Anda di halaman 1dari 4

Ta’arudh al-Adillah dan Aplikasinya dalam Kitab Bidayah al-Mujtahid

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Secara fikih, seluruh tata kehidupan manusia harus merujuk kepada sumber-sumber
otoritatif. Sumber pokok di dalam fikih adalah Al-Quran dan Hadits. Di luar itu, terdapat pula
sumber hukum lain, yaitu Ijma’, Qiyas, Istihsan, Mashlahah Mursalah, Fatwa Shahabi, Istishhab,
‘Urf, dan lain-lain.
Namun, dalam praktiknya, di antara sekian literatur sumber-sumber tersebut yang
membentang luas, ditemukan sejumlah teks yang secara lahir tampak saling bertentangan. Hal
ini, misalnya dapat ditemukan di dalam kitab-kitab perbandingan fikih (muqaranah fikih), tidak
terkecuali di dalam kitab Bidayah al-Mujtahid karya Ibn Rusyd yang populer itu.
Memperhatikan masalah di atas, penulis merasa penting untuk mengangkat masalah ini
menjadi sebuah karya ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya, bisa dilakukan perumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Ta’arudh al-Adillah dan bagaimana penyelesaiannya?
2. Bagaimana contohnya di dalam kitab Bidayah al-Mujtahid?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ta’arudh al-Adillah dan bagaimana
penyelesaiannya.
2. Untuk mengetahui contohnya di dalam kitab Bidayah al-Mujtahid.

D. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan penulis, masalah yang hendak diangkat dalam karya ini dibatasi hanya
pada 2 (dua) contoh kasus pertentangan di antara dua hadits.

II. Landasan Teori: Ta’arudh al-Adillah dan Penyelesaiannya


A. Pengertian Ta’arudh al-Adillah
Ta’arudh al-Adillah tersusun dari dua kata, al-ta’arudh dan al-adillah. Yang dimaksud
dengan al-adillah (tunggal: al-dalil), sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf,
adalah:
1
‫ما يستدل بالنظر الصحيح فيه على حكم شرعي عملي على سبيل القطع أو الظن‬
Artinya: sesuatu yang dijadikan petunjuk, berdasarkan penalaran yang benar, kepada
kesimpulan hukum syar’i ‘amali, melalui metode qath’i atau zhanni.

Sedangkan yang dimaksud dengan al-ta’arudh, sebagaimana dikutip dalam al-Mausu’ah al-
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, adalah:
2 ‫آل َخ ُر‬ َ ‫ث يَ ْقت َ ِضي أ َ َح ُد ُه َما‬
ْ ‫غ ْي َر َما يَ ْقت َ ِضي ا‬ ُ ‫ ِب َح ْي‬،‫الت َّ َمانُ ُع بَ ْي َن ال َّد ِلي َل ْي ِن ُم ْط َلقًا‬

1
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh wa Khulashah al-Tasuri’ al-Islami, (Mesir: Mathba’ah al-Madani,
t.t.), hal. 24.
Artinya: terjadinya pertentangan di antara dua dalil secara mutlak, yaitu kesimpulan hukum
yang dimaksud oleh salah satunya bertolak belakang dengan yang lainnya.

B. Penyelesaian Ta’arudh al-Adillah


Jika terjadi pertentangan dalil, maka solusinya adalah jika memungkinkan dilakukan
kompromi, maka dilakukan kompromi dan jika tidak mungkin dikompromikan, maka dilakukan
tarjih. Yang demikian ini, sebagaimana ditegaskan dalam Ensiklopedi Fikih Kuwait sebagai
berikut:
ِ ‫ار إلَى الت َّ ْر ِج‬
‫يح‬ ُ ‫ص‬َ ُ‫ َو ِإ ِِذَا لَ ْم يُ ْم ِك ِن ا ْل َج ْم ُع ي‬،‫ َوأ َ ْمكَنَ ا ْل َج ْم ُع بَ ْينَ ُه َما ُج ِم َع‬،‫ان‬
ِ َ ‫ت ا ْلبَيِنَت‬ َ َ‫إِذَا تَع‬
َ ‫ار‬
ِ ‫ض‬
Artinya: Jika terjadi pertentangan di antara beberapa dalil, sedangkan mungkin
dikompromikan, maka dilakukan kompromi dan jika tidak mungkin dikompromikan, maka
dilakukan tarjih.

Adapun, yang dimaksud dengan Tarjih adalah:


ُ ‫ان األْ َّول ِب َما يُقَ ِوي ِه َوالت َّ َعا ُر‬
‫ض‬ ِ ‫ ِال ْق ِت َر‬،ُ‫ضه‬ َ ‫ت َ ْقدِي ُم َد ِلي ٍل‬
ُ ‫علَى َد ِلي ٍل آ َخ َر يُ َع ِار‬
Artinya: memenangkan sebuah dalil dan mengalahkan dalil lain yang bertentangan
dengannya karena pada yang pertama dianggap lebih kuat.

III. Pembahasan: Contoh Ta’arudh al-Adillah dalam Kitab Bidayah al-Mujtahid


A. Zakat Perhiasan Halal
1. Hukum Zakat Perhiasan Halal
Perhiasan halal yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah perhiasan yang berbahan emas
atau perak. Fukaha sepakat bahwa di antara hal yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah emas
dan perak. Hanya saja, mereka berselisih pendapat dalam masalah emas dan perak yang
dijadikan perhiasan halal.
Dalam hal ini, terdapat dua kelompok: yang mengatakan tidak wajib dikeluarkan zakatnya
dan yang mengatakan wajib. Termasuk kelompok pertama adalah Imam Malik, al-Laits, dan
Imam Syafi’i. Sedangkan, yang termasuk kelompok kedua adalah Imam Abu Hanifah dan para
pengikutnya.3

2. Sumber Perbedaan Pendapat


Perbedaan pendapat di antara dua kelompok di atas, sebagaimana dikemukakan Ibn Rusyd,
adalah karena perbedaan atsar atau hadits Nabi SAW.
Kelompok pertama yang mengatakan bahwa hukum perhiasan halal tidak dikenai kewajiban
zakat adalah hadits Nabi SAW berikut:
4
‫س فِي ا ْل ُح ِلي ِ َزكَاة‬
َ ‫لَ ْي‬
Artinya: tidak ada kewajiban zakat bagi perhiasan halal.

Sedangkan kelompok kedua yang mengatakan bahwa hukum perhiasan halal dikenai
kewajiban zakat adalah hadits berikut:
2
Wizarah al-Auqaf wa al-Syu`un, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, (Kuwait: Dar al-Salasil, 1404-
1427 H), vol. XII, cet. ke-2, hal. 184.
3
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Kairo: Dar al-Hadits, 1425 H./2004 M.), vol. II,
hal. 11.
4
Hadits ini di antaranya diriwayatkan dalam: Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 2003), vol. IV, cet. ke-3, hal. 233.
‫سك‬ َ ‫ َوفِي يَ ِد ا ْبنَتِ َها َم‬،‫ َو َمعَ َها ا ْبنَة لَ َها‬- ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫َّللا‬َّ ‫صلَّى‬ َ - ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫ام َرأَةً أَتَتْ ِإلَى َر‬ ْ ‫أ َ َّن‬
‫َّللاُ ِب ِه َما يَ ْو َم‬
َّ ‫س ِو َر ِك‬ َ ُ‫س ُّر ِك أ َ ْن ي‬ُ َ‫ أَي‬:‫ قَا َل‬،‫ َال‬: ْ‫ِين َزكَاةَ َهذَا؟ قَالَت‬ َ ‫ أَتُؤَد‬:‫ فَقَا َل َل َها‬،‫ب‬ ٍ ‫ِم ْن ذَ َه‬
: ْ‫ َوقَالَت‬- ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ - ِ ‫ار ْي ِن ِم ْن نَ ٍار؟ فَ َخلَ َعتْ ُه َما َوأ َ ْلقَتْ ُه َما ِإ َلى النَّ ِبي‬
َ ‫س َو‬ِ ‫ا ْل ِق َيا َم ِة‬
5
»‫سو ِل ِه‬
ُ ‫لر‬ ِ َّ ِ ‫ُه َما‬
َ ‫ّلِل َو‬
Artinya: Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW sambil mengajak putrinya
yang mengenakan dua gelang emas di tangannya. Lalu, Rasulullah menegurnya seraya berkata:
Apakah gelang itu kamu keluarkan zakatnya? Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian Rasulullah
bersabda, “Apakah kamu senang jika kelak di hari Kiamat Allah memasangkan dua gelang di
tanganmu dari api neraka?” Kemudian, perempuan itu pun melepas dua gelang tersebut dan
memberikannya kepada Nabi SAW seraya berkata, "Dua gelang ini aku serahkan kepada Allah
dan Rasul-Nya.

3. Penyelesaian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ibn Rusyd, dua hadits yang dijadikan sandaran
hukum oleh kedua kelompok adalah lemah (dha’if), sebagaimana dikemukakannya berikut ini:
ِ ‫ب ْاأل َ ْملَ ِك ِال ْخ ِت ََلفِ ِه ْم ت َ َر ُّد ُد ا ْل ُح ِلي‬ِ َ‫سب‬
َّ ‫ َو ِلك َْو ِن ال‬،‫ِيث َجابِ ٍر‬ ُ ‫ص ٍة َحد‬ َّ ‫ َوبِ َخا‬،‫ان‬ ِ َ‫ض ِعيف‬ َ ‫ان‬ ِ ‫َو ْاألَث َ َر‬
‫ َوبَ ْي َن‬،ُ‫صو ُد ِم ْن ُه َما أ َ َّو ًال ا ْل ُمعَا َملَةُ َال ِاال ْنتِفَاع‬ ُ ‫ض ِة اللَّذَ ْي ِن ا ْل َم ْق‬ َّ ‫اس بَ ْي َن التِ ْب ِر َوا ْل ِف‬ ِ ‫ا ْل ُمت َّ َخ ِذ ِل ِل َب‬
:‫ أ َ ْعنِي‬- ‫ض ِة‬ َّ ‫صو ِد ِم َن التِ ْب ِر َوا ْل ِف‬ ُ ‫ف ا ْل َم ْق‬ ُ ‫ض ِع ْاأل َ َّو ِل ِخ ََل‬ْ ‫صو ِد ِم ْن َها بِا ْل َو‬ ُ ‫وض التي ا ْل َم ْق‬ ِ ‫ا ْلعُ ُر‬
.‫ ك َْونَ َها ث َمنا‬:‫ َوأ َ ْع ِني ِبا ْل ُم َعا َملَ ِة‬،‫ع ِب َها َال ا ْل ُم َعا َملَ َة‬
6 ً َ
َ ‫ِاال ْن ِتفَا‬
Artinya: Dua hadits di atas adalah dha'f, terutama hadits dari Jabir RA. Dengan demikian,
sebab pokok beda pendapat di atas adalah perbedaan dalam mengategorikan emas
perhiasan apakah dikategorikan sebagai barang bernilai yang wajib zakat -walau tidak
mendatangkan penghasilan- atau dikategorikan sebagai barang mati yang tidak
mendatangkan keuntungan sehingga tidak wajib dizakatkan.

Dari pernyataan Ibn Rusyd di atas, tampak bahwa letak sumber perbedaan pendapat adalah
pada pengkategorian perhiasan halal, apakah ia dikelompokkan kepada sesuatu yang bernilai
yang wajib dikeluarkan zakatnya, meskipun ia tidak berkembang atau tidak mendatangkan
penghalisan, ataukah ia dikelompokkan kepada barang yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya
karena ia tidak berkembang atau tidak mendatangkan hasil.
Selanjutnya, Ibn Rusyd sendiri membiarkan perbedaan pendapat tersebut tanpa melakukan
penyelesaian baik melalui kompromi maupun tarjih.

B.

IV. Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

5
Hadits ini di antaranya diriwayatkan dalam: An-Nasa`i, As-Sunan al-Shughra, (Alepo: Maktabah al-
Mathbu’ah al-Islamiyah, 1986), vol. V, cet. ke-2, hal. 38.
6
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid…., vol. II, hal. 12.
Pertama, ta’arudh al-adillah atau kontradiksi antar beberapa dalil adalah adanya beberapa
dalil yang kesimpulan hukumnya mengandung pertentangan. Solusinya adalah kompromi (jika
memungkinkan) atau tarjih (jika tidak mungkin dilakukan kompromi).
Kedua, contoh Ta’arudh al-Adillah di dalam kitab Bidayah al-Mujtahid di antaranya ada
dalam masalah zakat perhiasan halal. Namun, karena kedua hadits yang dijadikan sandaran dan
saling bertentangan berstatus lemah (dha’if) maka letak perbedaan pendapat yang sebenarnya
terjadi adalah pada kategorisasi perhiasan halal. Dalam masalah ini, Ibn Rusyd membiarkannya
mengambang dan tidak melakukan penyelesaian, yakni al-jam’ atau tarjih.

Anda mungkin juga menyukai