Anda di halaman 1dari 13

BAB V

ANALISIS PERANCANGAN

5.1 Analisis Adaptive Reuse

5.1.1. Pengertian Adaptive Reuse


Adaptive Reuse adalah suatu peroses memodifikasi atau merubah
sesuatu untuk mengganti fungsinya dengan fungsi yang baru dengan
meninggalkan fungsi lamanya. Seiring semakin berkembangnya zaman dan
perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat manusia sering
kali lupa dengan hal yang berbau sejarah. Saat ini banyak tempat- tempat
dan bangunan-bangunan tua yang tidak terpakai dibiarkan rusak dan runtuh
begitu saja. Bahkan ada yang menyarankan agar bangunan tua yang rusak
kumuh dan tak perpenghuni itu dihilangkan keberadaannya dari tempat
tersebut. Hal ini terjadi karena sebagian orang menganggap bahwa
keberadaan dari tempat atau bangunan yang tidak terpakai itu hanya
membuat pencemaran saja. Kondisi fisiknya yang tidak menarik akan
menggangu pemandangan ditempat tersebut, ditambah lagi dengan image
seram dan angker yang selalu dikaitkan dengan tempat tua, kumuh, tidak
terawat dan tidak berpenghuni menjadikan orang yang berada di sekitar
tenpat atau bangunan tersebut menjadi terganggu dan tidak nyaman.

Gambar Gedung warenhuis (Sumber: Pribadi, 2020)


Warenhuis merupakan sebagian dari banyaknya bangunan bersejarah di
kota medan.
Tabel. Evaluasi Kriteria Adaptive Re-use Bangunan

(Sumber: (Putra, 2019)


5.1.2. Kajian tentang konservasi
Konservasi secara umum diartikan pelestarian, namun demikian dalam
khasanah para pakar konservasi ternyata memiliki serangkaian pengertian
yang berbeda-beda implikasinya. Menurut Adishakti (2007) istilah konservasi
yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International
Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981 yaitu: Charter for the
Conservation of Places of Cultural Significance, Burra, Australia. Piagam ini
lebih dikenal dengan Burra Charter . Dalam Burra Charter konsep konservasi
adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah
dirumuskan dalam piagam tersebut.
Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau
obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan
baik. Pengert ian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu
pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi
meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi
lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila
dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota
mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau
pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.

5.2 Analisis Sistem Kegiatan/Program Ruang

5.3 Analisis Perancangan Ruang Luar/Tapak

5.4 Analisis Tata Ruang Dalam

5.5 Analisis Massa Dan Perwajahan


5.5.1

5.6 Analisis Sistem Struktur/Konstruksi

5.6.1. Struktur Bangunan Tinggi


5.6.1.1. Sistem Struktur Bangunan Tinggi
Pada dasarnya setiap sistem struktur pada suatu bangunan merupakan
penggabungan berbagai elemen struktur secara tiga dimensi yang cukup
rumit. Fungsi utama dari sitem struktur adalah untuk memikul secara aman
dan efektif beban yang bekerja pada bangunan, serta menyalurkan ke tanah
melalui pondasi. Beban yang bekerja pada bangunan terdiri dari beban
vertikal, horizontal, perbedaan temperatur, getaran, dan sebagainya.
Sistem struktur dalam proses perancangannya selalu menghadapi beberapa
masalah, diantaranya : persyaratan arsitektural, sistem mekanikal dan
elektrikal, metode kontruksi, dan aspek ekonomi.
Dalam berbagai sistem struktur, baik yang menggunakan bahan beton
bertulang, baja, maupun komposit, selalu ada komponen (subsistem) yang
dapat dikelompokkan dalam sistem yang digunakan untuk menahan gaya
grafitasi dan sistem untuk menahan gaya lateral

5.6.1.2. Jenis-jenis sistem struktur

1. Sistem struktur rigid frame (rangka kaku)


Sistem rangka kaku pada umumnya berupa grid persegi teratur, terdiri dari
balok horizontal dan kolom vertikal yang dihubungkan di suatu bidang
dengan menggunakan sambungan kaku (rigid). Sistem Rangka Kaku
(Frame) atau sering disebut sebagai Struktur Portal, banyak digunakan pada
bangunan gedung. Struktur Portal sepintas memiliki konfigurasi bentuk yang
sama dengan jenis Struktur Balok-Kolom, tetapi sebenarnya mempunyai aksi
struktural yang berbeda karena adanya titik hubung atau sambungan yang
kaku antara elemen balok dan elemen kolom. Adanya sambungan ini
memberikan kestabilan struktur terhadap gaya lateral.

2. Sistem struktur rigid frame and core


Struktur rigid frame and core merupakan rangka hybrid dimana adanya
penggabungan sistem struktur rangka kaku (rigid frame) an sistem struktur
inti (core). Rangka kaku bereaksi terhadap beban lateral, terutama melalui
lentur balok dan kolom. Perilaku demikian berakibat ayunan (drift) lateral
yang besar pada bangunan dengan ketinggian tertentu. Akan tetapi, apabila
dilengkapi dengan struktur inti, ketahanan lateral bangunan akan sangat
meningkat karena interaksi inti dan rangka. Sistem inti ini memuat sistem-
sistem mekanis dan transportasi vertikal.

3. Sistem struktur parallel bearing wall


Struktur Paralell bearing wall dapat dibiliang sebagai struktur yang sistemnya
paling tradisional yang telah digunakan pada bangunan high rise. Struktur ini
terdiri dari elemen-elemen struktur vertical yang mengangkut semua beban
langsung menuju pondasi. Pada beberapa titik, daya tekan yang dikarenakan
beban dinding, beban mati, dan beban hidup melampaui daya tahan dari
dinding itu sendiri. Dindingnya menjadi sangat tebal sehingga lantai bawah
menjadi tidak berguna.

4. Sistem struktur bearing wall & core


Dinding geser yang diletakkan didalam bangunan, misalnya mengelilingi core
yang berfungsi area service, shaft dan tangga darurat yang menyerupai
bentuk kotak atau bentuk lain yang kaku sebagai tipe dari struktur. Core
Bearing Wall dibuat agar semua alur sistem utilitas, lift, tangga, dll berjalur
dengan teratur pada arahnya, lebih efisien karena pada bagunan tinggi butuh
suatu alur yang terarah agar alirannya tidak mampet dan cepat sampai pada
tujuannya, sehingga jikalau terjadi kerusakan tidak terlalu susah untuk
mencari sumber masalahnya.
5. Sistem struktur flat plate
Flat plate (pelat datar) adalah pelat beton pejal dengan tebal merata yang
mentransfer beban secara langsung ke kolom pendukung tanpa bantuan
balok atau kepala kolom atau drop panel. Flate plate dapat dibuat dengan
cepat karena bekisting dan susunan tulangan yang sederhana.

6. Sistem struktur suspension


Sistem gantung (suspension) Yaitu sistem struktur yang menggunakan kabel
Baja sebagai penggantung (menahan gaya tarik) suatu konstruksi .Sistem ini
memanfaatkan bahan secara efisien dengan memanfaatkan penggantung
untuk mendukung beban. Beban grafitasi didukung oleh kabel-kabel untuk
membentuk rangka konsol pada core pusat.

7. Sistem struktur rangka ruang (space frame)


Struktur Space Frame ialah konstruksi rangka ruang dengan suatu sistem
sambungan antara batang / member satu sama lain yang menggunakan bola
/ ball joint sebagai sendi penyambungan dalam bentuk modul-modul
segitiga

8. Sistem struktur belt truss frame and core”


Sistem struktur belt truss frame dan core merupakan gabungan dari 2 sistem
struktur dimana sistem struktur belt truss berfungsi mengikat kolom fasade
ke inti sehingga meniadakan aksi terpisah rangka dan inti. Pengakuan ini
dinamai cap trussing apabila berada pada bagian atas bangunan, dan belt
trussing apabila berada di bagian bawahnya.

5.6.1.2. Sistem Penahan Gaya Lateral


Hal yang penting pada struktur bangunan tinggi adalah stabilitas dan
kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh
angin atau gempa bumi. Beban angin lebih terkait pada dimensi ketinggian
bangunan, sedang beban gempa lebih pada masa bangunan. Pengaku gaya
lateral yang lazim digunakan adalah portal penahan momen, dinding geser
(shear wall) atau rangka pengaku. Fungsi dinding geser berubah menjadi
dinding penahan beban (bearing wall), jika dinding geser menerima gaya
tegak lurus

5.6.1.3. Pembebanan pada Bangunan


A. Beban mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta
peralatan tetap (fixed equipment) yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari bangunan itu .
B. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu bangunan, dan didalamnya termasuk beban-beban pada
lantainya yang berasal dari barang barang yang dapat berpindah, mesin-
mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari bangunan dan dapat diganti selama masa bangunan itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap bangunan
tersebut.
C. Beban Angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada bangunan, atau bagian
bangunan yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
D. Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada
bangunan atau bagian bangunan yang meirukan pengaruh dari gerakan
tanah akibat gempa itu.

5.6.1.5. Pemisahan Bangunan ( Dilatasi )


Bangunan yang sangat panjang tidak dapat menahan deformasi akibat
penurunan fondasi, gempa, muai susut, karena akumulasi gaya yang sangat
besar, pada dimensi bangunan yang panjang, dan menyebabkan timbulnya
retakan atau keruntuhan struktural. Oleh karenanya, suatu bangunan yang
besar perlu dibagi menjadi beberapa.

5.6.2. Transportasi Vertikal


5.6.2.1. Perancangan lift
Di indonesia rekomendasi penggunaan lift diberikan oleh Departemen
Ketenagakerjaan, karena menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja
orang yang ada pada bangunan tersebut.
Ketentuan rancangan juga berkaitan dengan dimensi ruang mesin, akses
yang diperlukan, pencahayaan, ventilasi. Persyaratan dan peraturan
mungkin berbeda antar daerah yang satu dengan yang lainnya, tetapi pada
dasarnya menuntut disediakannya suatu sistem peralatan, baik manual
maupun yang otomatis, sehingga lif dapat dioperasikan secara aman untuk
kepentingan umum.
Secara ideal lif dirancang untuk menangani beban puncak (peak atau rush
hour)
a. Waktu Perjalanan Bolak-Balik (Round Trip Time – RTT)
Waktu perjalanan bolak-balik lif adalah waktu waktu yang dibutuhkan
seseorang secara total, mulai dari masuk lobby sampai ke lantai yang dituju.
Untuk itu, perlu diperhitungkan dan dijumlahkan waktu yang diperlukan
selama perjalanan tersebut :
- Pintu membuka di lobby lantai dasar, membutuhkan waktu 2 detik.
- Penumpang masuk dengan kecepatan 1,5detik/orang. Jadi jika
kapasitas lif adalah ‘m’, maka dibutuhkan 1,5m/detik.
- Pintu lif tertutup membutuhkan waktu 2 detik
- Pintu lif membuka di setiap lantai, membutuhkan 2(n-1) detik
- Penumpang keluar disetiap lantai membutuhkan waktu 1,5m detik
- Pintu lif menutup disetiap lantai membutuhkan waktu 2(n-2) detik
- Perjalanan bolak-balik 2h(n-1)/s detik
b. Beban Puncak Lif
Beban puncak lif dilakukan berdasarkan perhitungan empiris terhadap
jumlah penghuni gedung.

Jenis bangunan % x ∑ penghuni prakiraan ∑


bangunan penghuni
bangunan (PB)
Kantor 4 4 m2 Lantai
Apartemen 3 netto/orang
Hote 5 3 m2 Lantai
netto/orang
5 m2 Lantai
netto/orang
c. Jumlah Lif
Sebagai perkiraan, jumlah lif untuk kantor adalah 1 lif untuk tiap 5.000m2
luas lantai bruto, dan tambahan 1 lif barang untuk 5-6 lif penumpang. Untuk
hotel, dapat digunakan dengan pertimbangan klasifikasi hotel dan hal-hal
sebagai berikut :
- Untuk setiap 100 kamar perlu disediakan satu lif barang
- Untuk pelayanan yang memuaskan, setiap 75 kamar dilayani oleh
satu lif
- Kapasitas lif yang digunakan minimal untuk 16 orang
- Lif yang digunakan harus mampu mengangkut barang bawaan tamu
yang berat (koper atau meja saji makanan)
- Ruang kamar tidak boleh berdekatan dengan ruang mesin lif.
d. Kebutuhan Ruang Lif
- Ruang luncur lif
- Ruang Lobi Lif
- Dimensi ruang mesin lif / pit

5.6.2.2. Tata Letak Lift


5.6.2.3. Dumbwaiter
5.6.2.4. Tangga Berjalan ( Eskalator )
5.6.2.5. Tangga Darurat dan Pintu Keluar

5.6.3. Core (Inti Bangunan)


5.6.3.1. Tata letak Core pada Bangunan
5.6.3.2. Perancangan Core
5.6.3.3. Lubang Utilitas (Shaft) dan Jalur Utilitas
5.6.3.4. Perancangan praktis Inti Bangunan

5.7 Analisis Sistem Utilitas

5.7.1. Transportasi Vertikal


5.7.2. Pekerjaan pipa dan Sanitasi/Plumbing
5.7.3. Tata Udara (Air Handling Unit)
5.7.4. Instalasi Listrik
5.7.5. Pencahayaan
5.7.6. Penangkal Petir
5.7.7. Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran

5.8 Analisis Debit Air Sungai Deli


Analisis debit andalan (Jumlah ketersediaan air) dilakukan dengan metode
empiris berdasarkan data curah hujan dan klimatologi menggunakan metode
FJ MOCK. Data curah hujan yang digunakan yaitu curah hujan tengah
bulanan yang mempengaruhi luas tangkapan Daerah Aliran Sungai Deli. Pos
Stasiun curah hujan yang mempengaruhi luas tangkapan Daerah Aliran
Sungai Deli adalah Stasiun Sampali, Stasiun Tuntungan, dan Stasiun
Patumbak. Potensi ketersediaan air dianalisis berdasarkan probabilitas
kejadian dengan kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam persen
sehingga dalam menganalisis antara ketersediaan air dengan kebutuhan air
dapat diperoleh ketersediaan air minimum yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan air baik itu air baku, irigasi, dan industri. Hasil analisa
debit andalan tengah bulanan Daerah Aliran Sungai Deli ditampilkan pada
Tabel .
Hasil analisis debit andalan dengan menggunakan Metode FJ MOCK
menunjukan bahwasanya besar potensi ketersediaan air Daerah Aliran
Sungai Deli dengan kejadian probabilitas 80% yaitu berada diantara 6.18
m3/det s/d 50 m3/det. Perubahan probabilitas ketersediaan air secara grafik
dapat ditampilkan pada Gambar

Tabel. Hasil Analisis Debit Andalan Tengah Bulanan Daerah Aliran Sungai Deli.
Gambar . Grafik Ketersediaan Air Probabilitas 80% dan 50% Daerah Aliran Sungai
Deli. (Sumber : (Sitompul & Efrida, 2018))
Putra, I. B. G. P. (2019). Kajian Adaptive Reuse Bangunan dalam Konteks Mitigasi
Bencana di Kota Denpasar. Jurnal Arsitektur ZONASI, 2(1), 56.
https://doi.org/10.17509/jaz.v2i1.15064
Sitompul, M., & Efrida, R. (2018). Evaluasi Ketersediaan Air DAS Deli Terhadap
Kebutuhan Air (Water Balanced). Jurnal Rekayasa Sipil (JRS-Unand), 14(2), 121.
https://doi.org/10.25077/jrs.14.2.121-130.2018

Anda mungkin juga menyukai