Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP KONFLIK, STRES, TRAUMA, FRUSTASI, DAN KECEMASAN


Makalah ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Kesehatan
Mental

Dosen Pengampu:
Aguswan Khotibul Umam, M.Pd.

Disusun Oleh:
1. RENI OKTAVIANI (1904032010)
2. UMMI ROJATUL JANNAH (1904031014)

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH (FUAD)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO LAMPUNG
T.A. 1441H/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul “Konsep Konflik, Stres, Trauma, Frustasi” dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental dari dosen pengampu Bapak
Aguswan khotibul Umam. Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah
satu acuan atau petunjuk maupun pedoman bagi yang membaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun akan kami terima
dengan hati terbuka agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya
kami ucapkan terima kasih.

Metro, 26 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulis ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2
A. Teori Konflik, Stress, Trauma, Frustasi ............................................... 2
B. Definisi konflik, Stress, Trauma, Frustasi ............................................ 9
C. Definisi konflik, Stress, Trauma, Frustasi ............................................ 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13
A. Kesimpulan ........................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan mental menurut seorang ahli kesehatan Merriam Webster ,
merupakan suatu keadaan emosional dan psikologis yang baik, dimana
individu dapat memanfaatkan kemampuan kognitif dan emosinya, berfungsi
dalam sosial dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.kondisi kesehatan mental
tiap orang berbeda-beda tidak bisa disamaratakan. Setiap individu memiliki
kebutuhannya masing-masing dan untuk mencapai kebutuhan ataupun tujuan
dengan optimal diperlukan mental yang baik dan sehat.
Kesehatan mental adalah faktor yang memiliki peranan besar yang
dapat menentukan kehidupan seseorang itu sejahtera atau dipenuhi rasa sakit,
kita bisa mempertahankan kesehatan mental dan dapat mencegah berbagai
penyakit yang disebabkan oleh penyakit mental . Misalnya, karena stress
tidak hanya berdampak negatif terhadap fisik juga berdampak pada psikologis
seseorang. Pada makalah ini juga akan dijabarkan gejala dari
konflik,stress,trauma dan frustasi sehingga dapat dievaluasi dan didapatkan
pencegahan yang efektif untuk mencegah konflik,stress,trauma dan frustasi.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan teori-teori konflik, stress, trauma dan frustasi ?
2. Jelaskan definisi dari konflik, stress, trauma serta frustasi ?
3. Bagaimana gejala-gejala dari konflik, stress, trauma serta frustasi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Penulisan makalah yang bertemakan konsep konflik, stress, trauma serta
frustasi bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental
yang dberikan oleh Dosen Pengampu
2. Untuk mengetahui apa saja teori teori yang dikemukakan, definisi serta
gejala dari konflik, stress, trauma dan frustasi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Konflik, Stress, Trauma, Frustasi


1. Konflik
Konflik adalah tegangan dalam diri kita apabila kita berusaha
mencapai keputusan yang memuaskan terhadap situasi-situasi yang sama
menariknya atau juga situasi-situasi yang sama tidak menariknya. Atau
dapat juga dikatakan bahwa konflik merupakan keadaan jiwa yang tegang
sebagai akibat dari bentrokan antara motivasi-motivasi yang bertentangan.
Apa yang telah dipelajari individu, pengalaman-pengalaman yang
dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan penyesuaian diri yang telah terbentuk
merupakan bekal atau perlengkapan yang dipakai untuk melawan konflik.
Hal ini mengakibatkan situasi-situasi tertentu akan menimbulkan konflik
bagi beberapa orang sedangkan dengan situasi yang sama tidak menjadikan
hal tersebut sebagai konflik bagi beberapa orang lainnya. Konflik-konflik
tersebut biasanya berkahir dengan frustasi dan banyak tegangan yang
diakibatkannya menjadi faktor-faktor dinamika yang berfungsi sebagai
faktor yang langsung menentukan penyesuaian diri dan kesehatan mental
seseorang.
Psikoanalis menekankan pentingnya konflik-konflik bagi kehidupan
individu. Kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam konflik itu disebut id, ego,
dan superego. Menurut Freud, Id tidak memiliki organisasi dan kesatuan
kemauan, ia hanya memiliki impuls untuk mencapai kepuasan akan
kebutuhan-kebutuhan instingtif sesuai dengan prinsip kenikmatan. Id tidak
mengetahui nilai, yang baik, buruk, serta moralitas. Sebaliknya, superego
didefinisikan Freud sebagai wakil dari semua larangan moral, penyokong
impuls ke arah kesempurnaan.
Id dan superego selalu berperang. Akibatnya pasti akan terjadi
bencana kalau tidak ada ego yang bertindak sebagai perantara.
Sigmund Freud mengatakan :

2
“Setiap gerakannya diawasi oleh superego yang keras itu yang
menghambat norma-norma tingkah laku tertentu, tanpa memperhatikan
beberapa kesulitan yang berasa dari id dan dunia luar; dan apabila norma-
norma ini tidak diikuti, maka ia menghukum ego dengan perasaan tegang
yang menampakkan diri sebagai perasaan rendah diri dan perasaan bersalah.
Dengan demikian karena didorong terus oleh id, dikepung oleh superego,
dan ditolak oleh kenyataan, maka ego berjuang untuk melakukan tugas
ekonomisnya dalam mereduksikan kekuatan-kekuatan dan pengaruh-
pengaruh yang bekerja di dalamnya dan terhadapnya supaya tercapai
semacam keselarasan; dan kta tidak dapat memahami dengan baik apa
sebabnya kita begitu sering tidak dapat menahan keluhan: “Hidup tidak
mudah”. Apabila ego terpaksa mengakui kelemahannya, maka ia mendapat
kecemasan; kecemasan terhadap kenyataan dalam berhadapan dengan dunia
luar, kecemasan moral dalam berhadapan dengan superego, dan kecemasan
neurotik dalam berhadapan dengan nafsu-nafsu dari id”.
2. Stres
Stres adalah tekanan luar yang megharuskan kita memberikan reaksi,
baik secara mental maupun fisik. Stres bersifat mental misalnya paduan dari
beberapa hal seperti masalah keuangan, pekerjaan, emosional, perkawinan,
dan masalah dalam keluarga lainnya. Yang bersifat fisik misalnya pekerjaan
yang terlalu menuntut, meletihkan, atau pekerjaan yang berulang-ulang.
Kebanyakan yang terjadi di lapangan, hasil yang ditimbulkan akibat
stres adalah tekanan darah yang menjadi lebih tinggi dari biasanya. Inilah
yang disebut orang-orang dengan darah tinggi akibat stres.
Orang yang terkena stres mungkin akan memperlihatkan tekanan
darah yang agak lebih tinggi dari biasanya, namun hal ini tidak berlangsung
lama atau permanen meskipun sres tetap ada.
Pada tahun 1939, Dr. Franz Alexander, seorang peneliti Amerika
dalam kedokteran psikosomatik, mengemukakan bahwa orang yang
mengidap tekanan darah tinggi mempunyai kecendrungan permusuhan yang

3
kuat yang mereka tekan dan bergejolak di dalam batin, dan tidak
terungkapkan secara lahiriah.
Menurut Dr. Alexander, ungkapan kemarahan secara batiniah ini
menyebabkan meningkatnya tekanan darah menjadi permanen. Orang
berpendapat bahwa hal ini hanya berlaku mungkin untuk beberapa penderita
hipertensi, dan sebagian terbesar mempunyai ciri kepribadian yang kurang
lebih sama seperti kebanyakan orang.
Akan tetapi, contoh dari reaksi yang berbeda terhadap stres pada
orang yang mempunyai tekanan darah tinggi benar-benar memperlihatkan
bahwa sekali anda hipertensi, anda cenderung memberikan reaksi yang
berbeda terhadap stres.
Dr. M. Esler dan rekannya mengamati bahwa pasien yang tekanan
darah tingginya berkaitan dengan rasa permusuhan yang ditekan
mempunyai kadar zat kimia yang diketahui meninggikan tekanan darah,
nor-adrenalin dan renin, yang lebih tinggi daripada biasanya di dalam darah
nya. Kemarahan yang ditekan menyebabkan produksi nor-adrenalin dan
renin lebih tinggi, dan kemudian kedua zat kimia tersebut menyebabkan
tekanan darah tinggi. Dengan membujuk pasien untuk tidak bereaksi dengan
kemarahan atau agar tidak menekannya, dapat mencegah peningkatan
tekanan darah.
Bila tubuh menjadi stres, beberapa hormon di dalam tubuh
dipompakan secara berlebihan ke dalam sistem tubuh. Ini berarti bahwa gula
darah di dalam sistem itu ditingkatkan. Kalau stres berlangsung lama, akan
mengakibatkan meningkatnya kadar gula dalam darah sehingga lambat laun
akan menyebabkan diabetes dan ateroskleorosis.
Cara-Cara Mengatasi Stress
Menghadapi diri anda sendiri dengan penuh keberanian
Jika anda mengidap tekanan darah tinggi, cobalah untuk melakukan
tinjauan objektif terhadap kepribadian anda sendiri, gaya hidup, kecemasan
dan ketakutan anda, bagaimana anda menanggapinya.

4
Tujuan dari tinjauan seperti itu bukan untuk belajar bagaimana
menghindari stres melainkan untuk mengetahui bagaimana anda
menghadapi stres yang anda jumpai dalam lingkungan anda dengan penuh
keberanian.
Selain dari tekanan darah yang meningkat, depresi juga merupakan
hasil yang bisa ditimbulkan akibat adanya stres. Reaksi terhadap stres sering
kali ditangguhkan dan depresi dapat terjadi beberapa bulan sesudah
peristiwa itu terjadi. Riset telah memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian
dalam hidup yang buruk cenderung menumpuk dalam 6-12 bulan sebelum
depresi mulai terjadi.
Menurut Beck, ada beberapa kondisi yang dapat mencetuskan depresi :
1. Stres yang spesifikk yaitu kondisi atau peristiwa yang memiliki
persamaan dengan pengalaman traumatik individu pada masa lalu.
2. Stres nonspesifik
3. Faktor-faktor lain yang memberi arah merupakan faktor di luar ke dua
faktor di atas namun tetap mampu menimbulkan depresi. Faktor-faktor
tersebut tidak dapat diidentifikasikan secara khusus. Tetapi Beck
menyebutkan salah satunya adalah ketegangan psikologis.
3. Trauma
Trauma adalah cedera fisik atau emosional. Secara medis, “trauma”
mengacu pada cedera serius atau kritis, luka, atau syok. Dalam psikiatri,
“trauma” memiliki makna yang berbeda dan mengacu pada pengalaman
emosional yang menyakitkan, menyedihkan, atau mengejutkan, yang sering
menghasilkan efek mental dan fisik berkelanjutan.
a. Konsep Trauma
Pengertian traumaTrauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti
luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat
peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma
dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang
dialami seseorangdan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative

5
b. Kategori Trauma
Pertama-tama, trauma bukanlah sesuatu yang muncul dari
kekosongan, melainkanmemiliki sebab yang jelas.
Trauma adalah akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor
tertentu.Tanpa faktor-faktor tersebut, trauma tidak akan pernah tercipta.
Artinya, penyebab dari trauma adalah sesuatu ‘yang lain’ dari trauma itu
sendiri.
Kedua, trauma memiliki kecenderungan untuk mengalami
peningkatan intensitas. Selamasebab dari trauma itu masih ada, selama
itu pula intensitas trauma akan terus meningkat.
Ketiga, trauma akan terus ada, walaupun sebabnya sudah tidak
ada. Jadi, walaupunsebabnya sudah tidak ada, trauma akan terus ada.
Trauma tidak langsung lenyap, ketika sebabnyasudah tidak ada.
Dan keempat, trauma akan berlangsung selama-lamanya. Bahkan
jika orang yangmengalami dan keturunannya sudah tidak ada, trauma
terus ada, dan berubah menjadi semacamlegenda tragis dari masa lalu,
serta terus menghantui peradaban selanjutnya.
4. Frustasi
Frustasi adalah suatu perasaan yang muncul karena terjadinya
hambatan dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau
menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginan
untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan itu. Secara sederhananya, frustasi
adala rintangan atau gangguan dalam usaha mencapai tujuan.
Perasaan frustasi merupakan pengalaman yang individual. Ini
disebabkan karena, apa yang menyebabkan seseorang menjadi frustasi,
belum tentu orang lain juga akan mengalami frustasi dengan penyebab yang
sama.
Ada dua sumber utama penyebab frustasi yaitu sumber yang berasal
dari luar dan sumber yang berasal dari dari dalam Sumber dari luar dapat
berupa situasi-situasi atau keadaan luar. Sedangkan sumber yang berasal
dari dalam bisa jadi disebabkan oleh faktor-faktor fisik dan perbedaan-

6
perbedaan intelektual. Faktor-faktor fisik dapat berupa penyakit. Misalnya
saja seseorang yang berbeda fisik dengan orang lain maka bisa saja ia
terkena beberapa bentuk frustasi. Frustasi yang disebabkan karena
perbedaan intelektual misalnya seseorang yang kecewa karena merasa tidak
mampu bersaing dengan teman sekelasnya.
Orang-orang memberikan respons yang berbeda-beda dalam
menghadapi frustasi. Misalnya saja ada dua siswa yang berusaha
memecahkan soal matematika. Salah satu siswa tersebut mungkin
melemparkan pensilnya karena kesal tak kunjung menemukan jawaban
sedangkan siswa satunya tetap berusaha unttukmencari jawaban dari soal
matematika tersebut. Meskipun mengerjakan soal matematika tidak
dilakukan seseorangsetiap saat, atau lebih tepatnya mengerjakan soal
matematika adalah bentuk situasi sementara, namun bila pendekatan-
pendekatan yang digunakan selalu sama akan memberi ciri tersendiri bagi
tingkah laku seseorang tersebut di masa yang akan datang.
a. Hipotesis Frustasi-Agresi
Dollard dengan kawan-kawannya mengemukakan dalil sebagai
berikut :
“...terjadinya tingkah laku yang agresif selalu mengandalkan
adanya frustasi dan sebaliknya adanya frustasi selalu menyebabkan suatu
bentuk agresi. Dari observasi sehari-hari rupanya masuk akal bila
dikatakan bahwa tingkah laku agresif dengan berbagai macam bentuk
yang biasanya dkenal selalu dapat ditelusuri dan disebabkan oleh suatu
bentuk frustasi. Tetapi tidak begitu segera kelihatan bahwa bilamana saja
terjadi frustasi maka tidak bisa tidak akan terjadi agresi dengan macam
dan tingkat tertentu. Pada banyak orang dewasa dan bahkan anak-anak,
frustasi mungkin diikut oleh sikap yang jelas dan begitu cepat menerima
situasi dan dapat menyesuaikan diri kembali sehingga orang sia-sia
mencari kriteria yang relatif. Tetapi harus diingat bahwa salah satu
pelajaran paling awal yang dipelajari manusia sebagai akibat dari
kehidupan sosial adalah menekan dan menahan reaksi-reaksi yang

7
terang-terangan agresif. Tetapi ini tidak berarti bahwa kecendrungan-
kecendrungan reaksi seperti itu tidak dilenyapkan meskipun untuk
sementara ditekan, ditunda, disembunyikan, dipindahkan atau dibelokkan
dari tujuannya yang langsung dan logis.” Agresi langsung adalah cara
yang normal yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan harga
dirinya apabila sedang mengalami frustasi. Misalnya saja seorang anak
yang sering diolok-olok teman-temannya di sekolah, adalah hal wajar
bila ia berusaha mempertahankan statusnya dengan mendorong
temannya. Untuk beberapa anak yang tidak berani melakukan tindakan
langsung seperti itu, maka bisa saja kefrustasian yang didapatkannya di
sekolah akan dilampiaskannya di rumah.
Dalam membahas tentang kekerasan dalam tingkah laku manusia,
Berkowitz berpendapat bahwa,”kemarahan dan kebiasaan-kebiasaan
yang dipelajari masing-masing secara terpisah atau bersama-sama
menciptakan suatu kesiapan untuk bertindak dengan cara yang
bermusuhan”, tetapi apabila tingkah laku yang bermusuhan benar-benar
terjadi maka pasti ada ssuatu mengenai situasi sekarang yang
membangkitkan “dorongan kemarahan sekarang atau masa lampau.”
Berkowitz berpendapat bahwa orang yang pada saat sekarang
megungkapkan kemarahan kepada seseorang atau sesuatu dengan tujuan
supaya dirinya merasa lebih baik, tidak berarti pada saat yang akan
datang kemarahan tersebut tidak terulang lagi diungkapkan kepada objek
yang sama. Sesungguhnya tindakan agresif mungkin sangat membantu
dalam menguatkan suatu kebiasaan agresi.
Apabila agresi diarahkan kepada diri sendiri, maka akan lebih
berbahaya bagi kesehatan mental indvidu dibandingkan bila agresi
tersebut dilampiaskan ke-ada objek luar tertentu. Agresi terhadap diri
sendiri dapat dilakukan secara ekstrem sehingga mengakibatkan
kerusakan pada dirinya secara psikologis, misalnya saja psikosis
skizofrenia atau bahkan dapat melakukan tindakan bunuh diri.

8
b. Toleran terhadap frustasi
Menurut Lehner dan kupe, toleran terhadap frustasi merupakan
kemampuan individu untuk menahan penundaan, rintangan, atau konflik
tanpa menggunakan tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri
atau menderita disorganisasi kepribadian.
Selain berbeda-beda dalam merespons frustasi, kita juga
melakukan tindakan yang berbeda-beda dalam memberikan toleransi
terhadap frustasi.untuk memahami perbedaan-perbedaan individual
dalam toleransi terhadap frustasi, kita perlu mempertimbangkan
hubungan anatara peristiwa dan orangnya karena peristiwa yang sama
bisa saja mengandung arti yang berbeda bagi orang lain.

B. Definisi konflik, Stress, Trauma, Frustasi


1. Definisi konflik
Konflik adalah pilihan kebutuhan dan tekanan. Conflict adalah
perlawanan antara impuls yang saling bertentangan atau keinginan yang
saling bertentangan, biasanya mengakibatkan ketegangan emosi. Menurut
teori psikoanalisa, konflik sendiri bisa mengakibatkan tekanan (repression)
yang bisa menyebabkan seseorang menutup memori dan menjadi pelupa.
2. Definisi Stress
Stress adalah suatu keadaan tertekan baik secara fisik maupun secara
psikologis. Stress dibagi menjadi 2 yaitu :
 Stress yang baik (Eustress) , yaitu stress yang membuat anda nyaman
seperti bertem dengan teman lama atau kerabat dekat yang sudah lama
tidak ditemui.
 Stress yang buruk ( Distress), yaitu kebalikan dari eustress. Stress yang
burk inilah yang menyebabkan banyaknya gangguan gangguan bagi
kesehatan. Misalnya , kanker, penyakit hati, diabetes, jantung bahkan
kematian.

9
3. Definisi Trauma
Trauma(Traumatic) adalah sebuah luka, baik yang bersifat fisik atau
jasmaniah maupun psikis yang disebabkan oleh suatu pengalaman yang
begitu menyakitkan atau berdampak langsung pada orang yang trauma.
4. Definisi Frustasi
Frustasi (Frustation) adalah rintangan atau penggagalan tingkah laku
untuk mencapai sasaran/ tujuan. Juga sebuah keadaan yang dipenuhi dengan
kecemasan dan ketidaktenangan. Frustasi adalah perasaan yang sangat
individual, ciri lainnya adalah sifanya yang sangat kompleks karena
berisikan kecenderungan-kecenderungan emosional yang bertambah terus-
menerus sehingga tidak bisa menghasilkan kepuasan mencapai tujuan.
Frustasi harus bekerjasama dengan motivasi sehingga rintangan terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan bisa didapat secara optimal.

C. Gejala-Gejala Konflik Stres Trauma, Frustasi Dan Kecemasan


Berikut ini kenali apa saja gejala-gejala konflik stres trauma dan
frustasi yang biasa muncul :
1. Timbul Rasa Takut
Salah satu tanda dan gejala dari konflik stres dan frustasi bisa berupa
muncul perasaan takut. Takut yang mulai dari tingkat ringan sampai takut
teramat sangat. Hal ini akibat dari peristiwa buruk yang tidak sesuai dengan
harapan menimpa diri seseorang. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan
terapi seperti terapi kejiwaan agar perasaan itu kembali menjadi normal.
Pelajari kiat dan cara mengatasi stress saat ada masalah baik masalah ringan
dan juga berat.
2. Timbul Kepanikan
Gejala-gejala konflik stres trauma dan frustasi lain dapat diketahui
dari sikap seseorang yang panik. Bahkan rasa panik tersebut dapat terlihat
aneh apabila dalam tingkatan yang berat. Kepanikan dapat membuat
penderitanya terlihat seperto orang sakit jiwa, dan memang sangat
memerlukan tindakan yang tepat untuk memulihkan kondisi jiwanya.

10
Beberapa cara mengatasi frustasi dalam psikologi dalam menghadapi
kehidupan.
3. Rasa Bersalah
Akibat trauma dan frustasi biasanya akan timbul perasaan bersalah
terhadap dirinya sendiri. Kesalahan yang belum tentu akibat kesalahannya,
perasaan bersalah jika terlalu berat dapat menyebabkan kerusakan jiwa pada
seseorang. Hal ini dapat mengganggu kejiwaan apabila tidak segera
ditangani. Berikut ini belajar bagaimana cara mengatasi stres dan
depresi ringan dan berat.
4. Menyendiri
Salah satu sikap dan gejala-gejala konflik stres trauma dan frustasi
dapat dilihat dari bagaimana seseorang bersikap. Contoh yang tadinya orang
itu ceria, ramah, dan banyak teman, tiba-tiba berubah menjadi lebih murung,
suka menyendiri dan jauh dari kehidupan sosialnya. Hal ini terjadi bisa
karena rasa trauma, stres, dan frustasi, apapun penyebabnya. Proses
pemulihan kondisi seperti ini dapat disesuaikan dengan sebab dan akibat.
Maka terapis harus mengetahui dasar masalah baru bisa memilih tindakan
mana yang tepat. Ketahui tips dan cara mengatasi stres berat menurut
psikologi.
5. Perasaan Dendam
Apabila Anda mengalami rasa frustasi, stres dan trauma pasti akan
tertanam dalam hati perasaan dendam. Entah dendam akibat musibah, putus
cinta, kekalahan dan sebagainya. Perasaan dendam yang berlebihan tentu
dapat menimbulkan efek buruk bagi orang tersebut. Rasa dendam dapat
membunuh orang lain, menyakiti orang lain sampai masalah berbahaya
lainnya. Hal ini sudah termasuk dalam kategori gangguan jiwa dan harus
segera diatasi. Waspadai ciri dari tanda tanda stress beserta gejalanya.
6. Perasaan Marah
Risiko dan gejala-gejala konflik stres trauma dan frustasi lain dapat
berupa perasaan marah. Akibat kondisi dan situasi yang buruk dan tidak
menyenangkan membuat emosi dan rasa marah meledak. Jika marah hanya

11
sebatas ekspresi dan luapan mulut masih bisa dihadapi, namun sikap marah
yang sudah merusak bahkan membuat orang lain celaka itu yang harus
dihindari. Contoh kemarahan seorang suami terhadap istri, orang tua
terhadap anak dan sebagainya. Contoh berikut cara mengatasi trauma
berkepanjangan dalam hidup.
7. Perasaan Putus Asa
Gejala-gejala konflik stres trauma dan frustasi berikutnya yaitu
perasaan putus asa. Karena musibah dan peristiwa yang tidak
menyenangkan hati dan rasa sakit hati yang begitu dalam dapat
menimbulkan putus asa. Depresi salah satu contohnya, putus asa merupakan
satu rasa yang tidak dapat dilakukan atau menyerah dalam kondisi yang ada,
tidak punya harapan dan tujuan hidup. Untuk yang patah hati berikut cara
menghilangkan trauma dalam cinta terhadap pasangan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam hidup, baik itu
permasalah dengan lingkungan, orang terdekat, ataupun permasalahan dengan
diri sendiri dan gejolak batin, hendaklah kita menyikapinya dengan positif.
Tidak mudah merasa putus asa, rendah diri, dan tidak percaya diri. Pikiran-
pikiran yang negatif akan memberikan dampak buruk bagi diri kita sendiri.
Oleh karena itu, sering-seringlah berpikir positif dalam menghadapi sesuatu.
Namun, bukan berarti selalu berpikiran positif juga akan baik bagi kita karena
bila selalu berpikir positif akan dapat mengakibatkan kebohongan pada diri
sendiri atau mengingkari sesuatu yang buruk yang sebenarnya nyata adanya.
Akan lebih baik bila kita bisa menyikapi hal-hal dengan dewasa dan kepala
dingin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Christian Barnard, Northcote Parkinson, Rustomji. Tanpa tahun terbit.


Pemeliharaan Kesehatan Yang Efektif. PT BPK Gunung Mulia : Jakarta
Drever, James. 1988. Kamus Psikologi. Bina Aksara : tanpa kota terbit
IKAPI. 2006. Kesehatan Mental 2. Penerbit Kansius : Yogyakarta
J.P Chaplin. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Passer, Michael W., Smith Ronald E. 2007. Psychology The Science of Mind and
Behavior. The McGraw-Hill Companies,Inc : New York
Smith, Tom. 1985. Tekanan Darah Tinggi : Mengapa Terjadi, Bagaimana
Mengatasinya. Penerbit ARCAN : Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai