PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin
(Grabiel Duc,20111) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau
patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab
utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh
Drage dan Berendes (2006) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang
rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
mmperlihatkan angka kematian yang tinggi
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin ?
b. Apa penyebab timbulnya prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin pada anak ?
c. Bagaimana proses terjadinya prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin pada anak ?
d. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul dari prematuritas, BBLR,
RDS, asphyxia, dan hiperbilirubin ?
e. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus di lakukan pada pasien
anak yang terkena prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin ?
C. Tujan
a. Mahasiswa mengetahui pengertian dari prematuritas, BBLR, RDS,
asphyxia, dan hiperbilirubin
b. Mahasiswa mengetahui penyebab timbulnya prematuritas, BBLR,
RDS, asphyxia, dan hiperbilirubin pada anak
c. Mahasiswa mengetahui proses terjadinya prematuritas, BBLR, RDS,
asphyxia, dan hiperbilirubin pada anak
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prematuritas
1. Definisi
Prematuritas adalah suatu keadaan yang belum matang, yang
ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum
mencapai 37 minggu. Prematuritas (terutama prematuritas yang
ekstrim) merupakan penyebab utama dari kelainan dan kematian pada
bayi baru lahir. Beberapa organ dalam bayi mungkin belum
berkembang sepenuhnya sehingga bayi memiliki resiko tinggi
menderita penyakit tertentu.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya kelahiran prematur biasanya tidak diketahui.
Lima belas persen dari kelahiran prematur ditemukan pada kehamilan
ganda (di dalam rahim terdapat lebih dari 1 janin).
Faktor resiko yang mungkin berperan dalam terjadinya persalinan
prematur adalah :
- Kehamilan usia muda (usia ibu kurang dari 18 tahun)
- Pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur
- Golongan sosial-ekonomi rendah
- Keadaan gizi yang kurang
- Penyalahgunaan obat.
Masalah pada ibu biasanya berupa :
- Riwayat persalinan prematur pada kehamilan sebelumnya
- Kadar alfa-fetoprotein tinggi pada trimester kedua yang
penyebabnya tidak diketahui
- Penyakit atau infeksi yang tidak diobati (misalnya infeksi
saluran kemih atau infeksi selaput ketuban)
1
- Kelainan pada rahim atau leher rahim
- Ketuban pecah sebelum waktunya
- Plasenta previa.
- Pre-eklamsi (suatu keadaan yang bisa terjadi pada trimester
kedua kehamilan, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi,
adanya protein dalam air kemih dan pembengkakan tungkai)
- Diabetes mellitus
- Penyakit jantung.
3. Gejala
Gambaran fisik bayi prematur :
- Ukuran kecil
- Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
- Kulitnya tipis, terang, dan berwarna pink (tembus cahaya)
- Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
- Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
- Rambut yang jarang
- Telinga tipis dan lunak (lembek)
- Tangisannya lemah
- Kepala relatif besar
- Jaringan payudara belum berkembang
- Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur
cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi
cukup bulan)
- Reflek menghisap dan reflek menelan yang buruk
- Pernapasan yang tidak teratur
- Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit (anak laki-laki)
- Labia mayora belum menutupi labia minora (pada anak
perempuan).
1
Factor ibu : Factor janin: Factor lingkungan:
Ibu berusia <20 th Kehamilan ganda Terpapar asap rokok,
Ibu berusia >35 th (gameli) radar dan zat-zat
Jarak kehamilan Hidramnion beracun
terlalu dekat infeksi
Keadaan social-
ekonomi yang
MK: Ketidak
efektifan bersihan
jalan napas
5. Komplikasi
1) Sindroma gawat pernapasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir.
Agar bisa bernapas dengan bebas, ketika lahir kantung udara
(alveoli) harus dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli
bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang disebut
surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan.
Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan
dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap
terbuka. Diantara saat-saat bernapas, paru-paru benar-benar
1
mengempis akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernapasan.
Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada
beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan
oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu
ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan
(bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang
dihubungkan dengan trakea bayi).
2) Tidak matangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan
gangguan refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap
terjadinya perdarahan otak atau serangan apneu.
Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernapasan di otak
mungkin belum matang. Untuk mengurangi frekuensi serangan
apneu bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran
darahnya terganggu, otak yang sangat tidak matang sangat rentan
terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau cedera.
1
7) Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus
yang normal untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil
pemecahan sel darah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru
lahir, terutama yang lahir prematur, memiliki kadar bilirubin darah
yang meningkat (yang bersifat sementara), yang dapat
menyebabkan sakit kuning.
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum
matang dan karena kemampuan makan dan kemampuan
mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan
bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan
fungsi pencernaan bayi.
8) Infeksi atau septikemia.
Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang
sempurna. Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi
dari ibunya melewati plasenta (ari-ari). Resiko terjadinya infeksi
yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi. Bayi prematur
juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan
pada usus).
9) Anemia.
10) Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-
ubah, bisa tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
11) Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
12) Keterbelakangan mental dan motorik.
1
1) Prematur murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan.
2) Dismaturitas
Bayi lahir dengan BB kurang dari BB seharusnya untuk masa
gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
2. Etiologi
1) Faktor Ibu
a. Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien
misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM,
toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
b. Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20
tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.
Kejadian terendah ialah pada usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap
timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan
social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang
kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula
kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang
tidak sah, ternyata lebih tinggi bila dibandingakan dengan bayi yang
lahir perkawinan yang sah.
d. Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu
obat narkotik.
2) Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan
kelainan kromosom
3) Faktor Lingkungan
1
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi
radiasi dan zat-zat tertentu.
3. Manifestasi Klinis
1) Berat kurang dari 2500 gram
2) Panjang kurang dari 45 cm
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6) Kepala lebih besar
7) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
8) Otot hipotonik lemah
9) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
10) Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
11) Kepala tidak mampu tegak
12) Pernapasan 40 – 50 kali / menit
13) Nadi 100 – 140 kali / menit
1
Pathways
Faktor Pencetus
BBLR
Kulit tipis dan lemak Imaturitas system pernafasan Reflek menelan dan menghisap blm
subcutan kurang sempurna
Penurunan BB/kematian
hipotermi Gangguan pertukaran
gas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia
2) Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3) Titer Torch sesuai indikasi
4) Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
5) Pemantauan elektrolit
6) Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
7. Komplikasi
Menurut (Potter, 2005) komplikasi pada masa awal bayi berat lahir
rendah antara lain yaitu :
1) Hipotermia.
2) Hipoglikemia.
3) Gangguan cairan dan elektrolit.
4) Hiperbilirubinemia.
5) Sindroma gawat nafas (asfiksia).
6) Paten suktus arteriosus.
7) Infeksi.
8) Perdarahan intraventrikuler.
9) Apnea of prematuruty.
10) Anemia
Komplikasi pada masa berikutnya yaitu :
1) Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin
besar perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan
sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam
incubator
3) Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan
baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih
dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7
kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan
telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat
bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih
mudah.
4) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi
O2yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box,
konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan
5) Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system
imunologi yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak
memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat
harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas, lepaskan semua
asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan infeksi
dan sakit kulit.
6) Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu
mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan
pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada
bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah
secara relative memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan
bayi preterm.
2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens
berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya
semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada
bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah
kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya
kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu,
sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi
cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu
diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan
multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress
dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens
tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
1) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau
lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu
yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit
diabetes mellitus, dan lain-lain
2) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan
plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel
pada tempatnya
3) Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir, kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain. Kegawatan
neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi
mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi
pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar
dari paru.
4) Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan
tindakan dan lain-lain. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa
pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi
cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn)
3. Patway
4. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur
dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu.
Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram.
Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat
bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak
dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai
terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan
menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh
atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan
memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis
karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru
atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan
respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan
gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita
penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema
terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf
Pengajar IKA, FKUI, 1985).
5. Klasifikasi
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan
skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan
tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi
< 60 x/menit 60– 80 x/menit > 80 x/menit
napas
Tidak ada
Retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis
Tidak ada Sianosis hilang menetap
Sianosis
sianosis dengan O₂ walaupun
diberi O₂
Penurunan udara Tidak ada
Air entry Udara masuk
masuk udara masuk
Dapat didengar
Tidak Dapat di dengan
Merintih tanpa alat
merintih dengan stetoskop
bantu
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan
bakteriemia
Menilai derajat hipoksemia
Analisa gas darah Menilai keseimbangan asam
basa
Menilai keadaan hipoglikemia,
karena hipoglikemia dapat
Glukosa darah
menyebabkan atau memperberat
takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress
nafas
Leukositosis menunjukkan
adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan
Darah rutin dan hitung jenis
infeksi bakteri
Trombositopenia
menunjukkan adanya sepsis
Menilai hipoksia dan kebutuhan
Pulse oxymetri
tambahan oksigen
7. Pencegahan
8. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3 hal:
1) Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ),
pada 19 bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang
menetap
2) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik
4) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan
oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi
2) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
D. Asphyxia
1. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini di sebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan factor-faktor
yang timbul dalam kehamilan persalinan atau segera lahir.
2. Etiologi
1) Faktor ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian analgetik atau anastesi dalam gangguan kontraksi
uterus. Hipotensi mendadak karena perdarahan, hipertensi karena
eklamsi, penyakit jantung dan lain-lain.
2) Faktor plasenta
Yang meliputi solusio plasenta , perdarahn pada plasenta
previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tidak menempel pada
tempatnya.
4) Faktor persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
3. Patway
Paralisis pusat pernapasan Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat-obatan
pusat, presentasi janin
abnormal
ASFIKSIA
Napas cepat
Gangguan Pertukaran Gas
Apneu
E. Hiperbilirubinemia
1. Pengertian
Ikterik
Ikterik berhubungan Penyakit
Ikterik ASI
fisiologis dengan hemolitik
menyusui ASI
Penyebab Fungsi Masukan susu Faktor-faktor Ketidakcocokan
hepatik yang buruk yang mungkin antigen darah
imatur berhubungan terdapat dalam menyebabkan
ditambah dengan ASI yang hemolisis
peningkatan sedikitnya memecahkan sejumlah besar
beban kalori yang bilirubin SDM
bilirubin dari dikonsumsi menjadi bentuk Hati tidak mampu
hemolisis oleh bayi lemak yang mengkonjugasi
SDM sebelum ASI dapat larut, dan
terbentuk yang mengekskresikan
direabsorpsi kelebihan
dari usus bilirubin dari
Defekasi hemolisis
kurang sering
Awitan Setelah 24 Hari kedua- Hari keempat- Selama 24 jam
jam (bayi ketiga kelima pertama
prematur,
lebih lama)
Puncak 72 jam Hari kedua- Hari Bervariasi
ketiga kesepuluh-
kelimabelas
Durasi Menurun Dapat tetap
pada hari ke ikterik selama
lima sampai beberapa
ke tujuh minggu
Terapi Fototerapi Sering Penghentian Pasca natal-
bila kadar menyusu ASI ASI sementara fototerapi, bila
bilirubin Suplemen sampai 24 jam hebat, transfusi
meningkat kalori untuk tukar
terlalu cepat Fototerapi menentukan Pra natal-transfusi
untuk bilirubin penyebab; bila (janin)
18-20 mg/dl kadar bilirubin Pencegahan
menurun, ASI sensitisasi
dapat diminum (ketidakcocokan
lagi Rh) dari ibu Rh
Dapat meliputi negatif dengan
fototerapi di RhoGAM
rumah dengan
pemberian ASI
tanpa gangguan
2. Etiologi
1) Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena;
polycethemia, issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan
enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia :
salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,
cephalhematoma, ecchymosis.
2) Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi,
masalah metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3) Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam
hepatosit.
4) Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5) Gangguan dalam ekskresi.
6) Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
3. Manifestasi Klinik
1) Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh
lainnya. Bila ditekan akan timbul kuning.
2) Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh
pada ikterus berat.
3) Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus
berat.
4) Bayi menjadi lesu.
5) Bayi menjadi malas minum.
6) Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7) Letargi.
8) Tonus otot meningkat.
9) Leher kaku.
10) Opistotonus.
11) Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
4. Pathway
5. Klasifikasi
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb
indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B
dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan
adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari
neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas
ABO.
3) Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi
1,0-1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar
indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl
dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup
bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4) Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan
penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang
dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat
(lebih besar dari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45
%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah
lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40
mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8) Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin seru.
9) Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan
dengan penyakit Rh.
10) Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau
imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada
inkompabilitas ABO.
11) Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit
janin.
7. Komplikasi
1) Ikterik ASI.
2) Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan
faktor koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh,
ABO), dan hemolisis yang menghasilkan sel darah merah, serta
tersensititasi dari sel darah merah dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme
bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan
hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk memperbaiki
transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin
dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu
diingat adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang
juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-
obatan lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses
ekstrasi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan
kadar bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya karena
bilirubin tersebut berada dalam ikatan dengan albumin. Albumin
diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum
maupun sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan
oral dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada
perpanjangan cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum yang
dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada
kisaran biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang berspektrum
luasan berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau
efektif menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi
bilirubin yang terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap
energi cahaya yang dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-
42 sampai dengan -15) tak terkonjugasi alamiah yang bersifat
toksik menjadi isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-
42 sampai -15e). Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui
suatu reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang
diekskresi oleh ginjal pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan
pada keadaan berikut ini :
a. Hidrops.
b. Adanya riwayat penyakit berat.
c. Adanya riwayat sensitisasi.
a. Mengoreksi anemia.
b. Menghentikan hemolisis.
c. Mencegah peningkatan bilirubin.
BAB III
A. Prematuritas
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas bayi: Nama, jenis kelamin, BB, TB, LK, LD.
b. Identitas orang tua: Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
c. Keluhan utama: BB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm, hipotermi.
d. Riwayat penyakit sekarang.
e. Riwayat penyakit keluarga.
f. Riwayat penyakit dahulu.
2. Pemeriksaan fisik biologis
• Ibu
- Riwayat kehamilan dan umur kehamilan.
- Riwayat persalinan dan proses pertolongan persalinan yang dahulu dan
sekarang.
- Riwayat fisik dan kesehatan ibu saat pengkajian.
- Riwayat penyakit ibu.
- Psikososial dan spiritual ibu.
- Riwayat perkawinan.
• Bayi
- Keadaan bayi saat lahir; BB < 2500 gr, PB < 45 cm, LK 33 cm, LD <
30 cm.
- Inspeksi
1. Kepala lebih besar daripada badan, ubun-ubun dan sutura lebar.
2. Lanugo banyak terdapat pada dahi, pelipis, telinga dan tangan.
3. Kulit tipis, transparan dan mengkilap.
4. Rambut halus, tipis dan alis tidak ada.
5. Garis telapak kaki sedikit.
6. Retraksi sternum dengan iga
7. Kulit menggantung dalam lipatan (tidak ada lemak sub kutan).
- Palpasi
1. Hati mudah dipalpasi.
2. Tulang teraba lunak.
3. Limpa mudah teraba ujungnya.
4. Ginjal dapat dipalpasi.
5. Daya isap lemah.
6. Retraksi tonus – leher lemah, refleks Moro (+).
- Perkusi
- Auskultasi
1. Nadi lemah.
2. Denyut jantung 140 – 150 x/menit, respirasi 60 x/menit.
I. Pengkajian
a. Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam batas normal (120 sampai
160 dpm) murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus paten
(PDA)
b. Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 g
c. Neurosensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut
Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh : sutura mungkin mudah
di gerakan, fontanel mungkin besar / terbuka lebar
Umumnya terjadi edema pada kelopak mata, mata mungkin merapat
Reflek tergantung pada usia gestasi
d. Pernafasan
Apgar score mungkin rendah
Pernafasan dangkal, tidak teratur, pernafasan diafragmatik intermiten (40-60
x/mnt) mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal subternal,
sianosis ada.
Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres
pernafasan (RDS)
e. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Menangis mungkin lemah
Wajah mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum
Kulit transparan
Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh
Ekstremitas tampak edema
Garis telapak kaki terlihat
Kuku pendek
f. Seksualitas
Persalinan / kelahiran tergesa-gesa
Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan kritoris
menonjol testis pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada pada
skrotum
g. Data Penunjang :
Pengobatan :
- Cettrazidine 2 x 75 mg
- Aminophylin 2 x 0,15 /IV
- Mikasin 2 x 10 mg
- Aminosteril 15 cc
Perhatian Khusus:
- O2
- Observasi TTV
Laboratorium pada tanggal 27 September 2005 :
- Ht : 46 vol %
- Hb : 15,7 gr/dl
- Leukosit : 11 900 ul
- Clorida darah : 112 mEq
- Natrium darah : 140
- Kalium : 4,1
- GDS : 63
5. Evaluasi :
a) Pertukaran gas kembali normal
b) Pola napas kembali normal
c) Jalan napas pasien bersih
d) Perfusi jaringan pasien kembali normal
e) Bayi dapat menunjukan penambahan berat badan (2x 20-30 gr/hr)
f) Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal untuk usia pasca konsepsi
g) Bayi tidak mengalami infeksi
h) Pengetahuan orang tua bertambah tentang kondisi anaknya
i) Orang tua tidak cemas saat merawat anaknya
j) Orang tua tidak mengalami ketakutan saat mengetahui kondisi anaknya
3. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran
kepala besar dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah
digerakan, fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak
mata umum terjadi, mata mungkin merapat(tergantung usia gestasi).
Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada
gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan
bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen
pertama dari refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan
membuka tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen
keduaa(fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada
gestasi minggu ke 32.Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi
antara minggu 24 dan 37.
4. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak
teratur; pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt).
Mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi
“ampelas” pada auskultasi, menandakan adaya sindrom distress
pernafasan (RDS).
5. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah.
Wajah mungkin memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit
kemerahan atau tembus pandang, warna mungkin merah. muda/kebiruan,
akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas
diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki
mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin
pendek.
6. Seksualita
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia
mayora, dengan klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae
mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum.
NO TUJUAN INTERVENSI
3.
3.1. Monitor tanda-tanda
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor,f
Setelah mendapat tindakan
ungsiolaesa)
keperawatan 3x24 jam tidak
3.2. Lakukan cuci tangan sebelum
terjadi infeksi
dan sesudah kontak dengan bayi
Kriteria Hasil : 3.3. Anjurkan kepada ibu bayi untuk
memakai jas saat masuk ruang
Tidak ada tanda-tanda
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor bayi dan sebelum dan/sesudah
,fungsiolaesa) kontak cuci tangan
Suhu tubuh normal (36,5- 3.4. Barikan gizi (ASI/PASI) secara
37oC) adekuat
3.5. Pastikan alat yang kontak dengan
bayi bersih/steril
3.6. Berikan antibiotika sesuai
program
3.7. Lakukan perawatan tali pusat
setiap hari
4.
Setelah tindakan keperawatan 4.1. Kaji refleks menghisap dan
3x24 jam tidak terjadi gangguan menelan
nutrisi 4.2. Monitor input dan output
4.3. Berikan minum sesuai program
Kriteria Hasil :
lewat sonde/spin
Diet yang diberikan habis tidak 4.4. Sendawakan bayi sehabis minum
ada residu 4.5. Timbang BB tiap hari.
Reflek menghisap dan menelan
kuat
BB meningkat 100 gr/3hr.
C. RDS
1. Pengkajian
a. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b. Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting ,
RR, cuping hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
c. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat
langsung
a) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung,
cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau
lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
3. Perencanaan Keperawatan
Kriteria Hasil :
1) Pengembangan dada simetris
2) Irama pernapasan teratur
3) Bernapas mudah
4) Tidak ada suara nafas tambahan
Rencana Tindakan
Intervensi Rasional
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Monitor gejala dari hopotermia : Data dasar dalam menentukan
fatigue, lemah, apatis, perubahan intervensi
warna kulit
Segera ganti pakaian bayi yang Pakaian yang dingin dan basah
dingin dan basah dengan pakaian akan membuat bayi
yang hangat dan kering, berikan memperburuk kondisi bayi
selimut.
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi reflek menghisap dan Mengetahui apakah ada
menelan bayi. gangguan dalam menghisap dan
menelan bayi
Rujuk kepada ahli diet untuk me Menentukan diet yang tepat bagi
mbantu memilih cairan yang dap bayi
at memenuhi kebutuhan gizi
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi suhu dan nadi. Mengetahui adanya indikasi
kekurangan volume cairan
D. Asphyxia
I.Pengkajian
Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan
data, pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik).
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/
IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan simetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus
antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran
atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
II. Analisa Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan.
4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
6. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna
sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta
dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain
halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
7. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu
pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang
diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)
a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan
hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran
neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan
usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <
36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37
C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C,
nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernafasan belum teratur.
8. Data Penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia
Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi
asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan
kebutuhan O2 dengan alas yang data, mengantisipasi flexi leher yang
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
sehubungan dengan post kepala lurus, dan leher dapat mengurangi kelancaran
asfiksia berat Kriteria: sedikit tengadah/ekstensi jalan nafas.
dengan meletakkan bantal
- Pernafasan normal 40-60
atau selimut diatas bahu
kali permenit.
bayi sehingga bahu
- Pernafasan teratur. terangkat 2-3 cm
- Tidak cyanosis.
PO2 = 50 – 90 mmHg
Akral hangat
dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan tubuh
dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk melalui konduksi.
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang
kering dan hangat.
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
- Berat badan tidak turun lebih 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat dehidrasi
dari 10%. mukosa mulut. dari turgor dan mukosa mulut.
4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
infeksi dan antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
Selama perawatan tidak terjadi
memberikan asuhan
komplikasi (infeksi) keperawatan
Kriteria
- Tidak ada tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Mencegah penyebaran infeksi
infeksi. sesudah melakukan nosokomial.
tindakan.
- Tidak ada gangguan fungsi
tubuh.
9) Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam
rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang
rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang
lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan
keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan
dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan
keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan
didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi
E. Hiperbilirubinmia
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif.
- Pasase mekonium mungkin lambat.
- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan/cairan
- Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui
daripada menyusu botol.
- Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
e. Neurosensori
- Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis
mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
- Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernapasan
- Riwayat asfiksia.
- Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).
g. Keamanan
- Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan
intrakranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi
bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi
besar usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.
2. Diagnosis Keperawatan
1) Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
2) Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
3) Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal,
ketidakseimbangan kimia.
4) Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber
informasi dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan
konsep, meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.
3. Intervensi
1) Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
Kriteria hasil :
- Menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada
bayi cukup bulan pada usia 3 hari.
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
- Bebas dari keterlibatan SSP
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Perhatikan kelompok dan golongan Inkompatibilitas ABO mempengaruhi
darah ibu / bayi 20% dari semua kehamilan dan paling
umum terjadi pada ibu dengan golongan
darah O, yang antibodinya anti – A dan
anti – B melewati sirkulasi janin,
menyebabkan aglutinasi dan hemolisis
SDM. Serupa dengan itu, bila ibu Rh –
negative sebelumnya telah disensitisasi
oleh antigen Rh – positif, antibody ibu
melewati plasenta dan bergabung pada
SDM janin, menyebabkan hemolisis
lambat atau segera.
Mulai pemberian makan oral awal Keberadaan flora usus yang sesuai
dalam 4 sampai 6 jam setelah untuk pengurangan bilirubin terhadap
kelahiran, khususnya bila bayi diberi urobilinogen; turunkan sirkulasi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda – tanda enterohepatik bilirubin (melintasi hepar
hipoglikemia. Dapatkan kadar dengan duktus venosus menetap); dan
Dextrostix, sesuai indikasi. menurunkan resorpsi bilirubin dari usus
dengan meningkatkan pasase
mekonium. Hipoglikemia memerlukan
penggunaan simpanan lemak untuk
asam lemak pelepas energy, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.
Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan Hipoproteinemia pada bayi baru lahir
prenatal; perhatikan kemungkinan dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram
hipoproteinemia neonates, khususnya albumin membawa 16 mg bilirubin
pada bayi praterm. tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah – otak.
Tes Coombs darah tali pusat Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk / indirek. menandakan adanya antibodi (Rh-
positif atau anti-A atau anti-B) pada
adarah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek menandakan
adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A
atau anti-B) SDM pada neonatus.
Kekuatan kombinasi Penurunan konsisten dengan hemolisis.
karbondioksida (CO2)
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Perhatikan adanya/ perkembangan bilier Fototerapi dikontraindikasikan pada
atau obstruksi usus. kondisi ini karena fotoisomer bilirubin
yang di produksi dalam kulit dan
jaringan subkutan dengan pemajanan
dalam terapi sinar tidak dapat siap
diekskresikan.
Pantau kulit neonatus dan suhu inti Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respons terhadap pemajanan
stabil (misal, suhu aksila 97,8ºF, suhu sinar, radiasi, dan konveksi.
rektal 98,9ºF). Aur suhu
inkubator/isolette dengan tepat.
Perhatikan warna dan frekuensi defekasi Defekasi encer, sering dan kehijauan
dan urin. serta urin kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan
pemecahan dan ekskresi bilirubin.
Evaluasi penampilan kulit dan urin, Efek samping tidak umum dari
perhatikan warna hitam kecoklatan. fototerapi meliputi perubahan pigmen
menyolok (sindrom bayi bronze), yang
dapat terjadi bila kadar bilirubin
terkonjugasi meningkat. Perubahan
dalam warna kulit dapat berakhir
selama 2-4 bulan, tetapi tidak
berkenaan dengan gejala sisa
berbahaya.
Kolaborasi
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Perhatikan kondisi tali pusat bayi Pencucian mungkin perlu untuk
sebelum transfusi bila vena umbilikal melunakkan tali pusat dan vena
digunakan. Bila tali pusat kering, umbilikus sebelum transfusi untuk akses
berikan pencucian saline selama 30-60 I.V. dan memudahkan pasase kateter
menit sebelum prosedur. umbilikal.
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium Bila Ht kurang dari 40% sebelum
sesuai indikasi: transfusi, pertukaran sebagian dengan
SDM kemasan dapat mendahului
Kadar Hb atau Ht sebelum dan pertukaran penuh. Penurunan kadar
setelah transfusi. setelah transfusi menandakan kebutuhan
terhadap transfusi kedua.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Berikan informasi tentang tipe-tipe Memperbaiki kesalahan konsep,
ikterik dan faktor-faktor patofisiologis meningkatkan pemahaman, dan
dan implikasi masa datang dari menurunkan rasa takut dan perasaan
hiperbilirubinemia. Anjurkan untuk barsalah. Ikterik neonatus mungkin
mengajukan pertanyaan; tegaskan atau fisiologis, akibat ASI, atau patologis,
perjelas informasi sesuai kebutuhan. dan protokol perawatan tergantung
pada penyebabnyadan faktor pemberat
4. Implementasi
5. Evaluasi
1) Cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat tidak terjadi.
2) Cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah.
3) Cedera terhadap komplikasi dari transfusi tukar tidak terjadi.
4) Pengetahuan klien bertambah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat
lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa
50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan
pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir
sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan
cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi
ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih
memahami masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua
BAB V
DAFTAR PUSTAKA