Anda di halaman 1dari 10

JOBSHEET KIMIA FISIKA

PERCOBAAN I –IV

DOSEN PEMBIMBING :
Ir. FATRIA M. T.

DISUSUN OLEH :
ADE KURNIAWAN (061930401347)
ANDRIANSA (061930401348)
DELLA APRILA (061930401350)
DWI SANDI FATRA (061930401352)
ELNOVISTA NABABAN (061930401353)
ELZHA NATALINA SINAGA (061930401354)
INNAYAH PUTRI ANJANI (061930401356)
RINANDA DEA SAFITRI (061930401365)

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


TEKNIK KIMIA
2019/2020
PERCOBAAN I
PENENTUAN BERAT MOLEKUL SENYAWA BERDASARKAN
PENGUKURAN MASSA JENIS GAS
I. Tujuan
1. Menentukan berat molekul senyawa yang mudah menguap (volatil)
berdasarkan pengukuran massa jenis gas.
2. Melatih menggunakan persamaan gas ideal.
II. Landasan Teori
Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu
sama lain sehingga hampir tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak
diantara molekul-molekulnya sehingga gas akan mengembang dan mengisi seluruh
ruang yang ditempatinya, bagaimana pun besar dan bentuknya. Untuk
memudahkan mempelajari sifat-sifat gas ini baiklah dibayangkan adanya suatu gas
ideal yang mempunyai sifat-sifat :
1. Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.
2. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan.
3. Tidak ada perubahan energi dalam (internal energy = E) pada
pengembangan.
Sifat-sifat ini dimiliki oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg
dalam keadaan yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati)
misalnya: N2, O2, CO2, NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya agak menyimpang dari
gas ideal.
Kerapatan gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas,
ialah dengan cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung berat
molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat molekulnya (sebagai
standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama. Kerapatan gas
diidenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter. Untuk menentukan berat
molekul ini maka ditimbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur pV dan T-nya.
Menurut hukum gas ideal :
p V = n R T dimana n = m/BM……………………………….(1)
sehingga,
p V = (m/BM) RT………………………………………………(2)
dengan mengubah persamaan
p(BM) = (m/V) RT = ρRT…………………………………….(3)
di mana:
BM : Berat molekul
p : Tekanan gas
V : Volume gas
T : Suhu absolut
R : Tetapan gas ideal
ρ : Massa jenis

Bila gas ideal sifat-sifatnya dapat dinyatakan dengan persamaan yang


sederhana ialah pV = n R T, maka sifat-sifat gas sejati hanya dapat dinyatakan
dengan persamaan, yang lebih kompleks lebih-lebih pada tekanan yang tinggi dan
temperatur yang rendah. Bila diinginkan penentuan berat molekul suatu gas secara
teliti maka hukum-hukum gas ideal dipergunakan pada tekanan yang rendah.
Tetapi akan terjadi kesukaran ialah bila tekanan rendah maka suatu berat tertentu
dari gas akan mempunyai volume yang sangat besar.. Untuk suatu berat tertentu
bila tekanan berkurang volume bertambah dan berat per liter berkurang. Kerapatan
yang didefinisikan dengan W/V berkurang tetapi perbandingan kerapatan dan
tekanan d/p atau W/pV akan tetap, sebab berat total W tetap dan bila gas dianggap
gas ideal pV juga tetap sesuai dengan persamaan berikut :
p V = R T………………………………………………….(4)
M = R T = (d/p)o R T…………………………………….(5)
Suatu aliran dari udara kering yang bersih dilewatkan cairan yang diukur
tekanan uapnya. Ketelitian dari pengukuran ini tergantung pada kejenuhan udara
tersebut. Untuk menjamin kejenuhan ini maka udara dilewatkan cairan tersebut
secara seri. Bila V adalah volume dari w gram cairan tersebut dalam keadaan uap,
M berat mol cairan dan tekanan uap dari cairan tersebut pada temperatur T maka
tekanan uap dapat dihitung dengan hukum gas ideal :
p = ρR T……………………………………………………..(6)
(Respati, 1992)
Hukum gabungan gas untuk suatu sampel gas menyetakan bahwa
perbandingan pV/T adalah konstan. Sebetulnya untuk gas-gas real (nyata) seperti
metana (CH3) dan oksigen dilakukan pengukuran secara cermat, ternyata hal ini
tidak benar betul. Gas hipotesis yang dianggap akan mengikuti hukum gabungan
gas pada berbagai suhu dan tekanan hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan
tekanan disebut gas ideal. Gas nyata akan menyimpang dari sifat gas ideal.Pada
tekanan yang relatif rendah termasuk pada tekanan atmosfer serta suhuyang tinggi,
semua gas akan menempati keadaan ideal sehingga hukum gas gabungan dapat
dipakai untuk segala macam gas yang digunakan(Brady, 1999)
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat digunakan
untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam hal ini menyarankan
konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat sederhana yang sama
dibawah kondisi yang sama(Haliday dan Resnick, 1978)
Faktor koreksi:
Nilai BM hasil perhitungan akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi masih
mengandung kesalahan. Ketika labu erlenmeyer kosong ditimbang, labu ini penuh
dengan udara. Setelah pemanasan dan pendinginan dalam desikator, tidak semua
uap cairan kembali ke bentuk cairannya, sehingga akan mengurangi jumlah udara
yang masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer. Jadi massa labu erlenmeyer dalam
keadaan ini lebih kecil dari pada massa labu erlenmeyer dalam keadaan semua uap
cairan kembali kebentuk cairannya. Oleh karena itu massa cairan X sebenarnya
harus ditambahkan dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali ke dalam
labu erlenmeyer karena adanya uap cairan yang tidak mengembun. Massa udara
tersebut dapat dihitung dengan menganggap bahwa tekanan parsial udara yang
tidak dapat masuk sama dengan tekanan uap cairan pada suhu kamar. Nilai ini
dapat diketahui dari literatur. Sebagai contoh untuk menghitung tekanan uap
CHCl3 pada suhu tertentu dapat digunakan persamaan:
Dimana P adalah tekanan uap dalam mmHg dan T adalah suhu dalam
derajat celsius. (Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisika, TGP FTUI)
Jadi dengan menggunakan persamaan di atas, tekanan uap CHCl3 pada
berbagai suhu dapat dihitung. Dengan menggunakan nilai tekanan uap pada suhu
kamar, bersama-sama dengan data mengenai volum labu erlenmeyer dan berat
molekul udara (28.8 gr/mol), dapat dihitung faktor koreksi yang harus
ditambahkan pada massa cairan X. Dengan memasukkan faktor koreksi akan
diperoleh nilai BM yang lebih tepat.

III. Alat dan Bahan


1. Labu erlenmeyer 150 ml
2. Gelas piala 600 ml
3. Alumunium foil
4. Karet gelang
5. Jarum
6. Neraca
7. Desikator
8. Cairan yang mudah menguap yakni aseton

IV. Langkah Kerja


1. Menimbang labu erlenmeyer
2. Menutup labu erlenmeyer dengan aluminium foil
3. Memberi lubang kecil pada aluminium foil yang menutupi labu
4. Memasukkan 10 mL aseton ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditutup
kembali
5. Membiarkan sampai cairan menguap dan catat suhunya
6. Merendam labu erlenmeyer dalam penangas bersuhu 100oC
7. Udara masuk dan uap cairan volatil akan mengembun menjadi cairan
8. Angkat labu, tempatkan dalam desikator untuk mendinginkannya
9. Ukur tekanan atmosfer dengan menggunakan barometer
10. Mengisi labu erlenmeyer hingga penuh kemudian ditimbang, ukur massa air,
suhu air, massa jenis air dan volume air
PERCOBAAN II
PANAS NETRALISASI
I. TUJUAN

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:


1. Untuk menentukan tetapan kalorimeter.
2. Untuk menentukan entalpi netralisasi antara: KOH + HCl dan KOH + CH3COOH

II. DASAR TEORI

Panas netralisasi adalah jumlah panas yang dilepaskan ketika 1 mol air terbentuk akibat
reaksi netralisasi asam oleh basa atau sebaliknya. Kalorimeter merupakan alat yang di
gunakan untuk mengukur perubahan panas. Hal ini karena kalorimeter mengisap panas,
sehingga tidak semua panas terukur. Kalorimeter yang di gunakan dalam keadaan sederhana
adalah kalorimeter adiabatik. Di laboratorium alat ini merupakan alat ukur yang teliti dan
secara sederhana kita mengatakan bahwa bejana panas mengalir ke dalam atau keluar dari
sistem (Atkins, 1999).
Kalorimetri didasarkan kenaikan suhu yang teramat dalam beberapa medium. Kalor
spesifik dari zat adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari 1 gram
zat pada 1C. Besaran lain yang berhubungan adalah kapasitas kalor yang merupakan
banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat bermassa pada 1C.
Banyaknya kalor yang keluar maupun masuk dari zat adalah :
q = C . t
t adalah perubahan suhu yang diperoleh dari tf – ti dimana tf merupakan temperatur
final dan ti adalah temperatur initial.
q = C (tf – ti)
Sehingga persamaan kalor spesifik :
q = m .  . t
Dimana m merupakan massa dalam gram dari zat yang menyerap kalor dan c = m.
(Syukri, 1999).
Kalor adalah bentuk energi yang menyebabkan suatu zat memiliki suhu. Jika zat
menerima kalor, maka zat itu akan mengalami suhu hingga tingkat tertentu sehingga zat
tersebut akan mengalami perubahan wujud, seperti perubahan wujud dari padat menjadi cair.
Sebaliknya jika suatu zat mengalami perubahan wujud dari cair menjadi padat maka zat
tersebut akan melepaskan sejumlah kalor. Dalam Sistem Internasional (SI) satuan untuk kalor
dinyatakan dalam satuan kalori (kal), kilokalori (kkal), atau joule (J) dan kilojoule (kj)
(Sastrohamidjojo, 2005).
Prinsip pada kalor netralisasi adalah Azas Black, yang menyatakan bahwa kalor yang
dilepas sama dengan kalor yang diterima. Sedangkan metode yang digunakan adalah
kalorimetri yang berdasarkan pada hal penyeimbangan suhu dua larutan dalam suatu sistem
adiabatik. Kalor netralisasi adalah panas yang timbul pada penetralan asam atau basa kuat,
tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang terbentuk. Bila asam lemah, kalor netralisasi tidak tetap,
karena ada kalor untuk ionisasi (Sukardjo, 2002).
Pada penentuan kalor netralisasi ini digunakan asam lemah dan basa kuat, karena
adanya hukum Nilai kalor netralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti massa asam
dan basa, perubahan kalorimeter dan zat-zat yang berfungsi sebagai penyerap kalor dalam
sistem kalorimeter (Sukardjo, 2002).
1 kalori adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 gram air
sehingga suhunya naik sebesar 1oC atau 1K. jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu 1oC atau 1K dari 1 gram zat disebut kalor jenis , satuan untuk kalor jenis adalah joule
pergram perderajat Celcius (Jg-1oC-1) atau joule pergram per Kelvin (Jg-1oK-1). Pengukuran
kalor suatu reaksi dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut kalorimeter. Ada
beberapa jenis kalorimeter seperti: kalorimeter termos, kalorimeter bom, kalorimeter
thienman, dan lain-lain. Kalorimeter yang lebih sederhana dapat dibuat dari sebuah bejana
plastik yang ditutup rapat sehingga bejana ini merupakan sistim yang terisolasi. Cara kerja
kalorimeter adalah sebagai berikut: Sebelum zat-zat pereaksi direaksikan di dalam
kalorimeter, terlebih dahulu suhunya diukur, dan usahakan agar masing-masing pereaksi ini
memiliki suhu yang sama. Setelah suhunya diukur kedua larutan tersebut dimasukkan ke
dalam kalorimeter sambil diaduk agar zat-zat bereaksi dengan baik, kemudian suhu akhir
diukur (Petrucci, 2007).
Jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung secara eksoterm maka kalor yang timbul
akan dibebaskan ke dalam larutan itu sehingga suhu larutan akan naik, dan jika reaksi dalam
kalorimeter berlangsung secara endoterm maka reaksi itu akan menyerap kalor dari larutan
itu sendiri, sehingga suhu larutan akan turun. Besarnya kalor yang diserap atau dibebaskan
reaksi itu adalah sebanding dengan perubahan suhu, kalor jenis dan massa larutan. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Petrucci, 2007).
Kalorimeter sederhana pengukuran kalor reaksi, serta kalor reaksi pembakaran dapat
dilakukan dengan menggunakan kalorimeter pada tekanan tetap yaitu dengan kalorimeter
sederhana yang dibuat dan gelas stirofoam. Kalorimeter ini biasanya dipakai untuk mengukur
kalor reaksi yang reaksinya berlangsung dalam fase larutan (misalnya reaksi netralisasi asam-
basa/netralisasi, pelarutan dan pengendapan). Kalor jenis (c) adalah banyaknya kalor (Q)
yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu (T) satu satuan massa (m) benda sebesar satu derajat
(Sukardjo, 2002).

III. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
Ø ALAT Ø BAHAN
1. Termometer 1. Larutan HCl 2 M
2. Gelas kimia 100 mL dan 150 mL 2. Larutan NaOH 2 M
3. Gelas ukur 10 mL dan 25 mL 3. Larutan KOH 2 M
4. Kalorimeter 4. Larutan CH3COOH 2 M
5. Pipet tetes 5. Aquades
6. Botol semprot 6. Tissue
IV. PROSEDUR KERJA

Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah :


1. Merangkai kalorimeter
2. Mengukur larutan HCl 10 mL menggunakan gelas ukur kemudian memasukkan
kedalam gelas kimia.
3. Mengukur suhu larutan HCl dalam gelas kimia menggunakan termometer sebagai T1.
4. Mengukur larutan NaOH 10 mL menggunakan gelas ukur, kemudian memasukkan
kedalam gelas kimia.
5. Mengukur suhu larutan NaOH dalam gelas kimia menggunakan termometer sebagai
T2.
6. Memasukkan secara bersamaan larutan HCl dan larutan NaOH kedalam kalorimeter,
kemudian mengocok larutan dalam kalorimeter dan mengukur suhunya sebagai suhu akhir.
7. Mengulangi langkah 2 sampai 6 menggunakan larutan HCl dan larutan KOH.
8. Mengulangi langkah 2 sampai 6 menggunakan larutan CH3COOH dan larutan KOH.
9. Memasukkan data yang diperoleh dalam tabel hasil pengamatan.
PERCOBAAN III
PANAS PELARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN

- Menentukan panas pelarutan asam burat


- Untuk Mengetahui Panas Pelarutan Dari CuSO4.5H2O Dan CuSO4 Anhidrat

II. DASAR TEORI

Panas pelarutan adalah panas yang dilepaskan atau diserap ketika satu mol senyawa
dilarutkan dalam sejumlah pelarut. Secara teoritis panas pelarutan suatu senyawa harus diukur pada
proses pelarutan tak berhingga, tetapi dalam prakteknya pelarut yang ditambahkan jumlahnya
terbatas, yaitu sampai tidak lagi timbul perubahan panas ketika ditambahkan lebih banyak pelarut
(Ahmad, 2008). Perubahan entalpi pelarutan adalah kalor yang menyertai proses penambahan
sejumlah tertentu zat terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan tekanan tetap. Terdapat dua macam
entalpi pelarutan yaitu entalpi pelarutan integral dan entalpi pelarutan diferensial. Entalpi pelarutan
integral adalah perubahan entalpi jika satu mol zat terlarut dilarutkan ke dalam n mol pelarut. Jika
pelarut yang digunakan adalah air, maka persamaan reaksi pelarutnya dituliskan sebagai berikut:

X + n H2O → X. nH2O ΔHr = ........k

Persamaan tersebut menyatakan bahwa satu mol zat x dilarutkan ke dalam n mol air. Sebagai
contoh entalpi pelarutan integral dalam percobaan kita kali ini adalah CuSO4:

CuSO4 + 5 H2O → CuSO4. 5 H2O ΔHr = ........kJ

Walaupun air bukan pelarut yang universal (pelarut yang dapat melarutkan semua zat), tetai
dapat melarutkan banyak macam senyawa ionik, senyawa organik dan anorganik yang polar dan
bahkan dapat melarutkan senyawa-senyawa yang polaritasnya rendah tetapi berinteraksi khusus
dengan air.

Salah satu sebab mengapa air itu dapat melarutkan zat-zat ionik ialah karena kemampuannya
menstabilkan ion dalam larutan hingga ion-ion itu dapat terpisah antara satu dengan lainnya.
Kemampuan ini disebabkan oleh besarnya tetapan dielektrika yang dimiliki air. Tetapan dielektrik
adalah suatu tetapan yang menunjukkan kemampuan molekul mempolarisasikan dirinya atau
kemampuan mengatur muatan listrik yang tedapat dalam molekulnya sendiri sedemikian rupa
sehingga dapat mengarah pada menetralkan muatan-muatan listrik yang terdapat di sekitarnya. Dalam
hal ini, kekuatan tarik menarik muatan yang belawanan akan sangat diperkecil bila medianya
mempunyai tetapan dielektrik besar.

Dalam percobaan ini akan dicari panas pelarutan dua senyawa yaitu CuSO4.5H2O dan
CuSO4 anhidrat. Biasanya panas reaksi senyawa sangat sulit untuk ditentukan, tetapi dengan
menggunakan hukum Hess panas reaksi ini dapat dihitung secara tidak langsung. Hukum Hess
menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah jumlah total perubahan entalpi untuk setiap tahapnya atau
bisa disimpulkan kalor reaksi tidak bergantung pada lintasan, tetapi hanya ditentukan keadaan awal
dan akhir. Jadi jika suatu reaksi dapat berlangsung menurut dua tahap atau lebih maka kalor reaksi
totalnya sama dengan jumlah aljabar kalor tahapan reaksinya. Oleh karena itu hukum Hess disebut
juga hukum penjumlahan kalor.
III. ALAT DAN BAHAN
a. Kalorimeter
b. Mortar
c. Alu
d. Thermometer
e. Neraca analitik
f. Silinder ukur
g. Desikator
h. Cawan porselen
i. Stopwatch
j. Pembakar spritus.

IV. LANGKAH KERJA

1. Menimbang 10 gram kristal CuSO4.5H2O, hancurkan dengan mortar samapi bubuk.


2. Menimbang 5 gram bubuk CuSO4.5H2O
3. Memasukkan 100 ml aquadest ke dalam sebuah kalorimeter yang telah diketahui tetapan
kalorimeternya. Ukur suhu air sampai konstan (catat perubahan suhu air tiap 30 detik.
4. Setelah suhu air konstan, tambahkan 5 gram bubuk dan aduk kuat-kuat. Catat perubahan suhu
setiap 30 detik sejak penambahan sampai menit ke 4
5. Menyiapkan 5 gram bubuk tembaga sulfat yang lain dalam cawan porselen dan panaskan.
Aduk perlahan-lahan sampai kristal berubah warna menjadi putih (terbentuk kristal anhidrat).
Simpan bubuk anhidrat ini dalam desikator sampai menjadi dingin.
6. Dengan menggunakan serbuk anhidrat ini, ulangi langkah 3 sampai langkah 6.
PERCOBAAN IV
PENURUNAN TITIK BEKU LARUTAN

I. TUJUAN

- Menentukan titik beku larutan ,dan pengaruh zat terlarut terhadap titik beku larutan ,serta
menentukan nilai penurunan titik beku.

II. DASAR TEORI

Titik beku adalah suhu pada nilai tekanan tertentu saat terjadi perubahan wujud zat dari cair
menjadi padat. Titik beku air murni pada tekanan 1 atm (760 mmHg) adalah 0°C ,karena pada suhu
itu tekanan uap air sama dengan tekanan uap es. Selisih antara titik beku pelarut dengan titik beku
larutan disebut penurunan titik beku (ΔTf = Freezing point depression).

ΔTf = Titik beku pelarut – Titik beku larutan

Dimana titik belu larutan lebih kecil dari titik beku pelarut. Penurunan titik beku tidak
bergantung pada jenis zat terlarut,tetapi hanya pada konsentrasi partikel dalam larutan oleh karena itu
penurunan titik beku tergolong sifat koligatif . Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh
konsentrasi larutan itu sendiri . Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan larutan
elektrolit walaupun konsentrasi keduanya sama. Dalam larutan elektrolit memperlihatkan penurunan
titik beku lebih besar ,karena larutan elektrolit mengalami ionisasi menjadi kation dan anion sehingga
molalitas menjadi bertambah.

III. ALAT DAN BAHAN

1. Gelas kimia 250 ml 1 buah


2. Termometer -5 sd 110°c 1 buah
3. Tabung reaksi 1 buah
4. Batang Pengaduk 1 buah
5. Lap tangan 1 buah
6. Air suling/aquades 100 ml
7. Larutan Urea 100 ml 1M
8. Larutan Gula 100 ml 1M
9. Larutan Nacl 100ml 1M
10. Larutan Nacl 100ml 2M
11. Es Batu
12. Garam Dapur

IV. CARA KERJA

1. Maukan butiran es kedalam gelas kimia sampai kira-kira tiga perempat nya . Penggunaan es
sebagai bahan untuk membekukan larutan yang akan diperiksa titik bekunya. Tambahkan Kristal
garam dapur agar menghambat proses pencairan es sehingga dapat membantu kita dalam melakukan
penganalisisan terhadap titik beku larutan yang diuji tersebut. Aduk campuran dengan batang
pengaduk kaca. Campuran ini disebut dengan camouran pendingin.

2. Isilah tabung reaksi dengan air suling / aquades kira – kira 3 cm . Air suling akan dijadikan
pembanding atau acuan larutan yang lain . Maukan taung reaksi itu kedalam gelas kimia yang berisi
campuran pendingin tadi . Maukan pengaduk kaca kedalam tabung reaksi dan gerakan pengaduk kaca
ke atas dan kebawah hingga air membeku. Hal ini dilakukan agar proses pendinginannya merata.

3. Keluarkan tabung reaksi dri gelas kimia ,ganti pengaduk kaca dengan thermometer. aduklah dengan
thermometer hingga sebagian es mencair dan catatlah suhunya.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 menggunakan larutan Urea 1m.larutan gula 1m,larutan Nacl 1m,dan larutan
Nacl 2m. Jika es dalam gelas kimia sudah banyak mencair maka buat lagi campuran pendingin seperti
di atas.

Anda mungkin juga menyukai