Anda di halaman 1dari 8

2.

2 Diare

Prevalensi

Penyakit diare menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak diberbagai Negara
termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 Miliar serangan dan 3,2 juta kematian per
tahun pada balita disebabkan oleh diare (Widoyono; 2011). Sekitar lima juta anal diseluruh
dunia meninggal karena diare akut.

2.2.6 Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Berat badan menurun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit tampak kering. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonic, dan hipertonik (Mansjoer, 2009).

B1 (Breath)

Bila terjadi asidosis metabolic pasien akan tampak pucat dan pernapasan cepat dan
dalam (Kussmaul).
B2 (Blood)

Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun sehingga
tekanan darah, denyut nadi cepat dan lemah (> 120 x/menit), serta pasien mempunyai
resiko timbulnya tanda dan gejala syok.

B3 (Brain)

Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi serebral
dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesum gangguan mental seperti halusinasi dan
delirium.

B4 (Bladder)

Pada kondisi dehidrasi berat akan didapatkan urin output. Semakin berat
dehidrasi, maka akan didapatkan kondisi oliguria sampai anuria dan pasien mempunyai
resiko untuk mengalami gagal ginjal akut.

B5 (Bowel)

Pada anak dengan diare akut mungkin didapatkan kembung, distensi abdomen,
peningkatan bising usus < 25 x/menit

B6 (Bone)

Respons dehidrasi dan penurunan volume cairan tubuh akut akan menyebabkan
kelemahan fisik umum, turgor kulit menurun < 3 detik, pada anak-anak ubun-ubun dan
mata cekung, membrane mukosa kering disertai penurunan berat badan akut, keringat
dingin dan diaphoresis.

Penentuan Derajat Dehidrasi menurut Widoyono, 2011

1. Tanpa dehidrasi
Biasanya anak ,merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti biasa.
Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti
biasa
2. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit
cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.
3. Dehidrasi berat, anak apatis, mata cekung, pada cubitan turgor kulit masih kembali
dengan lambat, napas cepat dan anak terlihat lemah.

2.2.7 Faktor Risiko


Faktor Risiko terjadinya diare akut pada anak antara lain:

a. Host
Menurut Widjaja (2004), bahwa host yaitu diare lebih banyak terjadi pada
balita, dimana daya tahan tubuh yang lemah/menurun sistem pencernaan
dalam hal ini adalah lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan
baik dan kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal di dalam
lambung, sehingga mudah bagi kuman untuk menginfeksi saluran
pencernaan. Jika terjadi hal demikian, akan timbul berbagai macam penyakit
termasuk diare.
b. Agent
Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang
disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor
makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi
kuman e.colli, salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain
yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
kondisi lemah) pseudomonas. (Widjaja, 2004).
c. Environment
Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara
penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi menjadi dua
bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora dan fauna disekitar manusia)
yang bersifat biotik: mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit
infeksi (binatang, tumbuhan), vector pembawa penyakit, tumbuhan dan
binatang pembawa sumber bahan makanan, obat, dan lainnya. Dan juga
lingkungan fisik, yang bersifat abiotic: yaitu udara, keadaan tanah, geografi,
air dan zat kimia. Keadaaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang oleh
sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan
masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencemaran
lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang berdampak pada
host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai macam penyakit,
termasuk diare.

2.2.8 Komplikasi
Menurut Suharyono dalam (Nursalamm, 2008),komplikasi yang dapat terjadi dari
diare akut maupun kronis, yaitu:

a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Kondisi ini dapat


mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolic),
karena kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja, dan makanan yang
diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik adanya
hiperperstaltik.
b. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun,
dan bila tidak segera ditolong maka penderita meninggal.
c. Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari
hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2010).
d. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
e. Hipokalemia
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan
makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
f. Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi
kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat
disebabkan oleh karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak
yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya
melebihi 40°C, hipernatremi atau hiponatremi.
g. Asidosis
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (Bikabonat) dalam tubuh.
Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat untuk membantu
peningkatan PH arteri.

2.2.9 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara lain dengan dehidrasi, nutrisi,
dan medikamentosa.

a. Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa


melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah
yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya
cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan, dan ditambah dengan
banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah ynag masih terus
berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-
masing anak atau golongan umur.
b. Nutrisi, makanan harus diteruskan bukan ditingkatkan selama diare untuk
menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak
dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memerhatikan faktor
yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai
berikut, yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah dehidrasi yakni
24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak
merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna,
makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI
diutamkan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan,
pemberian vitamin dan mineral yang cukup.
c. Medikatomentosa, antibiotic dan antiparasit tidak boleh digunakan secara
rutin, obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid,
difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti
muntah termasuk prometazin dan kloropomazin.

Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi penderita diare dibagi menjadi 3,


yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang diuraikan sebagai berikut:

a. Rencana pengobatan A
Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,
meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena
diare lagi. cairan rumah tangga dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air
matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel
berikut:
3 jam pertama atau
Umur Selanjutnya tiap
tidak haus atau sampai
(Tahun) kali mencret
tidak gelisah lagi

<1 1 ½ gelas ½ gelas


1-5 3 gelas 1 gelas

>5 6 gelas 4 gelas

b. Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan
sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan anak
tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:
Umur <1 Tahun 1 – 5 Tahun >5 Tahun
Jumlah 300 mL 600 mL 1200 Ml

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk
meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI,
berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak
menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk
melanjutkan.
c. Rencana pengobatan C
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat. Pertama-tama
berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup
baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan
pilihnlah rencana pengobatan yang sesuai.

d. Teruskan pemberian makan


Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin dan
disesuaikan denan kebutuhan. Untuk bayi, ASI tetapkan diberikan bila
sebelumnya, mendapatkan ASI.
e. Antibiotik
Pemberian antibiotic dilakukan apabila memang dibutuhkan. Biasanya
penyebab diare adalah Rotavirus yang tidak memerlukan antibiotic dalam
penatalaksanaan kasus diare.
Pencegahan

Penyakit Diare dapat dicegah dengan promosi kesehatan

1. Menggunakan air bersih


2. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian
besar kuman
3. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum, setelah makan dan setelah
Buang Air Besar (BAB).
4. Menggunakan jamban yangs sehat
5. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar,

Anda mungkin juga menyukai