Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang

signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan jiwa yang semakin

luas dan kompleks. Masalah ini bisa berasal dari berbagai faktor, baik faktor

internal (masalah kesehatan dan spiritual) maupun faktor eksternal (pekerjaan dan

perkembangan zaman). Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang

terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta

47,5 juta terkena dimensia. (http://www.depkes.go.id diakses pada hari selasa, 16

Juli 2019 pada pukul 18.55 WIB).

Hasil riset kesehatan dasar kementerian kesehatan (Risdeskas) RI tahun

2018 menunjukan proporsi rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang

mengalami gangguan jiwa skizofrenia/spikosis sebesar 7‰, artinya setiap 1000

orang penduduk indonesia 7 orang mengalami gangguan jiwa berat dan kasus

gangguan jiwa berat yang dipasung 3 bulan . Terakhir 31,1% baik diperkotaan

atau dipedesaan, proporsi untuk di indonesia 31,5% (Yusuf.,dkk. 2019,p.17).

Cakupan pengobatan penderita gangguan jiwa skizofrenia/psikokis yang berobat

1
hanya 84,9%, tetapi dari mereka yang berobat 51,1% tidak rutin minum obat

dengan alasan 1) merasa sudah sehat, 2) tidak rutin berobat, 3) tidak mampu

membeli obat secara rutin. Sebagian responden beralasan karena tidak tahan efek

samping obat, sering lupa, merasa dosis tidak sesuai dan alasan lain sebesar 32%.

Di Jawa Tengah sendiri dengan pravelensi gangguan jiwa Skizofrenia/Psikosis

sebanyak 8,7‰. (Riset Kesehatan Dasar, 2018).

Menurut data Rekam Medik RSJD Surakarta 2018 angka gangguan jiwa di

RSJD Surakarta pada tahun 2015 tercatat 2.817 jiwa atau 70,63%, pada tahun

2016 tercatat 2.993 jiwa atau 75,41% sedangkan pada tahun 2017 tercatat 2.815

jiwa atau 69,31%. Permasalahan kasus yang terjadi yaitu skizofrenia paranoid 635

kasus, DMO 170 kasus, skizofrenia tipe lain 143 dan terakhir skizofrenia afektif

tipe manik 120 kasus. Pada periode Januari – Agustus 2017 ditemukan masalah

keperawatan pada klien rawat inap yaitu halusinasi 43,5 ribu jiwa, perilaku

kekerasan 26,1 ribu jiwa, defisit diri 4,09 ribu jiwa, dan isolasi sosial 6,6 ribu

jiwa. Kasus perilaku kekerasan menempati urutan kedua di rumah sakit Jiwa

Surakarta (jurnal ums eprints.ums.ac.id diakses pada tanggal 20 agustus 2019

pukul 17.53 WIB)

Bahwa sudut pandang kedokteran dan keperawatan sedikit berbeda. Di

keperawatan perilaku kekerasan ditegakan menjadi diagnosa keperawatan

sedangkan di kedokteran perilaku kekerasan di tegakkan menjadi gejala dari

skizofrenia sebagai respon gangguan jiwa pasien yang di tegakkan menjadi

diagnosa keperawatan.

2
3

Gangguan jiwa adalah sindrom perilaku seseorang yang secara khas

berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya (keterbatasan) di dalam

satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik,

perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan

antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maramis, 2010). (Yusuf,dkk.

2019,p.11)

Secara umum gangguan jiwa dibagi menjadi gangguan jiwa berat dan

gangguan jiwa ringan. Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa berat yang

ditandai adanya halusinasi atau gangguann persepsi sensori, waham atau delusi,

gangguan pada pikiran, pembicaraan dan perilaku serta emosi tidak sesuai.

(Yusuf,dkk. 2019,p.20)

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun

orang lain (Yosep, 2010). Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan

variasi penyebab, banyak belum diketahui, perjalanan penyakit tidak selalu

bersifat kronis. Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang

fundamental dari karakteristik persepsi, pikiran, perasaan, atau afek yang tidak

wajar atau tumpul. (Yusuf,dkk. 2019,p.19).

Kerugian gangguan jiwa menimbulkan dampak negatif bagi keluarga yaitu

tekanan berat selama tinggal dengan seseorang penderita skizofrenia antara lain

yaitu rasa malu dan keluarga berharap masyarakat tidak lagi mengucilkan dan

mendiskreditkan permasalahan kesehatan jiwa anggota keluarga pasien maupun

pasien itu sendiri. Sehingga fakta inilah mendorong penulis untuk mempelajari
4

secara ilmiah dalam betuk studi kasus “Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan

Dengan Skizofrenia Paranoid Di RSJD dr Arif Zainnudin Surakarta”.

A. Rumusan masalah

Bagaimanakah pelaksanaan Asuhan Keperawatan Perilaku

Kekerasan Dengan Skizofrenia Paranoid Di RSJD dr Arif Zainnudin

Surakarta.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia

Paranoid dengan Pengelolaan Perilaku Kekerasan.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien perilaku kekerasan di RSJD dr.

Arif Zainudin Surakarta.

b. Melakukan perumusan hasil analisa data pada pasien perilaku

kekerasan di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

c. Melakukan perumusan diagnosis keperawatan yang muncul pada

pasien perilaku kekerasan di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

d. Melakukan perumusan rencana tindakan keperawatan pada pasien

perilaku kekerasan di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

e. Melakukan implementasi dari rencana tindakan keperawatan yang

telah dibuat untuk pasien perilaku kekerasan di RSJD dr. Arif

Zainudin Surakarta.
5

f. Melakukan evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan pada

pasien perilaku kekerasan di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

C. Manfaat penulisan

a. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Menjadi acuan pembelajaran untuk mahasiswa/mahasiswi

keperawatan dalam proses pembelajaran pada klien dengan

masalah perilaku kekerasan di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

b. Bagi Rumah Sakit

Untuk menambah pengetahuan dan informasi mengenai

asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku

kekerasan di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

c. Bagi Penulis

1) Meningkatkan kemampuan dalam pemberian asuhan

keperawatan jiwa pada klien perilaku kekerasan.

2) Memperoleh pengalaman nyata dan dapat memberikan

asuhan keperawatan jiwa pada klien perilaku kekerasan.

3) Membandingkan teori dan praktik keperawatan jiwa pada

klien perilaku kekerasan.

d. Bagi klien

Mendapatkan asuhan keperawatan secara tepat untuk

mempercepat proses penyembuhannya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II ini akan membahas tinjauan teori Asuhan Keperawatan Perilaku

Kekerasan Dengan Skizofrenia Paranoid Di RSJD dr Arif Zainnudin Surakarta.

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Konsep asuhan keperawatan secara khusus sudah mengarah pada kasus

Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan Dengan Skizofrenia Paranoid Di RSJD

dr Arif Zainnudin Surakarta.

1. Pengertian

Menurut Muhith (2015,p.2)

Asuhan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional

atau ners melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif, baik dengan klien

maupun tenaga kesehatan lain, dalam upaya memberi asuhan keperawatan

holistik sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai

pelayanan, termasuk praktek keperawatan individu atau kelompok.

2. Tujuan

 Pemberian asuhan keperawatan berdasarkan kebutuhan pasien

sehingga akan dicapai mutu dari pelayanan keperawatan yang optimal.

 Teridentifikasinya masalah dan kebutuhan pasien serta penyelesaian

masalah berdasarkan prioritasnya.

6
7

3. Manfaat asuhan keperawatan

Dapat meningkatkan kemandirian; rasa percaya diri dalam

melaksanakan asuhan keperawatan; terbentuknya pola pikir yang

rasional, masuk akal, ilmiah, terencana dan terorganisir;

pendokumentasian dalam proses keperawatan memperhatikan perawat

bertanggung jawab dan tanggung gugat. (Prabowo,2017 p. 84)

B. PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

Menurut Damaiyanti (2014, p.1)

Proses asuhan keperawatan pasien dengan gangguan perilaku

kekerasan ini terdiri dari lima tahap yaitu :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif secara

sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan

bagi individu, keluarga dan komunitas (craven dan hirnle, 2000).

( format diagnosa terlampir 2)

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari pengkajian yang

digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan

evaluasi keperawatan. (Nanda-I,2012). ( format diagnosa terlampir 3)


8

3. Intervensi

Tujuan adalah perubahan perilaku klien yang diharapkan oleh perawat

setelah tindakan berhasil dilakukan. Rencana keperawatan

mencangkup perumusan diagnosis, tujuan serta rencana tindakan yang

telah terstandarisasi (keliat dan akemat,2009). Pada dasarnya tindakan

keperawatan terdiri dari tindakan observasi dan pengawasan

(monitoring), terapi keperawatan, pendidikan kesehatan, dan

kolaborasi ( nurjanah I, 2004). (format rencana tindakan keperawatan

terlampir 4)

4. Implementasi

Implementasi dirancang untuk mencegah peningkatan penyakit,

mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan mental.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah perkembangan klien dalam mencapai hasil yang

diharapkan asuhan keperawatan perilaku kekerasan yaitu proses

dinamik yang melibatkan perubahan dalam status kesehatan klien

sepanjang waktu dan sesuai dengan kondisi klien.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP :

a. S : respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan dapat diukur dengan menanyakan.


9

b. O : respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan dapat diukur dengan mengobservasi

perilaku pasien pada saat tindakan dilakukan.

c. A : analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul

masalah baru atau ada yang kontrakdiksi dengan masalah yang

ada.

d. P : perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisis

pada respons pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan

tindakan lanjut oleh perawat. (Prabowo, 2017, p.100)

C. KONSEP PERILAKU KEKERASAN

Menurut Damaiyanti (2012, p.95)

Pada pembahasan ini secara khusus membahas mengenai Konsep

Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik

kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2010).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan


10

definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,

diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku

kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang

berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan

(Deden, Rusdi., 2013)

2. Etiologi

Menurut Prabowo (2017, p. 142-143)

a. Faktor predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan

faktor predisposisi , artinya mungkin terjadi / mungkin tidak terjadi

perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :

1) Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi

yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-

kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,

dianiaya atau sanksi penganiayaan.

2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan

kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di

luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi

perilaku kekerasan.
11

3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif

agresif) dam kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku

kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan

yang diterima (permissive)

4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus

frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter

turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau

interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan

fisif (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri

yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.

Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,

kritikan yang mengarah pada hinaan, kehilangan orang yang

dicintai / pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab lain.

Interaksi yang profokasi dan konflik dapat memicu pula perilaku

kekerasan.

3. Rentang Respon Marah

Menurut Yosep, (2010) perilaku kekerasan merupakan status

rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam

bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi


12

dan proses penyampaian pesan pesan dari individu. Rentang respon

kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada

respon sangat sangat tidak normal (maladaptif).

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan

mengungkapkan mencapai tidak dapat mengekspresikan marah dan

marah tanpa tujuan mengungkapkan secara fisik, tapi permusuhan

menyalahkan kepuasan/ perasaannya, masih terkontrol, yang kuat

orang lain dan saat marah tidak berdaya mendorong dan hilang

memberikan dan tidak dan menyerah orang lain kontrol,

kelegaan dapat dengan ancaman. disertai

menemukan amuk,

alternatif merusak

lingkungan

Gambar 2.1 Rentang respons menurut Yosep dalam Damaiyanti (2014, p.96)
13

4. Tanda dan gejala

Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan

mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan :

a) Muka merah dan tegang

b) Mata melotot / pandangan tajam

c) Tanga mengepal

d) Rahang mengatup

e) Jalan mondar-mandir

5. Pohon Masalah

Menurut Townsend, M.C, 1998 dalam Muhith (2015, p.9)

AKIBAT DARI MASALAH UTAMA


Effect

PRIORITAS MASALAH DARI MASALAH

YANG ADA PADA KLIEN BERKAITAN Core problem


ERAT DENGAN ALASAN MASALAH/

KELUHAN UTAMA

SALAH SATU DARI MASALAH YANG

MERUPAKAN PENYEBAB DARI Causa


MASALAH UTAMA
Gambar 2.2 Pohon masalah
14

Adapun kejelasan pembuatan pohon masalah gangguan perilaku

kekerasan terlampir dilampiran 3

6. Mekanisme koping

Menurut Prabowo (2017,p.144)

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah

untuk melindungi diri antara lain :

a. Sublimasi : menerima sesuatu sasaran pengganti yang mulia,

artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang

mengalami hambatan penyalurannya secara normal.

b. Proyeksi : menyalahkan orang lain atau keinginanya yang tidak

baik

c. Represi : mencegah pikiran yang menyakiti atau membahayakan

masuk kealam sadar.

d. Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di

ekspresikan. Dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang

berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan.

e. Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya

bermusuhan. Pada objek yang begitu berbahaya seperti yang pada

mulanya yang membangkitkan emosi itu.


15

7. Penatalaksanaan medik

Menurut Prabowo (2017,p. 145)

a. Farmakoterapi

1) Obat neuroleptika dosis tinggi : clorpromazine HCL (untuk

pengendali spikomotorik)

2) Obat neuroleptika dosis rendah : trifluoperasine estelatis atau

transquilizer (untuk efek anti tegang, anti cemas dan anti

agitasi)

b. Terapi Okupasi

Disebut juga terapi kerja tetapi terapi ini bukan memberikan

pekerjaan melainkan kegiatan itu sebagai media untuk melakukan

kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi

contohnya saja bermain catur lalu diajak berdialog atau berdiskusi.

c. Peran Serta Keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan

perawatan langsung pada setiap keadaam (sehat-sakit) pasien.

d. Terapi Somatik

Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi

somatic yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa

dengan tujuan mengubah perilaku yan mal adaftif menjadi perilaku


16

adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukan pada kondisi

fisik pasien, tetapi terget terapi adalah perilaku pasien.

e. Terapi Kejang Listrik

Disebut juga electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk

terapi yang menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan

arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis pasien.

Untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi

biasanya dilaksanakan 2-3 hari sekali (2 kali seminggu).

D. KONSEP SKIZOFRENIA

Pada pembahasan ini secara khusus membahas mengenai konsep

Skizofrenia.

Menurut Yusuf (2019, p.19)

1. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi

penyebab, banyak belum diketahui, perjalanan penyakit tidak selalu

bersifat kronis. Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh

penyimpangan yang fundamental dari karakteristik persepsi, pikiran,

perasaan, atau afek yang tidak wajar atau tumpul. (Yusuf,. Dkk.2019)
17

2. Manifestasi Klinis

Berdasarkan DSM-IV, ciri terpenting dari skizofrenia adalah

adanya campuran dari dua karakteristik (baik gejala positif maupun

gejala) (APA, 2000). Secara umum, karakteristik gejala skizofrenia,

dapat digolongkan dalam tiga kelompok :

a. Gejala positif :

1) Menyakini hal-hal yang menurut kebayakan orang tidak nyata /

tidak benar (waham/ delusi).

2) Meliputi / mendengar hal-hal yang tidak dilihat / didengar orang

lain (halusinasi).

3) Merasa cemas / takut berlebih

4) Sulit konsentrasi

b. Gejala negatif :

1) Memiliki emosi yang datar / reaksi perasaan yang tidak sesuai

untuk situasi tertentu.

2) Merasa terasingkan oleh orang lain

3) Mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain.

4) Kehilanga minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.


18

Menurut Yosep (2016,p. 219 )

Gejala skizofrenia menurut Bleuler memiliki ciri khas atau disebut

juga gejala 4A dapat diidentifikasi sebagai berikut yaitu:

 Affect (pengaruh) : gejala satu sampai satu tahun sebelum

psikotik berhenti.

 Associative looseness (kelonggaran assosiatif) : orang

merasakan sesuatu yang aneh yang terjadi pada mereka.

 Autism : misinteprets tentang hal-hal di lingkungan.

 Ambivalence : perasaan penolakan kurang menghargai diri

sendiri, kesepian, keputusasaan, isolasi, penarikan dan

ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain.

Skizofrenia Paranoid

a) Pengertian

Skizofrenia paranoid adalah salah satu dari beberapa jenis

skizofrenia, yaitu suatu penyakit mental yang kronis dimana

seseorang kehilangan kontak dengan kenyataan. Gambaran umum

dari skizofrenia paranoid adalah delusi (waham) dan mendengar

hal-hal yang tidak jelas.


19

b) Gejala

Tanda dan gejala skizofrenia paranoid :

1. Halusinasi pendengaran

2. Delusi, seperti percaya rekan kerja akan meracuni anda

3. Kegelisahan

4. Kemarahan

5. Emosi datar

6. Kekerasan

7. Banyak berargumentasi (berdebat)

8. Merasa dirinya penting dan orang lain rendah

9. Pikiran atau perilaku bunuh diri

(Setiaji, Wibowo. 23 Februari 2013. Skizofrenia Paranoid :

perngertian dan gejala. http://tirtijiwo.org (diakses pada tanggal

1 oktober 2019 pada pukul 19.09)

Anda mungkin juga menyukai