Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang


saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi
prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan
intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat
post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang
dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa
kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus
yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur. Problem klinis
terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi
lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan
fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping
terhadap masalah penyakit. Masalah yang umum terjadi diantaranya
respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik,
hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus
arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor
tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk
penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat
menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan
perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut. Bayi
prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur
kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan
75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus. Asfiksia neonaturium
ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan
hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat
pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat

1
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin
(Grabiel Duc,20111) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau
patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab
utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh
Drage dan Berendes (2006) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang
rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
mmperlihatkan angka kematian yang tinggi

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin ?
b. Apa penyebab timbulnya prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin pada anak ?
c. Bagaimana proses terjadinya prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin pada anak ?
d. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul dari prematuritas, BBLR,
RDS, asphyxia, dan hiperbilirubin ?
e. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus di lakukan pada pasien
anak yang terkena prematuritas, BBLR, RDS, asphyxia, dan
hiperbilirubin ?

C. Tujan
a. Mahasiswa mengetahui pengertian dari prematuritas, BBLR, RDS,
asphyxia, dan hiperbilirubin
b. Mahasiswa mengetahui penyebab timbulnya prematuritas, BBLR,
RDS, asphyxia, dan hiperbilirubin pada anak
c. Mahasiswa mengetahui proses terjadinya prematuritas, BBLR, RDS,
asphyxia, dan hiperbilirubin pada anak

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prematuritas
1. Definisi
Prematuritas adalah suatu keadaan yang belum matang, yang
ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum
mencapai 37 minggu. Prematuritas (terutama prematuritas yang
ekstrim) merupakan penyebab utama dari kelainan dan kematian pada
bayi baru lahir. Beberapa organ dalam bayi mungkin belum
berkembang sepenuhnya sehingga bayi memiliki resiko tinggi
menderita penyakit tertentu.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya kelahiran prematur biasanya tidak diketahui.
Lima belas persen dari kelahiran prematur ditemukan pada kehamilan
ganda (di dalam rahim terdapat lebih dari 1 janin).
Faktor resiko yang mungkin berperan dalam terjadinya persalinan
prematur adalah :
- Kehamilan usia muda (usia ibu kurang dari 18 tahun)
- Pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur
- Golongan sosial-ekonomi rendah
- Keadaan gizi yang kurang
- Penyalahgunaan obat.
Masalah pada ibu biasanya berupa :
- Riwayat persalinan prematur pada kehamilan sebelumnya
- Kadar alfa-fetoprotein tinggi pada trimester kedua yang
penyebabnya tidak diketahui
- Penyakit atau infeksi yang tidak diobati (misalnya infeksi
saluran kemih atau infeksi selaput ketuban)

1
- Kelainan pada rahim atau leher rahim
- Ketuban pecah sebelum waktunya
- Plasenta previa.
- Pre-eklamsi (suatu keadaan yang bisa terjadi pada trimester
kedua kehamilan, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi,
adanya protein dalam air kemih dan pembengkakan tungkai)
- Diabetes mellitus
- Penyakit jantung.
3. Gejala
Gambaran fisik bayi prematur :
- Ukuran kecil
- Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
- Kulitnya tipis, terang, dan berwarna pink (tembus cahaya)
- Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
- Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
- Rambut yang jarang
- Telinga tipis dan lunak (lembek)
- Tangisannya lemah
- Kepala relatif besar
- Jaringan payudara belum berkembang
- Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur
cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi
cukup bulan)
- Reflek menghisap dan reflek menelan yang buruk
- Pernapasan yang tidak teratur
- Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit (anak laki-laki)
- Labia mayora belum menutupi labia minora (pada anak
perempuan).

4. Patway bayi prematur

1
Factor ibu : Factor janin: Factor lingkungan:
Ibu berusia <20 th Kehamilan ganda Terpapar asap rokok,
Ibu berusia >35 th (gameli) radar dan zat-zat
Jarak kehamilan Hidramnion beracun
terlalu dekat infeksi
Keadaan social-
ekonomi yang

Bayi lahir premature

Sistem pernafasan Termoregulasi Sistem kulit


yang imatur
Terjadi adaptasi Kulit lebih tipis dari
Surfaktan ↓ Paru terisi cairan suhu dari hangat ke bayi yang lahir aterm
dingin

Ekspansi paru Paru diisi oleh o2 Bayi meningkatkan Permeabilitas ↑


tidak dan mendesak panas tubuh
maksimal cairan keluar paru- Pembakaran brown Penguapan ↑
paru fat ↑
MK:
Ketidakefekti Kegagalan
Sistem
fan pola pengeluaran cairan
termoregulasi
Reflek telan ↓ mencapai batas
maksimal
MK: hipotermia
Cairan menumpuk di
jalan nafas

MK: Ketidak
efektifan bersihan
jalan napas

5. Komplikasi
1) Sindroma gawat pernapasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir.
Agar bisa bernapas dengan bebas, ketika lahir kantung udara
(alveoli) harus dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli
bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang disebut
surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan.
Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan
dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap
terbuka. Diantara saat-saat bernapas, paru-paru benar-benar

1
mengempis akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernapasan.
Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada
beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan
oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu
ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan
(bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang
dihubungkan dengan trakea bayi).
2) Tidak matangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan
gangguan refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap
terjadinya perdarahan otak atau serangan apneu.
Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernapasan di otak
mungkin belum matang. Untuk mengurangi frekuensi serangan
apneu bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran
darahnya terganggu, otak yang sangat tidak matang sangat rentan
terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau cedera.

3) Tidak matangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi


pemberian makanan.
Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin
akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga
pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi
muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin
akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga
pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi
muntah.
4) Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia
retrolental)
5) Displasia bronkopulmoner.
6) Penyakit jantung.

1
7) Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus
yang normal untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil
pemecahan sel darah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru
lahir, terutama yang lahir prematur, memiliki kadar bilirubin darah
yang meningkat (yang bersifat sementara), yang dapat
menyebabkan sakit kuning.
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum
matang dan karena kemampuan makan dan kemampuan
mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan
bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan
fungsi pencernaan bayi.
8) Infeksi atau septikemia.
Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang
sempurna. Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi
dari ibunya melewati plasenta (ari-ari). Resiko terjadinya infeksi
yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi. Bayi prematur
juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan
pada usus).
9) Anemia.
10) Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-
ubah, bisa tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
11) Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
12) Keterbelakangan mental dan motorik.

B. Berat Bayi Lahir Rendah ( BBLR )


1. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang BB <
2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram). BBLR dapt dibagi menjadi 2
golongan :

1
1) Prematur murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan.
2) Dismaturitas
Bayi lahir dengan BB kurang dari BB seharusnya untuk masa
gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
2. Etiologi
1) Faktor Ibu
a. Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien
misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM,
toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
b. Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20
tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.
Kejadian terendah ialah pada usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap
timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan
social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang
kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula
kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang
tidak sah, ternyata lebih tinggi bila dibandingakan dengan bayi yang
lahir perkawinan yang sah.
d. Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu
obat narkotik.
2) Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan
kelainan kromosom

3) Faktor Lingkungan

1
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi
radiasi dan zat-zat tertentu.

3. Manifestasi Klinis
1) Berat kurang dari 2500 gram
2) Panjang kurang dari 45 cm
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6) Kepala lebih besar
7) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
8) Otot hipotonik lemah
9) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
10) Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
11) Kepala tidak mampu tegak
12) Pernapasan 40 – 50 kali / menit
13) Nadi 100 – 140 kali / menit

1
Pathways

Faktor Pencetus

Faktor Ibu Faktor Janin Faktor Lingkungan

1. Faktor penyakit 1. Hydroamnion 1. Tempat tinggal di


(toksemia 2. Kehamilan dataran tinggi
gravidarum, multiple/ganda 2. Radiasi
trauma fisik, dll) 3. Kelainan 3. Zat-zat beracun
2. Faktor usia kromosom

BBLR

Kulit tipis dan lemak Imaturitas system pernafasan Reflek menelan dan menghisap blm
subcutan kurang sempurna

Tidak dapat menyimpan Pernafasan belum Intake nutrisi tidak adekuat


panas sempurna
Asupan gizi kurang

Mudah kehilangan panas O2 dalam darah CO2

O2 dalam sel darah rendah Co2 Sel-sel kekurangan nutrisi


tinggi
kedinginan
Kerusakan sel
Asidosis respiratoris

Penurunan BB/kematian
hipotermi Gangguan pertukaran
gas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia
2) Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3) Titer Torch sesuai indikasi
4) Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
5) Pemantauan elektrolit
6) Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )

7. Komplikasi
Menurut (Potter, 2005) komplikasi pada masa awal bayi berat lahir
rendah antara lain yaitu :
1) Hipotermia.
2) Hipoglikemia.
3) Gangguan cairan dan elektrolit.
4) Hiperbilirubinemia.
5) Sindroma gawat nafas (asfiksia).
6) Paten suktus arteriosus.
7) Infeksi.
8) Perdarahan intraventrikuler.
9) Apnea of prematuruty.
10) Anemia
Komplikasi pada masa berikutnya yaitu :

1) Gangguan perkembangan. 6) Kenaikan angka kesakitan


2) Gangguan pertumbuhan. dan sering masuk rumah
3) Gangguan penglihatan sakit.
(retionopati). 7) Kenaikan frekuensi
4) Gangguan pendengaran. kelainan bawaan
5) Penyakit paru kronis.
8. Penatalaksanaan
Menurut Prawirohardjo (2005), penanganan bayi dengan berat badan
lahir rendah adalah sebagai berikut :

1) Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin
besar perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan
sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam
incubator

2) Pelestarian suhu tubuh

Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam


mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara
memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.
Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana
suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang
minimal. Bayi berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur
terbuka, juga memerlukan pengendalian lingkungan secara seksama.
0
Suhu perawatan harus diatas 25 C, bagi bayi yang berat sekitar 2000
gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat kurang dari 2000 gram

3) Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan
baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih
dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7
kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan
telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat
bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih
mudah.
4) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi
O2yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box,
konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan

5) Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system
imunologi yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak
memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat
harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas, lepaskan semua
asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan infeksi
dan sakit kulit.

6) Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu
mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan
pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada
bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah
secara relative memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan
bayi preterm.

C. Respiratory Distress Syndrom ( RDS )


1. Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan
masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).

Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa


Inggris disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS)
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea
dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis;
merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah
epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di
dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara
dalam paru.

Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan


terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini
dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru.
Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah,
2005).

2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens
berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya
semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada
bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah
kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya
kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu,
sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi
cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu
diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan
multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress
dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens
tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).

Faktor-faktornya antara lain :

1) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau
lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu
yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit
diabetes mellitus, dan lain-lain
2) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan
plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel
pada tempatnya
3) Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir, kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain. Kegawatan
neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi
mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi
pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar
dari paru.
4) Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan
tindakan dan lain-lain. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa
pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi
cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn)

3. Patway
4. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur
dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu.
Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram.
Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat
bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak
dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai
terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan
menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh
atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan
memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis
karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru
atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan
respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan
gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita
penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema
terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf
Pengajar IKA, FKUI, 1985).

5. Klasifikasi
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan
skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan
tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.

Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi
< 60 x/menit 60– 80 x/menit > 80 x/menit
napas
Tidak ada
Retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis
Tidak ada Sianosis hilang menetap
Sianosis
sianosis dengan O₂ walaupun
diberi O₂
Penurunan udara Tidak ada
Air entry Udara masuk
masuk udara masuk
Dapat didengar
Tidak Dapat di dengan
Merintih tanpa alat
merintih dengan stetoskop
bantu

Evaluasi : <3 = Gawat napas ringan

4–5 = Gawat napas sedang

>6 = Gawat napas berat

6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress
Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan
bakteriemia
 Menilai derajat hipoksemia
Analisa gas darah  Menilai keseimbangan asam
basa
Menilai keadaan hipoglikemia,
karena hipoglikemia dapat
Glukosa darah
menyebabkan atau memperberat
takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress
nafas
 Leukositosis menunjukkan
adanya infeksi
 Neutropenia menunjukkan
Darah rutin dan hitung jenis
infeksi bakteri
 Trombositopenia
menunjukkan adanya sepsis
Menilai hipoksia dan kebutuhan
Pulse oxymetri
tambahan oksigen

7. Pencegahan

Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan


paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk
menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang
maturitas parunya belum sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan
sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik
(Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas
paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin
dalam cairan amnion.

Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua,


bayi yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin,
sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi
belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin.
Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya
surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan
penyakit ini ialah mencegah prematuritas.

8. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3 hal:
1) Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ),
pada 19 bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang
menetap
2) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik
4) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan
oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi
2) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

D. Asphyxia
1. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini di sebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan factor-faktor
yang timbul dalam kehamilan persalinan atau segera lahir.

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak


dilakukan dengan sempurna sehingga tindakan perawatan segera yang
dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi
gejala lanjut yang mungkin timbul. (Mansjoer, A. 2000)

2. Etiologi
1) Faktor ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian analgetik atau anastesi dalam gangguan kontraksi
uterus. Hipotensi mendadak karena perdarahan, hipertensi karena
eklamsi, penyakit jantung dan lain-lain.

2) Faktor plasenta
Yang meliputi solusio plasenta , perdarahn pada plasenta
previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tidak menempel pada
tempatnya.

3) Faktor janin dan neonatus


Meliputi tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir, gamelli, kelainan congenital.

4) Faktor persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

3. Patway
Paralisis pusat pernapasan Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat-obatan
pusat, presentasi janin
abnormal

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 dan Paru-paru terisi cairan


kadar CO2 meningkat

Bersihan Jalan Napas Gangguan metabolisme dan


Tidak Efektif perubahan asam basa

Suplai O2 dalam darah Suplai O2 dalam paru Asidosis respiratorik

Resiko Kerusakan otak Gangguan perfusi-ventilasi


Ketidakseimbangan
Suhu Tubuh Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia

Napas cepat
Gangguan Pertukaran Gas

Apneu

DJJ dan TD Kematian bayi Resiko Cidera

Ketidakefektifan Pola Proses Keluarga


Napas Terhenti

Janin tidak bereaksi Resiko Sindrom


terhadap rangsangan Kematian Bayi
Mendadak
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang khas adalah sebagai berikut:
1) Pernafasan terganggu
2) Detak jantung berkurang
3) Respon bayi melemah
4) Tonus otot menurun
5) Warna kulit kebiruan atau pucat.

E. Hiperbilirubinemia
1. Pengertian

Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin


di dalam darah. (Wong, 2003 : 432) Peningkatan kadar bilirubin serum
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang
tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada
kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191) Hiperbilirubin
adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001 : 143)

Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi


dua jenis yaitu:
1) Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas)
yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin
untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta
bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2) Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu
bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
Perbandingan jenis-jenis utama hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
(Wong, 2003 : 432) :

Ikterik
Ikterik berhubungan Penyakit
Ikterik ASI
fisiologis dengan hemolitik
menyusui ASI
Penyebab Fungsi Masukan susu Faktor-faktor Ketidakcocokan
hepatik yang buruk yang mungkin antigen darah
imatur berhubungan terdapat dalam menyebabkan
ditambah dengan ASI yang hemolisis
peningkatan sedikitnya memecahkan sejumlah besar
beban kalori yang bilirubin SDM
bilirubin dari dikonsumsi menjadi bentuk Hati tidak mampu
hemolisis oleh bayi lemak yang mengkonjugasi
SDM sebelum ASI dapat larut, dan
terbentuk yang mengekskresikan
direabsorpsi kelebihan
dari usus bilirubin dari
Defekasi hemolisis
kurang sering
Awitan Setelah 24 Hari kedua- Hari keempat- Selama 24 jam
jam (bayi ketiga kelima pertama
prematur,
lebih lama)
Puncak 72 jam Hari kedua- Hari Bervariasi
ketiga kesepuluh-
kelimabelas
Durasi Menurun Dapat tetap
pada hari ke ikterik selama
lima sampai beberapa
ke tujuh minggu
Terapi Fototerapi Sering Penghentian Pasca natal-
bila kadar menyusu ASI ASI sementara fototerapi, bila
bilirubin Suplemen sampai 24 jam hebat, transfusi
meningkat kalori untuk tukar
terlalu cepat Fototerapi menentukan Pra natal-transfusi
untuk bilirubin penyebab; bila (janin)
18-20 mg/dl kadar bilirubin Pencegahan
menurun, ASI sensitisasi
dapat diminum (ketidakcocokan
lagi Rh) dari ibu Rh
Dapat meliputi negatif dengan
fototerapi di RhoGAM
rumah dengan
pemberian ASI
tanpa gangguan

2. Etiologi
1) Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena;
polycethemia, issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan
enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia :
salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,
cephalhematoma, ecchymosis.
2) Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi,
masalah metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3) Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam
hepatosit.
4) Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5) Gangguan dalam ekskresi.
6) Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
3. Manifestasi Klinik
1) Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh
lainnya. Bila ditekan akan timbul kuning.
2) Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh
pada ikterus berat.
3) Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus
berat.
4) Bayi menjadi lesu.
5) Bayi menjadi malas minum.
6) Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7) Letargi.
8) Tonus otot meningkat.
9) Leher kaku.
10) Opistotonus.
11) Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

4. Pathway

5. Klasifikasi
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:

1) Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.


Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut
besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut:
- Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan
kadang-kadang Bakteri)
- Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Kadar Bilirubin Serum berkala.


- Darah tepi lengkap.
- Golongan darah ibu dan bayi.
- Test Coombs.
- Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau
biopsi Hepar bila perlu.

2) Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.


- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3,
tampak jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke
10.
- Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
- Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih
dari 12 mg %, pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada
hari ke 14.
- Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan
protein Y dan Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum
cukup jumlahnya.
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau
Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan
kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga
masih mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka


pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan darah tepi.


- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
- Pemeriksaan lain bila perlu.

3) Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir


minggu pertama.
- Sepsis.
- Dehidrasi dan Asidosis.
- Defisiensi Enzim G6PD.
- Pengaruh obat-obat.
- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4) Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan


selanjutnya:
- Karena ikterus obstruktif.
- Hipotiroidisme
- Breast milk Jaundice.
- Infeksi.
- Hepatitis Neonatal.
- Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan Bilirubin berkala.


- Pemeriksaan darah tepi.
- Skrining Enzim G6PD.
- Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus


patologis :

- penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan


golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis,
ABO, dsb.
- kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-
PD
- hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena
trauma lahir
- infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,
penyakit karena toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis
- kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia
- obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan
albumin seperti : sulfonamid, salisilat, sodium benzoat,
gentamisin.
- Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak
tinggi, penyakit hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium
ileus, dsb.

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb
indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B
dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan
adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari
neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas
ABO.
3) Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi
1,0-1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar
indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl
dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup
bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4) Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan
penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang
dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat
(lebih besar dari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45
%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah
lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40
mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8) Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin seru.
9) Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan
dengan penyakit Rh.
10) Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau
imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada
inkompabilitas ABO.
11) Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit
janin.

7. Komplikasi
1) Ikterik ASI.
2) Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan
faktor koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh,
ABO), dan hemolisis yang menghasilkan sel darah merah, serta
tersensititasi dari sel darah merah dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme
bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan
hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk memperbaiki
transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin
dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu
diingat adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang
juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-
obatan lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses
ekstrasi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan
kadar bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya karena
bilirubin tersebut berada dalam ikatan dengan albumin. Albumin
diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum
maupun sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan
oral dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada
perpanjangan cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum yang
dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada
kisaran biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang berspektrum
luasan berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau
efektif menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi
bilirubin yang terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap
energi cahaya yang dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-
42 sampai dengan -15) tak terkonjugasi alamiah yang bersifat
toksik menjadi isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-
42 sampai -15e). Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui
suatu reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang
diekskresi oleh ginjal pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan
pada keadaan berikut ini :
a. Hidrops.
b. Adanya riwayat penyakit berat.
c. Adanya riwayat sensitisasi.

Tujuan dilakukannya transfusi adalah sebagai berikut :

a. Mengoreksi anemia.
b. Menghentikan hemolisis.
c. Mencegah peningkatan bilirubin.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Prematuritas
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas bayi: Nama, jenis kelamin, BB, TB, LK, LD.
b. Identitas orang tua: Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
c. Keluhan utama: BB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm, hipotermi.
d. Riwayat penyakit sekarang.
e. Riwayat penyakit keluarga.
f. Riwayat penyakit dahulu.
2. Pemeriksaan fisik biologis
• Ibu
- Riwayat kehamilan dan umur kehamilan.
- Riwayat persalinan dan proses pertolongan persalinan yang dahulu dan
sekarang.
- Riwayat fisik dan kesehatan ibu saat pengkajian.
- Riwayat penyakit ibu.
- Psikososial dan spiritual ibu.
- Riwayat perkawinan.
• Bayi
- Keadaan bayi saat lahir; BB < 2500 gr, PB < 45 cm, LK 33 cm, LD <
30 cm.
- Inspeksi
1. Kepala lebih besar daripada badan, ubun-ubun dan sutura lebar.
2. Lanugo banyak terdapat pada dahi, pelipis, telinga dan tangan.
3. Kulit tipis, transparan dan mengkilap.
4. Rambut halus, tipis dan alis tidak ada.
5. Garis telapak kaki sedikit.
6. Retraksi sternum dengan iga
7. Kulit menggantung dalam lipatan (tidak ada lemak sub kutan).
- Palpasi
1. Hati mudah dipalpasi.
2. Tulang teraba lunak.
3. Limpa mudah teraba ujungnya.
4. Ginjal dapat dipalpasi.
5. Daya isap lemah.
6. Retraksi tonus – leher lemah, refleks Moro (+).
- Perkusi
- Auskultasi
1. Nadi lemah.
2. Denyut jantung 140 – 150 x/menit, respirasi 60 x/menit.

I. Pengkajian
a. Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam batas normal (120 sampai
160 dpm) murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus paten
(PDA)
b. Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 g
c. Neurosensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut
Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh : sutura mungkin mudah
di gerakan, fontanel mungkin besar / terbuka lebar
Umumnya terjadi edema pada kelopak mata, mata mungkin merapat
Reflek tergantung pada usia gestasi
d. Pernafasan
Apgar score mungkin rendah
Pernafasan dangkal, tidak teratur, pernafasan diafragmatik intermiten (40-60
x/mnt) mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal subternal,
sianosis ada.
Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres
pernafasan (RDS)
e. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Menangis mungkin lemah
Wajah mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum
Kulit transparan
Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh
Ekstremitas tampak edema
Garis telapak kaki terlihat
Kuku pendek
f. Seksualitas
Persalinan / kelahiran tergesa-gesa
Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan kritoris
menonjol testis pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada pada
skrotum
g. Data Penunjang :
Pengobatan :
- Cettrazidine 2 x 75 mg
- Aminophylin 2 x 0,15 /IV
- Mikasin 2 x 10 mg
- Aminosteril 15 cc
Perhatian Khusus:
- O2
- Observasi TTV
Laboratorium pada tanggal 27 September 2005 :
- Ht : 46 vol %
- Hb : 15,7 gr/dl
- Leukosit : 11 900 ul
- Clorida darah : 112 mEq
- Natrium darah : 140
- Kalium : 4,1
- GDS : 63

II. Diagnosa Keperawatan


a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, sianosis, apnea.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan
perkembangan otot, penurunan energi / kelelahan.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan produksi
surfaktan.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb dalam
darah.
e. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
koordinasi reflek mengisap dan menelan.
f. Resiko tinggi hipotermia berhubungan dengan perkembangan SSP imatur,
ketidak mampuan merasakan dingin berkeringat.
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun imatur, prosedur
invasif
h. Kurang Pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang keadaannya anaknya
i. Ketakutan orang tua berhubungan dengan takut akan kehilangan anaknya
j. Ansietas orang tua berhubungan dengan prognosis penyakit anaknya

III. Intervensi Keperawatan


a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi 1. Mengetahui
keperawatan selama 1x24 pernafasan seperti frekuensi, pola,suara
jam diharapkan pertukaran cuping hidung, napas pasien
gas pasien kembali normal dispnea, dan 2. Mengkompensasi
dengan kriteria hasil: ronkhi penurunan
1. Tidak terdapat 2. Observasi status kontraktilitas
dispnea jantung ventrikuler
2. Nilai AGD (frekuensi,pola,su 3. Meningkatkan
dalam rentang ara jantung) volume sekuncup,
normal 3. Observasi memperbaiki
3. Pasien tidak pemberian kontraktilitas dan
sesak lagi oksigen dan catat penurunan kongesti
4. Tidak terjadi setiap jam ubah 4. Mencegah pasien
sianosis sisi alat setiap 3-4 menjadi sianosis dan
jam tetap
4. Pantau warna mempertahankan
kulit dan mukosa suhu tubuh pasien
bibir dalam keadaan hangat

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan,


keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi / kelelahan
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi frekuensi 1. Mengetahui status
keperawatan selama pernafasan dan pola nafas pernapasan klien
1x24 jam diharapkan (pernafasan, tonus otot 2. Meningkatkan
pola napas pasien dan warna kulit) pengembangan paru
kembali normal dengan 2. Posisikan bayi terlentang 3. Merangsang bayi
kriteria hasil: dengan gulungan kain di agar mau menangis
1. Respirasi Rate bawah bahu sehingga
30-60 x/menit 3. berikan rangsangan táctil pengembangan paru
2. Tidak terdapat 4. kolaborasi: diharapkan akan
penggunaan otot-  Berikan O2 = ½ mengembang secara
otot bantu napas liter sempurna
3. Tidak bernapas  Berikan obat 4. Membantu
dengan cuping aminofilin 2 x memperlancar
hidung 0,15 cc pernapasan pada
bayi

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan produksi


surfaktan.
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi pernapasan 1. Mengetahui status
keperawatan selama 3 x 24 klien: suara napas, pernapasan klien
jam diharapkan saluran frekuensi napas 2. Membantu pengeluaran
napas klien bersih, dengan 2. Lakukan fisioterapi sekret
kriteria hasil: dada dengan menepuk- 3. Membantu
1. Tidak terdengar nepuk dada atau mengeluarkan sekret
suara napas punggung pasien dan melancarkan jalan
tambahan ronchi dengan 2 jari perawat napas pasien
2. Tidak terdapat 3. Kolaborasi suction
sekret untuk mengeluarkan
3. Pasien dapat sekret pada pasien
bernapas dengan
lega

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb dalam


darah
Rencana tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tanda-tanda 1. Data dasar mengetahui
keperawatan selama 3 x 24 vital, bunyi jantung, perkembangan klien dan
jam diharapkan resiko denyut jantung, irama mengetahui ada tidaknya
perubahan perfusi klien jantung kelainan jantung
tidak terjadi, dengan kriteria 2. Observasi pengisian 2. Mengetahui pengisian
hasil: kapiler klien kapiler klien dalam batas
1. TTV dalam batas 3. Anjurkan penggunaan normal
normal (Nadi: 120- kaos kaki dan minyak 3. Menjaga agar akral tetap
160x/mnt, Suhu: 36- hangat pada telapak tangan hangat
37,4 derajat celcius, dan kaki
Respirasi: 30-60x/mnt)
2. Akral klien hangat
3. Pengisian kapiler < 3
detik

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan imaturitas


produksi enzim.
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
setelah diberikan askep 1. Pantau dan 1. Mengidentifikasi
selama 5x24 jam diharapkan dokumentasikan indikasi/perkembangan
nutrisi klien terpenuhi dengan haluaran tiap jam dari hasil yang
kriteria hasil : secara adekuat diharapkan
1. Pasien menghabiskan 2. Membantu menentukan
50-100cc asi atau 2. Timbang BB klien berat badan yang ideal
susu formula 3. Berikan susu sedikit 3. Mengurangi anoreksia,
2. Tidak mengalami tapi sering mual dan muntah
anoreksia, mual, 4. Catat status nutrisi 4. Berguna dalam
muntah paasien: turgor mendefinisikan derajat
3. Menunjukkan kulit, timbang berat masalah dan intervensi
peningkatan berat badan, integritas yang tepat dalam
badan mukosa mulut, pengawasan kefektifan
kemampuan obat, kemajuan
menelan, adanya penyembuhan
bising usus, riwayat 5. Mengukur keefektifan
mual/rnuntah atau nutrisi dan cairan
diare. 6. Menentukan jenis diet
5. Monitor intake dan dan mengidentifikasi
output secara pemecahan masalah
periodik. untuk meningkatkan
6. Catat adanya nutrisi.
anoreksia, mual,
muntah, dan
tetapkan jika ada
hubungannya
dengan medikasi.
f. Resiko terjadi penurunan hipotermia berhubungan dengan perkembangan SSP
imatur, ketidak mampian merasakan dingin dan berkeringat
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. gunakan lampu 1. mempertahankan panas
keperawatan selama pemanas selama tubuh
3x24jam diharapkan prosedur 2. mengurangi penguapan
hipotermia tidak terjadi 2. kurangi pemajanan melalui konveksi
dengan kriteria hasil: pada aliran udara 3. pakaian basah bisa
1. suhu tubuh dalam 3. ganti bila pakaian menyebabkan hipotermi
batas normal (36,8- basah 4. mengetahui adanya
37,40C) 4. observasi system peningkatan dan
2. akral tersaba hangat pengaturan suhu penurunan suhu inkubator
incubator setiap 15 yg dapat mempengaruhi
menit (33,4oC) suhu tubuh

g. Resiko infeksi berhubungan dengan respon imun imatur, prosedur invasif


Rencana tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Pertahankan cuci 1. Sebagai universal
keperawatan selama tangan yang benar precaution
3x24jam diharapkan infeksi 2. Pertahankan kesterilan 2. Mencegah terjadinya
tidak terjadi dengan kriteria alat infeksi
hasil : 3. Observasi tanda – 3. Peningkatan suhu terjadi
1. Tidak terjadi tanda- tanda vital, terutama karena berbagai faktor, salah
tanda infeksi suhu tubuh satunya adalah proses
2. TTV normal penyakit atau infeksi
4. Terjadinya stomatitis
4. Tekankan pentingnya meningkatkan resiko
oral hygiene yang baik terhadap
infeksi/pertumbuhan
5. Hindari atau batasi sekunder
prosedur invasif. Taati 5. Menurunkan risiko
tehnik aseptik kontaminasi, membatasi
6. Berikan antibiotik masuknya agen infeksi
sesuai indikasi 6. Digunakan untuk
mengidentifikasi infeksi atau
diberikan secara profilaktik
pada klien imunosupresi

h.Kurang Pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


keadaannya anaknya
Rencana tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi pemahaman 1. Mengidentifikasi area
keperawatan selama 1x24 kelurga tentang bayi kekurangan
jam diharapkan pasien prematur. pengetahuan, salah
dapat menerima informasi informasi dan memberi
tentang kondisi anaknya kesempatan untuk
dengan kriteria hasil: memberikan informasi
1. Klien mengatakan tambahan sesuai
mengerti dengan 2. Observasi pengetahuan keperluan.
informasi yang diberikan. klien mengenai kondisi 2. Mengetahui tingkat
2. Klien mampu anaknya pengetahuan klien
mengulang informasi yang sehingga memudahkan
telah diberikan. perawat dalam
3. Jelaskan mengenai hal – memberikan informasi.
hal yang ingin diketahui 3. Memenuhi kebutuhan
oleh klien. belajar klien.
4. Memberikan
4. Berikan informasi pengetahuan dan
tentang pengobatan dan pemahaman tentang
perawatan tentang pengobatan dan
kondisi anaknya perawatan diri sehingga
orang tua anak dapat
5. Motivasi orang tua bersikap kooperatif.
pasien mengekspresikan 5. Memberikan
ketidaktahuan / kesempatan untuk
kecemasan dan beri mengoreksi persepsi
informasi yang yang salah dan
dibutuhkan mengurangi kecemasan.

i.Ketakutan orang tua berhubungan dengan takut akan kehilangan anaknya


Rencana tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Dampingi orang tua 1. Mengurangi ketegangan
keperawatan selama 1x24 pasien dalam merawat pada orang tua saat
jam diharapkan kecemasan anaknya merawat anaknya
pasien berkurang dengan 2. Bantu orang tua untuk 2. Mengurangi stres pada
kriteria hasil: mengekspresikan ketakutan orang tua dalam
1. Orang tua dapat 3. Ajarkan orang tua menghadapi kondisi
menerima kondisi tentang teknik relaksasi anaknya
anaknya dengan menarik napas 3. Mengurangi ketakutan
2. Ketakuan orang tua dalam orang tua
berkurang

j. Ansietas orang tua berhubungan dengan prognosis penyakit anaknya


Rencana tujuan intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Beri penjelasan 1. Agar keluarga
keperawatan selama 1x24 kepada keluarga mengerti tentang
jam diharapkan kecemasan tentang penyebab bayi penyakit pasien
orang tua pasien berkurang prematur 2. Mengurangi
dengan kriteria hasil: 2. Beri kesempatan pada kecemasan dan
1. Orang tua pasien keluarga untuk memotivasi keluarga
tidak tampak cemas menanyakan hal-hal dalam perawatan
2. Ekspresi wajah yang tidak diketahui pasien
tenang 3. Lakukan evaluasi 3. Untuk mengetahui
setelah memberikan tentang informasi yang
penjelasan pada telah disampaikan
keluarga apakah benar-benar
4. Libatkan orang tua sudah diterima atau
dalam perawatan belum
pasien 4. Dapat memberi
support dalam proses
penyembuhan pasien.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah langkah keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun.

5. Evaluasi :
a) Pertukaran gas kembali normal
b) Pola napas kembali normal
c) Jalan napas pasien bersih
d) Perfusi jaringan pasien kembali normal
e) Bayi dapat menunjukan penambahan berat badan (2x 20-30 gr/hr)
f) Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal untuk usia pasca konsepsi
g) Bayi tidak mengalami infeksi
h) Pengetahuan orang tua bertambah tentang kondisi anaknya
i) Orang tua tidak cemas saat merawat anaknya
j) Orang tua tidak mengalami ketakutan saat mengetahui kondisi anaknya

B. Berat Bayi Lahir Rendah


I. Pengkajian Fokus
1. Sirkulasi :
Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam batas
normal (120-160 dpm). Mur-mur jantung yang dapat didengar dapat
menandakan duktusarteriosus paten (PDA).
2. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).

3. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran
kepala besar dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah
digerakan, fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak
mata umum terjadi, mata mungkin merapat(tergantung usia gestasi).
Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada
gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan
bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen
pertama dari refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan
membuka tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen
keduaa(fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada
gestasi minggu ke 32.Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi
antara minggu 24 dan 37.
4. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak
teratur; pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt).
Mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi
“ampelas” pada auskultasi, menandakan adaya sindrom distress
pernafasan (RDS).
5. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah.
Wajah mungkin memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit
kemerahan atau tembus pandang, warna mungkin merah. muda/kebiruan,
akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas
diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki
mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin
pendek.
6. Seksualita
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia
mayora, dengan klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae
mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan di
rongga paru

2. Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan lemak subkotis tipis

3. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan immaturitas fungsi


imunologik.

4. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan.

III. Intervensi Keperawatan

NO TUJUAN INTERVENSI

1. Setelah mendapat tindakan 1.1. Monitor pernafasan (kedalaman,


keparawatan 3x24 jam tidak irama, frekuensi )
terjadi gangguan jalan nafas(nafas 1.2. Atur posisi kepala lebih tinggi
efektif) 1.3. Monitor keefektifan jalan nafas,
kalau kerlu lakukan suction.
Kriteria Hasil :
1.4. Lakukan auskultasi bunyi nafas
 Akral hangat tiap 4 jam
 Tidak ada sianosis 1.5. Perthankan pemberian O2
 Tangisan aktif dan kuat 1.6. Pertahankan bayi pada inkubator
 RR : 30-40x/mt dengan penghangat
 Tidak ada retraksi otot 1.7. Kolaborasii untuk X foto thorax
pernafasan

2.1. Pertahankan bayi pada inkubator


2.
dengan kehangatan 37oC
Setelah mendapatkan tindakan
2.2. Beri popok dan selimut sesuai
keperawatan 3x24 jam tidak
kondisi
terjadi gangguan hipotermi
2.3. Ganti segera popok yang basah
Kriteria Hasil : oleh urine atau faeces
2.4. Hindarkan untuk sering
 Badan hangat
membuka penutup karena akan
 Suhu : 36,5-37oC
menyebabkan fluktuasi suhu dan
peningkatan laju metabolisme
2.5. Atur suhu ruangan dengan panas
yang stabil

3.
3.1. Monitor tanda-tanda
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor,f
Setelah mendapat tindakan
ungsiolaesa)
keperawatan 3x24 jam tidak
3.2. Lakukan cuci tangan sebelum
terjadi infeksi
dan sesudah kontak dengan bayi
Kriteria Hasil : 3.3. Anjurkan kepada ibu bayi untuk
memakai jas saat masuk ruang
 Tidak ada tanda-tanda
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor bayi dan sebelum dan/sesudah
,fungsiolaesa) kontak cuci tangan
 Suhu tubuh normal (36,5- 3.4. Barikan gizi (ASI/PASI) secara
37oC) adekuat
3.5. Pastikan alat yang kontak dengan
bayi bersih/steril
3.6. Berikan antibiotika sesuai
program
3.7. Lakukan perawatan tali pusat
setiap hari

4.
Setelah tindakan keperawatan 4.1. Kaji refleks menghisap dan
3x24 jam tidak terjadi gangguan menelan
nutrisi 4.2. Monitor input dan output
4.3. Berikan minum sesuai program
Kriteria Hasil :
lewat sonde/spin
 Diet yang diberikan habis tidak 4.4. Sendawakan bayi sehabis minum
ada residu 4.5. Timbang BB tiap hari.
 Reflek menghisap dan menelan
kuat
 BB meningkat 100 gr/3hr.

C. RDS
1. Pengkajian
a. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b. Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting ,
RR, cuping hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
c. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat
langsung
a) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung,
cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau
lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi

3. Perencanaan Keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis


(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
Tujuan yang diharapkan : Pola nafas kembali efektif

Kriteria Hasil :
1) Pengembangan dada simetris
2) Irama pernapasan teratur
3) Bernapas mudah
4) Tidak ada suara nafas tambahan

Rencana Tindakan

Intervensi Rasional

Monitor kecepatan, irama, Mengetahui apakah ada


kedalaman dan upaya nafas gangguan dalam bernafas

Monitor pergerakan, Mengetahui kemampuan


kesimetrisan dada, retraksi dada bernafas klien
dan alat bantu pernafasan

Posisikan klien untuk Klien merasa nyaman


memaksimalkan ventilasi dan
mengurangi dispnea

Berikan oksigen sesuai program Mempertahankan oksigen arteri

Alat-alat emergensi disiapkan Kemungkinan terjadi kesulitan


dalam keadaan baik bernapas akut

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolar

Tujuan yang diharapkan : pertukaran gas kembali normal


Kriteria hasil :
1) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
2) Bebas dari gejala distres pernafasan.
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional

Pantau dispnea, takipnea, bunyi Data dasar untuk menentukan


napas, peningkatan upaya intervensi lebih lanjut
pernapasan, ekspansi, paru, dan
kelemahan

Monitor intake dan output Menjaga keseimbangan cairan


cairan

Jaga alat emergensi dan Persiapan emergensi terjadinya


pengobatan tetap tersedia seperti masalah akut pernafasan
ambu bag, ET tube, suction,
oksigen

Batasi pengunjung Mengurangi tingkat kecemasan

c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan


berada di lingkungan yang dingin

Tujuan yang diharapkan : Hipotermia dapat teratasi


Kriteria hasil :
1) Suhu axila 36-37˚C
2) RR : 30-60 X/menit
3) Warna kulit merah muda
4) Tidak ada distress respirasi
5) Tidak menggigil
6) Bayi tidak gelisah
7) Bayi tidak letargi

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Monitor gejala dari hopotermia : Data dasar dalam menentukan
fatigue, lemah, apatis, perubahan intervensi
warna kulit

Monitor status pernafasan Mengetahui adanya gangguan


pernafasan

Pindahkan bayi dari lingkungan Menaikkan suhu tubuh bayi


yang dingin ke dalam
lingkungan / tempat yang hangat
(didalam inkubator atau lampu
sorot)

Segera ganti pakaian bayi yang Pakaian yang dingin dan basah
dingin dan basah dengan pakaian akan membuat bayi
yang hangat dan kering, berikan memperburuk kondisi bayi
selimut.

d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi


Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi penurunan BB > 15 %.
2) Bayi tidak muntah
3) Bayi dapat minum dengan baik

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi reflek menghisap dan Mengetahui apakah ada
menelan bayi. gangguan dalam menghisap dan
menelan bayi

Observasi intake dan output. Mengetahui status nutrisi bayi

Berikan cairan IV dengan Memenuhi kebutuhan kalori


kandungan glukosa sesuai bayi
kebutuhan neonates

Rujuk kepada ahli diet untuk me Menentukan diet yang tepat bagi
mbantu memilih cairan yang dap bayi
at memenuhi kebutuhan gizi

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi

Tujuan yang diharapkan : Resiko kekurangan volume cairan tidak


terjadi
Kriteria hasil :
1) Turgor pada perut bagian depan kenyal, tidak ada edema,
membranmukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan BB.
2) Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar, elektrolit darah
dalam batas normal.

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi suhu dan nadi. Mengetahui adanya indikasi
kekurangan volume cairan

Observasi adanya tanda-tanda d Menentukan intervensi lebih


ehidrasi atau overhidrasi. lanjut

Berikan terapi intravena sesuai d Mempertahankan keseimbangan


engan anjuran dan berikan dosis cairan
pemeliharaan, selain itu berikan
pula tindakan-tindakan pencega
han

Cairan membantu distribusi


Berikan susu dan cairan intraven
obat-obatan dalam tubuh serta
a sesuai kebutuhan
membantu menurunkan demam.
Cairan bening membantu
menambahkan kalori serta
menanggulangi kehilangan BB

D. Asphyxia
I.Pengkajian
Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan
data, pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :

1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik).
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/
IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan simetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus
antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran
atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
II. Analisa Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan.

Data subyektif terdiri dari

a. Biodata atau identitas pasien :


Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin

b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku


atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan
alamat.
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multipel, inkompetensia serviks, hidramnion,
kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa
tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
2. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji :
a. Kala I :
ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan
antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta
previa.
b. Kala II :
persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu
kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi,
forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat
mengganggu sistem pernafasan. Persalinan dengan
tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang
(narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

3. Riwayat post natal


Yang perlu dikaji antara lain :

a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit


kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang,
AS (7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal
(2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu
aterm  2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih
dari normal (34-36 cm).
c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
3. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat
gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit,
cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.

4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :

BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

BAK : frekwensi, jumlah


5. Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia,
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika. Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,
kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.

6. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna
sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta
dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain
halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif

7. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu
pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang
diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)

a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan
hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran
neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan
usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.

b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <
36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37
C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C,
nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernafasan belum teratur.

8. Data Penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia
Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi.
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi
asidosis metabolik.
 PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

 Natrium (normal 134-150 mEq/L)


 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

III. Analisa data dan Perumusan Masalah


Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data
dan menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan
prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien
(Effendi Nasrul,1995 : 23).
Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Kemungkinan Penyebab Masalah


Sign / Symptoms
1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan
pernafasan cuping hidung, pemenuhan
- Pendarahan peng-obatan.
cyanosis, ada lendir pada kebutuhan O2
hidung dan mulut, tarikan - Obstruksi pulmonary
inter-costal, abnormalitas
- Prematuritas
gas darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam kulit hipotermia
pada ekstremmitas, tipis
keadaan umum lemah,
suhu tubuh dibawah
normal
3. Keadaan umum lemah, - Reflek menghisap lemah gangguan
reflek menghisap lemah, pemenuhan
masih terdapat retensi kebutuhan nutrisi.
pada sonde
4. Suhu tubuh diatas normal, - Sistem Imunitas yang Resiko infeksi
tali pusat layu, ada tanda- belum sempurna
tanda infeksi, abnormal - Ketuban mekonial
kadar leukosit, kulit
- Tindakan yang tidak
kuning, riwayat persalinan
aseptik
dengan ketuban mekonial
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
asfiksia antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post
asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan
reflek menghisap lemah.
3. hipotermia
4. Resiko infeksi
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


No.

1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan
kebutuhan O2 dengan alas yang data, mengantisipasi flexi leher yang
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
sehubungan dengan post kepala lurus, dan leher dapat mengurangi kelancaran
asfiksia berat Kriteria: sedikit tengadah/ekstensi jalan nafas.
dengan meletakkan bantal
- Pernafasan normal 40-60
atau selimut diatas bahu
kali permenit.
bayi sehingga bahu
- Pernafasan teratur. terangkat 2-3 cm

- Tidak cyanosis.

- Wajah dan seluruh tubuh


Berwarna kemerahan 2. Bersihkan jalan nafas, 2. Jalan nafas harus tetap
(pink variable). mulut, hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari lendir
untuk menjamin pertukaran gas
- Gas darah normal
yang sempurna.
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg

PO2 = 50 – 90 mmHg

3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya kelainan.


dan tanda-tanda cyanosis
tiap 4 jam

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


No.

4. Kolaborasi dengan tim 4. Menjamin oksigenasi jaringan


medis dalam pemberian yang adekuat terutama untuk
O2 dan pemeriksaan jantung dan otak. Dan
kadar gas darah arteri. peningkatan pada kadar PCO2
menunjukkan hypoventilasi

2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan panas


hipotermi sehubungan diatas pemancar panas pada suhu lingkungan sehingga
Tidak terjadi hipotermia
dengan adanya roses (infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat
persalinan yang lama Kriteria
dengan ditandai akral
Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C

Akral hangat
dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan tubuh
dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk melalui konduksi.
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang
kering dan hangat.
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Observasi suhu bayi tiap 3. Perubahan suhu tubuh bayi


6 jam. dapat menentukan tingkat
hipotermia

4. Kolaborasi dengan team 4. Mencegah terjadinya


medis untuk pemberian hipoglikemia
Infus Glukosa 5% bila
ASI tidak mungkin
diberikan.
3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi dan BAK jumlah dan eliminasi bayi dan segera
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
sehubungan dengan frekuensi serta mendapat tindakan / perawatan
reflek menghisap Kriteria konsistensi. yang tepat.
lemah.
- Bayi dapat minum pespeen /
personde dengan baik.

- Berat badan tidak turun lebih 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat dehidrasi
dari 10%. mukosa mulut. dari turgor dan mukosa mulut.

- Retensi tidak ada.

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Monitor intake dan out 3. Mengetahui keseimbangan


put. cairan tubuh (balance)

4. Beri ASI sesuai 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi


kebutuhan. secara adekuat.

5. Lakukan kontrol berat 5. Penambahan dan penurunan


badan setiap hari. berat badan dapat di monito

4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
infeksi dan antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
Selama perawatan tidak terjadi
memberikan asuhan
komplikasi (infeksi) keperawatan

Kriteria

- Tidak ada tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Mencegah penyebaran infeksi
infeksi. sesudah melakukan nosokomial.
tindakan.
- Tidak ada gangguan fungsi
tubuh.

Tabel 1.4 Perencanaan / Intervensi

Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


No.

3. Pakai baju khusus/ short 3. Mencegah masuknya bakteri


waktu masuk ruang dari baju petugas ke bayi
isolasi (kamar bayi)
4. Lakukan perawatan tali 4. Mencegah terjadinya infeksi
pusat dengan triple dye 2 dan memper-cepat pengeringan
kali sehari. tali pusat karena mengan-dung
anti biotik, anti jamur,
desinfektan.

5. Jaga kebersihan (badan, 5. Mengurangi media untuk


pakaian) dan lingkungan pertumbuhan kuman.
bayi.

6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya kelainan


infeksi dan gejala
kardinal

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi


Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
No.

7. Hindarkan bayi kontak 7. Mencegah terjadinya


dengan sakit. penularan infeksi.

8. Kolaborasi dengan tim 8. Mencegah infeksi dari


medis untuk pemberian pneumonia
antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan 9. Sebagai pemeriksaan
laboratorat sesuai advis penunjang.
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
8) Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan
keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah
ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal

9) Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam
rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang
rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang
lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan
keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan
dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan
keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan
didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi

E. Hiperbilirubinmia
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif.
- Pasase mekonium mungkin lambat.
- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan/cairan
- Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui
daripada menyusu botol.
- Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
e. Neurosensori
- Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis
mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
- Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernapasan
- Riwayat asfiksia.
- Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).
g. Keamanan
- Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan
intrakranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi
bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi
besar usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.

2. Diagnosis Keperawatan
1) Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
2) Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
3) Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal,
ketidakseimbangan kimia.
4) Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber
informasi dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan
konsep, meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.

3. Intervensi
1) Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
Kriteria hasil :
- Menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada
bayi cukup bulan pada usia 3 hari.
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
- Bebas dari keterlibatan SSP

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Perhatikan kelompok dan golongan Inkompatibilitas ABO mempengaruhi
darah ibu / bayi 20% dari semua kehamilan dan paling
umum terjadi pada ibu dengan golongan
darah O, yang antibodinya anti – A dan
anti – B melewati sirkulasi janin,
menyebabkan aglutinasi dan hemolisis
SDM. Serupa dengan itu, bila ibu Rh –
negative sebelumnya telah disensitisasi
oleh antigen Rh – positif, antibody ibu
melewati plasenta dan bergabung pada
SDM janin, menyebabkan hemolisis
lambat atau segera.

Tinjau catatan intrapartum terhadap Kondisi klinis tertentu dapat


faktor risiko yang khusus, seperti menyebabkan pembalikan barier darah
berat badan lahir rendah (BBLR) atau – otak, memungkinkan ikatan bilirubin
IUGR, prematuritas, proses metabolic terpisah pada tingkat membran sel atau
abnormal, cedera vascular, sirkulasi dalam sel itu sendiri, meningkatkan
abnormal, sepsis, atau polisitemia. risiko terhadap keterlibatan SSP.

Perhatikan penggunaan ekstrator Resorpsi darah yang terjebak pada


vakum untuk kelahiran. Kaji bayi jaringan kulit kepala janin dan
terhadap adanya sefalohematoma dan hemolisis yang berlebihan dapat
ekimosis atau petekie yang meningkatkan jumlah bilirubin yang
berlebihan. dilepaskan dan menyebabkan ikterik.

Tinjau ulang kondisi bayi pada Asfiksia dan asidosis menurunkan


kelahiran, perhatikan kebutuhan afinitas bilirubin terhadap albumin.
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau
asidosis.

Pertahankan bayi tetap hangat dan Stress dingin berpotensi melepaskan


kering; pantau kulit dan suhu inti asam lemak, yang bersaing pada sisi
dengan sering. ikatan pada albumin, sehingga
meningkatkan kadar bilirubin yang
bersirkulasi dengan bebas (tidak
berikatan).

Mulai pemberian makan oral awal Keberadaan flora usus yang sesuai
dalam 4 sampai 6 jam setelah untuk pengurangan bilirubin terhadap
kelahiran, khususnya bila bayi diberi urobilinogen; turunkan sirkulasi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda – tanda enterohepatik bilirubin (melintasi hepar
hipoglikemia. Dapatkan kadar dengan duktus venosus menetap); dan
Dextrostix, sesuai indikasi. menurunkan resorpsi bilirubin dari usus
dengan meningkatkan pasase
mekonium. Hipoglikemia memerlukan
penggunaan simpanan lemak untuk
asam lemak pelepas energy, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.

Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan Hipoproteinemia pada bayi baru lahir
prenatal; perhatikan kemungkinan dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram
hipoproteinemia neonates, khususnya albumin membawa 16 mg bilirubin
pada bayi praterm. tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah – otak.

Observasi bayi dalam sinar alamiah, Mendeteksi bukti / derajat ikterik.


perhatikan sclera dan mukosa oral, Penampilan klinis dari ikterik jelas pada
kulit menguning segera setelah kadar bilirubin lebih besar dari 7 – 8
pemutihan, dan bagian tubuh tertentu mg/dl pada bayi cukup bulan. Perkiraan
terlibat. Kaji mukosa oral, bagian derajat ikterik adalah sebagai berikut,
posterior dari palatum keras, dan dengan ikterik yang dimulai dari kepala
kantung konjungtiva pada bayi baru ke jari kaki, 4 – 8 mg/dl ; batang tubuh
lahir yang berkulit gelap. 5 – 12 mg/dl; lipat paha, 8 – 16 mg/dl;
lengan / kaki, 11 – 18 mg/dl; dan tangan
/ kaki, 15 – 20 mg/dl. Pigmen dasar
kuning mungkin normal pada bayi
berkulit gelap.

Perhatikan usia bayi pada awitan Ikterik fisiologis biasanya tampak


ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, antara hari pertama dan kedua dari
fisiologis, akibat ASI, atau patologis) kehidupan, seperti kelebihan SDM yang
diperlukan untuk mempertahankan
oksigenisasi adekuat pada janin tidak
lagi diperlukan oleh bayi baru lahir dan
dihemolisis, sehingga melepaskan
bilirubin, produk pemecahan akhir dari
heme. Ikterik karena ASI biasanya
tampak antara hari keempat dan keenam
kehidupan, mempengaruhi hanya 1% -
2% bayi menyusu. ASI dari banyak
wanita dianggap mengandung enzim
(pregnanidiol) yang menghambat
glukoronil transferase 9enzim hepar
yang berkonjugasi dengan bilirubin),
atau mengandung beberapa kali
konsentrasi ASI normal dari asam
lemak bebas tertentu, yang juga
dianggap menghambat konjugasi
bilirubin. Ikterik patologis tampak
dalam 24 jam pertama kehidupan dan
lebih mungkin menimbulkan
perkembangan kernikterus /
ensefalopati bilirubin.

Gunakan meter ikterik transkutaneus Memberikan skrining noninvasive


terhadap ikterik, menghitung warna
kulit dalam hubungannya dengan
bilirubin serum total.

Kaji bayi terhadap kemajuan tanda – Bilirubin tidak terkonjugasi yang


tanda dan perubahan perilaku ; Tahap berlebihan (dihubungkan dengan ikterik
I meliputi neurodepresan (mis, letargi, patologis) mempunyai afinitas terhadap
hipotonia, atau penurunan / tadak jaringan ekstravaskular, meliputi
adanya reflex). Tahap II meliputi ganglia basal jaringan otak. Perubahan
neurohiperefleksia (mis, kedutan, perilaku berhubungan dengan
kacau mental, opistotonus, atau kernikterus biasanya terjadi antara hari
demam). Tahap III ditandai dengan ke – 3 dan ke – 10 kehidupan dan jarang
adanya manifestasi klinis. Tahap IV terjadi sebelum 36 jam kehidupan.
meliputi gejala sisa seperti palsi
serebral atau retardasi mental.

Evaluasi bayi terhadap pucat, edema Tanda – tanda ini mungkin


atau hepatomegali. berhubungan dengan hidrops fetalis,
inkompatibilitas Rh, dan pada hemolisis
uterus SDM janin.
Kolaborasi

Pantau pemeriksaan laboratorium,


sesuai indikasi.

Bilirubin direk dan indirek. Bilirubin tampak dalam dua bentuk;


bilirubin direk, yang dikonjugasi oleh
enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek, yang dikonjugasi dan
tampak dalam darah atau terikat pada
albumin. Bayi potensial terhadap
kernikterus diprediksi paling baik
melalui peningkatan bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek 18 –
20 mg/dl pada bayi cukup bulan, atau
lebih besar dari 13 – 15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna (Catatan: Bayi stress atau
praterm rentan pada deposisi pigmen
empedu dalam jaringan otak pada kadar
sangat rendah daripada bayi cukup
bulan yang tidak mengalami stress).

Tes Coombs darah tali pusat Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk / indirek. menandakan adanya antibodi (Rh-
positif atau anti-A atau anti-B) pada
adarah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek menandakan
adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A
atau anti-B) SDM pada neonatus.
Kekuatan kombinasi Penurunan konsisten dengan hemolisis.
karbondioksida (CO2)

Jumlah retikulosit dan smear Hemolisis berlebihan menyebabkan


perifer jumlah retikulosit meningkat. Smear
mengidentifikasi SDM abnormal atau
imatur.

Hb / Ht Peningkatan kadar Hb/Ht (Hb lebih


besar daripada 22 g/dl; Ht lebih besar
dari 65%) menandakan polisitemia,
kemungkinan disebabkan oleh
pelambatan pengkleman tali pusat,
transfuse maternal – ibu, transfuse
kembaran – kembaran, ibu diabetes,
atau stress intrauterus kronis dan
hipoksia, seperti terlihat pada bayi BLR
atau bayi dengan penurunan sirkulasi
pada senta. Hemolisis kelebihan SDM
menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin dengan 1 g Hb menghasilkan
35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14
mg/dl) mungkin dihubungkan dengan
hidrops fetalis atau dengan
inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam
uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.

Protein serum total Kadar rendah protein serum (kurang


dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terhadap bilirubin.
Hitung kapasitas ikatan plasma Membantu dalam menentukan risiko
bilirubin – albumin kernikterus dan kebutuhan tindakan.
Bila nilai bilirubin total dibagi dengan
kadar protein total serum kurang dari
3,7 bahaya kernikterus sangat rendah.
Namun, risiko cedera tergantung pada
derajat prematuritas, adanya hipoksia
atau asidosis, dan aturan obat (mis.
Sulfonamide, kloramfenikol).

Mulai fototerapi per protokol, dengan Menyebabkan foto-oksidasi bilirubin


menggunakan bola lampu fluoresen pada jaringan subkutan, sehingga
yang di tempatkan di atas bayi atau meningkatkan kemampuan larut air
bile blanket (kecuali untuk bayi baru bilirubin, yang memungkinkan ekskresi
lahir dengan penyakit Rh). (Rujuk cepat dari bilirubin dalam feses dan
pada DK: cedera, risiko tinggi urine. Kecepatan hemolisis dalam
terhadap efek samping tindakan penyakit Rh biasanya melebihi
fototerapi; cedera, resiko tinggi kecepatan reduksi bilirubin yag
terhadap komplikasi tranfusi tukar). berhubungan dengan fototerapi,
sehingga tranfusi satu-satunya tindakan
yang tepat

Hentikan menyusui ASI selama 24-48 Pendapat bervariasi apakah


jam, sesuai indikasi. Bantu ibu sesuai menghentikan menyususi ASI perlu bila
kebutuhan dengan pemompa payudara terjadi ikterus. Namun, mencerna
dan memulai lagi menyusui. formula meningkatkan motilitas
gastrointestinal dan ekskresi feses dan
pigmen empedu, dan kadar bilirubin
serum mulai turun dalam 48 jam setelah
penghentian menyusui.
Berikan agens induksi enzim Merangsang enzim hepatik untuk
(fenobarbital, etanol) bila di butuhkan. meningkatkan bersihan bilirubin

Bantu dengan persiapan dan Tranfusi tukar perlu dalam kasus


pemberian tanfusi tukar. Gunakan anemia hemolitik berat, yang biasanya
golongan darah yang sama dengan berkenaan dengan inkompatibilitas Rh,
bayi, tetapi darah Rh negative atau untuk menghilangkan SDM tersentisasi
golongan O negative, bila hasil tes yang akan segera melisis; untuk
Coombs direk pada serum tali pusat menghilangkan bilirubin serum; untuk
lebih besar dari 3,5 mg/dl pada memberikan albumin bebas-bilirubin
minggu pertama kehidupan, kadar untuk meningkatkan bagian ikatan
bilirubin serum yang tidak untuk bilirubin; dan untuk mengatasi
terkonjugasi lebih besar dari 20 mg/dl anemia dengan memberikan SDM yang
pada 48 jam pertama kehidupan, atau tidak rentan terhadap antibodi ibu.
Hb lebih rendah dari 12 g/dl pada
kelahiran bayi dengan hidrops
fetalis.(rujuk pada DK: cedera, resiko
tinggi terhadap komplikasi tranfusi
tukar).

2) Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi


berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
Kriteria hasil :
BBL akan :
- mempertahankan suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam
batas normal.
- Bebas dari cedera kulit/ jaringan.
- Mendemonstrasika pola interaksi yang di harapkan.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Perhatikan adanya/ perkembangan bilier Fototerapi dikontraindikasikan pada
atau obstruksi usus. kondisi ini karena fotoisomer bilirubin
yang di produksi dalam kulit dan
jaringan subkutan dengan pemajanan
dalam terapi sinar tidak dapat siap
diekskresikan.

Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu Intensitas sinar menembus permukaan


fluoresen (sinar putih atau biru) dengan kulit dari spectrum biru (sinar biru)
menggunakan fotometer. menentukan seberapa dekat bayi di
tempatkan terhadap sinar. Sinar biru
dan biru khusus di pertimbangkan lebih
efektif dari pada sinar putih dalam
meningkatkan pemecahan bilirubin,
tetapi hal ini membuat kesulitan dalam
mengevaluasi bayi baru lahir terhadap
sianosis.

Dokumentasikan tipe lampu fluoresen, Emisi sinar dapat bekurang dengan


jumlah jam total sejak bola lampu di jalannya waktu. Bayi harus di
tempatkan, dan pengukuran jarak antara tempatkan kira-kira 18-20 inci dari
permukaan lampu dan bayi. sumber lampu untuk keuntungan
maksimal. (catatan: penggunaan
selimut fiberoptik yang di sambungkan
ke illuminator [sumber sinar]
memungkinkan bayi “terbungkus”
dalam sinar terpeutik tanpa resiko pada
kornea. Selain itu, bayi dapat di
gendong dan di beri makan tanpa
perhentian terapi).

Berikan tameng untuk menutup mata; Mencegah kemungkinan kerusakan


inspeksi mata setiap 2 jam bila tameng retina dan konjungtiva dari sinar
di lepaskan untuk pemberian makan. intensitas tinggi. Pemasangan yang
Sering pantau posisi tameng. tidak tepat atau pergeseran tameng
dapat menyebabkan iritasi, abrasi
kornea, dan konjungtivitis, dan
penurunan pernafasan oleh obstruksi
pasase nasal.

Tutup testis dan penis bayi pria Mencegah kemungkinan kerusakan


pada testis dari panas.

Pasang lapisan Plexigas diantara bayi Menyaring radiasi sinar ultraviolet


dan sinar (panjang gelombang lebih sedikit dari
380 nm) dan melindungi bayi bila bola
lampu pecah.

Pantau kulit neonatus dan suhu inti Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respons terhadap pemajanan
stabil (misal, suhu aksila 97,8ºF, suhu sinar, radiasi, dan konveksi.
rektal 98,9ºF). Aur suhu
inkubator/isolette dengan tepat.

Ubah posisi bayi setiap 2 jam. Memungkinkan pemajanan seimbang


dari permukaan kulit terhadap sinar
fluoresen, mencegah pemajanan
berlebihan dari bagian tubuh individu,
dan membatasi area tertekan.

Pantau masukan dan haluaran cairan; Peningkatan kehilangan air melalui


timbang berat badan bayi dua kali feses dan evaporasi dapat
sehari. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi menyebabkan dehidrasi. (Catatan: bayi
(misal, penurunan haluaran urin, dapat tidur lebih lama dalam
fontanel tertekan, kulit hangat atau hubungannya dengan fototerapi,
kering dengan turgor buruk, dan mata meningkatkan risikko dehidrasi bila
cekung). Tingkatkan masukan cairan jadwal pemberian makan yang sering
per oral sedikitnya 25%. tidak dipertahankan).

Perhatikan warna dan frekuensi defekasi Defekasi encer, sering dan kehijauan
dan urin. serta urin kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan
pemecahan dan ekskresi bilirubin.

Dengan hati-hati cuci area perianal Membantu mencegah iritasi dan


setelah setiap defekasi; inspeksi kulit ekskoriasi dari defekasi yang sering
terhadap kemungkinan iritasi atau atau encer.
kerusakan.

Bawa bayi pada orang tua untuk Membantu mengembangkan proses


pemberian makan. Anjurkan kedekatan, yang mungkin lambat
menggosok, menimang, kontak mata, karena perpisahan yang diperlukan
dan bicara pada bayi selama pemberian untuk fototerapi. Stimulasi visual,
makan. Anjurkan orangtua untuk taktil, dan auditorius membantu bayi
berinteraksi dengan bayi dalam ruang mengatasi penyimpangan sensori.
perawatan diantara pemberian makan. Fototerapi intermiten tidak secara
negatif mempengaruhi proses foto-
oksidan.
Perhatikan perubahan perilaku atau Perubahan ini dapat bermakna deposisi
tanda-tanda penyimpangan kondisi pigmen empedu pada basal ganglia dan
(mis, letargi, hipotonia, hipertonisitas, terjadinya kernikterus.
atau tanda-tanda eksrapiramidal).

Evaluasi penampilan kulit dan urin, Efek samping tidak umum dari
perhatikan warna hitam kecoklatan. fototerapi meliputi perubahan pigmen
menyolok (sindrom bayi bronze), yang
dapat terjadi bila kadar bilirubin
terkonjugasi meningkat. Perubahan
dalam warna kulit dapat berakhir
selama 2-4 bulan, tetapi tidak
berkenaan dengan gejala sisa
berbahaya.
Kolaborasi

Pantau pemeriksaan labotarium sesuai


indikasi:
Kadar bilirubin setiap 12 jam Penurunan pada kadar bilirubin
menandakan keefektifan fototerapi;
peningkatan yang kontinu menandakan
hemolisis yang kontinu dan dapat
menandakan kebutuhan terhadap
transfusi tukar. (Catatan: Sampel darah
yang diambil untuk penentuan bilirubin
harus dilindungi dari sinar untuk
mencegah foto-oksidan lanjut

Kadar Hb Hemolisis lanjut dimanifestasikan oleh


penurunan kontinu pada kadar Hb.
Trombosit dan sel darah putih Trombositopenia selama fototerapi
(SDP) telah dilaporkan pada beberapa bayi.
Penurunan SDP menunjukkan
kemungkinan efek pada limfosit
perifer.

3) Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar


berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal,
ketidakseimbangan kimia.
Kriteria hasil :
Bayi baru lahir akan:
- Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Perhatikan kondisi tali pusat bayi Pencucian mungkin perlu untuk
sebelum transfusi bila vena umbilikal melunakkan tali pusat dan vena
digunakan. Bila tali pusat kering, umbilikus sebelum transfusi untuk akses
berikan pencucian saline selama 30-60 I.V. dan memudahkan pasase kateter
menit sebelum prosedur. umbilikal.

Pertahankan puasa selama 4 jam Menurunkan risiko kemungkinan


sebelum prosedur, atau aspirat isi regurgitasi dan aspirasi selama
lambung. prosedur.

Jamin ketersediaan alat resusitatif. Untuk memberikan dukungan segera


bila perlu.

Pertahankan suhu tubuh sebelum, Membantu mencegah hipotermia dan


selama, dan setelah prosedur. vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi
Tempatkan bayi dibawah penyebar ventrikel, dan menurunkan viskositas
hangat deengan servomekanisme. darah.
Hangatkan darah sebelum pengifusan
dengan menepatkan didalam inkubator,
hangatkan baskom birisi air, atau Transfusi tukar paling sering
penghangat darah. dihubungkan dengan masalah
inkompatibilitas Rh. Dengan
Pastikan golongan darah serta faktor Rh menggunakan darah Rh0 (D)-positif
bayi dan ibu. Perhatikan golongan akan hanya meningkatkan hemolisis dan
darah dan faktor Rh darah untuk kadar bilirubin, karena antibodi pada
ditukar. (Darah tukar akan sama sirkulasi bayi akan merusak SDM yang
golongannya dengan darah bayi, tetapi baru.
darah Rh-negatif atau golongan O-
negatif yang telah dicocokan silang Darah yang lama lebih mungkin
dengan darah ibu sebelumnya). mengalami hemolisis, karenanya
meningkatkan kadar bilirubin. Darah
Jamin kesegaran darah (tidak lebih dari yang diberi heparin selalu baru, tetapi
2 hari usianya). Darah yang diberi harus dibuang bila tidak digunakan
heparin lebih disukai. dalam 24 jam.

Membuat nilai data dasar,


mengidentifikasi potensial kondisi tidak
stabil (mis; apnea atau disritmia atau
Pantau tekanan vena, nadi, warna dan henti jantung), dan mempertahankan
frekuensi pernapasan/kemudahan jalan napas. (Catatan : Bradikardia
sebelum, selama transfusi. Lakukan dapat terjadi bila kalsium diinjeksikan
penghisapan bila diperlukan. terlalu cepat).
Membantu mencegah kesalahan dalam
penggantian cairan. Jumlah darah yang
ditukar kira-kira 170 ml/kg berat badan.
Dengan hati-hati dokumentasikan Volume ganda transfusi menjamin
kejadian selama transfusi, pencatatan bahwa antara 75% dan 90% sirkulasi
jumlah daraah yang diambil dan SDM digantikan.
diinjeksikan (biasanya 7-20 ml
sekaligus). Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat
terjadi selama dan setelah transfusi
tukar.
Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan
elektrolit (mis; gugup, aktivitas kejang,
dan apnea; hiperrefleksia; bradikardia; Penginfusan darah yang diberi
atau diare). heparin(atau darah sitrat tanpa
penggantian kalsium) mengubah
Kaji bayi terhadap perdarahan koagulasi selama 4 sampai 6 jam setelah
berlebihan dari lokasi I.V. setelah transfusi tukar dan dapat mengakibatkan
transfusi. perdarahan.

Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium Bila Ht kurang dari 40% sebelum
sesuai indikasi: transfusi, pertukaran sebagian dengan
SDM kemasan dapat mendahului
Kadar Hb atau Ht sebelum dan pertukaran penuh. Penurunan kadar
setelah transfusi. setelah transfusi menandakan kebutuhan
terhadap transfusi kedua.

Kadar bilirubin dapat menurun sampai


setengah segera setelah prosedur, tetapi
Kadar bilirubin serum segera dapat meningkat dengan cepat
setelah prosedur, kemudian setiap setelahnya, memerlukan pengulangan
4 sampai 8 jam. transfusi.

Mengalihkan kadar dengan 3,7


menetukan derajat peningkatan bilirubin
Protein serum total. yang memerlukan transfusi tukar

Darah donor mengandung sitrat sebagai


anti koagulan yang mengikat kalsium,
Kalsium dan kalium serum. sehinnga menurunkan kadar kalsium
serum. Selainitu, bila darah lebih dari 2
hari, destruksi SDM melepaskan
Glukosa kalium, menciptakan resiko
hiperkalemia dan henti jantung.

Kadar gukosa rendah mungkin


dihubungkan dengan glikolisis
anaerobik kontinu dalam SDM donor.
Kadar pH serum Tindakan segera perlu untuk mencegah
efek buruk/kerusakan SSP.

pH serum dari darah donor secara khas


6,8 atau kurrang. Asidosis dapat terjadi
bila darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat
memetabolismesitrat yang digunakan
sebagai antikogulan, atau bila darah
Berikan albumin sebelum transfusi bila donor melanjutkan glikolisis anaerobik,
diindikasikan. daengan produksi asam metabolit.
Berikan obat-obatan, sesuai indikasi Meskipun masih kontroversial,
pemberian albumin dapat meningkatkan
ketrsediaan albumin untuk berikatan
denngan bilirubin, karenanya
menurunkan kadar bilirubin serum
sirkulasi yang bebas. Albumin sintesis
tidak dianggap meningkatkan
ketersediaan bagian ikatan.

Kalsium glukonat 5 %. Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat


dapat diberikan setelah setiap 100 ml
pengifusan darah untuk memperbaiki
hipokalsemia dan meminimalkan
kemungkinan iritabilitas jantung.
(catatan: beberapa kontroversi ada
dalam hal tujuan dan keefektifan praktik
ini.)

Natrium bikarbonat. Memperbaiki asidosis.

Protamin sulfat. Mengimbangi efek-efek antikoagulan


dari darah yang di beri heparin.

4) Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,


prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber
informasi dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan
konsep, meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.
Kriteria hasil:
- Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan
kemungkinan hasil hiperbilirubinemia.
- Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Berikan informasi tentang tipe-tipe Memperbaiki kesalahan konsep,
ikterik dan faktor-faktor patofisiologis meningkatkan pemahaman, dan
dan implikasi masa datang dari menurunkan rasa takut dan perasaan
hiperbilirubinemia. Anjurkan untuk barsalah. Ikterik neonatus mungkin
mengajukan pertanyaan; tegaskan atau fisiologis, akibat ASI, atau patologis,
perjelas informasi sesuai kebutuhan. dan protokol perawatan tergantung
pada penyebabnyadan faktor pemberat

Tinjau ulang maksud dari mengkaji Memungkinkan orangtua mengenali


bayi terhadap peningkatan kadar tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin
bilirubin (mis, mengobservasi dan mencari evaluasi medis tepat
pemucatan kulit di atas tonjolan tulang waktu.
atau perubahan perilaku), khususnya
bila bayi dipulangkan dini. Berikan
nomor telepon darurat 24 jam dan nama
orang yang akan dihubungi kepada
orang tua, dan tekankan pentingnya
melaporkan peningkatan ikterik.

Diskusikan penatalaksanaan di rumah Pemahaman orangtua membantu


dari ikterik fisiologis ringan atau mengembangkan kerja sama mereka
sedang, termasuk peningkatan bila bayi dipulangkan. Informasi
pemberian makan, pemajanan langsung membantu orangtua melaksanakan
pada sinar matahari, dan program penatalaksanaan dengan aman dan tepat
tindak lanjut tes serum. dan mengenali pentingnya semua aspek
program penatalaksanaan.

Berikan informasi tentang Membantu ibu untuk mempertahankan


mempertahankan suplai ASI melalui pemahaman pentingnya terapi.
penggunaan pompa payudara dan Mempertahankan supaya orangtua tetap
tentang kembali menyusui ASI bila mendapatkan informasi tentang
ikterik memerlukan pemutusan keadaan bayi. Meningkatkan keputusan
menyusui. berdasarkan informasi.

Diskusikan kebutuhan terhadap imun Pada klien RH0-negatif tanpa antibodi


globulin Rh (Rh-Ig) dalam 72 jam Rh, yang telah memberikan kelahiran
setelah kelahiran untuk ibu yang Rh- pada bayi Rh0 (Du)-positif. RH-Ig
negatif dengan bayi/janin Rh-positif dapat menurunkan insiden isoimunisasi
dan yang belum disensitisasi. maternal pada ibu nonsensitisasi dan
dapat membantu mencegah
eritoblastosis fetalispada kehamilan
selanjutnya.

Kaji situasi keluarga dan sisitem Fototerapi di rumah dianjurkan hanya


pendukung. Berikan orang tua untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam
penjelasan tertulis yang tepat tentang pertama kehidupan, di mana kadar
fototerapi di rumah, daftarkan teknik bilirubin serum antara 14 dan 18 mg/dl
dan potensial masalah. tanpa peningkatan konsentrasi bilirubin
reaksi langsung.

Berikan rujukan yang tepat untuk Kurang ketersediaan sistem pendukung


program fototerapi di rumah bila perlu. dan pendidikan memerlukan
penggunaan perawat berkunjung untuk
memantau program foto terapi di
rumah.
Buat pengaturan yang tepat untuk tes Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum pada bilirubin serum turun di bawah 14
fasilitas laboratorium. mg/dl, tetapi kadar serum harus di
periksa ulang dalam 12-24 jam untuk
mendeteksi kemungkinan
hiperbilirubinemia berbalik.

Diskusikan kemungkinan efek-efek Kerusakan neurologis dihubungkan


jangka panjang dari hiperbilirubinnemia dengan kernikterus meliputi kematian,
dan kebutuhan terhadap pengkajian palsi serebral, reterdasi mental,
lanjut dan intervensi dini. kesulitan sensori, pelambatan bicara,
koordinasi buruk, kesulitan, kesulitan
pembelajaran, dan hipoplasia email atau
warna gigi hijau kekuningan.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi


keperawatan yang telah disusun.

5. Evaluasi
1) Cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat tidak terjadi.
2) Cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah.
3) Cedera terhadap komplikasi dari transfusi tukar tidak terjadi.
4) Pengetahuan klien bertambah.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat
lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa
50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan
pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir
sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan
cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi
ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih
memahami masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.


2. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
3. Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2. Jakarta
: EGC.
4. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Mansjoer, Arif dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I.
Jakarta : Media Asculapius FKUI
6. Saccharin, Rossa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Ed. 2. Jakarta
: EGC.
7. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
EGC.
8. http/healthrefernce-ilham.blogspot.com
9. Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka
Sarwono Prawirohardjo
10. Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
11. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
12. Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai