibawah 16 tahun.6
Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidinm dan
seftriakson) juga aktif terhadap Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob.
Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa
antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400
mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4
minggu.6
3) OMSK Maligna
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka
insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.6

45
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.6
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe aman atau
bahaya, antara lain mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal,
mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti,
pendekatan ganda timpani plastik.6
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya
infeksi atau kolesteatoma, sarana yang tersedia serta pengamanan operator.
Sesuai dengan luasnya infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi,
kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau
dimodifikasinya.6
a) Mastoidektomi Sederhana
Mastoidektomi dilakukan untuk menghilangkan sel-sel udara mastoid
yang sakit. Sel-sel ini berada di suatu rongga di tengkorak, di belakang
telinga. Sel-sel yang sakit sering hasil dari infeksi telinga yang telah
menyebar ke dalam tengkorak. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe
aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan
tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair
lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Ahli bedah
membuka tulang mastoid, menghilangkan sel-sel udara yang terinfeksi,
dan menguras telinga tengah.6
b) Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas
antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan.6

46
Operasi untuk pengelolaan kolesteatoma luas melibatkan exenteration
dari sisa sel mastoid udara dan penghapusan posterior dan dinding
superior kanal auditori eksternal dan sisa-sisa membran timpani dan
telinga tengah ossicles untuk exteriorize rongga mastoid dan telinga
tengah melalui saluran pendengaran eksternal. 6
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik
dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak
diperbaiki. Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan
berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk
control, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang
sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan dan karier pasien. 6
Ahli bedah dapat menghapus gendang telinga dan telinga tengah
struktur, kadang-kadang cangkok kulit ditempatkan di telinga tengah.
Modifikasi operasi ini adalah dengan memasang tandur (graft) pada
rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga
operasi kering permanen. Tetap terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang
telnga luar menjadi lebar.6
c) Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik,
tetap belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan
dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Ini adalah bentuk kurang
parah dari mastoidektomi radikal. Tidak semua tulang telinga tengah
dikeluarkan dan gendang telinga tersebut dibangun. Tujuan operasi ialah
untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan
mempertahankan pendengaran yag masih ada.6
d) Miringoplasti
Miringoplasti adalah operasi khusus dirancang untuk menutup
membran timpani yang rusak. Pendekatan untuk telinga dapat dilakukan
dengan transkanal, endaural, atau retroauricular. Pendekatan transkanal
membutuhkan pencahayaan yang lebih sedikit bedah dan menyebabkan
penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah keterbatasan potensi
eksposur. Pendekatan endaural dapat meningkatkan eksposur di telinga

47
dengan jaringan lunak lateral atau tulang rawan tumbuh dengan cepat, tapi
sekali lagi, ia cenderung untuk membatasi pandangan bedah. Pendekatan
retroauricular memungkinkan untuk eksposur maksimal tetapi
membutuhkan sayatan kulit eksternal.6
e) Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran.6
Timpanoplasti dilakukan untuk memberantas penyakit dari telinga
tengah dan merekonstruksi mekanisme pendengaran, dengan atau tanpa
okulasi dari membran timpani.6
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II,
III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan
eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk
membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa
dilakukan dua tahap dengan operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap
dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.6
Komplikasi
1) Komplikasi intratemporal: Labirinitis, Paresis nervus fasialis, Hidrosefalus
otik, Petrositis
2) Komplikasi intrakranial Abses (subperiosteal, epidural, perisinus, subdura,
otak), Trombosis sinus lateralis, Sereberitis.3

48
TELINGA DALAM
a. Presbikusis
Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau
tinggi serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara
umum.1,5
Etiologi
Penyebab kurang pendengaran akibat degenerasi dimulai dengan
terjadinya atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat laun
secara progresif terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal
hingga ke daerah apeks yang pada akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada
jaras saraf pusat dengan manifestasi gangguan pemahaman bicara. Kejadian
presbikusis diduga mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter,
metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. 1,5
Faktor Resiko
1) Jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran
pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah
bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada
ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki lebih sering
terpapar bising di tempat pekerjaan dibandingkan perempuan.
2) Paparan bising, Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan
pendengaran tipe sensorineural, yang awalnya tidak disadari, karena belum
mengganggu percakapan sehari-hari. Sifatnya tuli sensorineural tipe koklea
dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh
pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama
pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain
yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa
jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan
kerusakan yang didapat.
3) Genetik, Usia >60 tahun, Ototoksis, Hipertensi.1,5

49
Klasifikasi
Tabel 3. Beragam jenis presbikusis.1,5
Jenis Patogenesis Karakteristik Audiometri Diskriminasi wicara

Sensorik -Atrofi organ corti -Kehilangan -Nada murni Terkait Dengan


-↓ jumlah sel pendengaran pada -↓ Tajam mendadak hilangnya frekuensi
rambut nada tinggi setelah frekuensi
-Degenerasi saraf simetris 2000 Hz.
sekunder -Usia pertengahan
-gejala trauma
pada trauma
bising
Neural ↓ sel neuron Semua usia -Semua frekuensi Kehilangan Berat
koklea dan jaras -↓ Tajam mendadak
auditorik setelah frekuensi
2000 Hz.
Metabolik -Atrofi stria Dimulai pada usia -Semua frekuensi Kehilangan Ringan
vaskularis pertengahan (tampak datar)
-Potensial -Garis ambang dengar
mikrofonik lebih mendatar yang
menurun berangsur menurun.
-↓ Fungsi sel
-↓ biokimia
koklea
-Perubahan
kualitas endolimfe
Mekanik -Perubahan Pada usia - Terkait steepness
gerakan mekanik pertengahan kehilangan nada
ductus koklearis tinggi
-Atrofi lig.
Spiralis
-Membran
basilaris lebih
kaku

50
Gambar 18. Letak lesi presbikusis.1
Patofisiologi

Gambar 19. Patofisiologi Presbikusis.1,5

51
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia
lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat.
Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat
kelainan pada pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan
kelainan yang tidak disadari. Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif.
Kadang-kadang disertai dengan tinitus yaitu persepsi munculnya suara baik
di telinga atau di kepala.1
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada telinga biasanya normal setelah pengambilan
serumen, yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab
kurang pendengaran terbanyak. Pemberian sodium bicarbonat solusi topikal
10%, sebagai serumenolitik. Pada membran timpani normal tampak
transparan.1
Pada test penala didap tkan tuli sensorineural, dan pada audiometri
didapatkan tuli nada tinggi, bilateral. Namun pada presbikusis tahap lanjut
terjadi penurunan pada frekuensi lebih rendah.1
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan
audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan
simetris. Penurunan yang tajam (slooping) pada tahap awal setelah frekuensi
2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua
jenis presbikusis ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada
audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada
tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Semua jenis
presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih
rendah. Audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wicara (speech discrimination) dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada
presbikusis jenis neural dan koklear.1
Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada
presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB. Manusia sebenarnya sudah

52
mempunyai strain DNA yang menyandi terjadinya presbikusis. Sehingga
dengan adanya penyebab multifaktor risiko akan memperberat atau
mempercepat presbikusis terjadi lebih awal.1
Pemeriksaan audiometri tutur pada kasus presbikusis sentral didapatkan
pemahaman bicara normal sampai tingkat phonetically balanced words dan
akan memburuk seiring dengan terjadinya overstimulasi pada koklea
ditandai dengan adanya roll over. Penderita presbikusis sentral pada
intensitas tinggi menunjukkan penurunan dalam nilai ambang tutur sebesar
20% atau lebih.1
Penatalaksanaan
Presbikusis adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi kita
dapat memaksimalkan fungsi yang masih ada dan meningkatkan kualitas
hidupnya:1,5
1) Melatih keterampilan membaca gerak bibir (speech reading): membaca
gerak bibir dapat membantu pasien dengan diskriminasi bicara.
2) Assestive device: alat bantu ini bekerja dengan cara amplifikasi sinyal
telepon, telepon dan mendengar suara bel. Perangkat elektronik ini berguna
untuk meningkatkan kenyamanan dalam mendengar pada kondisi
lingkungan tertentu.
3) Alat bantu dengar: alat bantu ini dapat meningkatkan kemampuan sebagian
besar pasien usia lanjut untuk dapat berkomunikasi. Namun pada pasien
dengan diskriminasi bicara pada keadaan bising, mengalami kesulitan
dalam meggunakan alat bantu dengar karena gangguan yang terjadi adalah
tingkat persepsi.1,5
b. Labirinitis
Definisi
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini dapat
ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik atau merupakan suatu
proses tunggal pada labirin saja.1,5
Etiologi
Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intra temporal dari
radang telinga tengah. Penderita otitis media kronik yang kemudian tiba-tiba

53
vertigo, muntah dan hilangnya pendengaran harus waspada terhadap
timbulnya labirinitis supuratif.1,5
Patogen Penyebab pada labirinitis akut (serous) mikroorganisme
penyebab S. pneumoni, Streptokokus dan Hemofilus influenza. Pada
labirinitis kronik mikroorganisme penyebab biasanya disebabkan campuran
dari basil gram negatif, Pseudomonas, Proteus dan E.coli. Virus citomegalo,
virus campak, mumps dan rubella (measles, mumps, rubella = MMR), virus
herpes, influenza dan HIV merupakan pathogen penyebab pada labirinitis
viral.1,5
Faktor Resiko
Riwayat Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK), Usia, Infeksi Saluran
Nafas Atas (ISPA), Konsumsi alkohol, Merokok.1,5
Klasifikasi
Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis bakteri
(supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga
tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen
rotundum dan foramen ovale tapi dapat juga timbul sebagai perluasan infeksi
dari meningitis bakteri melalui cairan yang menghubungkan ruang
subaraknoid dengan ruang perilimf di koklea, melalui akuaduktus koklearis
atau melalui daerah kribrosa pada dasar modiolus koklea.1,5
Menurut Schuknecht membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium:1,5
1) Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat perubahan
kimia di dalam ruang perilimf yang disebabkan oleh proses toksik atau
proses supuratif yang menembus membran barrier labirin seperti melalui
membran rotundum tanpa invasi bakteri.
2) Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam ruang
perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada keadaan
ini kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.
3) Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan
respons inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama. Keadaan ini
biasanya merupakan suatu komplikasi dari penyakit telinga tengah kronis
dan penyakit mastoid.

54
4) Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana terkontrolnya
proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya jaringan fibrous sampai
obliterasi dari ruangan labirin dengan terbentuknya kalsifikasi dan
osteogenesis. Stadium ini disebut juga stadium penyembuhan.1,5
Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh berbagai
macam virus. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya berbagai
penyakit yang disebabkan virus dengan gejala klinik yang berbeda seperti
infeksi virus mumps, virus influenza, dll.1,5
Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu:1,5
1) Labirinitis lokalisata (labirinitis sirkumskripta, labirinitis serosa)
merupakan komplikasi otitis media dan muncul ketika mediator toksik dari
otitis media mencapai labirin bagian membran tanpa adanya bakteri pada
telinga dalam.
2) Labirinitis difusa (labirinitis purulenta, labirinitis supuratif) merupakan
suatu keadaan infeksi pada labirin yang lebih berat dan melibatkan akses
langsung mikroorganisme ke labirin tulang dan membran.1,5
Patofisiologi
Stadium Akut: akibat perubahan kimia di ruang perilimf

Akibat proses toksik atau proses supuratif

Menembus membran barrier labirin.

Stadium Akut Supuratif:
Invasi dalam perilimf

Respon tubuh

Kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.

Stadium Kronik Supuratif: terlibatnya labirin oleh bakteri dengan respons
inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama.

55

Stadium Fibroseus: terbentuknya jaringan fibrous sampai obliterasi dari
ruangan labirin dengan terbentuknya kalsifikasi dan osteogenesis.1,5
Penegakan Diagnosis
Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari
gangguan fungsi vestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinya vertigo dan
kurang pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba. Pada
sebagian besar kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan waktu
dan kerusakan yang terjadi juga bersifat reversible.1,5
Pada labirinitis difusa (supuratif), gejala yang timbul sama seperti gejala
pada labirinitis lokalisata tetapi perjalanan penyakit pada labirinitis difusa
berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati gangguan vestibular, vertigo yang
hebat, mual dan muntah dengan disertai nistagmus. Gangguan pendengaran
menetap, tipe sensorineural pada penderita ini tidak dijumpai demam dan
tidak ada rasa sakit di telinga. Penderita berbaring dengan telinga yang sakit
ke atas dan menjaga kepala tidak bergerak. Pada pemeriksaan telinga tampak
perforasi membrana timpani.1,5
Pada labirinitis viral, penderita didahului oleh infeksi virus seperti virus
influenza, virus mumps, timbul vertigo, nistagmus kemudian setelah 3-5 hari
keluhan ini berkurang dan penderita normal kembali. Pada labirinitis viral
biasanya telinga yang dikenai unilateral.1,5
1) Anamnesis:
a) Mual dan muntah
b) Pusing berputar / vertigo mendadak
c) Gangguan pendengaran
d) Nistagmus
e) Riwayat Influenza, Mumps, Rubella, Otitis Media Supuratif Kronik.1,5
2) Pemeriksaan Fisik :
a) Test Penala (hasil: tuli sensorineural)
(1) Rinne : (+)
(2) Weber : lateralisasi ke telinga yang sehat
(3) Schwabach : memendek

56
b) Romberg Test: Positif (+) karena vertigo.
c) Otoskop: membran timpani tampak perforasi.1,5
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Audiogram: menentukan jenis tuli
b) Pemeriksaan kultur: menentukan jenis bakteri penyebab labirinitis
c) CT-Scan.1,5
Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada labirinitis adalah:1,5
a) Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan
vestibulokoklea yang lebih lanjut.
b) Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya.1,5
1) Farmako: Amoxicilin 3 x 500 mg PO dan Diazepam 3 x 5-10 mg
2) Pembedahan: miringotomi.
3) Pengawasan yang ketat dan terus menerus harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya perluasan ke intrakranial dan di samping itu dilakukan tindakan
drainase dari labirin. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya
penyebaran infeksi. Jika tanda rangsangan meningeal dijumpai maka
tindakan pungsi lumbal harus segera dilakukan.1,5
Komplikasi
1) Meniere Disease
2) BPPV (Benign Proxysmal Position Vertigo)
3) Meningitis.1,5
c. Otosklerosis
Definisi
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis di daerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnya
mengeras menjadi sklerotik. Sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat
menghantarkan suara ke labirin dengan baik kemudian terjadilah gangguan
pendengaran.1
Etiologi
Otosklerosis bersifat herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan. Tetapi penetrance dan ekspresi di masing-masing degree sangat

57
berbeda sehingga sulit dibuat inheritance pattern-nya. Penyebab otosklerosis
belum dapat diketahui dengan pasti.7
Diperkirakan beberapa faktor ikut sebagai penyebab atau merupakan
predisposisi terjadinya otosklerosis seperti faktor herediter, endokrin,
metabolik, infeksi measles, vaskuler autoimun, tapi semuanya tidak bias
dibuktikan proses terjadinya secara pasti. Dari bebrapa penelitian genetik
dinyatakan otosklerosis diturunkan secara autosomal dominan dengan
penetrasi inkomplit 20%-40%. Otosklerosis bersifat heterogenetik dengan
lebih dari satu gen yang menunjukkan fenotipe otosklerosis. Dari beberapa
kasus dinyatakan gen yang berhubugan dengan otosklerosis adalah COLIAI
gen yang merupakan salah satu dari dua gen yang mengkode type I kolagen
dari tulang.7
Diduga virus measles juga merupakan predisposisi terjadinya
otosklerosis. Secara epidemiologi dibuktikan dengan menurunnya angka
kejadian otosklerosis sejak ditemukannya vaksin measles. Infeksi virus
measles diduga menyebabkan persistennya virus measles pada kapsul otik.
Dengan pemeriksaan mikroskop elektron pada stapes penderita otosklerosis
post stapedektomi didapatkan struktur filament pada retikulum endoplasmik
dan sitosol dari osteoblas dan preosteoblas yang merupakan gambaran
morfologi dari measles nucleocapsid.7
Dalam penelitian immunohistochemical juga disebutkan adanya
ribonucleic acid dari virus measles pada lesi otosklerosis. Pada perilimf juga
didapatkan peningkatan antibodi terhadap virus measles. Dari kenyataan
tersebut ada teori yang menyatakan bahwa infeksi virus measles menginisiasi
terjadinya otosklerosis.7
Faktor Resiko
Otosklerosis sering dimulai di usia pertengahan tapi bisa juga lebih awal
(15-45 tahun). Angka kejadian 90 % pada usia 15-45 tahun, dua persen di
bawah usia 2 tahun, tiga persen antara 10-15 tahun dan empat persen diatas
usia 45 tahun. Angka kejadian otosklerosis lebih banyak didapatkan pada
wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 2:1.7

58
Pada wanita hamil penyakit otosklerosis memburuk menjadi lebih
progresif dibanding wanita tidak hamil. Sering mulainya tuli menyertai
kehamilan atau tampak kehamilan mempercepat terjadinya otosklerosis.
Beberapa peneliti menemukan bahwa kurang lebih 50% dari penderita
otosklerosis memiliki keluhan gangguan pendengaran meningkat sehubungan
dengan kehamilannya.7
Patofisiologi
Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat multifokal
di area-area endokondral tulang temporal. Secara histologis proses
otosklerosis dibagi menjadi 3 fase, fase otospongiosis (fase awal), fase
transisional, dan otosklerosis (fase lanjut). Tapi secara klinis dibagi 2 fase
otospongiosis dan otosklerosis.7
Pada awalnya terjadi proses spongiosis (fase hipervaskulerisasi). Pada
fase ini terjadi aktivitas dari selsel osteosit, osteoblas dan histiosit yang
menyebabkan gambaran sponge. Aktivitas osteosit akan meresorbsi jaringan
tulang di sekitar pembuluh darah yang akan mengakibatkan sekunder
vasodilatasi. Pada pemeriksaan otoskopi akan tampak gambaran Schwartze
sign. Aktivitas osteosit yang meningkat akan mengurangi jaringan kolagen
sehingga tampak gambaran spongiosis.7
Pada fase selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika osteoklas
secara perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi perubahan densitas
sklerotik pada tempat-tempat yang mengalami spongiosis. Jika proses ini
terjadi pada foramen ovale di dekat kaki stapes, maka kaki stapes akan
menjadi kaku dan terjadilah tuli konduksi. Hal ini terjadi karena fiksasi kaki
stapes akan menyebabkan gangguan gerakan stapes sehingga transmisi
gelombang suara ke telinga tengah (kopling osikule) terganggu. Jika foramen
ovale juga mengalami sklerotik maka tekanan gelombang suara menuju
telinga dalam (akustik kopling) juga terganggu.7
Pada fase lanjut tuli koduksi bisa menjadi tuli sensorineural yang
disebabkan karena obliterasi pada struktur sensorineural antara koklea dan
ligamentum spirale. Hal tersebut bisa juga disebabkan oleh kerusakan outer
hair cell yang disebabkan oleh pelepasan enzim hidrolitik pada lesilesi

59
spongiosis ke telinga dalam. Masuknya bahan metabolit ke telinga dalam
menurunnya vaskularisasi dan penyebaran sklerosis secara langsung ke
telinga dalam yang menghasilkan perubahan kadar elektrolit dan perubahan
biomekanik dari membrane basiler juga menjadi penyebab terjadinya tuli
sensorineural. Bagian yang tersering terkena adalah anterior dari foramen
ovale dekat fissula sebelum fenestrum ovale. Jika bagian anterior stapes dan
posterior kaki stapes terkena disebut fiksasi bipolar. Jika hanya kaki stapes
saja disebut biscuit footplate. Jika kaki stapes dan ligament anulare terkena
disebut obliterasi otosklerosis.7
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Pendengaran menurun secara progresif yang biasanya bilateral
asimetris, tinnitus, vertigo, paracusis willisii. 7
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan otoskop ditemukan membran timpani utuh,
kadang-kadang tampak promontorium agak merah jambu. Gambaran
tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus
otosklerosis yang sangat vaskuler.7
Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. (Rinne
negative) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi
256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada
frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi
gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Weber test
menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting
hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan
yang bising (Paracusis Willisi).7
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan
sampai sedang yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada
frekuensi rendah. Hantaran tulang normal. Air-bone gap lebih lebar pada
frekuensi rendah. Dalam beberapa kasus tampak adanya cekungan pada
kurva hantaran tulang. hal ini berlainan pada frekuensi yang berbeda namun

60
maksimal pada 2000 Hz yang disebut dengan Carhart’s notch (5 dB pada
500 Hz, 10 dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan 5dB pad 4000 Hz).
Pada otosklerosis dapat dijumpai gambaran Carhart’s notch.7
Hasil Timpanometri dapat menunjukkan compliance menurun (As)
atau normal. Refleks stapedial mungkin normal pada fase awal tetapi tidak
didapatkan pada fiksasi stapes. Speech reception threshold dan speech
discrimination sering normal, kecuali pada kasus dengan terlibatnya
koklea.7
CT-Scan dapat memperlihatkan gambaran tulang-tulang
pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolucent didalam
dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini,
dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut.7
Penatalaksanaan
Mayoritas penatalaksanaan otosklerosis ditujukan untuk memperbaiki
gangguan pendengaran. Hanya sebagian kecil yang disertai dengan gangguan
vestibuler yang membutuhkan penanganan yang lebih spesifik sesuai
kausanya.7
Medikamentosa, walau saat ini sudah jarang dipakai tapi sodium fluoride
masih bisa dipakai untuk terapi suportif. Ion-ion fluoride akan menggantikan
hydroxyl radical yang normal sehingga terbentuk fluroapatite complex yang
lebih stabil dibandingkan hydroxyapatite kristal. Fluoroapatite complex akan
menghambat aktivitas osteoklas dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan
histologis. Disamping itu penggunaan fluoride juga bisa menghambat
progresifitas otosklerosis. Dosis sodium fluoride antar 20-120 mg/hari.7
Evaluasi keberhasilan bisa dilihat dari hilangnya gambaran schwartze
sign, kestabilan pendengaran, perbaikan CT-Scan di kapsul otik. Efek
samping terapi sangat ringan misalnya berupa gejala gastrointestinal seperti
mual-muntah yang bisa dihindari dengan penurunan dosis atau dengan
pemberian kapsul selaput. Pada penderita otosklerosis yang mendapatkan
terapi ini 80% didapatkan perbaikan keluhan dan tidak memburuknya
progresifitas keluhan.7

61
Alat bantu mendengar, biasanya digunakan pada stadium lanjut
otosklerosis yang tidak memenuhi indikasi untuk operasi. Misalnya pada
otosklerosis dengan tuli sensorineural dimana sudah didapatkan kerusakan di
koklea yang prognose keberhasilan operasinya kecil sekali. Pada kasus ini
dianjurkan untuk penggunaan alat pembantu mendengar atau penggunaan
BAHA (bone anchored hearing aid) biasa unilateral atau bilateral. Sedangkan
pada kasus dengan tuli sensorineural severe atau profound bilateral
dianjurkan untuk pemasangan koklear implan.7
Pembedahan, mayoritas penderita lebih memilih tindakan operasi
untuk penatalaksanaan otosklerosis. Angka keberhasilan operasi cukup baik
lebih dari 90% penderita mendapatkan perbaikan pendengaran dengan air
bone gap kurang dari 10 dB. Prosedur operasi hanya membutuhkan waktu
satu hari bisa dengan lokal anstesi atau general anastesi. Rata- rata operasi
dapat selesai dalam 45-60 menit. Ada beberapa tehnik operasi yaitu
stapedektomi total, partial dan stapedotomi. Sebelum operasi harus dipastikan
bahwa fungsi NVIII masih baik yang berarti fungsi penerimaan dan transmisi
suara menuju otak masih baik. Sehingga prognosis keberhasilan post operasi
lebih baik.7
Komplikasi
1) Floating footplate, saat stapedectomy, footplate terkadang keluar dari ceruk
yang mengelilinginya (kaki stapes yang terapung). Sering terjadi saat usaha
pemindahan yang mendorong kaki stapes melewati vestibulum. Lubang
yang aman dibor ke dalam footplate saat permulaan prosedur akan
membantu pemindahan footplate tanpa floating. Sebagai alternative, sebuah
lubang kecil dapat dibor di perbatasan promontorium untuk membantu
pemindahan dari floating footplate.
2) Biscuit footplate, ketika focus otosklerotik dibatasi pada kaki stapes itu
sendiri, footplate menjadi menebal dan dikenal dengan biscuit footplate.
Manipulasi dari kasus ini dapat menyebabkan floating footplate. Untuk
alasan ini, laser obliteration dari biscuit footplates sendiri sering
digunakan.7

62
d. Meniere’s Disease
Definisi
Meniere disease adalah Suatu penyakit dengan gangguan membran
telinga dalam dengan ciri-ciri gangguan pendengaran, vertigo dan tinnitus
yang secara patologik berhubungan dengan distensi hidrop dari sistem
endolimfatik.1
Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari penyakit ini disebabkan karena adanya
gangguan dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan hidrops
endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe mendadak
meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media. Tetapi,
penyebab hidrops endolimfe sampai saat ini belum dapat dipastikan. Ada
beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya hidrops, antara lain:1
1) Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2) Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3) Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4) Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan
endolimfa
5) Infeksi telinga tengah
6) Infeksi traktus respiratorius bagian atas
7) Trauma kepala
8) Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
9) Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
10) Infeksi virus golongan herpesviridae
11) Herediter.1
Faktor Resiko
Pedisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan kelainan
anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.1
Mempunyai alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi dengan
panyakit Meniere adalah Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target
dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh mengadakan reaksi terhadap
makanan tertentu. Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari

63
kemampuan filtrasi dari sakus endolimfatikus. Kemudian ada hubungan
antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari sakus
endolimfatikus.1
Trauma kepala jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap
dapat menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini
diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat fraktur
tulang temporal.1
Patofisiologi

Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops


endolimfa pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan
hilang timbul diduga disebabkan oleh: (1) meningkatnya tekanan hidrostatik
pada ujung arten, (2) berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler, (3)
meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, (4) jalan keluar sakus
endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa.1
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan pelebaran
dan perubahan pada morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan
ke dalam skala vestibuli, terutama di daerah apeks koklea (helikotrema).
Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada
awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks koklea, kemudian dapat
meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea.1
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan
pada kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur
membran Reissner sehingga endolimfe bercampur dengan perilimfe. Hal ini
meyebabkan gangguan pendengaran sementara yang kembali pulih setelah
membrana kembali menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali
normal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh
bila tidak terjadinya serangan. Terjadinya Low tone- Hearing Loss pada
gejala awal yang reversibel disebabkan oleh distorsi yang besar pada daerah
yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear membesar ke arah
skala vestibuli dan skala timpani. Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-
tiba dari vertigo kemungkinan disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan
keluar dari labirin membranasea pada kanal ampula. Penonjolan kanal ampula

64
secara mekanis akan memberikan gangguan terhadap krista. Tinitus dan
perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin disebabkan
tingginya tekanan endolimfatikus.5
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
a) Riwayat gejala klinis, muncul pertama kali pada orang yang relatif berusia
muda (biasanya sekitar 30 tahun).
b) Gangguan pendengaran berfluktuasi, terjadi pada saat serangan atau
sekitar serangan vertigo. Biasanya dialami satu telinga, tidak sama pada
kedua telinga.
c) Vertigo episodik, biasanya berlangsung 2 – 24 jam. Vertigo sering sangat
cepat dan diperparah dengan gerakan kepala. Sering disertai muntah,
berkeringat, jantung berdebar dan kecemasan.
d) Tinitus
e) Perasaan tertekan atau rasa penuh di dalam telinga
f) Deviasi gaya berjalan dan kecenderungan untuk jatuh.1,5
2) Pemeriksaan Fisik
Tes penala didapatkan tuli sensorineural, dimana rinne (+), weber
(lateralisasi ke telinga sehat), schwabach (memendek). Tes koordinasi untuk
menilai ada atau tidaknya gangguan keseimbangan pada pasien. Test
romberg (berdiri di kedua kaki dengan mata tertutup), tes untegerger’s
stepping (berjalan pada titik tertentu dengan mata tertutup) hasilnya
mungkin hanya menunjukkan gangguan keseimbangan sedang. Selama
serangan mistagmus horizontal, pada pemeriksaan otoskopi hasilnya
normal.1,5
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Audiologi
Audiometri didapatkan tuli sensorineural frekuensi rendah atau
frekuensi rendah dan tinggi dengan gambaran V terbalik yang akan
mendatar seiring perjalanan penyakit.
Tes dehidrasi gliserol (gliserin) untuk membuktikan hidroops
endolimfe melalui pengukuran ambang batas nada murni serial dan skor

65
diskriminasi selama diuresis, berfungsi untuk diagnosis dan prognosis
operasi pirau.
b) Elektrokokleografi: mengukur potensial listrik yang dibangkitkan suara
dari telinga tengah.
c) Elektronistagmografi: dengan tes kalori untuk mengetahui ada tidaknya
disfungsi vestibuler perifer.
d) Uji vestibular-evoked myogenic potential (VE-MP): untuk mengukur
reflex vestibulokolik yang dapat berkurang atau hilang pada pasien dengan
penyakit Meniere.
e) Radiologi: MRI dengan kontras gadolinium untuk eksklusi kelainan
retrokoklear. CT-Scan untuk melihat ada tidaknya hydrops endolimfe.9

Gambar 20. Algoritma penegakan diagnosis Meniere diseases akibat


vertigo.1,5

66
Tabel 4. Skala Diagnostik untuk penyakit Meniere menurut AAO-NHS.1,5
Certain Meniere
Definitive Meniere Disease
Disease
Possible Meniere Disease Episode vertigo karakteristik pada penyakit
Meniere tanpa disertai gangguan pendengaran.

Tuli sensorineural yang bersifat fluktuatif atau


menetap dengan gangguan keseimbangan namun
tanpa episode definitif vertigo.
Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi
diatas.
Probable Meniere Satu episode definitf dari vertigo
Disease Gangguan pendengaran yang dibuktikan dengan
audiometri minimal satu kali.
Tinitus dan perasaan penuh ditelinga.
Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi
diatas.
Definite Meniere Disease Dua atau lebih episode vertigo dengan durasi
minimal 20 menit.
Gangguan pendengaran yang dibuktikan dengan
audiometri minimal satu kali.
Tinitus dan perassan penuh ditelinga.

Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi di


atas.

67
Penatalaksanaan

Gambar 21. Algoritma penatalaksanaan menieres disease.1


1) Terapi medis Profilaksis
Terapi medis diarahkan untuk mengatasi proses penyakit yang
mendasarinya atau mengontrol serangan vertigo selama eksaserbasi
penyakit.1,5
a) Vasodilator
Vasidilator yang sering digunakan adalah Betahistin HCl 8 mg 3 kali
sehari, jika tidak terdapat ulkus peptikum. Alternatif lain adalah asam
nikotinat, histamine dan siklandelat. Vasodilator digunakan akibat
gangguan pada endolimfe oleh kelainan vaskuler.

68
b) Antikolinergik
Probantin telah digunakan sebagai terapi meniere karena teori
bahwa hidrops endolimfatik disebabkan oleh disfungsi susunan saraf
autonom di telinga dalam.
c) Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin berdasarkan atas teori bahwa penyakit meniere
akibat defisiensi vitamin. Vitamin yang biasa diberikan adalah vitamin B
kompleks, asam askorbat dan senyawa sitrus bio-flavonoid
(Lipoflavonoid).
d) Diet rendah garam dan Pemberian diuretik
Diet rendah garam dan pemberian diuretic dimaksudkan adalah agar
menurunkan jumlah cairan tubuh dengan harapan juga menurunkan cairan
endolimfe.
e) Program pantang makanan
Terapi ini kadang digunakan pada meniere yang bias disebabkan
akibat terjadinya suatu alergi makanan.1,5
2) Terapi simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan untuk menghentikan atau mengurangi
hebatnya serangan vertigo dan tanpa berdalih berusaha mengoreksi sebab
dasar penyakit Meniere.
a) Sedativ
Sedative dalam dosis ringan seperti fenobirtal atau trankulizer
seperti diazepam (Valium) sering menolong pasien rileks dan menurunkan
frekuensi serangan vertigo.
b) Antihistamine dan antiemetic
Antihistamin dan antiemetic tertentu efektif menghentikan atau
mengurangi keparahn seringan vertigo pada pasien Meniere. Antihistamin
yang sering diberikan adalah dimenhidrinat (dramamine) dan siklizin
(Marezine). Sedangkan antiemetic yang biasa digunakan adalah antiemetic
diferidol.

69
c) Depresan vestibuler
Depresan vestibuler digunakan unruk mencegah atau mengurangi
keparahan serangan vertigo dan untuk terapi pasien selama eksaserbasi
penyakit ini sampai terjadi remisi spontan.3
3) Pembedahan
Pembedahan dianjurkan jika gejalanya tidak dapat diatasi dengan terapi
farmakologi selama 3-6 bulan. Prosedur pembedahan konservatif, misalnya
operasi dekompresi salus endolimfatikus, ditujukan untuk mempertahankan
pendengaran pad telinga yang mengalami gangguan. Tindakan ini
mengandung resiko menyebabkan kerusakan pendengaran dan betujuab
ubtuk mengatasi serangan vertigo, serta dapat mencegah penyakit Meniere.
Pembedahan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu bedah destruktif, bedah
destruktif sebagian dan bedah nondestruktif.1,5
Labirinektomi atau destruksi total pada labirintus membranaseus,
merupakan jaminan pasti untuk menyembuhkan vertigo pada penyakit
Meniere, tetapi terpaksa harus mengorbankan pendengaran secar total pada
telinga yang bersangkutan. Tindakan ini boleh dipertimbangkan bila
kehilangan pendengaran pada salah satu telinga sudah demikian berat
sedang telinga yang satu lagi masih mampu mempertahankan fungsi
normalnya.1,5
Selain itu, dapat juga dilakukan operasi sakus endolimfatikus, mencakup
mastoidektomi dan dekompresi atau pembuatan pirau pada sakus
endolimfatikus yang menghubungkan ruang subarachnoid ke skala
vestibule atau ke skala timpani. Selain itu, operasi pembuatan pirau
bertujuan untuk menurunkan tekanan hydrops endolimfe tanpa tindakan
destruktif.1,5
Komplikasi
Setelah 10-20 tahun jika tidak ditangani dengan baik, vertigo dan ketulian
yang terjadi menjadi tuli sedang hingga tuli berat. Pada Meniere tuli yang
terjadi biasanya unilateral dari 25% hingga 40% pasien ketulian dapat
berkembang ke telinga kontralateral.1

70
e. BPPV
Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar
diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi
kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf
pusat.5
Etiologi
Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik,
penyebab terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis
vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga
sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed
rest total lama.5
Faktor Resiko
Salah satu faktor risiko yang berperan pada kejadian BPPV adalah
hipertensi. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. 5
Klasifikasi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu:
1) Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling
sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari
kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal ini
dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal
posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi
yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring. 5
2) Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama
kali dengan karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus
horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat
berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah)

71
atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas)
selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang.
Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari
utrikulus dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal
(kanalolitiasis), sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia
yang terlepas dari utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal
(kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen
anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik). 5
Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh
perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya tertanam di
sakulus dan utrikulus) lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal
semisirkular. Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran setengah
lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang terlepas
(kupulolitiasis) didalam telinga bagian dalam menyebabkan BPPV. Batu-batu
tersebut merupakan kristal-kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat
pada kupula. Kupula menutupi makula, yang adalah struktur padat dalam
dinding dari dua kantong-kantong (utrikulus dan sakulus) yang membentuk
vestibulum. Ketika batu-batu terlepas, mereka akan mengapung dalam kanal
semisirkular dari telinga dalam. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih
padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap
gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut
bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan endolimfe yang
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan
vertigo.5
Berdasarkan hukum Ewald kedua, stimulasi ampulopetal lebih kuat
daripada stimulasi ampulofugal pada kanalis semisirkularis horizontal. Arah
putaran kepala yang mengakibatkan intensitas vertigo dan nistagmus yang
kuat akan menunjukkan letak telinga yang sakit pada nistagmus geotropik dan
telinga yang sehat pada nistagmus apogeotropik. 5
Faktanya, dari pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopik telinga bagian
dalam pasien-pasien yang menderita BPPV memperlihatkan batu-batu

72
tersebut Debris kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa penyebab seperti
trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa
didahului trauma atau penyakit lainnya. Mungkin dapat juga disebabkan oleh
perubahan protein dan matriks gelatin dari membrane otolith yang
berhubungan dengan usia. Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan
demineralisasi tulang pada umumnya.5
Penegakan Diagnosis
Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan, sulit
untuk berkonsentrasi, dan mual. Kegiatan yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala dapat berbeda-beda pada tiap individu, tetapi gejala dapat
dikurangi dengan perubahan posisi kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala
dapat timbul dikarenakan perubahan posisi kepala seperti saat melihat keatas,
berguling, atau pun saat bangkit dari tempat tidur. 5
Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam durasi
yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi
dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and
intensitas.5
1) Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang memicu adalah
berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur,
melihat ke atas maupun ke belakang, dan membungkuk. Vertigo juga dapat
disertai dengan keluhan mual.5
2) Pemeriksaan Fisik
Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior dapat di
diagnosa ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari vertigo yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan ketika
dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus yang muncul saat
melakukan Dix-Hallpike Test.Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah: Dix-Hallpike, dan tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk
pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-
Hallpike negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. 5

73
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Radiografi
Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa
rutin dari BPPV karena BPPV sendiri tidak memiliki karakteristik tertentu
dalam gambaran radiologi. Tetapi radiografi ini memiliki peran dalam
proses diagnosis jika gejala yang muncul tidak khas, hasil yang diharapkan
dari percobaan tidak sesuai, atau jika ada gejala tambahan disamping dari
kehadiran gejala-gejala BPPV, yang mungkin merupakan gabungan dari
central nervous system ataupun otological disorder. 5
b) Vestibular Testing Electrony
Memiliki kegunaan yang terbatas dalam mendiagnosa BPPV
kanalis, karena komponen torsional dari nistagmus tidak bisa diketahui
dengan menggunakan teknik biasa. Di sisi lain, dalam mendiagnosa BPPV
kanalis horizontal, nistagmus hadir saat dilakukan tes. Tes vestibular ini
mampu memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan dengan
BPPV, tetapi tidak spesifik contohnya vestibular hypofunction (35% dari
kasus BPPV) yang umumnya ditemukan pada kasus trauma kapitis
ataupun infeksi virus.5
Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan vertigo
yang disertai mual muntah hebat, sehingga belum memungkinkan untuk
dilakukan tindakan maneuver diagnostik. Preparat yang diberikan adalah
golongan vestibular depresan disertai anti emetik. 5
Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat.
Tujuan terapi adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau kupula,
mengarahkan agar keluar dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus melalui
ujung non ampulatory kanal.5
Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani BPPV
kanalis horizontal:5
1) Barbeceau Manuver
Pasien diminta untuk berputar 360° dalam posisi tidur, dimulai dengan
telinga yang sakit diposisi bawah, berputar 90° sampai satu putaran lengkap

74
(360°). Setiap posisi dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini akan
menggerakkan otokonia keluar dari kanal menuju utrikulus kembali. 5
2) Log Roll maneuver
Pasien berputar 270° dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit,
berputar 90° tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total
putaran 270°.5
3) Gufoni Maneuver
Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan
dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit
setelah nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien
diputar 450 ke depan (hidung ke atas), posisi ini dipertahankan selam dua
menit. Pasien kembali ke posisi semula. Terapi ini diharapkan mampu
mengkonversi nistagmus apogeotropik menjadi nistagmus geotropic. 5
4) Forced Prolonged Position Maneuver
Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit berada di
posisi atas selama 12 jam. Posisi ini diharapkan mampu melepaskan
otokonia yang melekat pada kupula, dan memasukkan otokonia ke utrikulus
kembali dengan bantuan gravitasi.5
Barbecue maneuver adalah manuver terapi yang paling banyak
digunakan para klinisi untuk BPPV kanalis horizontal tipe kanalolithiasis
maupun kupulolithiasis, namun sampai saat ini belum ditemukan laporan
yang membandingkan efektifitas masing-masing teknik.5
Penatalaksanaan BPPV kanalis horizontal tipe kupulolithiasis sampai
saat ini masih merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi. Prinsip
penatalaksanaan tipe kupulolithiasis adalah melepaskan otokonia dari
kupula, dan memasukkannya kembali ke utrikulus. Hal ini dapat diketahui
dengan berubahnya nistagmus apogeotropik menjadi geotropik. 5
Keberhasilan terapi di konfirmasi dengan melakukan manuver
provokasi ulang, jika masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka
manuver terapi diulang kembali. Umumnya pada manuver provokasi yang
ketiga, gejala vertigo dan nistagmus tidak muncul lagi. 5
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria:5

75
1) Asimptomatis, pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar, dan
head roll test tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2) Perbaikan, secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari 70%,
pasien mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya dihindari. Secara
objektif nistagmus horizontal masih muncul pada manuver provokasi.
3) Tidak ada perbaikan, jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang <70%,
dan nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.5
BPPV kanalis horizontal beremisi lebih cepat dan lebih baik daripada
BPPV posterior, hal ini dikarenakan posisi ujung kanalis semisirkularis
horizontal yang terbuka dan sejajar dengan utrikulus sewaktu kepala berada
pada posisi sejajar bidang horizontal bumi, sehingga otokonia yang berada di
sepanjang kanalis dapat kembali spontan ke utrikulus. 10
Komplikasi
1) Canal Switch
Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi kanal vertikal,
partikel-partikel yang berpindah tempat dapat bermigrasi hingga sampai ke
kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari kasus. Pada kasus ini, nistgamus yang
bertorsional menjadi horizontal dan geotropik.
2) Canalith Jam
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan merasakan
beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual, muntah dan
nistagmus.5

76
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI; 2007.
2. Sherwood LZ. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2014.
3. Kemenkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta: Pengurus Besar IDI; 2014.
4. Kemenkes RI. Kelainan Bawaan [document on the internet] 2018 (diunduh 26
Desember 2020). Tersedia di:
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i
nfodatin%20kelainan%20bawaan.pdf
5. Adams GL, Boies LR. Hilger PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2013.
6. Bambang SS. Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok. Semarang: FK
UNDIP; 2016.
7. Lutfi, Prasetiyono. Bilateral Optic Neuritis in Children Due to Multiple
Sclerosis. Volume 7. Jakarta: Jurnal Oftalmogi Indonesia; 2010

77

Anda mungkin juga menyukai