Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KARYOTYPING

MODUL SEL DAN GENETIKA

Disusun Oleh:

BILAL WANA SATRIA


I1011191054
KELOMPOK D

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Apresiasi terhadap pentingnya genetika terhadap kedokteran memerlukan


pemahaman tentang sifat bahan herediter, bagaimana ia dikemas ke dalam genom
manusia, dan bagaimana ia ditransmisikan dari sel ke sel selama pembelahan sel
dan dari generasi ke generasi selama reproduksi. Genom manusia terdiri dari
sejumlah besar asam deoksiribonukleat (DNA) yang mengandung struktur
informasi genetik yang diperlukan untuk menentukan semua aspek embriogenesis,
pengembangan, pertumbuhan, metabolisme, dan reproduksi. Pada dasarnya semua
aspek dari apa yang membuat manusia menjadi organisme fungsional.1

Setiap sel berinti dalam tubuh membawa salinan genom manusia sendiri,
yang berisi, tergantung pada bagaimana seseorang mendefinisikan istilah tersebut,
sekitar 20.000 hingga 50.000 gen. Gen, yang pada titik ini dianggap sederhana dan
paling luas sebagai unit fungsional informasi genetik, dikodekan dalam DNA
genom, diorganisasikan ke dalam sejumlah organel berbentuk batang yang disebut
kromosom dalam nukleus setiap sel. Pengaruh gen dan genetika pada kondisi
kesehatan dan penyakit sangat dalam, dan akarnya ditemukan dalam informasi yang
dikodekan dalam DNA yang membentuk genom manusia.1

Tampilan teratur dari set lengkap 46 kromosom manusia disebut kariotipe


manusia. Jika bagian dari kromosom hilang, atau beralih di antara kromosom,
perubahan ini dapat dideteksi. Cytogeneticists menganalisis karyotypes untuk
mendeteksi kelainan kromosom yang berhubungan dengan beberapa kelainan
bawaan dan dengan jenis kanker tertentu.2

Setiap spesies memiliki pelengkap kromosom karakteristik (kariotipe)


dalam hal jumlah, morfologi, dan konten kromosom yang membentuk genomnya.
Gen-gen berada dalam urutan linier di sepanjang kromosom, masing-masing gen
memiliki posisi atau lokus yang tepat. Peta gen (gene map) adalah peta lokasi
genom gen dan merupakan karakteristik dari setiap spesies dan individu dalam
suatu spesies.1

Kromosom pertama kali diwacanakan oleh C. Von Nageli pada tahun 1842.
Istilah kromosom sendiri baru dikenalkan secara luas oleh W. Waldeyer pada tahun
1888 sebagai benda berwarna (colored body) karena kromosom dapat menyerap
warna dengan menggunakan teknik histologi. Dalam perkembangannya, kromosom

1
adalah struktur yang terdapat di dalam sel organisme yang mengandung materi
genetik yang disebut sebagai gen, yang berperan dalam proses pewarisan sifat dan
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tiap organisme. Kromosom dapat
diartikan sebagai suatu komponen inti yang terorganisasi dan memiliki fungsi
khusus.3

Studi tentang kromosom, strukturnya, dan pewarisannya disebut


sitogenetika. Ilmu sitogenetika manusia berasal dari tahun 1956, ketika pertama kali
ditetapkan bahwa jumlah kromosom manusia normal adalah 46. Sejak saat itu,
banyak yang telah dipelajari tentang kromosom manusia, struktur dan komposisi
normal mereka, dan identitas gen yang dikandung, serta berbagai kelainanya.1

Kromosom dapat terlihat jelas pada tahap-tabap tertentu pembelahan inti


dan umumnya kromosom dapat terlihat dengan baik pada fase prometafase dan
metafase. Karakter kromosom yang paling baik dapat dipelajari selama fase
tersebut karena pada fase tersebut kromosom terlihat sebagai bangunan silindroid,
berlengan empat dan dapat berbentuk lurus atau bengkok yang tersusun atas
kromatin. Kromatin merupakan kompleks yang dibentuk oleh gabungan DNA.
protein histon, dan RNA.3

Pada eukariota, DNA dalam nukleus didistribusikan di antara sekumpulan


kromosom yang berbeda. DNA dalam nukleus manusia, misalnya, mengandung
sekitar 3,2 × 109 nukleotida yang dibagi menjadi 23 atau 24 jenis kromosom yang
berbeda (laki-laki, dengan kromosom Y mereka, memiliki jenis kromosom ekstra
yang tidak dimiliki perempuan). Setiap kromosom terdiri dari molekul DNA linier
tunggal yang sangat panjang yang terkait dengan protein yang melipat dan
mengemas benang halus DNA ke dalam struktur yang lebih kompak. Kompleks
DNA dan protein disebut kromatin. Selain protein yang terlibat dalam pengemasan
DNA, kromosom juga dikaitkan dengan banyak protein lain yang terlibat dalam
replikasi DNA, perbaikan DNA, dan ekspresi gen.2

Berdasarkan daya serap terhadap larutan pewarna, kromatin dibagi menjadi


dua daerah, yaitu eukromatin dan heterokromatin. Daya serap eukromatin terhadap
pewarna lebih rendah daripada heterokromatin. Eukromatin akan tampak menebal
saat memasuki mitosis, sedangkan heterokromatin akan tampak gelap karena
mudah menyerap pewarna. Heterokromatin umumnya terletak di dekat sentromer,
di telomer, dan beberapa bagian lain (daerah interstisiil/pertengahan lengan
kromosom). Secara fungsional, eukromatin lebih aktif daripada heterokromatin
karena pada eukromatin terdapat gen-gen yang akan diekspresikan. Heterokromatin

2
dibagi menjadi dua, yaitu heterokromatin konstitutif dan heterokromatin fakultatif.
Heterokromatin konstitutif selamanya tidak akan aktif karena tidak mengandung
atau hanya sedikit mengandun gen-gen struktural. Fungsi heterokromatin
konstitutif antara lain melindungi daerah sentromer, melindungi kelompok gen
tertentu, memudahkan sinapsis kromosom homolog saat meiosis, dan mendekatkan
hubungan kromosom-kromosom nonhomology yang membawa gen-gen
fungsional. Adapun heterokromatin fakultatif pada saat-saat tertentu akan terurai
dan DNA-nya dapat ditranskripsi.4

Kromosom terdiri atas DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), RNA (Rybo Nucleic
Acid), protein histon dan protein nonhistone sehingga keseluruhan komponen
kromoson tersebut merupakan kompleks nucleoprotein yang disebut kromatin.
Kromoso terdiri dari dua kromatid yang tersusun dari molekul DNA. Tiap-tiap
kromatid terdiri atas dua buah lengan, yaitu lengan pendek (p) dan lengan panjang
(q). Lengan pendek dan lengan panjang tersebut dihubungkan oleh suatu struktur
yang disebut sentromer.3

Berdasarkan lokasi sentromer, kromosom dapat dibagi menjadi beberapa


bentuk yang yaitu:4

a. Metasentrik, jika sentromer terletak di tengah kromosom sehingga


kromosom terbagi menjadi dua lengan hampir sama panjangnya.
b. Submetasentrik jika sentromer terletak pada salah satu ujung kromosom
sehingga kromosom dibagi menjadi dua lengan dengan panjang yang
tidak sama,
c. Akrosentris, jika sentromer terletak di dekat ujung kromosom sehingga
satu lengan menjadi sangat pendek dan yang lainnya sangat panjang.
d. Telosentris jika sentromernya terletak di ujung kromosom, dimana
kromosom itu hanya terdiri dari satu lengan. Berdasarkan jenisnya,
kromosom terdiri dari autosom (kromosom tubuh) dan gonosom
(kromosom seks).

Abnormalitas pada kromosom, dibagi menjadi dua meliputi kelainan yaitu


perubahan struktural dan perubahan jumlah kromosom. Perubahan jumlah
kromosom seperti duplikasi, delesi, inversi, dan translokasi kromosom. Delesi
adalah hilang atau hilangnya sebagian karena kromosom yang rusak. Duplikasi
dapat terjadi ketika bagian dari kromosom memiliki gen yang diulang karena
panjang dari lengan kromosom. Inversi adalah kromosom yang memiliki urutan gen
terbalik karena rotasi kromosom 180 derajat yang kemudian membentuk loop. Loop

3
yang telah terbentuk putus dan akhirnya dihubungkan kembali. Translokasi terjadi
karena bagian segmen kromosom pindah ke kromosom lain. Kelainan kromosom
terjadi bukan hanya karena perubahan kromosom tetapi mungkin juga karena
perubahan jumlah kromosom. Perubahan tersebut termasuk kromosom euploid dan
aneuploid. Euploidi adalah situasi ketika jumlah kromosom dua kali lipat dari
jumlah asal kromosom, misalnya semangka tanpa biji. Aneuplod adalah keadaan
organisme yang kelebihan atau kekurangan kromosom tertentu. Individu dengan
kelainan ini adalah aneuploid yang biasanya disebabkan oleh nondisjunction.
Berikut ini adalah contoh kelainan pada kromosom: sindrom Cry du Chat, Sindrom
Wolf-Hirschhorn, Sindrom Down, Sindrom Jacobsen, Sindrom Edwards, Sindrom
Turner, Sindrom Klinefelter.4

24 jenis kromosom yang ditemukan dalam genom manusia dapat dengan


mudah diidentifikasi pada tingkat sitologi dengan prosedur pewarnaan khusus.
Pewarnaan yang paling umum, G-banding, dikembangkan pada awal 1970-an dan
merupakan alat analitik seluruh genom yang pertama digunakan secara luas untuk
penelitian dan diagnosis klinis. Hal tersebut telah menjadi standar emas untuk
deteksi dan karakterisasi kelainan genomik struktural dan numerik dalam
pengaturan diagnostik klinis untuk gangguan konstitusional (postnatal atau
prenatal) dan didapat (kanker).1

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fragile X syndrome (FXS)

Fragile X syndrome (FXS) adalah penyebab terbelakang yang paling


umum dari keterbelakangan mental dengan sekitar 1 dari 4000 laki-laki
dapat terkena. 1 Dalam sebagian besar kasus, kelainan terkait-X ini
disebabkan oleh ekspansi pengulangan CGG pada 5’- Untranslated Region
(UTR) gen FMR1 yang muncul karena ketidakstabilan meiosis alel tertentu
pada saluran ulang ini. FXS yang menyebabkan alel, atau mutasi penuh,
mengandung 200 atau lebih salinan pengulangan yang mengalami
hipermetilasi dan transkripsi dibungkam. Alel yang tidak stabil yang
menimbulkan mutasi penuh disebut premutasi dan dikaitkan dengan
fenotipe yang berbeda dari FXS. Mekanisme mutasi, dikombinasikan
dengan lokasi gen ini pada kromosom X, mengarah ke pola pewarisan yang
luar biasa di mana alel yang relevan dilewatkan dari pria normal secara
intelektual melalui anak perempuan mereka yang tidak terpengaruh dan
kemudian ke anak laki-laki yang terkena.5

2.2. Penyebab
Fragile X syndrome (FXS) disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya protein retardasi mental 1 rapuh X (fragile X mental retardation 1
Protein) (FMRP; juga dikenal sebagai regulator fungsional sinaptik FMR1),
sebuah protein pengikat RNA dengan peran penting dalam regulasi
sejumlah besar mRNA di neuron post-sinaptik.6
FXS paling sering disebabkan oleh ekspansi berulang tri nukleotida
CGG di wilayah promoter FMR1, yang terletak di Xq27.3, yang mengarah
pada metilasi, pembungkaman transkripsi, dan tidak adanya atau
kekurangan FMRP. Individu dengan FMR1 yang mengandung> 200
pengulangan CGG memiliki mutasi penuh, dan mereka dengan antara 55
dan 200 pengulangan CGG membawa premutasi dan memiliki transkripsi
FMR1 yang berlebihan.6

5
2.3. Gambaran Klinis
Sebagian besar bayi dengan Fragile-X Syndrome (FXS) memiliki
kait awal yang buruk seperti mengisap dengan menyusui, dan mereka sering
mengalami emesis berulang karena refluks. Otitis media berulang diamati
pada> 60% pasien dalam beberapa tahun pertama kehidupan dan biasanya
memerlukan pemasangan tabung ventilasi (tabung penyama tekanan) untuk
menormalkan pendengaran. Setelah tahun pertama kehidupan, defensif
taktil mulai muncul, individu memiliki kontak mata yang buruk dan
kecenderungan untuk mengepakkan tangan dengan gembira; menggigit
tangan atau mengunyah pakaian juga biasa terjadi. Hingga 20% pasien
memiliki strabismus (yaitu mata juling atau mata malas), dan jika ini
berlanjut setelah tahun pertama kehidupan, diperlukan pengobatan mata.6
Banyak anak-anak dengan FXS mengalami kecemasan dan
hyperarousal sensorik yang muncul di tahun kedua kehidupan mereka, dan
begitu mereka dapat berjalan, mereka biasanya menjadi hiperaktif.
Memang, 80% anak laki-laki dengan FXS memiliki hiperaktivitas
substansial pada usia 3-4 tahun dan didiagnosis dengan attention-deficit /
hyperactivity disorder (ADHD), meskipun hanya 40% anak perempuan
dengan FXS didiagnosis dengan ADHD pada usia sekolah 3,246.247. Anak-
anak mulai membesar-besarkan mulut mereka dengan makanan karena
defisit sensorik pada usia 3 tahun, dan obesitas dilaporkan pada ~ 35%
pasien pada masa remaja.6
Jika hipotonia adalah masalah besar selama masa bayi,
keterlambatan motorik dalam duduk dan berjalan mungkin terjadi. Kejang
terjadi pada ~ 8-16% pria dan 3-7% wanita dengan FXS, biasanya muncul
dalam 5 tahun pertama kehidupan, dan merupakan masalah medis paling
substansial untuk anak-anak dengan FXS4,7248. Kejang adalah kejang
kompleks parsial paling umum tetapi juga bisa disamaratakan dengan tonik-
klonik atau ketiadaan kejang.6
Gejala gangguan spektrum autisme (ASD) dapat berkembang
selama anak usia dini, dan ~ 50-60% pria dan 20% wanita dengan FXS juga
memiliki ASD. Kecacatan intelektual adalah umum pada laki-laki dengan
FXS, meskipun ~ 15% laki-laki (terutama mereka yang memiliki mosaik)
dan 70% perempuan memiliki IQ di ambang batas kisaran normal tetapi
memiliki masalah belajar dan emosional.6

6
Banyak gejala awal FXS, seperti impulsif, kecemasan dan perhatian
buruk, bertahan hingga dewasa, dan ~ 86% pria dan 77% wanita dengan
FXS memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan. Selama
tahap akhir masa dewasa, ~ 17% dari pasien dengan FXS dapat hadir dengan
gejala parkinsonisme dan penurunan kognitif. Individu dengan FXS juga
dapat mengalami gangguan tidur, terutama bangun di tengah malam dan
tidak dapat kembali tidur, terutama dalam 3-4 tahun pertama kehidupan.6

Kelainan somatik tipikal pada laki-laki dengan sindroma fragile X


adalah berupa wajah yang panjang dengan telinga yang besar dan “floopy”,
serta dagu dan dahi yang menonjol, bibir bawah yang menonjol. (Lihat
gambar 2). Terdapat pula makroorkidism tanpa adanya bukti disfungsi
endokrin. Makroorkidism dan gambaran fisik lainnya sulit dikenali pada
anak laki-laki pre-pubertas. Berat lahir biasanya normal, tetapi lingkar
kepala dan tingginya cenderung diatas rata-rata. Sekitar 10% pasien
memiliki lingkar kepala melebihi persentil 97 dan sindroma ini merupakan
penyebab tersering gigantisme serebral.7

2.4. Tatalaksana
Pendekatan saat ini untuk terapi FXS didasarkan pada semua gejala,
dan beberapa uji coba terkontrol telah dilakukan untuk menentukan
efektivitasnya. Intervensi psikofarmakologis harus dikombinasikan dengan
strategi pendukung lainnya, termasuk terapi wicara, terapi kerja integrasi
sensorik, rencana pendidikan individual, dan perilaku yang dirancang
khusus. intervensi untuk memaksimalkan fungsi.5

7
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1. Pemeriksaan Sitogenetika

3.1.1. Preparasi Kromosom


a. Bahan yang diperiksa : darah vena/kapiler yang dimasukkan ke
dalam tube heparin
b. Peralatan yang digunakan : spuit, tabung heparin, tabung falcon 10
cc, laminary flow, inkubator, pipet ependrof, tip pipet, centrifuge,
waterbath, pipet ukur, deck glass, mikroskop cahaya
c. Siapkan media MEM (medium dengan sedikit aminoacid dan
vitamin) dan RPMI 1640 (medium yang kaya amino acid dan
vitamin yang biasa dipakai untuk kultur limfoblas), kemudian pada
masing-masing media ditambahkan PHA 100 μl (yang berfungsi
untuk memacu mitosis) dan FBS 10% pada masing-masing media.
d. Teteskan masing-masing 7 tetes “buffy coat” atau 10 tetes darah
dalam 2 tube berisi 5 ml media yang berbeda (MEM dan RPMI
1640) e. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ᴼ celcius selama 72-96
jam dengan sudut kemiringan tabung 45ᴼ agar memberi peluang
untuk tumbuhnya sel di permukaan dalam incubator biasa atau
incubator yang mengandung 5% CO2.
e. Kemudian ditambahkan 3 tetes colchicines, inkubasi diteruskan
selama 30 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit pada
1000 rpm
f. Buang supernata, endapan diresuspensikan dan ditambahkan
larutan hipotonik hangat KCl 0,075 M, diresuspensikan sampai
homogen dan diinkubasi 37 derajat celcius dalam waterbath selama
15-30 menit
g. Pusingkan 1000 RPM selama 10 menit, supernatan dibuang dan
ditambahkan 5 ml larutan fiksasi Carnoy’s (3 metanol : 1 acetic
acid) pelan-pelan melalui dinding tabung, kemudian dikocok.
Pemberian larutan fiksasi diulang 3 kali sampai didapatkan
presipitat yang jernih.
h. Residu disuspensikan dengan larutan Carnoy’s secukupnya, sesuai
banyaknya pelet, disebarkan pada gelas obyek dengan meneteskan
2 tetes suspensi pada lokasi yang berbeda

8
i. Dilakukan pengecatan solid dengan Giemsa 10% dalam larutan
buffer phospat pH 6,8 selama 1 menit. Pengecatan solid hanya
dipakai untuk skrining sel

3.1.2. GTG banding (G-banding)


Pengecatan ini menggunakan reagen sebagai berikut :
 H2O2 30%
 Larutan Tryspin 1% stok dalam Buffer Hanks
 Larutan Buffer Hanks (HBSS) pH 6,8-7,2
 Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 6,8

Pengecatan Trypsin dilakukan tanpa penghangatan yaitusetelah


membiarkan slide menjadi tua lebih kurang selama 3-5 hari kemudian
dicelupkan ke dalam larutan trypsin 0,1% (yang dilarutkan dengan PBS pH
6,8) selama sekitar 10-20 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir
selanjutnya dimasukkan ke dalam staining jar yang berisi cat Giemsa 10%
dalam phosphate buffer selama 4-10 menit. Setelah dicat, slide dicuci dengan
air mengalir lalu dikeringkan, kemudian siap dianalisis di bawah mikroskop.

3.1.3. Analisis Kromosom


Siapkan format analisis untuk mencatat koordinat dan jumlah
metafase yang dihitung Analisis untuk semua kasus harus dengan pengecatan
G-banding, paling sedikit enam metafase dan penghitungan untuk 20
metafase. Bila didapatkan kelainan mosaik, analisis paling sedikit harus
didapatkan perbedaan pada 3 metafase dan bila didapatkan hanya 1 metafase
yang berbeda maka perhitungan harus ditambah paling sedikit 40 metafase.8

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

*Hasil dan pembahasan terlampir.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Nussbaum, Robert L., Roderick R. McInnes, Huntington F. Willard, Ada


Hamosh, and Margaret W. Thompson. Thompson & Thompson Genetics in
Medicine. Philadelphia: Saunders/Elsevier, 2007.
2. Alberts, Bruce, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith
Roberts, and Peter Walter. Molecular Biology of the Cell. New York:
Garland Science, 2002.
3. Aristya GR, Daryono BS, Handayani NSN, Arisuryanti T. Karakterisasi
Kromosom Tumbuhan dan Hewan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 2015.
4. Erwinsyah R, Riandi, Nurjhani M. Relevance of Human Chromosome
Analysis Activities against Mutation Concept in Genetics Course. IOP
Conf. Series: Materials Science and Engineering. 2016 Nov 16;180.
DOI:10.1088/1757-899X/180/1/012285
5. Garber, Kathryn & Visootsak, Jeannie & Warren, Stephen. (2008). Fragile
X syndrome. European journal of human genetics : EJHG. 16. 666-72.
10.1038/ejhg.2008.61.
6. Hagerman, R., Berry-Kravis, E., Hazlett, H. et al. Fragile X syndrome. Nat
Rev Dis Primers 3, 17065 (2017). https://doi.org/10.1038/nrdp.2017.65
7. Jahja, Dedeh S. "Sindroma Fragile-X." Maranatha Journal of Medicine
and Health, vol. 3, no. 1, 2003.
8. Faradz SMH. Pengantar Sitogenetika, Genetika Molekuler, dan Alat bantu
Konseling Genetika.Laboratorium Bioteknologi FK UNDIP. 2002

11
Lampiran

12

Anda mungkin juga menyukai