PERCOBAAN I –IV
DOSEN PEMBIMBING :
Ir. FATRIA M. T.
DISUSUN OLEH :
ADE KURNIAWAN (061930401347)
ANDRIANSA (061930401348)
DELLA APRILA (061930401350)
DWI SANDI FATRA (061930401352)
ELNOVISTA NABABAN (061930401353)
ELZHA NATALINA SINAGA (061930401354)
INNAYAH PUTRI ANJANI (061930401356)
RINANDA DEA SAFITRI (061930401365)
Panas netralisasi adalah jumlah panas yang dilepaskan ketika 1 mol air terbentuk akibat
reaksi netralisasi asam oleh basa atau sebaliknya. Kalorimeter merupakan alat yang di
gunakan untuk mengukur perubahan panas. Hal ini karena kalorimeter mengisap panas,
sehingga tidak semua panas terukur. Kalorimeter yang di gunakan dalam keadaan sederhana
adalah kalorimeter adiabatik. Di laboratorium alat ini merupakan alat ukur yang teliti dan
secara sederhana kita mengatakan bahwa bejana panas mengalir ke dalam atau keluar dari
sistem (Atkins, 1999).
Kalorimetri didasarkan kenaikan suhu yang teramat dalam beberapa medium. Kalor
spesifik dari zat adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari 1 gram
zat pada 1C. Besaran lain yang berhubungan adalah kapasitas kalor yang merupakan
banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat bermassa pada 1C.
Banyaknya kalor yang keluar maupun masuk dari zat adalah :
q = C . t
t adalah perubahan suhu yang diperoleh dari tf – ti dimana tf merupakan temperatur
final dan ti adalah temperatur initial.
q = C (tf – ti)
Sehingga persamaan kalor spesifik :
q = m . . t
Dimana m merupakan massa dalam gram dari zat yang menyerap kalor dan c = m.
(Syukri, 1999).
Kalor adalah bentuk energi yang menyebabkan suatu zat memiliki suhu. Jika zat
menerima kalor, maka zat itu akan mengalami suhu hingga tingkat tertentu sehingga zat
tersebut akan mengalami perubahan wujud, seperti perubahan wujud dari padat menjadi cair.
Sebaliknya jika suatu zat mengalami perubahan wujud dari cair menjadi padat maka zat
tersebut akan melepaskan sejumlah kalor. Dalam Sistem Internasional (SI) satuan untuk kalor
dinyatakan dalam satuan kalori (kal), kilokalori (kkal), atau joule (J) dan kilojoule (kj)
(Sastrohamidjojo, 2005).
Prinsip pada kalor netralisasi adalah Azas Black, yang menyatakan bahwa kalor yang
dilepas sama dengan kalor yang diterima. Sedangkan metode yang digunakan adalah
kalorimetri yang berdasarkan pada hal penyeimbangan suhu dua larutan dalam suatu sistem
adiabatik. Kalor netralisasi adalah panas yang timbul pada penetralan asam atau basa kuat,
tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang terbentuk. Bila asam lemah, kalor netralisasi tidak tetap,
karena ada kalor untuk ionisasi (Sukardjo, 2002).
Pada penentuan kalor netralisasi ini digunakan asam lemah dan basa kuat, karena
adanya hukum Nilai kalor netralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti massa asam
dan basa, perubahan kalorimeter dan zat-zat yang berfungsi sebagai penyerap kalor dalam
sistem kalorimeter (Sukardjo, 2002).
1 kalori adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 gram air
sehingga suhunya naik sebesar 1oC atau 1K. jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu 1oC atau 1K dari 1 gram zat disebut kalor jenis , satuan untuk kalor jenis adalah joule
pergram perderajat Celcius (Jg-1oC-1) atau joule pergram per Kelvin (Jg-1oK-1). Pengukuran
kalor suatu reaksi dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut kalorimeter. Ada
beberapa jenis kalorimeter seperti: kalorimeter termos, kalorimeter bom, kalorimeter
thienman, dan lain-lain. Kalorimeter yang lebih sederhana dapat dibuat dari sebuah bejana
plastik yang ditutup rapat sehingga bejana ini merupakan sistim yang terisolasi. Cara kerja
kalorimeter adalah sebagai berikut: Sebelum zat-zat pereaksi direaksikan di dalam
kalorimeter, terlebih dahulu suhunya diukur, dan usahakan agar masing-masing pereaksi ini
memiliki suhu yang sama. Setelah suhunya diukur kedua larutan tersebut dimasukkan ke
dalam kalorimeter sambil diaduk agar zat-zat bereaksi dengan baik, kemudian suhu akhir
diukur (Petrucci, 2007).
Jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung secara eksoterm maka kalor yang timbul
akan dibebaskan ke dalam larutan itu sehingga suhu larutan akan naik, dan jika reaksi dalam
kalorimeter berlangsung secara endoterm maka reaksi itu akan menyerap kalor dari larutan
itu sendiri, sehingga suhu larutan akan turun. Besarnya kalor yang diserap atau dibebaskan
reaksi itu adalah sebanding dengan perubahan suhu, kalor jenis dan massa larutan. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Petrucci, 2007).
Kalorimeter sederhana pengukuran kalor reaksi, serta kalor reaksi pembakaran dapat
dilakukan dengan menggunakan kalorimeter pada tekanan tetap yaitu dengan kalorimeter
sederhana yang dibuat dan gelas stirofoam. Kalorimeter ini biasanya dipakai untuk mengukur
kalor reaksi yang reaksinya berlangsung dalam fase larutan (misalnya reaksi netralisasi asam-
basa/netralisasi, pelarutan dan pengendapan). Kalor jenis (c) adalah banyaknya kalor (Q)
yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu (T) satu satuan massa (m) benda sebesar satu derajat
(Sukardjo, 2002).
Panas pelarutan adalah panas yang dilepaskan atau diserap ketika satu mol senyawa
dilarutkan dalam sejumlah pelarut. Secara teoritis panas pelarutan suatu senyawa harus diukur pada
proses pelarutan tak berhingga, tetapi dalam prakteknya pelarut yang ditambahkan jumlahnya
terbatas, yaitu sampai tidak lagi timbul perubahan panas ketika ditambahkan lebih banyak pelarut
(Ahmad, 2008). Perubahan entalpi pelarutan adalah kalor yang menyertai proses penambahan
sejumlah tertentu zat terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan tekanan tetap. Terdapat dua macam
entalpi pelarutan yaitu entalpi pelarutan integral dan entalpi pelarutan diferensial. Entalpi pelarutan
integral adalah perubahan entalpi jika satu mol zat terlarut dilarutkan ke dalam n mol pelarut. Jika
pelarut yang digunakan adalah air, maka persamaan reaksi pelarutnya dituliskan sebagai berikut:
Persamaan tersebut menyatakan bahwa satu mol zat x dilarutkan ke dalam n mol air. Sebagai
contoh entalpi pelarutan integral dalam percobaan kita kali ini adalah CuSO4:
Walaupun air bukan pelarut yang universal (pelarut yang dapat melarutkan semua zat), tetai
dapat melarutkan banyak macam senyawa ionik, senyawa organik dan anorganik yang polar dan
bahkan dapat melarutkan senyawa-senyawa yang polaritasnya rendah tetapi berinteraksi khusus
dengan air.
Salah satu sebab mengapa air itu dapat melarutkan zat-zat ionik ialah karena kemampuannya
menstabilkan ion dalam larutan hingga ion-ion itu dapat terpisah antara satu dengan lainnya.
Kemampuan ini disebabkan oleh besarnya tetapan dielektrika yang dimiliki air. Tetapan dielektrik
adalah suatu tetapan yang menunjukkan kemampuan molekul mempolarisasikan dirinya atau
kemampuan mengatur muatan listrik yang tedapat dalam molekulnya sendiri sedemikian rupa
sehingga dapat mengarah pada menetralkan muatan-muatan listrik yang terdapat di sekitarnya. Dalam
hal ini, kekuatan tarik menarik muatan yang belawanan akan sangat diperkecil bila medianya
mempunyai tetapan dielektrik besar.
Dalam percobaan ini akan dicari panas pelarutan dua senyawa yaitu CuSO4.5H2O dan
CuSO4 anhidrat. Biasanya panas reaksi senyawa sangat sulit untuk ditentukan, tetapi dengan
menggunakan hukum Hess panas reaksi ini dapat dihitung secara tidak langsung. Hukum Hess
menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah jumlah total perubahan entalpi untuk setiap tahapnya atau
bisa disimpulkan kalor reaksi tidak bergantung pada lintasan, tetapi hanya ditentukan keadaan awal
dan akhir. Jadi jika suatu reaksi dapat berlangsung menurut dua tahap atau lebih maka kalor reaksi
totalnya sama dengan jumlah aljabar kalor tahapan reaksinya. Oleh karena itu hukum Hess disebut
juga hukum penjumlahan kalor.
III. ALAT DAN BAHAN
a. Kalorimeter
b. Mortar
c. Alu
d. Thermometer
e. Neraca analitik
f. Silinder ukur
g. Desikator
h. Cawan porselen
i. Stopwatch
j. Pembakar spritus.
I. TUJUAN
- Menentukan titik beku larutan ,dan pengaruh zat terlarut terhadap titik beku larutan ,serta
menentukan nilai penurunan titik beku.
Titik beku adalah suhu pada nilai tekanan tertentu saat terjadi perubahan wujud zat dari cair
menjadi padat. Titik beku air murni pada tekanan 1 atm (760 mmHg) adalah 0°C ,karena pada suhu
itu tekanan uap air sama dengan tekanan uap es. Selisih antara titik beku pelarut dengan titik beku
larutan disebut penurunan titik beku (ΔTf = Freezing point depression).
Dimana titik belu larutan lebih kecil dari titik beku pelarut. Penurunan titik beku tidak
bergantung pada jenis zat terlarut,tetapi hanya pada konsentrasi partikel dalam larutan oleh karena itu
penurunan titik beku tergolong sifat koligatif . Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh
konsentrasi larutan itu sendiri . Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan larutan
elektrolit walaupun konsentrasi keduanya sama. Dalam larutan elektrolit memperlihatkan penurunan
titik beku lebih besar ,karena larutan elektrolit mengalami ionisasi menjadi kation dan anion sehingga
molalitas menjadi bertambah.
1. Maukan butiran es kedalam gelas kimia sampai kira-kira tiga perempat nya . Penggunaan es
sebagai bahan untuk membekukan larutan yang akan diperiksa titik bekunya. Tambahkan Kristal
garam dapur agar menghambat proses pencairan es sehingga dapat membantu kita dalam melakukan
penganalisisan terhadap titik beku larutan yang diuji tersebut. Aduk campuran dengan batang
pengaduk kaca. Campuran ini disebut dengan camouran pendingin.
2. Isilah tabung reaksi dengan air suling / aquades kira – kira 3 cm . Air suling akan dijadikan
pembanding atau acuan larutan yang lain . Maukan taung reaksi itu kedalam gelas kimia yang berisi
campuran pendingin tadi . Maukan pengaduk kaca kedalam tabung reaksi dan gerakan pengaduk kaca
ke atas dan kebawah hingga air membeku. Hal ini dilakukan agar proses pendinginannya merata.
3. Keluarkan tabung reaksi dri gelas kimia ,ganti pengaduk kaca dengan thermometer. aduklah dengan
thermometer hingga sebagian es mencair dan catatlah suhunya.
4. Ulangi langkah 2 dan 3 menggunakan larutan Urea 1m.larutan gula 1m,larutan Nacl 1m,dan larutan
Nacl 2m. Jika es dalam gelas kimia sudah banyak mencair maka buat lagi campuran pendingin seperti
di atas.