Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN JIWA

RESUME PSIKOFARMAKA

ARNI ZUHRO
(A117015126)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
TAHUN 2018
A. DEFINISI PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka adalah obat-obatan kimia yang digunakan untuk klien
dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik
yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf pusat) karena obat-
obatan tersebut dapat mempengaruhi bagian – bagian otak tertentu dan
menekan atau mengurangi atau menghilangkan gejala – gejala tertentu pada
penderita.

B. KLASIFIKASI
1. Anti Psikotik,
Anti psikotik pemberiannya sering disertai pemberian anti
parkinson. Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu
dinamakan major transquilizer. Salah satunya adalah chlorpromazine
(CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi
dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat
kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia
dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif
yang berlebihan.
a) Mekanisme kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam
memblokade reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor
kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada obat generasi pertama
(fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif,
sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade
reseptordopamine D2. Anti-psikosis “atypical” memblokade reseptor
dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga
dapat memblokade dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia
nigra) pada sistem limbic, terutama pada striatum dan sistem
ekstrapiramidal.
b) Cara Penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass
metabolism” di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat
injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau Intra Venous (IV),
Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan
flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama vegetable
oil 3 dalam bentuk “depot” IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu.
Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor. Pemilihan jenis obat
anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak memberikan respon
klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai, dapat
diganti dengan obat anti-psikosis lainnya.
Jika obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan
efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang. Dalam pemberian dosis, perlu
dipertimbangkan:
a. Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
b. Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
c. Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
d. Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping, sehingga tidak menganggu kualitas hidup pasien
Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran -> dinaikkan setiap 2-3
hari -> hingga dosis efektif (sindroma psikosis reda) -> dievaluasi
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan -> dosis optimal -
> dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) ->diturunkan setiap 2
minggu -> dosis maintenance -> dipertahankan selama 6 bulan – 2
tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu -> tapering off (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu) -> stop
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang
hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi
ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan mendadak timbul
gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah,
diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika
diberikananticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM
dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral
berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau
tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 4cc
setiap bulan. Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap skizofrenia. Penggunaan CPZ sering
menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi tubuh.
Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM).
Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi
dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2 mg/hari.
c) Efek farmakologi
sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan
gangguan proses berpikir.
d) Indikasi pemberian
Pada semua jenis psikosa, kadang untuk gangguan maniak dan
paranoid. Untuk obat jenis konvesional biasanya hanya mampu
menghilangkan gejala positif saja, tetapi obat jenis atipkal bisa
menghilangkan gejala positif dan gejala negatif. Antipsikosik
merupakan terapi medis utama dalam menangani skizofrenia untuk
mengurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan
juga efektif dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga
efektif dalam menangani mania, Tourette’s syndrome, perilaku
kekerasan dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga dapat
dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi
delusional. Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:
Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ), Halloperidol disingkat
Haldol dan Serenase.
e) Penggolongan antipsikotika
Antisipkotika (antipsikosis) biasanya dibagi dalam dua kelompok
besar, yakni obat typis atau klasik dan obat atypis.
a. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif;
pada umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi
sebagai berikut :
 Derivat-fenotiazin : klorpromazin, levomepromazin dan
triflupromazin (Siquil), thioridazin, dan periciazin, perfenazin
dan flufenazin, perzin (Taxilan), trifluoperazin, proklorperazin
(Stemetil) dan Thietilperazin (Torecan).
 Derivat – thioxanthen: klorprotixen (Truxal) dan zuklopentixol
(Cisordinol)
 Derivat- butirofenon : haloperidol, bromperidol,
pipamperondan droperidol
 Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen dan penfluridol
b. Antisipsikotika atypis (sulprida, klozapin, risperidon, olanzapin,
dan quetiapin) bekerja efektif melawan simtom negatif, yang
praktis kebal terhadap obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih
ringan, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dysnesia tarda.
Bila penggunaan antipsikotika kurang menghasilkan efek yang
diinginkan adakalanya ditambahkan adjuvansi, misalnya suatu
antiansietas dan hipnotik-sedatif (contoh : benzodiazepin),
antidepresan (contoh : garam litium, antidepresiva trisiklis
misalnya amitriptilin) dan antikonvulsi (contoh : karbamzepin):
f) Efek Samping Antipsikotik
Efek samping antipsikotik yaitu sebagai berikut:
a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
 Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat.
Terdapat trias gejala parkinsonisme: Tremor: paling jelas pada
saat istirahat, Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang
gerakan reiprokal pada saat berjalan, dan Rigiditas: gangguan
tonus otot (kaku).
 Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota
tubuh tidak terkontrol
 Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan,
seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup,
langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat
duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible
(bisa ilang/kembali normal).
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side
efect 
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang
termasuk efek samping anti kolinergik adalah, Mulut kering,
Konstipasi, Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan
sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbyopia,
Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic,
Kongesti/sumbatan nasal
g) Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang
tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran
h) Cara pemberian obat golongan antipsikotik
Golongan Antipsikotik Klasik (Typis)
Contoh:
a. Trifluoperazin
Dosis obat : ekivalensi 5 mg
Batasan dosis rumataan : 10-80 mg/hari
Bentuk yang tersedia: Tablet (1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg),
Konsentrat 10 ml, Suntikan (IM) : 0,25 ml, 1,25 ml, 5 ml, 10 ml
b. Haloperidol
Dosis obat: 2 mg
Batasan dosis rumatan: 5-100 mg
Bentuk yang tersedia: Tablet (0,5 mg, 1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg, 20
mg, Konsentrat: 2 ml dan Eliksir : 50 ml
Golongan Antipsikotik Atypis
Contoh :
a. Klozapin
Dosis obat : 100 mg
Batasan dosis rumatan : 300-600 mg
Bentuk yang tersedia : tablet 25 mg, 100 mg
2. Anti Depresi
Kelainan depresi mayor dan kelainan distimik merupakan dua tipe
kelainan depresi yang tercantum pada Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. Gambaran penting  pada kelainan depresi mayor adalah
keadaan klinis yang ditandai dengan satu lebih episode depresi tanpa
riwayat mania, gabungan depresi mania, atau hipomania. Kelainan
distimik adalah gangguan suasana hati (mood) kronis yang melibatkan
depresi suasana hati dan sekurangnya dua gejala lain, dan kelaianan ini
pada umumnya lebih ringan dibandingkan kelaiana depresi mayor. Untuk
mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi dapat di gunakan terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi, namun dalam hal ini yang akan di
bahas adalah terapi farmakologi yaitu dengan penggunaan obat anti
depresan.
a) Mekanisme kerja obat:
a. Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmitter
b. Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter 
c. Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine
Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik
neurotransmitter pada neuron di SSP.
b) Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-
depresan jarang timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk
sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya
mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin
Oxydase Inhibitor) reversibel.
c) Efek farmakologi dan Indikasi
Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi, sebagi penenang 
Indikasi: syndroma depresi, Obat –obatan ini biasanya digunakan
dalam terapi gangguan depresif mayor, gangguan panik, dan gangguan
ansietas lain, depresi bipolar,dan depresi psikotik. Obat-obatan ini
sangat bermanfaat untuk pengobatan gejala depresi seperti mutisme ,
hipoaktif dan disforik. Disamping itu bisa untuk mengobati keadaan
panic, enurises, pada anak dengan gangguan perhatian, bumilia
narkolepsi dan ,obsesi kumpulsif. Anti depresan ini berinteraksi
dengan dua neurotransmiter, norepinefrin,dan serotonin yang mengatur
mood, keinginan perhatian, proses sensori, dan nafsu makan.
d) Penggolongan abat antidepresan
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti
depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
a. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine,
clomipramine dan opipramol.
b. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan
amoxapine.
c. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono
Amine Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
d. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
e. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti :
sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram
Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor,
amitriptyline (nama dagang).
e) Efek samping:
Efek samping dari obat anti depresi yaitu efek samping kolinergik
(efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut
kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.
SSRI : nausea, sakit kepala
MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic
syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi,
konvulsi, delirium, confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasinya:
a. Gastric lavage
b. Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
c. Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik,
dapat diulangi setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
d. Monitoring EKG
f) Kontraindikasi
Penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat,
gangguan fungsi hati, epilepsy
g) Cara pemberian obat golongan antidepresi: Antidepresan Trisiklik
Nama Obat : Amitriptilin
Rentang dosis dewasa yang lazim : 50-300 mg / hari
Cara pemberian : PO, IM
Sediaan beredar: limbritol (valeant combiphar), mutabon D (Schering-
Plough), mutabon M (Schering-Plough).
3. Anti Mania
Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood
modulators, mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat
antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat. Hipotesis: pada
mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
a) Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja obat antimania yaitu: menghambat pelepasan
serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin serta
meningkatkan ”cholinergic muscarinic activity” dan menghambat ”
cyclic AMP” (adenosine monophospat).
b) Cara Penggunaan Obat
Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat.
Pada gangguan afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi
diberi litium karbonat sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi
frekwensi, berat dan lamanya suatu kekambuahan. Bila penggunaan
obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat digunakan
karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut
dan profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar.
Pada ganguan afektif unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga
denagn obat antidepresi SSRI yang lebih ampuh daripada litium
karonat. Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau
pasien gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran
serum dilakukan dengan mengambil sampeel darah pagi hari, yaitu
sebelum makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis petang.
c) Efek farmakologi
Mengurangi agresivitas, tidak menimbulkan efek sedatif,
mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea 
d) Indikasi 
Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania
dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan
obat antipsikotik. Obat-obat ini berguna untuk menghilangkan gejala
manik seperti logorhoe, hiperaktive euphoria
e) Efek samping:
a. Efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi
pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.
b.  Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor,
kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal
(meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan
oedema.
c. Gejala intoksikasi
 Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk,
kosentrasi pikiran menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak
jelas, berjalan tidak stabil
 Dengan semangkin beratnya intoksikasi terdapat gejala :
kesadaran menurun, oliguria, kejang-kejang
 Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah
d. Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
 Demam (berkeringat berlebihan)
 Diet rendah garam
 Diare dan muntah-muntah
 Diet untuk menurunkan berat badan
 Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi
non Steroid
e. Tindakan mengatasi intoksikasi lithium
 Mengurangi faktor predisposisi
 Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara
IV sebanyak 10 ml
f. Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang
factor predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan
diuresis banyak harus diimbangi dengan minum lebih banyak,
mengenali gejala dan intoksikasi dan kontrol rutin
g. Macam-macam obat anti mania
Macam-macam obat anti mania yaitu sebagai berikut:
No Nama generik Sediaan Dosis anjuran
1. Lithium carbonte 250-500 mg
2. Haloperidol Tab 0,5 mg,2 mg, 5 mg 4,5-15 mg
Liq 2 mg/hr
Injk 5 mg/ml
3. Carbamazepine Tab 200 mg 400-600 mg/hr
2-3 x/hr

4. Anti Cemas (Anti Ansietas)


Ansietas (gangguan kecemasan) meliputi suatu kumpulan gangguan
dimana kecemasan (ansietas) dan gejala lainnya yang terkait yang tidak
rasional dialami pada suatu tingkat keparahan sehingga mengganggu
aktivitas/ pekerjaan. Ciri-ciri khasnya yaitu perasaan cemas dan sifat
menghindar. Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain
psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan
obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazepam atau
klordiazepoksid. Obat anti ansietas ini memberi khasiat menghilangkan
rasa cemas melalui penguatan inhibitor GABA (gama acid amino biturat).
GABA adalah neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf pusat (SSP),
Sehingga obat ini akan memberi terapi pada kasus- kasus:
a. Gangguan cemas umum (generalized anxiety disorder)
b. Cemas karena stress pascatrauma
c. Gangguan tidur/ insomnia
d. Phobia
e. Cemas karena PTS (pascatraumatic stress)
f. Cemas dengan kondisi medic
g. Cemas karena tindakan medis
h. Gangguan kejang
i. Histeria
a) Mekanisme kerja
Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitasndari system limbic yang
terdiri dari dopaminergic, nonadrenergic, seretonnergic yang
dikendalikan oleh GABA ergic yang merupakan suatu inhibitory
neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine yang bereaksi
dengan reseptornya yang akan meng-inforce the inhibitory action of
GABA neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.
b) Cara Pengguanan
 Klobazam untuk pasien dewasa dan pada usia lanjut yang ingin
tetap aktif
 Lorazepam untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati
atau ginjal
 Alprazolam efektif untuk ansietas antosipatorik, mula kerja
lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresan.
 Sulpirid 50 efektif meredakan gejala somatic dari sindroma
ansietas dan paling kecil resiko ketergantungan obat.
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis
setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan
2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal setiap 2-4 minggu
sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan lagi dan
tetap efektif pertahankan 4-8 mingu. Terakhir lakukan tapering off.
Pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan pada sindroma ansietas yang
disebabkan factor eksternal.
c) Efek samping
 Sedasi ( rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerka
psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah)
 Relaksasi otot ( rasa lemas, cepat lelah dan lain-lain)
 Potensi menimbulkan ketergntungan lebih rendah dari
narkotika
 Potensi ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang
masih dapat dipertahankan setelah dosis trerakhir berlangsung
sangat singkat.
 Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala
putus obat, pasien menjadi iritabel, bingung, gelisah,
insomania, tremor, palpitasi, keringiat dingin, dan konvulsi.
d) Kontra Indikasi
Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma,
miastenia gravis, insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit
hati kronik. Pada pasien usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang
berlawanan (paradoxal reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, spasitas oto meningkat dan gangguan tidur.
Ketergantungan relatif sering terjadi pada individu dengan riwayat
peminum alkohol, penyalagunaan obat atau unstable personalities.
Untuk mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama
pemberian 3 bulan dalam rentang dosis terapeutik
e. Penggolongan obat anti cemas
No. Nama generik Golongan Sediaan Dosis
anjuran
1. Diazepam Benzodiazepin Tab 2- Peroral 10-
5 mg 30mg/hr,2-
3
x/hari
Paenteral
IV/IM
2-10
mg/kali,
setiap 3-4
jam
2. Klordiazepoksoi Benzodiazepin Tab 5 15-30
d mg mg/hari
Kap 5 2-3
mg x/sehari
3. Lorazepam Benzodiazepin Tab 2-3 x 1
0,5-2 mg/hr
mg
4 Clobazam Benzodiazepin Tab 10 2-3 x 10
mg mg/hr
5. Brumazepin Benzodiazepin Tab 3 x 1,5
1,5-3-6 mg/hr
mg
6. Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 2-3 x 10
mg mg/hr
7. Klorazepat Benzodiazepin Cap 5- 2-3 x 5
10mg mg /
hr
8. Alprazolam Benzodiazepin Tab 3 x 0,25-
0,25- 0,5 mg/hr
0,5-
1 mg
9. Prazepam Benzodiazepin Tab 5 2-3 x 5
mg mg/hr

5. Anti-Insomnia
Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya
adalah fenobarbital.
a) Mekanisme kerja
Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat
yang berperan dalam memperantarai proses tidur.
b) Cara Penggunaan
 Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum
tidur.
 Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya
tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi
obat.
 Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis
lebih perlahan-lahan untuk menghidari oversedation dan
intoksikasi. Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar
risiko ketergantungan kecil.
c) Efek samping
Efek samping dari obat anti insomnia yaitu: supresi SSP pada saat
tidur, Rebound Phenomen. Disinhibiting efect yang menyebabkan
perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan golongan
benzodiazepine dalam waktu yang lama
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi dari obat insomnia yaitu: Sleep apnoe syndrome,
Congestive heart failure, Chronic respiratory disease dan wanita hamil
dan menyusui
e) Penggolongan obat anti insomnia
No Nama generik Golongan Sediaan Dosis anjuran
1. Nitrazepam Benzodiazepin Tab 5 mg Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
2. Triazolam Benzodiazepin Tab 0,125 Dewasa 2 tab
mg Lansia 1 tab
Dewasa 2 tab
Tab 0,250 Lansia 1 tab
mg

3. Estazolam Benzodiazepin Tab 1 mg 1-2


Tab 2mg mg/malam

4. Chloral hydrate Non- Soft cap 500 1-2 cap, 15-


Benzodiazepin mg 30
menit
sebelum
tidur

PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN PSIKOFARMAKA


Peran perawat dalam penatalaksanaan obat di rumah sakit jiwa adalah sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data sebelum pengobatan.
Dalam melaksanakan peran ini, perawat didukung oleh latar belakang pengetahuan
biologis dan perilaku. Data yang perlu dikumpulkan antara lain riwayat penyakit,
diagnosis medis, hasil pemeriksaan laboratorium yang berkaitan, riwayat pengobatan,
jenis obat yang digunakan (dosis, cara pemberian, waktu pemberian), dan perawat perlu
mengetahui program terapi lain bagi pasien. Pengumpulan data ini agar asuhan yang
diberikan bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan.
2. engoordinasikan obat dengan terapi modalitas.
Hal ini penting dalam mendesain program terapi yang akan dilakukan. Pemilihan terapi
yang tepat dan sesuai dengan program pengobatan pasien akan memberikan hasil yang
lebih baik.
3. Pendidikan kesehatan.
Pasien di rumah sakit sangat membutuhkan pendidikan kesehatan tentang obat
yang diperolehnya, karena pasien sering tidak minum obat yang dianggap tidak ada
manfaatnya. Selain itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan oleh keluarga karena
adanya anggapan bahwa jika pasien sudah pulang ke rumah tidak perlu lagi minum obat
padahal ini menyebabkan risiko kekambuhan dan dirawat kembali di rumah sakit.
4. Memonitor efek samping obat.
Seorang perawat diharapkan mampu memonitor efek samping obat dan reaksi-reaksi
lain yang kurang baik setelah pasien minum obat. Hal ini penting dalam mencapai
pemberian obat yang optimal.
5. Melaksanakan prinsip-prinsip pengobatan psikofarmakologi.
Peran ini membuat perawat sebagai kunci dalam memaksimalkan efek terapeutik obat
dan meminimalkan efek samping obat karena tidak ada profesi lain dalam tim kesehatan
yang melakukan dan mempunyai kesempatan dalam memberikan tiap dosis obat pasien,
serta secara terus-menerus mewaspadai efek samping obat. Dalam melaksanakan peran
ini, perawat bekerja sama dengan pasien.
6. Melaksanakan program pengobatan berkelanjutan.
Dalam program pengobatan, perawat merupakan penghubung antara pasien dengan
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Setelah pasien selesai dirawat di rumah sakit
maka perawat akan merujuk pasien pada fasilitas yang ada di masyarakat misalnya
puskesmas, klinik jiwa, dan sebagainya.
7. Menyesuaikan dengan terapi nonfarmakologi.
Sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat, peran perawat
dapat diperluas menjadi seorang terapis. Perawat dapat memilih salah satu program
terapi bagi pasien dan menggabungkannya dengan terapi pengobatan serta bersama
pasien bekerja sebagai satu kesatuan.
8. Ikut serta dalam riset interdisipliner
Sebagai profesi yang paling banyak berhubungan dengan pasien, perawat dapat berperan
sebagai pengumpul data, sebagai asisten peneliti, atau sebagai peneliti utama. Peran
perawat dalam riset mengenai obat ini sampai saat ini masih terus digali.
Metode pendekatan khusus dalam pemberian obat untuk pasien curiga, risiko bunuh
diri, dan ketergantungan obat adalah sebagai berikut.
 Pendekatan khusus pada pasien curiga.
Pada pasien curiga tidak mudah percaya terhadap suatu tindakan atau pemberian yang
diberikan kepadanya. Perawat harus meyakinkan bahwa tindakan yang dilakukan pada
pasien ini tidak membahayakan, tetapi bermanfaat bagi pasien.
Secara verbal dan nonverbal perawat harus dapat mengontrol perilakunya agar tidak
menimbulkan keraguan pada diri pasien karena tindakan yang ragu-ragu pada diri
perawat akan menimbulkan kecurigaan pasien.
Selain itu perawat harus bersikap jujur. Cara komunikasi harus tegas dan ringkas,
misalnya, “Bapak J, ini adalah obat Bapak J”. Jika pasien masih ragu, maka katakan,
“Letakkan obat ini dalam mulut dan telan.” Berikan obat dalam bentuk dan kemasan
yang sama setiap kali memberi obat agar pasien tidak bingung, cemas, dan curiga. Jika
ada perubahan dosis atau cara meminumnya, diskusikan terlebih dahulu dengan pasien
sebelum meminta pasien untuk meminumnya. Yakinkan obat benar-benar diminum dan
ditelan dengan cara meminta pasien untuk membuka mulut dan gunakan spatel untuk
melihat apakah obat disembunyikan. Hal ini terutama pada pasien yang mempunyai
riwayat kecenderungan menyembunyikan obat di bawah lidah dan membuangnya.
Untuk pasien yang benar-benar menolak minum obat meskipun sudah diberikan
pendekatan yang adekuat, maka pemberian obat dapat dilakukan melalui kolaborasi
dengan dokter yaitu injeksi sesuai dengan instruksi dengan memperhatikan aspek legal
dan hak-hak pasien untuk menolak pengobatan dalam keadaan darurat.
 Pendekatan khusus pada pasien dengan risiko bunuh diri.
Pada pasien yang risiko bunuh diri, masalah yang sering timbul dalam pemberian obat
adalah penolakan pasien untuk minum obat dengan maksud pasien ingin merusak
dirinya. Perawat harus bersikap tegas dalam pengawasan pasien untuk minum obat
karena pasien pada tahap ini berada dalam fase ambivalen antara keinginan hidup
dan mati. Perawat menggunakan kesempatan memberikan “perawatan” pada saat
pasien mempunyai keinginan hidup, agar keraguan pasien untuk mengakhiri hidupnya
berkurang karena pasien merasa diperhatikan. Perhatian perawat merupakan stimulus
penting bagi pasien untuk meningkatkan motivasi hidup. Dalam hal ini, peran perawat
memberikan obat diintegrasikan dengan pendekatan keperawatan, di antaranya untuk
meningkatkan harga diri pasien.
 Pendekatan khusus pada pasien yang mengalami ketergantungan obat.
Pada pasien yang mengalami ketergantungan obat biasanya menganggap obat adalah
hal yang dapat menyelesaikan masalah. Oleh karenanya, perawat perlu memberikan
penjelasan kepada pasien tentang manfaat obat dan obat bukanlah satu-satunya cara
untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, obat tidak bisa menyelesaikan masalah-
masalah sosial seperti patah hati, broken home, dan kegagalan-kegagalan lainnya. Terapi
obat harus disesuaikan dengan terapi modalitas lainnya seperti penjelasan cara-cara
melewati proses kehilangan.
Dalam uraian di atas dapat terlihat bahwa perawat harus dapat mengidentifikasi kasus
yang dihadapi dan menerapkan pendekatan secara adekuat untuk melaksanakan peran
perawat dalam pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA
Elin.Prof.Dr.dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Isaacs, Ann.2005.Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Praktek. Edisi 3.Jakarta:EGC
http://www.scribd.com/doc/17692967/Psikofarmaka  (11 oktober 2012)

http://satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/psikofarmaka.html  (11 Oktober
2012)

http://www.peran-psikofarmaka.blogspot.com/ (11 Oktober 2012)

http://www.docstoc.com/docs/51615838/PERAN-PERAWAT-PADA-
REHABILITASI-KLIEN-GANGGUAN-JIWA (11 Oktober 2012)

Anda mungkin juga menyukai