Anda di halaman 1dari 15

LAGU “HALO- HALO BANDUNG” SEBAGAI PROPAGANDA

MASYARAKAT INDONESIA

Neelam Fahira (2288170043)


Neelam03.nfl@gmail.com

RINGKASAN
Pada Oktober 1945 pasukan sekutu memasuki kota Bandung. Tentara sekutu
yang baru datang itu langsung mengeluarkan ultimatum yang berisi mereka meminta
dengan paksa semua senjata yang diperoleh dari tentara jepang untuk diserahkan pada
sekutu. Karena pada saat tentara sekutu datang para pejuang Bandung tengah sibuk
melaksanakan pemindahan kekuasaan Jepang dengan merebut senjatanya. Selain itu
sekutu menuntut agar pihak Indonesia mengosongkan kota Bandung bagian utara
selambat- lambatnya pada 29 November 1945 dengan dalih untuk menjaga kota Bandung.
Tetapi rakyat Bandung tidak menggubris permintaan itu. Dengan begitu terjadilah
beberapa pertempuran hingga dikeluarkan ultimatum ke dua pada 23 Maret 1945, mereka
menuntut Bandung dikosongkan militer dan pemerintah RI paling lambat pukul 24.00 dan
adanya perintah yang sama dari pemerintahan RI di Jakarta. Dengan berat hati TRI dan
rakyat Bandung meningalkan kotanya, namun sebelum meninggalkan kota para pejuang
melakukan penyerangan dan membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Sambil
meninggalkan kota, para pejuang termasuk Isnail Marzuki yang kala itu tinggal di
Bandung melihat pembumihangusan kota kemudian ia menyanyikan lagu rindu pada kota
Bandung yang penuh kenangan, dengan bait trakhir lagu diubah dengan: sekarang telah
menjadi lautan api, mari bung rebut kembali. Lagu ini memiliki makna yang haru atas
pembumihangusan kota Bandung kala itu, banyak kenangan yang terjadi di kota
Bandung.

PENDAHULUAN
Peistiwa heroic Bandung Lautan Api pada 23 Maret 1946 dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia turut menginspirasi lahirnya sebuah
lagu perjuangan yang berjudul “Halo- halo Bandung”. Ketika Belanda ingin
menguasai Bandung kembali setelah kemerdekan, lagu ini digunakan untuk
membangkitkan semangat perjuangan dan ungkapan rasa rindu rakyat Bandung
terhadap kota Bandung. Karya Ismil Marzuki ini menggambarkan semangat
perjuangan rakyat kota Bandung dalam pasca kemerdekaan tahun 1946.
Berkaitan dengan perlawanan rakyat sebuah lagu ini menjadi sebuah karya
seni propaganda bagi masyarakan khususnya Bandung. Lagu “Halo- halo
Bandung” ini memiliki lirik, nada dan irama yang dapat membakar semangat
nasionalisme dan patriotisme. Seni dan propaganda merupakan suatu karya seni
seseorang yang dikemas untuk dijadikan mesin atau alat untuk propaganda dengan
tujuan yang di kehendaki pelaku propaganda atau pencipta karya seni. Contoh
kerya seni yang dijadika propaganda misalnya berupa poster, lagu atau nyanyian,
film, sastra dan lain sebagainya. Propaganda sendiri memiliki arti yaitu sebuah
upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasinalam
pikiran atau lognisi, dan memengaruhi langsung prilaku agar memberikan respon
sesuai dengan yang dikehendaki pelaku propaganda.
Untuk lagu “Halo- halo Bandung” ini tidak begitu saja tercipta, banyaknya
peristiwa atau suatu keadaan yang menjadikan latarbelakang terciptanya beberapa
versi dari lagu ini. Pertama versi sebelum Perang Dunia II dengan bahasa sunda,
yang kedua versi pada masa kedudukan Jepag, dan yang ketiga yaitu versi
Bandung Lautan Api, versi ketiga ini yang akan dibahas. Selain itu dalam tulisan
ini juga akan membahas mengenai biografi sang pencipta lagu, sejarah terciptanya
lagu, dan makna yang terkandung dalam lagu Halo- halo Bandung. Tujuannya
untuk mengetahui bagaimana penjelasan suatu karya seni dijadikan sebagai
propaganda dalam perjuangan kemerdekaan di suatu wilayah.

LANDASAN TEORI
1. Teori Propaganda
Menurut Bruce L Smith (Encylopedia Social Science), definisi propaganda
adalah Manipulasi relative secara sengaja dengan menggunakan symbol (kata-
kata, sikap, bendera, atau music) terhadap pikiran atau tindakan orang lain dengan
sasaran terhadap kepercayaan, nilai dan prilakunya. (Muhajirin Affandi, 2017: 14)
Sedangkan menurut Jacques Ellul mendefinisikan propaganda sebagai
komunikasi yang digunakan oleh suatau kelompok terorganisir yang ingin
menciptakan partsipasi aktif atau pasif dalam tidakan- tindakan suatu massa yang
terdiri atas individu- individu, dipersatukan secara psikologis dan tergabungkan di
dalam suatu kumpulan atau organisasi. Bagi Ellul, propaganda erat kaitannya
dengan organisasi dan tindakan, yang tanpa propaganda praktis tidak ada.
(Muhajirin Affandi, 2017: 15)
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
propaganda adalah usaha yang dilakukan individu atau kelompok yang
mempunyai kepentingan tertentu untuk meyakinkan atau mengontrol suatu
keadaan dengan menggunakakn sugesti agar tujuan nya tercapai atau terkontrol.
2. Teori Seni
Seni menurut Morris Weitz seni merupakan konsep terbuka. Ia
menyatakan, konsep seni tidak bias menghindar dari pengaruh kondisi yang selalu
berubah karena munculnya, misalnya gerakan baru dalam praktik seni dan
kesadaran baru pada pemikiran seni. Karena itu konsep seni harus selalu diubah
dan diluaskan apabila muncul kesadaran baru. Sedangkan, George Dickie
mengemukakan seni tidak bisa didefinisikan karena pengertian seni mengikuti
konteks yang berkembang kepada masyarakat. Dickie berpendapat, public seni
dalam suatu tatanan dunia seni seharusnya terlibat dalam pendefinisian seni.
Institusi seni dalam pandanan Dickie bukan hanya pranata dan lembaga seni.
Public seni tentang seni, menurut Dickie tidak bias dilepaskan dan persepsi yang
tumbuh dalam budaya. Karena itu masyarakat secara luas punya peran dalam
membangun pemahaman seni. (Jim Supangkat, 2016: 4- 6).
3. Teori Musik
Menurut Banoe (2003) music adalah cabang seni yang membahas dan
menetapkan berbagai suara ke dalam pola- pola yang dapat dimengerti dan
dipahami manusia. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia menyatakan
music adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
mengandung irama, lagu dan keharmonisan, terutama yang menggunakan alat-
alat yang menghasilkan bunyi.
Jadi, bisa disimpulakn bahwa music adalah sebuah cabang seni yang
timbul dari perasaan manusia, yang dapat dimengerti dan dipahami berupa nada
atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama lagu dan
keharmonisan sebagai suatu ekspresi diri.
4. Teori Konflik
Teori konflik. Menurut Paul E. Salem (1997) dalam bukunya Dewanto
Putra (2016), menjelaskan bahwa konflik adalah “sebagai bentuk fenomena
negate yang begitu besar hingga menghasilkan efek samping berupa kekerasan,
penderitaan, dan ketidaknyamanan”. Paparan tentang definisi konflik yang
diberikan disiplin ilmu sosiologi menunjukan bahwa konflik menghasilkan
perilaku berupa kekerasan, ketidaknyamanan, dan penderitaan yang sebagian
besar berhubungan dengan kondisi atau situasi disekitar idividu. Karena itu
definisi yang dijubtukan Salem (1997) menitik beratkan pada munculnya bentuk-
bentuk pengaruh negative pada individu dan lingkungan social. ( Dewanto Putra
Fajar, 2016: 7).
Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi utama lagu- lagu propaganda, adalah
sebagai alat penyebarluasan pendapat yang sederhana, tetapi implikasinya yang
kompleks. Lagu- lagu propaganda sebagai media komunikasi una menyampaikan
pesan khusus kepada massa untuk mengimbangi kekuatan propagandn musuh
diajang perang urat saraf. (Sastropoetro, 1983: 22)
Selain itu menurut Soedarsono (1998), dalam Jurna Humaniora,
menyebutkan bahwa lagu- lagu propaganda sebagai sarana propaganda,
kedudukan pemain dan peserta dalam seni pertunjukan ini dilibatkan, hingga bisa
disebut sebagai Seni Partisipasi.

PEMBAHASAN
BIOGRAFI SANG PENULIS LAGU
Pada kenyataannya lagu ‘Halo- halo Bandung” ini adalah lagu pengingat
peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Pencipta
lagu ini ternyata masih samar- samar belum diketahui dengan pasti hingga kini.
Dalam sebuah artikel oleh Iswara N. Raditya yang berudul “Teka- teki
penciptaan lagu, Halo- halo Bandung”, tertulis bahwa lagu ini merupakan hasil
karya para pejuang kala itu dan tercipta melalui obrolan yang terjadi begitu saja
dengan spontan. Namun, sebagain besar masyarakat Indonesia meyakini lagu ini
adalah hasil karya komponis legendaris Indonesia, Ismail Marzuki, ia menjadi
kandidat terkuat yang paling dipercaya sebagai pencipta lagu “Halo- halo
Bandung” ini. Ada beberapa alasan yang mendukung keyakinan tersebut, seperti
tentu saja karena Ismail Marzuki adalah seorang komponis yang memang sudah
menciptakan lagu nasional. Ia juga masih berusia produktif saat peristiwa
Bandung lautan api terjadi, selain itu Ismail Marzuki dan istri sempat tingal di
Bandung selatan yang pada akhirnya terpaksa dibumihanguskan oleh tentara
republic sebelum dijamah sekutu dan Belanda. Ia dan istri turut mengungsi pula
kala peristiwa itu terjadi.
Dalam buku yang berjudul “100
tokoh yang Mengubah Indonesia” yang
disusun oleh Floroberta S. Aning
menjelaskan bahwa, Ismail Marzuki
adalah komponis besar kebangsaan
indonesia yang mewarnai sejarah
kemerdekaan bangsa ini dengan lagu-
lagunya yang patriotic. Ia dilahirkan pada
11 Mei tahun 1914 di kampung Kwitang,
Jakarta. Ayah nya adalah seorang pemilik
bengkel mobil yang sukses. Namun
Ismail memilih jalan hidup yang jauh
berbeda. Jauh dari mesin dan oli, Ismail

dianugrahi dengan keahlian memainkan


Gambar: Ismail Marzuki
sejumlah alat music plus suara yang
merdu. Tidak salah kalau ia lebih tertarik pada music. Talentanya memang ajaib.
Pada usia 17 tahun, pada saat remaja lain sedang mencari identitasnya, ia telah
membuktikan kemampuan dengan mengarang lagu sendiri.
Dengan segala bakat itu, Ismail pun memberanikan diri untuk bergabung
dengan orkes “Lief Java”. Saat pendudukan Jepang, orkes ini berubah nama
menjadi “Kirei na Jawa”. Ternyat tidak salah keputusan Ismail, orkes papan atas
ini telah membawa kegemilanga untuknya. Selain di Jawa, ia sering naik pentas di
Malaysia.
Demam kemerdekaan juga mempengaruhi Ismail. Masa- masa penuh
heroic dan patriotism itu menginspirasi Ismail untuk menciptakan lagu- lagu
bertema perjuangan, seperti Halo- halo Bandung, Kopral Jono, Gugur Bunga,
Indonesia Tanah Pusaka, dan Sepasang Bola Mata. Lagu- lagu legendaris yang
abadi sampai sekarang terus dilantunkan oleh segenap rakyat negeri ini untuk
mengenang perjuangan melepaskan diri dari penjajahan.
Tahun 1945 proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia telah
dikumandangkan di seluruh pelosok tanah air, pada masa kemerdekaan tersebut,
Ismail Marzuki telah berhasil juga menciptakan beberapa buah karya ciptanya,
antara lain adalah “Saputangan dari Bandung Selatan”, “Bandung selatan di waktu
malam”, dan “Pahlawan Merdeka”. Bahkan menjelang ajalnya tiba, Ismail
Marzuki masih sempat membuat karya ciptanya terakhir yang diberi judul “Inikah
Bahagia”. Dipandang dari tema lagu dan syair- syair ciptaannya, Ismail Marzuki
adalah seorang nasionalis yang setia pada perjuangan kemerdekaan, pada
kehidupan rakyat, dan pada ibu pertiwi. Dari lagu- lagu ciptaannya dapat
diketahui bahwa Ismail Marzuki bukan hanya seorang penulis dan pencipta lagu
yang penuh dengan emosi, tetapi juga penuh dengan gaya romantic. Hal ini dapat
dilihat dari lagu yang berjudul “Kalau Anggrek Berbunga” yan diciptakan sekitar
tahun 1942- 1945.
Mungkin memang suratan, jodoh Ismail pun berasal dari kalangan
pemusik. Di tahun 1941, ia menikahi Euis Zuraidah, pemimpin sebuah orkes
keroncong “Hea An”. Totalitas Ismail dalam bermusik, dan patriotisme nya tidak
diragukan. Tidak salah kalau pusat kesenian dan kebudayaan terbesar di Indonesia
dinamai Taman Ismail Marzuki (TIM).
Musisi serba bisa sekaligus komponis andal besar ini sampai meninggal
dunia di tahun 1958, telah menciptakan tidak kurang dari 200 judul lagu dalam
beragam irama.

SEJARAH DICIPTAKANNYA LAGU HALO- HALO BANDUNG


Sejarah terciptanya lagu “Halo- halo Bandung” ini tidak terlepas dari
peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Peristiwa
tersebut menjadi latar belang terciptanya lagu Halo- halo Bandung, karena lirik
nya memang berisi ajakan untuk merebut Bandung dari tangan musuh.
Jawa Barat yang semula, secara geografis merupakan daerah dimana
berdirinya Batavia (pusat kekuasaan Belanda di Indonesia), tetap mempunyai arti
penting bagi Belanda, karena itu tidak pernah lepas dari perhatiannya. Disatu
pihak, Belanda berusaha untuk mengembalikan Jawa Barat bersama Batavianya
kepada keadaan seperti pada masa sebelum Perang Dunia II, dimana Belanda
berkedudukan sebagai tuan. Di lain pihak, penduduk berpendirian dan
menganggap bahwa Jawa Barat pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan
merupakan bagian dari RI yang berkah mengatur rumah tangganya sendiri, orang
lain tidak berhak sedikit pun untuk mencampuri apalagi memiliki daerah yang
telah merupakan hidupnya. Kedua pendiri yang sulit untuk dijembatani itu telah
mendorong timbulnya bentrokan- benntrokan antara kedua pihak yang sukar
didamaikan. (Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1977: 201-202)
Setiap gerakan yang dilakukan Belanda selalu mendapatkan perlawanan
dari rakyat Jawa Barat.salah satu peristiwa yang menggambarkan kerelaan
berkorban dari rakyat Jawa Barat adalah peristiwa yang dikenal dengan sebutan
Bandung Lautan Api. Pada tanggal 12 Oktober 1945 robongan tentara sekutu
datang di Bandung. Tentara sekutu itu terdiri dari tentara Inggris bersama dengan
pasukan Grukhnya. Dengan begitu tentara Belanda ikut menyusup bersama
sekutunya. Kewajiban tentara Inggris sebenarnya hanya untuk melucuti anggaran
perang Jepang yang telah menyerah. Denagn turut masuknya tentara Belanda ke
Bandung makan keadaan menjadi semakin panas.

Gambar peistiwa Bandung Lautan Api


Pada tanggal 27 November 1945, dengan alasan untuk menghindarkan
pertentangan antara pihak Sekutu dengan pihak Indonesia, maka penduduk
Indonesia yang menatap di sebelah utara jalan kereta api harus pindah ke daerah
sebelah selatannya. Dengan demikian jalan kereta api yang membelah kota
Bandung dari Barat ke Timur, dijadikan batas antara daerah Sekutu termasuk
Belanda dengan daerah Indonesia. Tetapi dengan dibaginya kota Bandung
menjadi dua bagian tidaklah berarti pertempuran dapat diredakan sama sekali.
Bagaimanapun bukanlah tujuan Belanda hanya sekedar menguasai daerah
kota Bandung yang terletak di sebelah utara jalan kereta api. Di samping itu pihak
Indonesia pun sangat tidak puas melihat sebagian dari kota yang dicintainya ada
di bawah pengawasan asing. Karena itu pertempuran tidak dapat dihindarkan.
Semangat perjuangan di pihak Indonesia tidak padam. Apalagi setelah
diketahuinya bahwa antara pihak Inggris dengan pihak Belanda telah tercapai
persetujuan yang disebut Civil Affairs Agreement yang isinya menyatakan bahwa
yang boleh mendarat hanyalah tentara Inggris, tetapi kepada pihak inggris boleh
diperbantukan pegawai-pegawai sipil Belanda sebagai pegawai Netherlands
Indies Civil Administration disingkat NICA, tetapi dalam kenyataannya yang turut
dengan tentara Inggris itu bukan hanya pegawai sipil juga tentara.
Hal ini semakin menjengkelkan pihak Indonesia. Penduduk Bandung
terutama golongan pemudanya terus melakukan serangan- serangan terhadap
tempat tempat kedudukan Inggris dan Belanda Demikianlah pertentangan senjata
antara kedua pihak dari waktu ke waktu semakin sengit.
Tetapi akhirnya dengan tidak disangka-sangka pada tanggal 22 Maret 1946
datanglah pemberitahuan melalui telepon bahwa Mayor Jenderal Didi
Kartasasmita dan Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia Mr. Syafruddin
Prawiranegara sudah datang di Bandung untuk menyampaikan amanat Perdana
Menteri Republik Indonesia yang isinya ialah Tentara Sekutu Inggris telah minta,
supaya daerah seluas sebelas kilometer sekeliling kota Bandung, di hitung dari
tengah-tengah kota harus dikosongkan dari semua orang yang bersenjata, jadi
harus dikosongkan dari pasukan- pasukan, dan TRI yang bersenjata.
Semula para pejuang bersenjata dan pihak pemerintah setempat keberatan
untuk memenuhi tuntutan Inggris tersebut Tetapi akhirnya demi kepentingan
diplomasi yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Maka tuntutan Inggris
tersebut dengan rasa berat terpaksa harus dipenuhi. Angkatan bersenjata, para
petugas pemerintahan setempat dan para pejuang bersenjata diikuti oleh penduduk
meninggalkan kota Bandung pada tanggal 24 Maret 1946. Bersamaan dengan itu
dilakukan pembumihangusan atas banunan- bangunan yang ditinggalkan.
Bersamaan dengan itu para pejuang termasuk tokoh Ismail Marzuki yang
kala itu tinggal di Bandung bersama Istri nya turut meninggalkan kota Bandung.
Seraya meninggalkan ia mengingat akan kenangan di kota Bandung tersebut dan
menyanyikan sebuah lagu Halo- halo Bandung dengan mengganti bait pada
bagian akhirnya yaitu dengan kalimat “Sekarang telah menjadi lautan api, mari
bung rebut kembali!”. Hal ini yang membuat lagu tersebut di sukai oleh para
pejuang Bandung dan masyarakat hampir seluruh penjuru tanah air.
Sebelum terciptanya lagu Halo- Halo Bandung sebagai lagu propaganda,
lagu ini mempunya dua versi terdahulu nya. Sebut saja versi sebelum Perang
Dunia II dengan lirik dalam bahasa sunda, dan versi pada saat kedudukan Jepang
yang merupakan versi kedua. Selain itu versi awal dari lirik lagu “Halo- Halo
Bandung” menunjukan bahwa lagu ini lahir sebagai ungkapan rasa rindu yang
sentimental, bukan dimaksudkan sebagai lagu perjuangan rakyat. Dengan lirk
sebgai berikut:

Halo, halo Bandung, ibu kota periangan


Halo, halo Bandung, kota inget- ingetan
Atos lami abdi patebih, henteu patinggal
Mugi- mugi ayeuna tiasa teupang deui
‘tos tepang ‘teu penasaran

Kemudian selama masa pendudkan Jepang, lagu ini diterjemahkan ke


dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari propaganda pihak Jepang, yang
berusaha mengikis pengaruh budaya Belanda serta mendorong penggunan bahasa
Indonesia di penjuru wilayah jajahan. Walaupun begitu versi kedua hasil
terjemahan lagu tersebut tetap menggambarkan maksud aslinya sebagai lagu
kenangan. Dengan lirik sebagai berikut:

Hallo- hallo Bandung, ibukota Pasundan


Hallo- hallo Bandun, kota kenang- kenangan
Lama sudah beta, ingin berjumpa pada mu
S’lagi hayat dan hasrat masih dikandung badan
Kita ‘kan jumpa pula

Setelah pernyataan kekalahan Jepang, para pejuang kemerdekaan


Indonesia kemudian menghadapai masuknya tentara NICA Belanda serta tentara
sekutu dari kerajaan Inggris yang berlangsung selama empat tahun. Masa ini
dikenal sebagai periode Revolusi Nasional. Pada awal masa ini Ismail Marzuki
bersama istri mengungsi ke Bandung demi menghindari pendudukan tentara
Inggris dan Belanda di Jakarta. Namun saying tidak lama setelah mereka menetap
di Bandung, terbit ultimatum dari tentara Inggris yang memerintahkan pihak
tentara pejuang Indonesia untuk segera meninggalkan kota seperti yang sudah
dijelaskan di atas sebelumnya.
Peristiwa Bandung Lautan Api mengilhami Ismail Marzuki beserta para
pejuang Indonesia saat itu untuk mengubah dua baris terakhir dari lirik lagu
“Halo- halo Bandung” menjadi lebih patriotis dan membakar semangat
perjuangan. Segera setelah itu, lagu “Halo- halo Bandung” menjadi sangat
terkenal dan menjadi salah satu lambang perjuangan kemerdekaan Indonesia
melawan penjajah. Berikut lirik lagu tersebut versi Bandung Lautan Api:

Halo, halo Bandung, ibukota Periangan


Halo, halo Bandung, kota kenang- kenangan
Sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau
Sekaran telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali
Versi inilah yang paling popular hingga sekarang. Dan menggambarkan
suasana haru para pejuang juga rakyat saat meninggalkan kota Bandung yang
penuh kenang- kenangan.

MAKNA LAGU “HALO- HALO BANDUNG”


Halo, halo Bandung adalah salah satu lagu perjuangan Indonesia ciptaan
Ismail Marzuki yang menggambarkan semangat perjuangan rakyat kota Bandung
dalam masa pasca kemerdekaan pada tahu 1946, khusus nya dalam peristiwa
Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1946.
Lirik lagu “halo-halo Bandung” meskipun sederhana namun mengandung
pesan mendalam. secara gemblang lagu ini menggambarkan suasana haru biru
emosi rakyat dan para pejuang saat mulai meninggalkan wilayah Bandung
Selatan. Tentu ada perasaan kehilangan yang sangat besar saat kota yang mereka
cintai harus jatuh ke tangan asing. Ada banyak kisah dan kenang-kenangan yang
Membekas. Maka sekali pun telah menjadi lautan api, ajakan untuk merebutnya
kembali terus diteruskan. Sejuta Romansa dari Bandung Lautan Api juga
menggetarkan hati Ismail Marzuki untuk menulis lagu lain berjudul “Bandung
Selatan diwaktu malam”.
Tak sekedar makna eksplisit, lagu halo-halo Bandung juga menyimpan
makna implisit. Ismail Marzuki memilih kata beta yang bukan khas Jawa Barat.
Beta menunjukkan arti saya atau aku. Istilah beta biasa digunakan oleh orang-
orang besar untuk menyebut dirinya sendiri dalam cerita melayu klasik. Istilah
beta juga digunakan oleh masyarakat di Maluku.
Kalimat Halo, halo Bandung senidiri merupakan sapaan hangat kala itu di
Bandung. Sedangkan “ibukota priangan” merupakan pusat kota priangan,
priyangan sendiri adalah asal kata dari Parahyangan yang artinya adalah tempat
para dewa (hyaang). Masyarakat sunda kuno mempercayai bahwa para dewa dan
leluhur menhuni tempat- tempat yang luhur atau tinggi, dan hamparan bukit dan
gunung yang berada di daerah Jawa Barat dipercaya sebagai tempat yang suci,
tempat para dewa (hyang) bersemayam. Dalam kalimat “kota kenang- kenangan”
merupakan sebuah ungkapan rasa rindu rakyat Bandung saat terpaksa untuk
meninggalkan kota Bandung. Dan untuk kata “Beta” dan “kau” dalam lirik lagu
tersebut adalah bahasa khas dari Maluku atau Ambon, kata ini sebenarnya
menyimpan makna implisit. Sedangkan lirik “sekarang telah menjadi lautan api”
adalah ungkapan bahwa kota Bandung telah dijadikan lautan api akibat dari
pembumihangusan 23 Mater 1946 itu yang dilakuka secara grilya oleh pejuang di
malam hari dengan tujuan menyingkirkan sekutu, agar Bandung tidak dijadikan
markas musuh, dan rakyat lebih memilih membumihanguskan kota Bandung
tersebut. Bait terakhir pada lirik lagu ini adalah “Mari bung, rebut kembali”
kalimat ini merupakan ajakan untuk merebut kembali kota Bandung, kota milik
meraka dari tangan sekutu.

KESIMPULAN
Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk
membentuk persepsi, memanipulasinalam pikiran atau lognisi, dan memengaruhi
langsung prilaku agar memberikan respon sesuai dengan yang dikehendaki pelaku
propaganda. Sedangkan seni propaganda adalah sebuah karya seni yang dikemas
untuk dijadikan mesin atau alat untuk propaganda dengan tujuan yang di
kehendaki pelaku propaganda atau pencipta karya seni. Lagu karya Ismail
Marzuki ini merupakan contoh dari karya seni propaganda. Berjudul Halo- halo
Bandung. Lagu ini tercipta karena suatu peristiwa yang ada di Bandung atau biasa
dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 23
Maret 1946, adalah peristiwa pembumihangusan kota Bandung bagian selatan
dalam waktu tujuh jam, para penduduk membakar rumah mereka dan pergi
mengungsi meninggalkan kota. Pembumihangusan ini disebabkan oleh tentara
sekutu termasuk tentara Inggris dan Belanda yang meminta rakyat Bandung untuk
mengosongkan Bandung dengan paksa. Jawa Barat yang semula, secara geografis
merupakan daerah dimana berdirinya Batavia (pusat kekuasaan Belanda di
Indonesia), tetap mempunyai arti penting bagi Belanda, karena itu tidak pernah
lepas dari perhatiannya. Disatu pihak, Belanda berusaha untuk mengembalikan
Jawa Barat bersama Batavianya kepada keadaan seperti pada masa sebelum
Perang Dunia II, dimana Belanda berkedudukan sebagai tuan. Di lain pihak,
penduduk berpendirian dan menganggap bahwa Jawa Barat pada masa sesudah
proklamasi kemerdekaan merupakan bagian dari RI yang berkah mengatur rumah
tangganya sendiri, orang lain tidak berhak sedikit pun untuk mencampuri apalagi
memiliki daerah yang telah merupakan hidupnya. Kedua pendiri yang sulit untuk
dijembatani itu telah mendorong timbulnya bentrokan- bentrokan antara kedua
pihak yang sukar didamaikan. Tidak disangka-sangka pada tanggal 22 Maret 1946
datanglah pemberitahuan melalui telepon bahwa Mayor Jenderal Didi
Kartasasmita dan Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia Mr. Syafruddin
Prawiranegara sudah datang di Bandung untuk menyampaikan amanat Perdana
Menteri Republik Indonesia yang isinya ialah Tentara Sekutu Inggris telah minta,
supaya daerah seluas sebelas kilometer sekeliling kota Bandung, di hitung dari
tengah-tengah kota harus dikosongkan dari semua orang yang bersenjata, jadi
harus dikosongkan dari pasukan- pasukan, dan TRI yang bersenjata. Dengan berat
hati rakyat harus meninggalkan kota Bandung. Pada malam hari secara grilya
rakyat menjalankan tugasnya yaitu membumihanguskan kota. Bandung sengaja di
bakar oleh rakyat dan TRI dengan maksud agar sekutu tidak dapat menguasai
Bandung dan menjadikannya sebagai markas militer.
Dengan terjadi nya peristiwa itu mengilhami Ismail Marzuki yaitu seorang
komponis besar Indonesia untuk menciptakan lagu yang berjudul “Halo- halo
Bandung”. Lagu ini menggambarkan semangat perjuangan rakyat kota Bandung
dalam mempertahanka kemerdekaan Indonesia pada tahun 1946.
Lagu halo- halo Bandung sendiri sebener nya sudah tercipta sebekum
terjadinya peristiwa bandung lautan api. Namun dengan lirik yang berbeda. Ada
tiga versi dalam lagu ini. Sebut saja yang pertama versi sebelum Perang Dunia II
dengan lirik dalam bahasa sunda, dan versi pada saat kedudukan Jepang yang
merupakan versi kedua. Selain itu versi awal dari lirik lagu “Halo- Halo Bandung”
menunjukan bahwa lagu ini lahir sebagai ungkapan rasa rindu yang sentimental,
bukan dimaksudkan sebagai lagu perjuangan rakyat. Kemudian selama masa
pendudkan Jepang, lagu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
bagian dari propaganda pihak Jepang, yang berusaha mengikis pengaruh budaya
Belanda serta mendorong penggunan bahasa Indonesia di penjuru wilayah
jajahan. Dan versi terakhir adalah versi Bandung Lautan Api, yang
menggambarkan suasana haru para pejuang juga rakyat saat meninggalkan kota
Bandung yang penuh kenang- kenangan. Lagu ini mengandung ajakan dan pesan
mendalam. Secara gemblang lagu ini menggambarkan suasana haru biru emosi
rakyat dan para pejuang saat mulai meninggalkan wilayah Bandung Selatan. Ada
banyak kisah dan kenang-kenangan yang Membekas. Maka sekali pun telah
menjadi lautan api, ajakan untuk merebutnya kembali terus diteruskan lewat bait
terakhir dalam lirik, “Mari bung, rebut kembali”.

DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Muhajirin. 2017. Komunikasi Propaganda Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Deepublish
Aning, S. Floriberta. 2005. 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia. Yogykarta:
NARASI
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1977. Sejarah Daerah Jawa Barat.
Direktorat Jendral Kebudayaan
Fajar, Putra Dewanto. 2016. Teori- Teori Komunikasi Konflik. Malang:
Universitas Brawijaya Press
Hardani, S.W. 2006. Ismail Marzuki: Komponis lagu- lagu perjuangan. Harmonia
Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Voll. VII No. 3
Sastropoetro, Santoso. 1983. Propaganda: Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa.
Alumni
Supangkat, Jim. 2006. Ikatan ilang Budaya: Seni serat Biranul Anas.
Kepustakaan Populer Gramedia.

Internet:
Halo, halo Bandung. Tersedia online:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Halo,_Halo_Bandung. Diakses pada: 11
Maret 2019
Kurniawan, Hendra. 2016. Catatan Kecil Mengenang Peristiwa BLA Halo-Halo
Bandung. Jurnal Galamedia No. 156 tahun 2016. Tersedia Online:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repositor
y.usd.ac.id/3971/1/2266_Halo-
halo%252BBandung_Galamedia.pdf&ved=2ahUKEwixideVwYDhAhVF
Qo8KHY9XCGAQFjAEegQIBRAB&usg=AOvVaw0aLeLifX6OxtJsvhgt
wJ3q. Diakses pada: 12 Maret 2019.
Mintargo, Wisnu. 2002. Lagu- lagu propaganda dalam revolusi Indonesia: 1945-
1949. Tersedia Online: https://journal.ugm.ac.id/jurnal-
humaniora/article/view/779/0. Diakses pada: 11 Maret 2019
Raditya, Iswara N. 2017. Teka- teki pencipta lagu halo- halo Bandung. [Internet].
Tersedia Online: https://tirto.id/teki-teki-pencipta-lagu-halo-halo-bandung-
clqn. Diakses pada: 10 Maret 2019

Gambar:
Ismail Marzuki: https://catatanedukasikita.blogspot.com/2015/05/biografi-ismail-
marzuki.html?m=1
Bandung Lutan Api: https://koranmakassarnews.com/2018/03/23/23-maret-1946-
peristiwa-bandung-lautan-api/

Anda mungkin juga menyukai