FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2019 Menurut pandangan penulis, perkembangan ilmu ekonomi pembangunan mengacu dalam permasalahan yang dihadapi negara-negara berkembang. Semenjak ilmu ini dikaji, sebagian besar menilik pada masalah sosial ekonomi yang dihadapi negara berkembang. Capaian pembangunan ekonomi yang cepat misalnya, yang kiranya mampu mengejar ketertinggalan dengan negara maju. Atau mengatasi masalah kemiskinan yang sudah menjadi masalah pelik di negara berkembang. Selain solusi dari diri sendiri, peran serta negara maju juga diperlukan dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Meski demikian, dari opini penulis menunjukan peran serta dari negara maju memiliki maksud tertentu. Tingginya sumber daya alam, atau lokasi strategis memiliki daya tarik tersendiri. Ibarat pepatah, “ada gula ada semut” semakin banyak potensi negara berkembang tersebut nampaknya semakin banyak negara maju membantu negara tersebut. Alih-alih memberikan bantuan, namun di akhirnya bisa menjadi keuntungan berlebih di akhir waktu nantinya. Walau demikian, solusi-solusi yang ditawarkan negara maju kiranya seluruhnya bukan solusi yang tepat. Ada solusi yang semestinya dipecahkan sendiri, tidak melalui “pengalaman-pengalaman” negara maju. Karena faktor perbedaan latar belakang, daya saing, potensi ekonomi dan hal lainnya membuat negara maju juga harus bergerak mandiri tanpa tergantung dari solusi “warisan” negara maju. Dalam bahasan lainnya, penulis membahas tentang perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan identik dengan negara berkembang sedangkan pertumbuhan identik dengan negara maju. Perkembangan menunjukkan perubahan suatu keadaan ekonomi, bisa jadi meninggalkan zona nyaman atau malah ingin menuju zona nyaman. Keadaan sosial ekonomi yang dialami negara berkembang menggambarkan hal ini. Sementara itu, pertumbuhan menyiratkan suatu hal yang melaju dalam jangka panjang dan mantap. Kestabilan kondisi negara maju membuat pendapatan negara semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan ekonomi didefinisikan dengan tiga cara. Pertama, perkembangan ekonomi bisa diukur dari perkembangan pendapatan nasional dalam periode waktu ke waktu. Kedua, pengukuran perkembangan ekonomi dari pendapatan nyata perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Terakhir menilik dari perkembangan titik-titik kesejahteraan suatu negara. Berdasarkan teori ini, penulis mengangkat istilah “tidak berkembang” dan “kurang berkembang”. Tidak berkembang berarti negara tersebut tidak memiliki kemampuan untuk berkembang, seperti Antartika, Afrika maupun bagian-bagian Sahara. Sedangkan kurang berkembang adalah negara yang sedang berkembang namun progresnya lambat. India, Pakistan atau Uganda bisa menjadi contoh. Kedua istilah ini identik dengan “miskin” dan “terbelakang”. Terkait negara terbelakang, penulis mengangkat isu kriteria negara terbelakang tersebut. Pertama, kriteria terbelakang dari rasio penduduk dengan wilayah. Hal ini menunjukan dari sisi kepadatan penduduk. Biasanya negara terbelakang memiliki titik-titik kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Kata “kumuh” dan “miskin” bisa mencerminkan titik tersebut. Kedua, dari sisi perbandingan output industri dengan keseluruhan output. Industri mencerminkan lapangan usaha yang menjangkau luas berbagai tingkat tenaga kerja. Tidak perlu memiliki skill khusus, pendidikan rendah hanya memerlukan tenaga dan kerja keras kiranya erat dengan lapangan usaha ini. Selain itu, lapangan usaha industri sebagian besar menggunakan bahan-bahan dari pertanian sehingga lapangan usaha industri mampu lebih menyerap tenaga kerja secara tidak lansung. Semakin rendah perbandingan output industri dengan keseluruhan output menunjukkan negara tersebut semakin terbelakang. Kriteria keterbelakangan yang ketiga adalah rendahnya rasio modal terhadap populasi per kapita. Kelangkaan modal mampu menciptakan masalah ekonomi dan sosial. Kurangnya modal membuat pembangunan ekonomi melambat sehingga tujuan pertumbuhan ekonomi yang stabil semakin sulit untuk diraih. Kriteria keempat adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan indikator umum yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi persentase kemiskinan kiranya semakin menunjukkan semakin terbelakang. Kriteria terakhir adalah rendahnya pendapatan per kapita negara terbelakang dengan negara maju. Kriteria ini menunjukkan kemampuan masyarakat dalam melakukan konsumsi. Pada bagian akhir, penulis menyimpulkan definisi negara berkembang adalah negara yang memiliki prospek atau potensi untuk mengelola segala kekayaan yang dimilikinya untuk meraih pertumbuhan ekonomi yang stabil. Negara berkembang mampu mengejar negara maju atau bahkan bisa menjadi negara maju, namun di sisi lainnya negara berkembang juga bisa “jatuh” sehingga menjadi negara terbelakang atau “tidak berkembang”. Perkembangan ini bisa dilihat dari sisi pendapatan perkapita, modal, atau titik-titik kesejahteraannya. Secara umum penulis berpandangan bahwa ilmu ekonomi pembangunan berfokus pada segala daya upaya negara berkembang dalam meraih kestabilan pertumbuhan ekonomi. Dengan stabilnya ekonomi kiranya tujuan mengejar negara maju bisa dicapai. Namun pada kenyataannya hal tersebut sangat sulit diraih bahkan kadang negara berkembang bisa menjadi negara kurang berkembang bahkan terbelakang. Wawasan penulis kiranya sangat penting dipelajari dan dipahami oleh mahasiswa jurusan ekonomi pembangunan Udayana. Selain menambah wawasan secara umum, melalui buku ini penulis mengajak pembaca untuk berpandangan lebih kritis sebagai mahasiswa. Isu-isu terkini terkait ekonomi nampaknya bisa diimplementasikan dan dipahami melalui buku pandangan jhinghan.