Anda di halaman 1dari 37

Kegiatan Belajar 2:

Materi dan Struktur IPS

Capaian Kegiatan Belajar 2:


1. Menguraikan berbagai pendekatan pembelajaran dalam IPS
2. Menjelaskan sumber belajar IPS
3. Menyusun fakta, konsep, dan generalisasi dalam IPS
Subcapaian Kegiatan Belajar 2:
1. Menjelaskan pendekatan konstruktivisme
2. Menjelaskan aplikasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran IPS
3. Menjelaskan pendekatan kontekstual
4. Menjelaskan komponen pembelajaran kontekstual
5. Menjelaskan sumber-sumber belajar IPS
6. Menjelaskan pentingnya lingkungan sebagai sumber belajar dalam IPS
7. Mendefinisikan fakta
8. Mencontohkan fakta
9. Mendefinisikan konsep
10. Mencontohkan konsep
11. Mendefinisikan generalisasi
12. Mencontohkan generalisasi
13. Menyusun fakta, konsep, dan generalisasi yang saling berhubungan
MATERI DAN STRUKTUR IPS

Pada kegiatan belajar ini, anda akan mempelajari pendekatan pembelajaran


IPS. Pendekatan mengandung arti cara pandang yang bertolak pada asumsi tertentu.
Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran diartikan sebagai cara pandang seorang guru
terhadap proses pembelajaran sehingga dapat menciptakan kondisi kelas yang
memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
Pembelajaran yang efektif membutuhkan sumber belajar yang tepat. Sumber
belajar merupakan segala daya yang dapat dimanfaatkan agar memberikan kemudahan
kepada siswa untuk memahami materi pelajaran. Selanjutnya, materi pelajaran akan
mudah dipahami ketika dimulai dari level pengetahuan yang paling rendah. Oleh
karena itu, seorang guru perlu memahami fakta, konsep dan generalisasi.
Secara umum, pada kegiatan belajan ini, materi yang akan dibahas adalah.
1. Pendekatan pembelajaran dalam IPS
a. Pendekatan konstruktivisme
b. Aplikasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran IPS
c. Pendekatan kontekstual
d. Komponen pembelajaran kontekstual
2. Sumber belajar IPS
3. Fakta, konsep, dan generalisasi dalam IPS
A. Pendekatan Pembelajaran dalam IPS
1. Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme berawal dari zaman Yunani, khususnya dari kegiatan yang
dilakukan oleh Socrates yang kemudian dikenal dengan sebutan dialog Socrates.
Socrates menyebarkan hasil pemikirannya mengenai ketuhanan, manusia, politik
dan lainnya dengan dialog. Melalui pertanyaan yang diajukan Socrates, kebenaran
disebarkan dan kemudian dapat diterima oleh masyarakat saat itu. Teknik bertanya
atau diskusi tersebut dapat digunakan oleh guru dalam upaya membantu siswa
mengkonstruksi materi pembelajaran.
Pendekatan konstruktivisme didasari oleh teori dari penelitian dalam ilmu
perkembangan manusia yang antara lain dilakukan oleh Piaget, John Dewey,
Vygotsky dan Brunner. Piaget meyakini bahwa manusia belajar melalui proses
konstruksi satu stuktur logika setelah stuktur logika lain dicapai. Artinya, manusia
dapat mempelajari sesuatu yang baru setelah sesuatu yang lain dipelajarinya.
Kemampuan nalar anak dan cara pikirnya berbeda dengan cara pikir orang
dewasa. Berikut merupakan implikasi teori Piaget terhadap pendidikan menurut
Schunk (2012: 336):
a. Pahami perkembangan kognitif
Tahap perkembangan kognitif siswa Sekolah Dasar berada pada tahap
operasional kongkrit. Pada tahap ini perkembangan bahasa dan penguasaan
keterampilan dasar anak bertambah cepat secara dramatis. Siswa mulai
menunjukkan beberapa pemikiran abstrak meskipun biasanya didefinisikan
dengan karakter-karakter atau tindakan-tindakan. Contohnya konsep kejujuran
adalah mengembalikan uang kepada orang yang kehilangan uang tersebut.
b. Jaga agar siswa tetap aktif
Siswa membutuhkan lingkungan yang kaya akan kesempatan untuk
bereksplorasi secara aktif. Keterlibatan tersebut dapat menunjang konstruksi
aktif terhadap pengetahuan siswa. Contoh kegiatannya seperti melakukan
diskusi atau memberikan tugas terstuktur yang harus dikerjakan siswa.
c. Ciptakan ketidaksesuaian
Ketidaksesuaian dapat diciptakan dengan memberikan soal atau pertanyaan.
Contoh pertanyaannya seperti “mobil dapat bergerak, apakah mobil termasuk
dalam makhluk hidup?”
d. Memberikan interaksi sosial
Lingkungan sosial merupakan sumber utama pembelajaran IPS. Manfaat
interaksi sosial diantaranya akan menyadari sudut pandang yang berbeda,
sehingga dapat membantu anak untuk tidak egosentris.

Sejalan dengan Piaget, Dewey meyakini bahwa pembelajaran dilakukan


melalui pengalaman nyata (real exsperiences). Pandangan Vygotsky yang
memfokuskan pada interaksi dari faktor interpersonal (sosial) kultural-historis dan
individual sebagai kunci dari perkembangan siswa. Artinya melalui pengalaman
dan interaksi sosial, siswa dapat membangun pengetahuan mereka.
Brunner menekankan bahwa belajar merupakan proses aktif
mengkonstruksi atau menyusun pengetahuan yang baru dengan didasari atas
pengetahuan yang telah dipelajarinya. Berikut merupakan prinsip pembelajaran
berdasarkan pandangan Brunner (Mulyani, 2009: 28):
a. Pembelajaran harus berhubungan dengan pengalaman serta konteks
lingkungan siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar.
b. Pembelajaran harus terstuktur, siswa belajar dari materi yang sederhana
menuju materi yang kompleks.
c. Pembelajaran harus disusun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan
kesempatan untuk melakukan eksplorasi sendiri dalam mengkonstruksi
pengetahuan.

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme merupakan sebuah


perspektif psikologis dan filosofis yang memandang bahwa setiap individu dapat
membentuk pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya.
Oleh karena itu, diyakini bahwa pengetahuan tidak diberikan secara langsung oleh
pendidik. Dalam memfasilitasi siswa membangun pengetahuan yang baru, guru
dituntut untuk memberikan pengalaman pembelajaran yang melibatkan siswa
secara aktif. Pembelajaran yang menuntut siswa dalam berinteraksi sosial
merupakan faktor penunjang siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan
Konstruktivisme memiliki persamaan dan perbedaan dengan pendekatan
lainnya. Berikut merupakan asumsi-asumsi pendekatan konstruktivisme (Schunk,
D H, 2015: 232):
a. Pendekatan konstruktivisme bertentangan dengan teori pengondisian yang
menitikberatkan pengaruh lingkungan terhadap individu. Sebaliknya
konstruktivisme senada dengan asumsi teori kognitif sosial yang menyatakan
bahwa orang, perilaku, dan lingkungan berinteraksi secara timbal balik.
b. Pendekatan konstruktivisme memberikan pengaruh terhadap kurikulum dan
pembelajaran. Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran terpadu di
mana siswa dapat mempelajari satu tema dari beberapa perspektif atau mata
pelajaran.
c. Pendekatan ini mendorong agar guru tidak menyampaikan materi secara
langsung seperti menggunakan pendekatan ekspositoris. Guru sebaiknya
merancang pengalaman belajar agar siswa dapat aktif berinteraksi dengan
lingkungan, sehingga siswa dapat membangun pengetahuan sendiri.

Berbeda dengan pembelajaran tradisional yang berpusat kepada guru,


pendekatan konstruktivisme menekankan pada kegiatan pembelajaran yang
menuntut keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan yang
baru secara efektif. Penilaian yang digunakan adalah penilaian autentik, penilaian
yang berorientasi pada proses pembelajaran seperti melalui observasi dan
portofolio. Berikut merupakan prinsip-prinsip pendekatan konstruktivisme
menurut Brooks dan Brooks (Schunk, 2012: 366):
a. Menghadirkan masalah yang semakin kuat relevansinya kepada siswa
Prinsip pertama adalah guru menghadirkan masalah yang memiliki relevansi
untuk siswa. Kegiatan ini dilakukan dengan cara guru menyusun pertanyaan-
pertanyaan yang menantang konsepsi-konsepsi awal siswa. Relevansi tidak
dibangun dengan ancaman tes, tetapi menstimulus ketertarikan dan membantu
siswa menemukan bagaimana masalah yang dihadapi dapat mempengaruhi
hidup mereka.
b. Menyusun pembelajaran seputar konsep pokok
Guru merancang aktivitas siswa yang mendorong penyajian konsep secara
holistik bukan terpisah. Kemampuan melihat gambaran keseluruhan dapat
membantu memahami bagian-bagiannya. Pembelajaran ini dapat dilakukan
dengan pendekatan tematik terpadu.
c. Mencari tahu dan menghargai sudut pandang siswa
Guru harus mengajukan pertanyaan, menghidupkan diskusi, dan
mendengarkan apa yang siswa katakan.
d. Mengadaptasikan kurikulum untuk memperhatikan asumsi-asumsi siswa
Ketika siswa menjawab pertanyaan dengan kurang tepat, pendekatan
konstruktivisme tidak menyarankan guru untuk mengoreksi jawaban siswa.
Pendekatan ini menekankan siswa untuk menemukan informasi apakah asumsi
yang diberikan siswa benar atau salah. Ketika jawaban siswa salah atau kurang
tepat, guru dapat memberikan pertanyaan lanjutan yang lebih sederhana dan
menuntun siswa mengoreksi jawabannya sendiri.
e. Menilai pembelajaran siswa dalam konteks pengajaran
Penilaian dilakukan secara langsung ketika proses pembelajaran dan secara
berkelanjutan. Penilaian autentik merupakan salah satu penilaian yang
dipandang cocok digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran berorientasi
pada proses bukan pada hasil.
2. Aplikasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS
Aktivitas pembelajaran yang mengacu pada pendekatan konstruktivisme
seperti mengamati fenomena-fenomena, mengumpulkan dan mengolah data serta
bekerja sama dengan orang lain. Pandangan Vygotsky menegaskan bahwa
pembelajaran dalam kelompok sosial dan kerja sama dengan teman sebaya adalah
cara yang efektif.
a. Cooperative learning
Penggagas penelitian mengenai kerja kelompok (cooperative learning)
dimulai oleh Slavin. Hakikat dari cooperative learning adalah kegiatan
instruksional yang menekankan pada interaksi siswa dalam kelompok untuk
membangun pengetahuan. Unsur penting yang harus terpenuhi dalam
cooperative learning adalah adanya siswa dalam kelompok, tujuan yang akan
dicapai, aturan dalam menyelesaikan tugas serta upaya dari setiap siswa dalam
menyelesaikan tugas.
Cooperative learning sangat cocok digunakan saat ini, karena sejalan
dengan banyak penelitian mengenai pembelajaran abad ke-21 antara lain
menghasilkan konsep keterampilan abad ke-21 (21st century skill). Salah satu
keterampilan tersebut adalah keterampilan kerja sama atau kooperatif. Saat ini
bukan masanya untuk berkompetisi, akan tetapi zaman untuk berkolaborasi.
Untuk mengembangkan keterampilan tersebut salah satunya melalui
cooperative learning. Berikut merupakan elemen penting dalam cooperative
learnin, yaitu: (1) siswa bekerja sama dalam kelompok; (2) siswa bertanggung
jawab atas pemahaman mareka, serta (3) siswa saling tergantung untuk
mencapai tujuan.
Berbeda dengan pendekatan ekspositoris, cooperative learning
memiliki beberapa prinsip, yaitu:
1) Saling ketergantungan positif (positif interdependence)
Keberhasilan penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang diberikan
oleh setiap anggota kelompok. Oleh karena itu, perlu disadari oleh setiap
anggota kelompok bahwa kinerjanya menentukan keberhasilan
penyelesaian tugas kelompok. Dengan demikian, setiap anggota kelompok
akan merasa saling ketergantungan yang positif.
2) Tanggung jawab individu (individual responsibility)
Prinsip yang kedua merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama.
Dikarenakan keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya,
oleh karena itu setiap anggota harus merasa bertanggung jawab sesuai
tugasnya.
3) Interaksi tatap muka (face to face promoting interaction)
Cooperative learning memberikan ruang kepada siswa untuk berinteraksi
dengan saling memberikan informasi dan saling belajar. Melalui interaksi,
siswa diberikan pengalaman untuk bekerja sama.
4) Keterampilan sosial (social skill)
Melalui kegiatan dalam kelompok, siswa mendapatkan pengalaman
belajar untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial. Siswa
didorong untuk saling membantu, sehingga dapat menumbuhkan sikap
saling tolong-menolong dan empati.

Memberikan pengalaman kepada siswa bekerja dalam kelompok dapat


mendorong siswa mengembangkan keterampilan sosialnya. Berikut
merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan melalui cooperative
learning menurut Eggan dan Kauchak (2012: 130), seperti: (1) menyimak
dengan penuh perhatian, (2) membaca petunjuk nonverbal, (3) menyelesaikan
ketidaksepakatan (secara diplomatis), (4) mencurahkan pikiran ke dalam kata-
kata, (5) memahami sudut pandang orang, (6) membuat pernyataan
mendukung dan (7) memberikan pujian tulus.
Dengan menyatukan siswa dalam pembelajaran berkelompok, tidak
secara langsung memberikan jaminan bahwa pembelajaran dapat berjalan
dengan efektif. Hal yang tidak diharapkan mungkin terjadi, seperti siswa tidak
terlibat aktif dalam kegiatan kelompok. Oleh karena itu, menurut Eggan dan
Kauchak (2012: 132) guru perlu mempersiapkan rencana dengan baik, seperti:
1) Menugaskan siswa pada kelompok dan mendudukkan anggota kelompok
secara bersama-sama.
2) Menyiapkan bahan terlebih dahulu dan menyiapkan materi agar dapat
didistribusikan secara merata kepada setiap kelompok.
3) Memberikan arahan jelas dalam mengerjakan tugas.
4) Menentukan kuantitas waktu yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan
tugas.
5) Menuntut agar siswa menghasilkan sesuatu, seperti laporan tertulis.
6) Memonitor kelompok saat mereka sedang bekerja.

Cooperative learning memiliki dampak positif terhadap siswa dalam


pembelajaran. Berdasarkan penelitian Hadjioannou (Eggan dan Kauchak,
2012: 130) menyimpulkan bahwa murid atau pembelajar di dalam kelompok
dapat bekerja sama membangun pemahaman lebih kuat dibanding individu-
individu yang bekerja sendiri. Selanjutnya, Sanjaya (2016; 249)
mengemukakan keunggulan cooperative learning dalam pembelajaran.
1) Siswa tidak tergantung pada guru, tetapi cenderung mendorong siswa
untuk percaya diri mengenai kemampuan berpikir, menemukan informasi
dari berbagai sumber serta belajar dari siswa lain.
2) Mengembangkan dalam mengungkapkan ide atau gagasan secara verbal
dan membandingkannya dengan ide teman lainnya.
3) Mendorong siswa untuk menghargai orang lain dan menerima perbedaan.
4) Membantu siswa memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung
jawab dalam belajar.
5) Merupakan cara yang efektif dalam meningkatkan prestasi akademik,
keterampilan sosial, mengembangkan harga diri, hubungan interpersonal,
mengelola waktu dan sikap positif terhadap sekolah.
6) Mengembangkan kemampuan menguji ide dan pemahaman.
7) Meningkatkan motivasi siswa dan memberikan rangsangan untuk berpikir.
Selain memiliki keunggulan, cooperative learning memiliki
keterbatasan, seperti menanamkan filosofi cooperative learning memerlukan
waktu, sehingga memungkinkan ada siswa yang merasa terhambat oleh siswa
lainnya. Tanpa peer-teaching yang efektif, memungkinkan materi tidak
dipahami dengan baik.
Terdapat beberapa bentuk pembelajaran kooperatif, antara lain Jigsaw,
Student Team Achievement Division (STAD), Team Games Tournament
(TGT), Group Investigation (GI) dan masih banyak bentuk lainnya. Pada
modul ini akan membahas cooperative learning tipe Jigsaw.
Ketika materi yang akan disampaikan terdiri dari beberapa sub bagian
topik atau beberapa konsep. Pembelajaran materi tersebut dapat
menggunakan jigsaw. Dalam pembelajaran jigsaw, setiap siswa menjadi
pakar dalam materi tertentu atau sub bagian topik dan mempunyai tanggung
jawab untuk menjelaskannya kepada anggota kelompok lainnya. Dengan
demikian ciri utama dari Jigsaw sendiri adalah mengajarkan bangunan
pengetahuan sistematis (organized bodies of knowledge), pembelajaran yang
menggabungkan fakta, konsep, dan generalisasi serta hubungan di antara
ketiganya. Adanya spesialisasi tugas (task specialization), Setiap siswa
dituntut menguasai sub bagian materi tertentu yang selanjutnya materi
tersebut dijelaskan kepada setiap anggota kelompok.
Berikut merupakan perencanaan kegiatan pembelajaran menggunakan
Jigsaw.
Merencanakan
Kegiatan Jigsaw

Mendukung
Menentukan Menyiapkan Membentuk
Presentasi 'Para
Tujuan Belajar Panduan Studi Tim Siswa
Ahli'

(Eggen dan Kauchak, 2012; 139)


Gambar 2.1 Perencanaan Pembelajaran Jigsaw

Menentukan tujuan belajar berfungsi untuk mengarahkan kegiatan


pembelajaran serta untuk mensistematiskan pengetahuan. untuk
memfasilitasi siswa sebagai “pakar atau ahli” guru perlu menyiapkan
panduan belajar. Buku teks serta internet merupakan sumber belajar yang
dapat digunakan. Pembentukan kelompok haruslah bersifat heterogen,
sehingga dapat menstimulus siswa dalam mengembangkan keterampilan
sosial. Setelah siswa yang menjadi “pakar” tertentu mempresentasikan
materi, guru perlu mengisi kepingan materi yang hilang agar menjamin semua
siswa dapat memahami materi secara utuh.
Sintaksis pembelajaran Jigsaw menurut Slavin (Eggen dan Kauchak,
2012; 141) terdiri dari lima fase kegiatan.
Tabel 2.1 Sintaksis Pembelajaran Jigsaw
Fase Tujuan
Fase 1: Menunjuk Pakar - Membuat kerangka kerja.
Dalam kelompok asli, siswa - Ketika siswa diminta memilih
diberikan komponen topik untuk topik sendiri, maka ada
dipelajari secara mendalam. kemungkinan beberapa siswa ada
Terdapat dua alternatif: yang memilih topik yang sama.
a. Guru menentukan tugas Tujuan kebebasan memilih ini
untuk setiap siswa. adalah memberikan latihan
negosiasi.
b. Meminta siswa memilih topik
yang akan dibahasnya.

Fase 2: Mengumpulkan - Mengembangkan pemahaman


Informasi sedalam mungkin terhadap
Berdasarkan pembagian materi, komponen materi.
siswa sebagai ahli atau pakar - Memberikan pengalaman
mempelajari materi mereka mengumpulkan dan menyusun
sedalam mungkin. informasi.
- Membantu siswa menjadi
mandiri.

Fase 3: Rapat Ahli - Membandingkan dan menyusun


Setiap siswa dengan materi yang informasi.
sama berkumpul dalam - Memperdalam pengetahuan
kelompok ahli. Siswa tentang komponen spesifik suatu
mendiskusikan materi dan topik.
menyiapkan presentasi yang akan - Mengembangkan kepemimpinan
mereka sajikan kepada kelompok dan keahlian interaksi sosial.
asal.
Fase 4: Instruksi Rekan - Membangun pengetahuan teman
Masing-masing kelompok ahli kelompok terkait dengan materi.
kembali kepada kelompok asal - Memberikan pengalaman
kemudian mempresentasikan melakukan presentasi dan
materi. berkomunikasi.

Fase 5: Review dan Penutup - Mengenal ciri utama materi.


Materi direview dan diringkas. - Guru mengisi celah dalam
Guru memberikan penguatan pemahaman siswa.
mengenai materi yang telah
dipelajari.

b. Inquiry
Konstruktivisme meyakini bahwa pengetahuan baru dapat dibangun
berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Mengkonstruksi
pengetahuan dapat dilakukan dalam konteks sosial, siswa berinteraksi dalam
upaya membangun konsep baru. Discovery dengan inquiry merupakan
kegiatan pembelajaran yang melatih siswa untuk berpikir logis, kritis, analitis
menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan.
Sund (Hidayati dkk. 2008: 6.3) menyatakan bahwa discovery adalah
proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu
prinsip. Proses mental tersebut, misalnya, mengamati, mengklasifikasi,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan.
Sedangkan inkuiri dibentuk meliputi discovery, dengan perkataan lain inkuiri
adalah perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya
proses inkuiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi
tingkatannya. Misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen,
melakukan eksperimen, mengumpulkan dan mengalisis data, dan menarik
kesimpulan.
Menurut Joyce dan Weil (Hidayati dkk. 2008: 6.10) inkuiri memiliki
5 tahap:
Tabel 2.2 Sintaksis Pembelajaran Inkuiri
Fase Tujuan
Fase 1: memberikan masalah dan - menghadapkan pada
menjelaskan prosedur inkuiri permasalahan
- menjelaskan prosedur inkuiri
- menyampaikan permasalahan
yang kontradiksi
Fase 2: verifikasi - pengumpulan data dan verifikasi
- memverifikasi benda, keadaan,
sifat, dan peristiwa
Fase 3: eksperimen - pengumpulan data eksperimentasi
- mengisolasi variable yang relevan
- menyusun dan menguji hipotesis
- menyusun hubungan sebab akibat
Fase 4: mengorganisir data - mengorganisir, formulasi, dan
penjelasan
- menyusun deskripsi atau
penjelasan
Fase 5: menganalisis proses - menganalisis strategi inkuiri dan
inkuiri mengembangkan proses inkuiri
agar lebih efektif
3. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Kata kontekstual berasal dari bahasa Inggris, yakni contextual yang
memiliki arti sesuai dengan konteks atau dalam konteks. Pendekatan kontekstual
merupakan pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk
menghubungan materi dengan realitas kehidupan nyata. Pembelajaran tersebut
akan bermakna dikarenakan materi yang dipelajari di sekolah berkaitan dengan
kehidupan siswa serta mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kelebihan utama kontekstual adalah:
a. menghubungkan materi terhadap dunia nyata, dan
b. mengaplikasikan materi dalam kehidupan siswa (aplikatif).

Terdapat lima karakteristik penting dalam pembelajaran yang


menggunakan pendekatan kontekstual (Sanjaya, 2016: 256), yaitu:
a. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activing knowledge), artinya materi yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), pengetahuan bukan
untuk dihafal tetapi untuk dipahami secara mendalam.
d. Mempraktikan pengetahuan (applying knowledge). Pengetahuan yang
didapat harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan prilaku.
e. Melakukan refleksi (reflectif knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Dilakukan untuk perbaikan dan penyempurnaan.
Terdapat perbedaan mengenai pendekatan kontekstual dengan pendekatan
konvensional.
Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Konvensional

CTL Konvensional
Siswa sebagai subjek pembelajar. Siswa sebagai objek. Siswa
Artinya siswa terlibat aktif dalam menerima informasi atau materi
pembelajaran (student centered). yang disampaikan oleh guru (teacher
centered).
Siswa belajar dalam kelompok kecil. Belajar secara klasikal.
Pembelajaran mengaitkan materi Pembelajaran cenderung teoritis.
dengan kehidupan nyata dan
pengalaman.
Didasari pengalaman siswa. Tidak berdasarkan pengalaman
siswa.
Penilaian berorientasi pada proses. Penilaian berorientasi pada hasil.
Lingkungan sebagai sumber belajar Guru sebagai sumber utama
yang utama. pembelajaran.
Adanya upaya pemecahan masalah Tidak ada upaya pemecahan
dan aplikatif. masalah.

4. Komponen Pembelajaran Konstruktivisme


Secara garis besar, terdapat tujuh komponen yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan
cara membangun pengetahuan baru dengan dimulai dari pengetahuan awal
siswa (Konstruktivisme).
b. Mendorong siswa dalam kegiatan menemukan untuk semua topik (Inquiry).
Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta-fakta yang disampaikan guru,
tetapi hasil dari menemukan sendiri.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Questioning). Belajar
hakikatnya merupakan proses bertanya dan menjawab pertanyaan. Melalui
bertanya, dapat mengarahkan siswa dalam membangun pengetahuan.
Kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam rangka menggali
informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
d. Menciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok
(Learning Community). Hasil belajar diharapkan diperoleh dari kegiatan
diskusi antarteman dan antarkelompok. Mendorong siswa berinteraksi
dengan teman dan membangun tanggung jawab individu serta saling
ketergantungan positif dalam kelompok.
e. Memberikan model sebagai contoh pembelajaran (Modeling). Dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru oleh siswa, misalnya tentang cara mengoperasikan sesuatu. Perlu
diingat bahwa guru bukan satu-satunya yang dapat memberikan model.
Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan (Reflection), yaitu mendorong siswa
untuk berpikir tentang apa yang baru dipelajari serta kegiatan yang telah
dilakukan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Authentic
Assesment). Assesment merupakan proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian tidak
berorientasi pada hasil, akan tetapi pada proses. Salah satunya dapat
dilakukan dengan penilaian portofolio.

B. Sumber Belajar IPS


Sumber belajar merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran.
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa
untuk mempelajari materi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
Penggunaan buku pelajaran yang dijadikan satu-satunya sumber belajar merupakan
kekeliruan yang sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Aktualisasi buku
jika dibandingkan dengan sumber lainnya seperti media cetak atau elektronik,
khususnya mengenai informasi atau peristiwa sehari-hari relatif tertinggal. Sebagai
seorang pendidik, guru dituntut kreatif dalam menentukan sumber belajar sehingga
pembelajaran dapat berjalan dengan efektif. Secara umum berikut merupakan
sumber belajar.

Sumber
Belajar

Sumber
Bahan Cetak Lingkungan
Elektronik

Lingkungan Lingkungan
Narasumber
Alam Buatan

Gambar 2.2 Sumber Belajar IPS

1. Bahan Cetak
Buku sumber yang antara lain adalah buku teks pelajaran telah menjadi
sumber utama dalam pembelajaran. Bahan cetak lainnya seperti koran, majalah
dan poster. Keterampilan dasar yang perlu dikuasai siswa berkaitan dengan
penggunaan buku sebagai sumber belajar adalah keterampilan membaca.
Melalui kegiatan membaca, siswa memberdayakan dirinya dalam mendapatkan
dan mengolah informasi. Garvey dan Krug (Mulyani dkk, 2009: 62)
menjelaskan lima jenis keterampilan yang terkait dengan pemerolehan informasi
dari buku teks.
a. Keterampilan merujuk (reference skill). Keterampilan ini berkaitan
menemukan informasi melalui daftar isi, bab, indeks dan lainnya.
b. Keterampilan memahami (comprehension skill). Keterampilan dalam
hubungan antargagasan dan membaca diagram.
c. Keterampilan menganalisis dan mengkritisi (analytical and critical skill).
Keterampilan ini berkaitan dengan keterampilan bertanya.
d. Keterampilan mengembangkan imajinasi (imaginative skill). Melalui buku
teks, siswa dapat berimajinasi seperti dalam kaitannya dengan peristiwa
sejarah, peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, serta masalah sosial.
e. Keterampilan membuat catatan. Kerampilan ini bukan hanya berkaitan
dengan merangkum, akan tetapi siswa didorong melakukan interpretasi
mengenai teks yang dibaca.

2. Sumber Elektronik
Sumber belajar lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS adalah
sumber elektronik. Pemanfaatan media elektronik seperti radio, TV, dan internet
digunakan untuk mempelajari materi yang relevan. Dengan menggunakan
sumber belajar tersebut siswa dapat mengetahui mengenai kejadian dalam bidang
ekonomi, geografi, politik, dan sosial budaya di lingkungan setempat, nasional
dan internasional. Melalui media elektronik siswa dilatih untuk mencari
informasi, khususnya dengan internet siswa mendapatkan informasi yang tidak
terbatas jumlahnya. Kelebihan dari sumber elektronik adalah dalam
aktualisasinya, peristiwa terbaru secara mudah dapat ditemukan.

3. Lingkungan
Lingkungan masyarakat merupakan sumber utama dalam pembelajaran
IPS, dikarenakan IPS bertitik tolak dari masyarakat dan berorientasi kepada
masyarakat. Melalui sumber lingkungan, pembelajaran konvensional yang
menekankan pada transfer pengetahuan akan beralih pada pembelajaran
konstruktivisme dan kontekstual.
Berikut merupakan beberapa contoh lingkungan masyarakat sebagai
sumber belajar dalam IPS:
a. Narasumber. Penggunaan narasumber dalam pembelajaran IPS sangat tepat.
Beberapa materi IPS berkaitan dengan pekerjaan, guru dapat mengundang
narasumber seperti dokter, petani serta Kepala Desa. Pemanfaatan
narasumber dapat memperluas wawasan siswa serta menumbuhkan motivasi
pada diri siswa.
b. Lingkungan alam. Salah satu materi IPS bersumber dari geografi. Guru dapat
memanfaatkan lingkungan alam sebagai sumber belajar, seperti perkebunan
dan danau.
c. Lingkungan buatan atau sosial. Lingkup materi IPS adalah manusia dalam
konteks sosialnya. Lingkungan yang dapat dijadikan sumber belajar seperti
pasar, pabrik dan kantor Kepala Desa.

Melalui penggunaan lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar, siswa


dapat melihat secara langsung proses sosial yang terjadi. Lingkungan alam
setempat dapat dijadikan sumber belajar utama dalam konsep geografi.
Mengajarkan konsep sosiologi, ekonomi, antropologi, dan politik dapat
menggunakan lingkungan sosial atau buatan sebagai sumber belajar.
Salah satu pembelajaran yang dapat menggunakan lingkungan sebagai
belajar adalah inquiry. Dengan metode inquiry siswa dapat melakukan investigasi
sosial mengenai lingkungan atau masalah sosial yang ada di sekitar siswa.
Prosedur investigasi sosial menurut Mc Donald (Mulyani, dkk, 2009: 72) adalah
sebagai berikut:
a. Merumuskan hal yang akan diinvestigasi
Dasar dalam merumuskan materi adalah standar isi (Kompetensi Inti dan
Kompetensi Kasar) kemudian menetapkan topik, meminta siswa
mengemukakan pengetahuan awalnya, mengidentifikasi pertanyaan kunci,
dan menentukan sumber informasi tersebut.
b. Pelaksanaan investigasi
Kegiatan ini berkaitan dengan pengumpulan informasi. Dalam kegiatan
investigasi, siswa diposisikan sebagai peneliti sosial yang akan melakukan
inquiry seperti melalui wawancara dan observasi. Informasi yang telah
didapat diolah kemudian dikomunikasikan.

Melalui pembelajaran IPS, siswa didorong untuk mengkaji masalah sosial.


Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan seperti mendorong siswa mempelajari
pola konsumsi yang dilakukan oleh siswa SD. Langkah pembelajaran yang dapat
dilakukan seperti:
a. Guru memberikan stimulus kepada siswa untuk mengkonstruksi materi mulai
dari fakta, konsep dan generalisasi. Guru dapat mengajukan pertanyaan
menganai apa yang dimakan ketika sarapan? Apakah semua orang
memerlukan makanan? Dimana tempat orang dapat membeli makanan? Dan
pertanyaan lainnya. Beberapa pertanyaan tersebut mendorong siswa
mengenal fakta. Kemudian konsep yang dapat dibangun seperti konsep
konsumsi, kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Selanjutnya siswa
didorong memahami generaliasasi, seperti setiap hari manusia melakukan
tindakan konsumsi dalam memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan pertama
yang harus dipenuhi adalah kebutuhan primer.
b. Setelah siswa memahami konsep, selanjutnya melalui inquiri siswa didorong
melakukan investigasi sosial mengenai pola konsumsi siswa. Siswa
menyusun pertanyaan mengenai topik yang dibahas seperti alasan siswa
memilih jajanan? Apakah tanggal kadarluarsa makanan selalu diperhatikan?.
Selanjutnya guru meminta siswa menentukan kegiatan yang akan dilakukan
untuk menjawab pertanyaan yang telah disusun. Alternatif kegiatan yang
dapat dilakukan seperti observasi dan wawancara teman sekolah serta penjual
makanan.
c. Setelah kegiatan mengumpulkan informasi dan siswa melihat ada
permasalahan mengenai pola konsumsi, selanjutnya siswa menentukan
penyelesaian masalah. Seperti membuat poster mengenai makanan sehat.

Contoh kegiatan diatas, guru telah menggunakan lingkungan siswa


sebagai sumber belajar. Kelebihan lingkungan sebagai sumber belajar
diantaranya adalah sangat relevan dikarenakan materi IPS tersusun dari
kehidupan dan lingkungan siswa, kontekstual dengan kehidupan siswa, Tersedia
di sekitar siswa baik pada lingkungan pedesaan atau pun perkotaan dan aktual.

C. Fakta Konsep dan Generalisasi


Pembelajaran IPS yang komprehensif merupakan program yang meliputi
empat dimensi: (1) pengetahuan (knowledge), (2) keterampilan (skill), (3) nilai dan
sikap (value and attitude), serta (4) tindakan (action). Dalam dimensi pengetahuan,
IPS diajarkan agar siswa menguasai materi yang telah disederhanakan dari berbagai
Ilmu Sosial. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, salah satu kemampuan
yang harus dikuasai adalah mengorganisasi materi. Kemampuan ini sangat penting
dalam memfasilitasi siswa untuk membangun pengetahuannya mulai dari tingkatan
yang sederhana menuju pengetahuan yang kompleks.
Stuktur pengetahuan sendiri antara lain meliputi fakta, konsep, dan
generalisasi. Stuktur pengetahuan tersebut tersusun secara hierarkis, mulai dari yang
rendah menuju level tinggi. Level yang lebih tinggi dari pengetahuan lebih
bermakna daripada tingkat yang lebih rendah dalam mendeskripsikan dan
menjelaskan realita dalam dunia ini. Akan tetapi, pengetahuan yang lebih tinggi
dapat dipahami oleh siswa ketika tingkatan rendah telah dikuasai.
1. Fakta
Level terendah dalam pengetahuan adalah fakta. Dikatakan rendah karena
pernyataan tersebut sangat spesifik dan terbatas penggunaannya dalam
memahami dunia. Fakta dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai
spesifik orang, benda, peristiwa atau ide dalam lingkungan sosial, atau alam.
Dalam pembelajaran IPS, diharapkan siswa dapat mengenal berbagai fakta,
khususnya terkait dengan kehidupannya.
Fakta dapat dihasilkan melalui observasi, artinya bahwa fakta dapat
dibuktikan secara empiris. Oleh karena itu, fakta merupakan sesuatu yang benar
atau kejadian yang nyata. Dalam kehidupan ini, fakta tidak terhitung jumlahnya,
sedangkan sekolah yang merupakan pendidikan formal memiliki ciri waktu dan
tujuan dalam batas tertentu. Dengan demikian, guru perlu memilih fakta yang
relevan dengan kehidupan siswa sehingga materi yang dipelajari menjadi
bermakna. Berikut merupakan beberapa contoh fakta:
a. Jakarta adalah ibu kota Indonesia.
b. Kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah Kutai.
c. Sidangan pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni membahas
rumusan Dasar Negara.

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa


fakta merupakan sesuatu yang benar-benar terjadi mengenai orang, peristiwa,
benda dan ide, serta dapat diobservasi.

2. Konsep
Konsep mencerminkan level yang lebih tinggi dari pengetahuan. Konsep
merupakan kata atau frasa yang digunakan untuk menamai sekelompok orang
yang sama, benda, peristiwa, atau pun ide. Konsep merupakan istilah yang
digunakan untuk mengklasifikasikan suatu kelompok yang sama. Ketika proses
mengklasifikasi, kemampuan yang perlu dikuasai adalah mengenal karakteristik
umum. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa konseptualisasi merupakan
proses kategorisasi kelompok yang mempunyai ciri yang sama tersebut memiliki
nama. Dengan kata lain konseptualisasi merupkan proses pemberian nama
(naming).
Konsep lebih tinggi dari fakta karena menggambarkan hal yang spesifik
dari kelompok yang sama (group of similar) tidak secara identik, tetapi
mempunyai karakteristik yang sama. Seperti yang telah disebutkan di atas
bahwa konsep berkaitan dengan orang, benda, peristiwa, atau ide yang sama.
Untuk lebih memahami mengenai konsep, berikut merupakan contoh konsep:
a. Konsep yang berkaitan dengan orang adalah presiden;
b. Konsep yang berkaitan dengan benda adalah danau, tanjung, dan teluk;
c. Konsep peristiwa seperti kemerdekaan dan;
d. Konsep yang berupa ide seperti toleransi, demokrasi dan globalisasi.

Dari beberapa contoh yang telah diberikan, terdapat dua ciri khusus.
Beberapa contoh konsep merupakan hal yang dapat terlihat dan beberapa yang
lain merupakan konsep yang tidak dapat terlihat secara langsung melainkan
dapat dirasakan manifestasi dari konsep tersebut. Oleh karena itu, kita dapat
mengatakan bahwa konsep ada yang bersifat konkret seperti danau dan tanjung,
adapun toleransi, demokrasi dan globalisasi merupakan konsep yang bersifat
abstrak. Dalam memilih konsep yang akan diajarkan kepada siswa, Banks
(Ischak dkk, 2005) menegaskan bahwa pertama-tama perlu mengaitkan dengan
pengalaman siswa (entry behavior) kemudian mengembangkannya dan
memperluasnya supaya semakin memperkaya wawasan dan dapat menentukan
keputusan dengan lebih baik. Selanjutnya Taba (Banks, 1985; Ischak dkk, 2005)
menyebutkan kriteria pemilihan konsep sebagai berikut:
1. Validity : konsep yang mewakili secara tepat ilmu yang terkait.
2. Significance : konsep yang bermakna.
3. Appropriateness : konsep yang memiliki kelayakan atau kepantasan.
4. Durability : tahan lama.
5. Balance : memberikan keseimbangan dalam scope dan
kedalamannya.

3. Generalisasi
Generalisasi merupakan level yang lebih tinggi dari konsep. Generalisasi
merupakan pernyataan dari hubungan antara dua atau lebih konsep. Pernyataan
tersebut bersifat umum serta tidak terkait pada situasi yang khusus. Berikut
merupakan contoh dari generalisasi IPS:
a. Kebudayaan bersifat universal dikarenakan setiap masyarakat
memilikinya (Antropologi).
b. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhannya
terbatas (Ekonomi).
c. Setiap individu memiliki beberapa status dan peran yang berbeda dalam
kehidupannya (Sosiologi).
d. Manusia memiliki ketergantungan terhadap alam dan manusia sendiri
dapat memodifikasi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhannya
(Geografi).

Dapat dipahami mengapa generalisasi lebih tinggi dari konsep. Hal


tersebut dikarenakan untuk memahami generalisasi, siswa terlebih dahulu harus
memahami konsep pembentuk generalisasi tersebut. Seperti contoh di atas
“Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhannya
terbatas”, siswa akan memahami generalisasi tersebut setelah siswa memahami
konsep kebutuhan dan konsep alat pemuas kebutuhan. Jika siswa belum
memahami dua konsep tersebut, maka siswa akan kesulitan dalam memahami
makna generalisasi.
Berikut merupakan ilustrasi bahwa fakta, konsep, dan generalisasi saling
berkaitan dan bersifat hierarkis. Beberapa fakta membentuk konsep dan
beberapa konsep akan membentuk generalisasi. Oleh karena itu, fakta perlu
dipelajari terlebih dahulu sebelum konsep dan generalisasi.
Contoh subtema yang dipelajari mengenai kebutuhan:
Fakta
Agar siswa paham mengenai fakta, guru dapat memberikan stimulus dengan:
1. Meminta siswa menceritakan makanan ketika sarapan.
2. Meminta siswa menceritakan kegiatan liburan sekolah.
3. Meminta siswa menyebutkan benda yang dibutuhkan sehari-hari.
4. Menanyakan benda pengganti pulpen untuk menulis dan lain-lain.

Konsep
Konsep yang dapat dipelajari antara lain adalah kebutuhan primer, sekunder,
tersier, barang subtitusi, barang komplementer, barang ekonomi, barang bebas
dan lain-lain.

Generalisasi
Generalisasi yang dapat terbentuk diantaranya:
1. Kebutuhan tersier dapat terpenuhi setelah kebutuhan primer dan
sekunder terpenuhi.
2. Kebutuhan manusia tidak terbatas, akan tetapi alat pemuas kebutuhannya
terbatas.
Keterkaitan fakta, konsep, dan generalisasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Generalisasi

Konsep

Fakta

Gambar 2.3 Stuktur Pengetahuan


MATERI PENUNJANG KEGIATAN BELAJAR 2

1. Pendekatan Pembelajaran
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/PENDIDIKAN_IPS_DI_SD/BBM_2.pdf

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/1961101419860
11-NANA_SUPRIATNA/CTL-MC-IPS-UIN-6-08-NANA.pdf

2. Sumber Belajar
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDI
KAN/194601291981012-PERMASIH/Konsep_Dasar_Sumber_Belajar.pdf

3. Fakta, Konsep dan Generalisasi


https://www.youtube.com/watch?v=MyxRtSkCM0M
RANGKUMAN
Dari beberapa pendekatan pembelajaran yang ada, pendekatan yang dapat
digunakan pada pembelajaran IPS diantaranya adalah pendekatan konstruktivisme dan
kontekstual. Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa melalui pengalaman
belajar siswa secara aktif, siswa dapat membangun pengetahuannya didasari atas
pengetahuan awalnya. Konstruktivisme menitikberatkan pada interaksi dari faktor
interpersonal (sosial) kultural-historis dan individual sebagai kunci dari perkembangan
siswa. Guru memandang siswa sebagai subjek pembelajar. Aplikasi pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran seperti menggunakan cooperative learning dan
inkuiri. Pendekatan lainnya yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS adalah
pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual menekankan pada keterlibatan aktif
siswa dalam menghubungkan materi dengan kehidupan siswa serta mendorong siswa
untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat tujuh komponen dalam
konstruktivisme, yaitu kontruktivisme, inquiry, bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.
Sumber belajar utama pembelajaran IPS adalah lingkungan masyarakat karena
materi IPS bertitik tolak pada masyarakat dan berorientasi pada masyarakat. Kelebihan
lingkungan dijadikan sebagai sumber belajar adalah bersifat konkret, berada di sekitar
siswa dan bersifat aktual. Adapun sumber lainnya dalam IPS adalah sumber cetak
seperti buku, majalah, dan koran serta sumber elektronik seperti TV dan internet.
Struktur materi IPS ditingkat SD didominasi oleh fakta, konsep, dan
generalisasi. Tingkatan ketiganya bersifat hierarkis. Fakta merupakan tingkatan yang
terendah. Fakta adalah pernyataan spesifik mengenai orang, benda, ide, dan peristiwa.
Beberapa fakta membentuk konsep. Konsep dapat didefinisikan sebagai kata atau frasa
yang digunakan untuk menamai sekelompok orang yang sama, benda, peristiwa, atau
pun ide. Konsep terbagi menjadi dua, yaitu konsep yang bersifat konkret dan bersifat
abstrak. Level yang lebih tinggi dari fakta dan konsep adalah generalisasi. Generalisasi
didefinisikan sebagai pernyataan yang terdiri dari dua konsep atau lebih.
TUGAS

Bapak Andi merupakan guru di Sekolah Dasar. Pada suatu hari, beliau mengajarkan
materi Sumber Daya Alam. Pembelajarannya dimulai dengan guru menjelaskan bahwa
“eksploitasi berlebihan itu bertentangan dengan pelestarian Sumber Daya Alam”,
kemudian guru meminta siswa merangkum materi pelajaran dan memberikan latihan
soal.

Tugas
1. Menurut pendapat anda, apa yang keliru dari kegiatan pembelajaran tersebut
dan jelaskan apakah guru telah menerapkan pendekatan konstruktivisme?
2. Buatlah langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme mengenai materi SDA!
3. Menurut anda, apa sumber belajar yang tepat bagi guru dalam mengajarkan
materi SDA!
4. Susunlah fakta konsep dan generalisasi dari materi SDA!

Rubrik Penilaian:
Aspek Bobot
Analisis pembelajaran 25%
Menyusun langkah pembelajaran 30%
Sumber belajar 20%
Fakta, Konsep dan Generalisasi 25%
TES FORMATIF

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih satu jawaban yang paling
tepat!

1. Perhatikan pernyataan di bawah ini.


1) Candi Prambanan bercorak Hindu
2) Kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah Kutai
3) Proklamasi kemerdekaan RI adalah tanggal 17 Agustus 1945
4) Patung Roro Jongrang terlihat sangat cantik
5) Keuntungan keluarga merupakan prinsip koperasi
Dari pernyataan di atas yang termasuk fakta adalah ….
A. 1, 2, 3
B. 2, 3, 4
C. 2, 3, 5
D. 2, 4, 5

2. “Peningkatan hasil produksi dapat dilakukan dengan ekstensifikasi,


intensifikasi, dan difersifikasi” Pernyataan tersebut merupakan contoh dari ….
A. Konsep dalam IPS
B. Generalisasi IPS
C. Fakta IPS
D. Teori IPS

3. Pernyataan di bawah ini yang bukan menunjukkan rumusan generalisasi IPS


yakni…
A. Kondisi alam akan mempengaruhi kepadatan penduduk dari suatu daerah
B. Terlambatnya distribusi akan berakibat pada tingginya harga-harga barang
C. Tingginya tingkat pengangguran berdampak pada meningkatnya
kemiskinan
D. Keuntungan keluarga dan kekeluargaan menjadi tujuan utama dari koperasi

4. Tujuan utama menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar adalah …


A. Melihat relevansi materi pelajaran dengan fenomena yang ada di sekitar
B. Untuk melihat keterlibatan siswa dalam proses belajar
C. Meningkatkan kecintaan siswa terhadap lingkungan sekitar
D. Agar siswa selalu dekat dengan lingkungan alamnya
5. Berikut ini merupakan sumber belajar yang ada di sekitar lingkungan
masyarakat dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar IPS adalah ….
A. Internet, diorama, museum, dan peninggalan sejarah
B. Koran, kantor Kepala Desa, dan video
C. Kepala Desa, danau, dan pasar
D. Miniatur lingkungan alam, foto-foto, dan situs sejarah

6. Berikut bukan alasan mengapa penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar


sangat relevan dala IPS dikarenakan …
A. Materi berorientasi kepada masyarakat
B. Bahan ajar sangat dinamis
C. Informasi tidak aktual
D. Kehidupan sosial yang dinamis

7. Salah satu kegiatan pembelajaran bertema kependudukan yang memanfaatkan


masyarakat sebagai sumber belajar adalah ….
A. Siswa diajak mengunjungi pabrik perkebunan teh dan diberi tugas untuk
mencari informasi tentang proses penanaman teh sampai siap untuk
dikonsumsi
B. Siswa diberi tugas untuk mewawancarai ketua RT setempat tentang
komposisi penduduk menurut umur, agama, mata pencaharian, dan tingkat
pendidikan
C. Siswa diberi tugas untuk melakukan pengamatan terhadap penampakan
alam yang ada di sekitar sekolah
D. Siswa diajak keluar kelas untuk mengidentifikasi jenis sampah kemudian
mengelompokkan jenis sampah organik dan anorganik

8. Kebermanfaatan pendekatan kontekstual adalah ….


A. Belajar perlu tempat yang edukatif
B. Menggunakan media yang lengkap
C. Siswa menerima pengetahuan secara pasif
D. Mempraktikan materi pada kehidupan siswa
9. Berikut merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan
konstruktivisme adalah…
A. Pembelajaran bersifat klasikal
B. Sumber utama pembelajaran adalah buku teks
C. Siswa menerima materi secara utuh dari guru
D. Siswa belajar dalam kelompok kecil

10. Prinsip utama pembelajaran kontekstual adalah …


A. Guru menjadi sumber utama pembelajaran
B. Siswa dipandang sebagai objek pembelajaran
C. Materi pelajaran dikaitkan pada kehidupan siswa
D. Pembelajaran berorientasi penguasaan materi
DAFTAR PUSTAKA

Darsono dkk. (2017) Kompetensi Profesional, Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan


Sosial. Sumber belajar penunjang PLPG 2017. Jakarta. Dikti.
Kemendikbud.

Dye, T.R. (1990) Power & Society: An introduction to the social sciences.
California: Cole Publishing Company.

Eggen P dan Kauchak D. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta:


Indeks.

Hadisubroto, Subino. (1986) Nilai-nilai Rujukan dalam Pembentukan Manusia


Indonesia di Abad XXI. Makalah dalam Seminar Nasional Pembangunan
Pendidikan. IKIP Bandung.

Hermawan, R. Dkk (2009) Perkembangan Masyarakat dan Budaya. Bandung. UPI


Press

Hidayati dkk (2009) Pengembangan pendidikan IPS SD. Jakarta. Depdiknas,


Dirjen Dikti

Hornby, A.S. (1982) Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English.


London: Oxford University Press.

Hunkins, A.M. dkk (1982) Social Stuides in Elementary School. Colllllmbus. Bell
and howell co.

Ischak, dkk. (2005). Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Kemendikbud. (2016) Silabus Mata Pelajaran Sekolah Dasar/Madrasah


Ibtidaiyah, Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta.

Keraf, A. S, (2005) Etika Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.


Mulyani, dkk. (2009). Pendidikan IPS di SD. Bandung: UPI Press.

National Council for the Social Studies (1971) Curricilum Standard for Social
Studies. Washington DC.
social studies. Social Education.

Ningrum, W. (2009). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and


Learning). Makalah. Disampaikan pada Kegiatan Pelatihan dan Workshop
Model-Model Pembelajaran dalam Persiapan RSBI.
Numan Soemantri, M. (2001) Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung.
PT. Remaja Rosda Karya

Poerwadarminta, W.J.S. ((1984) Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN.


Balai Pustaka.

Sapriya dkk (2007) Pengembangan pendidikan IPS di SD. Bandung. UPI Press

__________ (2006) Konsep Dasar IPS. Bandung. UPI Press

Schunk, D H, (2015). Learning Theories an Educational Perspektive. Jogjakarta:


Pustaka Pelajar.

Setyowati DL dkk. (2013) Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Perairan,


Kepulauan, Pegunungan. Semarang: CV. Sanggar Krida Aditama.

Soelaeman, M.M. (2001) Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial.
Bandung: PT. Refika Aditama.

______________ (2005) Ilmu Budaya Dasar: Suatu pengantar. Bandung: PT.


Refika Aditama.

Subino. H. (1986) Nilai-nilai Rujukan dalam Pembentukan Manusia Indonesia di


Abad XXI. Makalah dalam Seminar Nasional Pembangunan Pendidikan.
IKIP Bandung.

Sumaatmadja, N. (2005). Konsep Dasar IPS. Jakarta: Universitas Terbuka.

______________ (1988) Geografi Pembangunan. Proyek Pengembangan LPTK,


Dikti. Depdiknas.

______________ (1984). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).


Bandung: Penerbit Alumni.

Syahrin, Alvi. (2011). Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada
Kerangka Hukum Nasional. Makalah. Surakarta: USU.

Taneo, S. P. Dkk. (2009) Kajian IPS SD. Jakarta. Depdiknas, Dirjen Dikti

Welton, D.A.& Mallan, J.T (1988) Children and Their World. Boston. Houghton
Miffin Company.

Winataputra US, dkk. (2007). Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta:
Universitas Tebuka.
Woolever, R. Dan K.P., Scott. (1988). Active Learning In Social Studies
Promoting Cognitive and Social Growth. Glenview, Illinois Scott, Foresman
And Company.

http://tech21stworld.blogspot.co.id/2014/08/science-technology-and-society.html
https://kbbi.web.id/

Anda mungkin juga menyukai