Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu
komoditas penting di Indonesia karena selain untuk memenuhi kebutuhan ekspor,
ubikayujuga merupakan tanaman pangan yang pada beberapa wilayah dijadikan
sebagai bahan makanan pokok. Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen
ubikayuterbesar keempat di dunia setelah Nigeria, Thailand dan Brasil. Ekspor
ubikayudi Indonesia pada umumnya dalam bentuk ubikayukering (gaplek atau
lainnya) dan tepung tapioca.
Tanaman ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman yang banyak
dibudidayakan di indonesia kerena hampir diseluruh wilayah indonesia tanaman
ubi kayu dapat tumbuh baik, di indonesia sendiri tanaman ubi kayu merupakan
komoditas ketiga sesudah padi dan jagung. selain itu tanaman ini menghasilkan
komoditas ekspor dalam bentuk gaplek, tapioka, dan pelet pakan ternak. Umbi
tanaman ubi kayu juga banyak di jadikan olahan seperti keripik, gaplek, tape, ubi
rebus dan aneka olahan dari tepung tapioka.tanaman ini tersebar diseluruh wilayah
indonesia baik sebagai tanaman tegal atau perkebunan, jawa timur, jawa tengah,
jawa barat dan lampung merupakan penghasil ubi kayu terbesar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2015), Provinsi Lampung
menduduki peringkat pertama sebagai penghasil ubikayuterbesar di Indonesia.
Luas areal tanamanubikayupada tahun 2015 di Provinsi Lampung yaitu 310.441
ha dengan total produksi 8.294.913 ton. Luas areal tanamandan total produksi
ubikayudi Lampung mengalami penurunan pada tahun 2016 dengan total luasan
areal sebesar 298.299 ha dan total produksi 7.820.000 ton (BPS, 2016).
Penurunan produksi ubi kayu tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
salah satunya yaitu serangan patogen penyebab penyakit pada ubikayu. Menurut
Sito(2014), kerugian yang diakibatkan oleh penyakit hawar bakteri
(Xanthomonascampestris) dapat mencapai 50-90% untuk tanaman yang agak
2rentan/rentan dan mencapai 8% untuk tanaman yang agak tahan. Peningkatan
produksi ubikayu dapat dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi untuk meningkatkan produksi ubi kayu yang masih rendah dapat
dilakukan dengan menanam varietas unggul dan menerapkan teknologi budidaya
yang lebih maju. Ekstensifikasi dilakukan dengan meningkatkan luas areal tanam,
pemanfaatan lahan tidur, dll (Purwono dan Heni, 2009).
Perakitan klon unggul ubikayu yang tahan terhadap penyakit merupakan
salah satu cara untuk mengurangi kerugian terhadap serangan penyakit dan untuk
meningkatkan produksi ubikayu.Klon unggul dapat diperoleh melalui perakitan
secara genetik oleh pemulia tanamanmelalui tahap-tahap perakitan klon unggul
ubikayuyang meliputi penciptaan atau perluasan keragaman genetik populasi
awal, evaluasi karakter agronomi dan seleksi kecambah dan tanaman yang tumbuh
dari biji botani, evaluasi dan seleksi klon, uji daya hasil pendahuluan, dan uji daya
hasil lanjutan .
Menurut Tandriantoet al. (2014), rendahnya harga singkong
jugadipengaruhi oleh sifat singkong segar yang mudah rusak bila tidak segera
dilakukan penanganan pasca panen karena kadar air singkong segar yang tinggi,
adanya senyawa poliphenol yang menyebabkan pencoklatan, serta adanya asam
sianida (HCN) yang menyebabkan racun. Sebagian masyarakat telah
memanfaatkan singkong sebagai bahan pengganti nasi karena ketidakmampuan
ekonomi untuk membeli beras. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
semenjak dahulu telah mengenal makanan sumber karbohidrat sebagai makanan
pokok yang dapat mengenyangkan .Singkong sering dianggap bahan baku yang
bermutu rendah karena rendahnya protein, mineral dan vitamin. Pada varietas
tertentu singkongmengandung banyak cyanogenic glikosida (linamarin dan
lotaustralin) yang dapat dihidrolisis menjasi asam sianida (HCN) oleh enzim
endogen (linamarase) ketika jaringan tanaman rusak selama pemanenan,
pengolahan atau proses mekanis lainnya. Singkong juga mengandung asam
tannic, yaitu zat yang dapatmenimbulkan warna kusam pada produk olahan
singkong sehingga mempunyai nilai pasar yang rendah.

Di Indonesia, sampai saat ini hanya terdapat beberapa klon yang tahan
terhadap serangan penyakit, yaitu klon UJ 3 dan UJ 5 yang memiliki keunggulan
yaitu tahan terhadap bakteri hawar daun (Cassava Bacterial Blight) (Sundari,
2010).
BAB II PEMBAHASAN

Tanaman ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman


yanga banyak dibudidayakan di indonesia kerena hampir diseluruh wilayah
indonesia tanaman ubi kayu dapat tumbuh baik, di indonesia sendiri tanaman ubi
kayu merupakan komoditas ketiga sesudah padi dan jagung. selain itu tanaman ini
menghasilkan komoditas ekspor dalam bentuk gaplek, tapioka, dan pelet pakan
ternak. Umbi tanaman ubi kayu juga banyak di jadikan olahan seperti keripik,
gaplek, tape, ubi rebus dan aneka olahan dari tepung tapioka.tanaman ini tersebar
diseluruh wilayah indonesia baik sebagai tanaman tegal atau perkebunan, jawa
timur, jawa tengah, jawa barat dan lampung merupakan penghasil ubi kayu
terbesar (Semangun H, 1996).
Tanaman ubi kayu optimum di tanam pada dataran rendah, meskipun
masih dapat ditanam pada ketinggian tempat >1500 m dari permukaan laut, ubi
kayu mampu bertahan di musim kering dengan curah hujan 500-5000 mm per
tahun. Dalam sistematika ( taksonomi) tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae ( tumbuh – tumbuhan )

Divisio : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae ( biji bekeping dua )

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot spp Crantz.

Tanaman ubi kayu memiliki batang tanaman singkong berkayu, beruas -


ruas, dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 m. Batang berlubang, berisi empulur
berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus. Berdaun menjari dengan cangap
5 – 9 helai. Daun singkong terutama yang masih muda mengandung racun sianida.
Bunga tanaman singkong berumah satu dengan penyerbukan silang sehingga jarang
berbuah. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi
sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat
memanjang, terdiri atas kulit luar tipis (Diane M, 2006).

Produksi tanaman ubi kayu di indonsia saat ini dapat dikatakan masih
belum maksimal selain disebabkan karena berkurangnya areal lahan hingga
menurunnya luas areal panen akibat konversi lahan juga disebabkan karena
serangan penyakit tanaman akan tetapi kegiatan penggendalian penyakit pada
tanaman ubi kayu budidaya tidak begitu terkenal namun serangan dari penyakit ini
mampu menurunkan produksi dari tanaman ubi kayu apalagi Indonesia memiliki
iklim tropis sehingga potensi serangan penyakit di indonesia sangat tinggi .
Salah salah satu penyakit penting dari tanaman ubi kayu ialah hawar
bakteri yang disebabkan oleh patogen Xantomonas axonopodis pv. Manihotis,
patogen mampu tersebar secara luas terutama pada areal pertanaman yang sudah
terinfeksi, patogen tersebar luas melalui percikan air hujan, serangga dan campur
tangan manusia melalui peralatan budidaya (Agrios, 2005). Budidaya tanaman ubi
kayu tidak lepas dari permasalahan penyakit yang sering menyerang tanaman
budidaya. Serangan patogen sering di abaikan oleh petani karena petani
beranggapan serangan patogen penyakit tidaklah berpengaruh banyak terhadap
produktivitas tanaman ubi kayu budidaya, sehingga tindakan pengendaliannya
masih jarang dilakukan. Adapun penyakit yang sering menyerang tanaman ubi
kayu dan berpotensi besar menimbulkan kerugian ialah sebagai berikut :

1. Hawar Bakteri (Xanthomonas campestris pv. Manihotis Berthet. )


Hawar bakteri (bacterial blight) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Xanthomonas campestris pv. Manihotis yang sudah diketahui sejak lama
oleh Reitsma dan van hoof pada tahun 1948. Padatahun 1974 penyakit ini
menimbulkan banyak kerugian pada tanaman ubi kayu di kebun percobaan Magos
dan kemudian Lampung (Wargono et al, 1981 dalam Semangun, ). Hawar bakteri
menjadi penyakit penting pada tanaman ubi kayu karena jika lingkungan
mendukung serangan hawar bakteri mampu menurunkan produksi hingga 90-
100% berdasarkan hasil penelitian di afrikadan amerika latin oleh Lozano 1975.
Gejala : Pada daun terdapat bercak kebasah-basah dengan bentuk tidak
teratur, bersudut-sudut (angular) dikelilingi oleh daerah bewarna hijau tua (Reddy
R, 1989). Gejala yang meluas dengan cepat dan warna bercak menjadi coklat
muda, mengkriput dan menyebabkan daun layu yang selanjutnya daun rontok.
Tanam yang terserang masih mampu membentuk tunas baru akan tetapi tunass ini
pun terserang juga sehingga ikut mati. Jaringan epidermis batang muda yang
terinfeksi sering pecah dan pada cuaca yang lembab dapat mengeluarkan getah
(gum) yang mengandung bakteri yang kemudian batang yang terserang akan
mengering dan mati.
Pada pengamatan penampang melintang batang yang terinfeksi akan
tampak bahawa berkas pembuluh berwarna coklat dan terjadi nekrosis dan terlihat
garis-garis pada penampang membujur. Selain dari batang getah yang terdiri dari
massa bakteri sering keluar dari bercak, terutama pada permukaan dau dan sekitar
tulang daun. Biasanya gejala akan timbul setelah 11-13 hari setelah infeksi.
Penyebab : hawar bakteri pada tanaman ubi kayu disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas campestris pv. Manihotis Berthet. Bakteri berbentuk batang pendek
1,6 x 0,6 µm, gram negatif, bergerak dengan flagella di ujung tidak membentuk
kapsula dan spora. Bakteri bersifat anaerob, dapat tumbuh cepat dan tidak
berpigmen.
Daur hidup : bakteri ini bisanya melakukan penetrasi kejaringan melalui
luka pada jaringan epidermis atau mulut kulit. Baketri lalu masuk kedalam
jaringan pengangkut dan meluas mengahancurkan jaringan parenkim pada daun
dan tunas muda. Pergerakan ke batang melalui pembuluh xilem namun juga dapat
melalui jaringan empulur batang sedangkan pada jaringan tua yang mengandung
lignin hanya terbatas pada jaringan pengangkut. Bakteri menyebar ketempat lain
terutama karena terbawa dalam stek yang terinfeksi, hewan, peralatan budidaya
dan percikan air hujan, terutama dari getah dari daun yang sakit dengan
kelembaban jenuh selama 12 jam dan musim penghujan serangan penyakit
meningkat (Lezano dan booth, 1974 dalam Semangun 1996)
Faktor yang mempengaruhi penyakit : Jenis-jenis ubi kayu memiliki
ketahanan yang berbeda kemungkinan disebabkan oleh : 1). Bakteri terhamabt
penetrasinya 2). Bakteri tidak meluas secara sistemik 3). Tanaman tahan serangan
patogen. Pemupukan yang yang berimbang terutama NPK dan bahan organik
meningkatkan ketahanan tanaman (Nunung, 1985, yahya 1987). Pada musim
penghujan potensi serangan akan meningkat dan suhu 30o C optimum terhadap
perkembangan penyakit. Pengendalian : Pengunaan varietas tahan, penanaman
stek yang sehat dan terbebas penyakit, pergiliran tanaman, pemangkasan dan
sanitasi kebun dan pemusnahan tanaman terinfeksi (Lezano dan booth, 1975
dalam Semangun 1996 ).
2. Layu Bakteri ( Pseudomonas sonacearum Smith. 1896)
Palm (1921) menyatakan bahwa dari tanaman Manihot glaziovii yang sakit
layu dapat disolasi bakteri Pseudomonas sonacearum. Koem (1948) menyatakan
beberapa tempat penyakit lendir menimbulkan kerugian besar pada ubi kayu.
Berbeda dengan penyakit hawar bakteri, pada penyakit ini daun yang layu
bersama-sama untuk semntara waktu tetap melekat pada batang. Di indonesia
sendiri dilaporkan bahwa gejala penyakit ini terbagi menjadi tiga tipe yaitu
tanaman layu, daun gugur dan mati ujung. Biasnya untuk gejala yang pertama
disertai dengan perubahan warna pada bagian –bagian bawah tanah. Selain di
indonesia penyakit layu bakteri ini juga ditemukan di Brazil dan kolombia.
Nakagawa (1978) melaporakan bahwa telah terjadi kerugian karena
penyakit layu pada ubi kayu di Lampung dan diberitakan bahwa beberapa gulma
disana dapat menjadi inang yaitu Croton hirtus, Ageratum conyzoides, spigelia
arthelmia.
Penyebab : Penyebab penyakit layu bakteri ialah bakteri Pseudomonas
sonacearum, bakteri berbentuk batang melengkung dengan ukuran 0,5-1 x 0,5-4
µm
Gejala : Terdapat daun yang layu secara serentak dan gugur daun dan
keluar lendir bewarna putih cair pada bagian batang dan ujung tangkai daun.
Pseudomonas solanacearum merupakan salah satu patogen terpenting dari
golongan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit layu bakteri yang tersebar
secara luas di daerah tropik dan subtropik serta daerah-daerah bersuhu panas di
dunia. Usaha pengendalian P. solanacearum dengan menggunakan varietas tahan
dan antibiotika (bakterisida) ternyata membawa masalah baru dengan munculnya
ras-ras baru patogen yang lebih virulen, sehingga perlu dicari suatu penanganan
lain yang lebih aman dan ramah lingkungan. Salah satu agens antagonis yang
memiliki potensi besar dalam penanganan penyakit layu bakteri adalah
Pseudomonas kelompok flurescens yang mampu mengkolonisasi daerah
perakaran dan menghasilkan senyawa-senyawa siderofor yang berperan dalam
pertumbuhan tanaman dan pengendalian hayati.
Pengendalian : penggunaan varietas tahan, berdasarkan pengujian lapang
menurut Nakagawa (1978) kultivar kuning paling rentan terhadap layu bakteri,
diikuti dengan SPP Pandesi dan genjah. Galur dan klon terbukti tahan (tahum,
ketan merah, SPP, singkong putih, W 528, ketan putih, genjah hitam, baserat no
802 dan no 547).
3. Bercak Coklat (Cercosporidium henningsii Allesh.) Deighton
Untuk pertama kalinya penyakit beercak coklat pada singkong ditemukan
oleh Zimmermann di Jawa pada tahun 1902. Penyakit ini tersebar di seluruh
Indonesia. Ternyata bahwa penyakit tersebut ada disemua daerah penanaman
singkong di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Penyakit ini merupakan penyakit
daun yang paling penting pada tanaman ini.
Gejala serangan : Bercak tampak jelas pada kedua sisi daun. pada sisi atas
bercak tampak coklat merata dengan tepi gelap yang jelas. Pada sisi bawah daun
tepi bercak kurang jelas dan di tengah bercak coklat terdapat warna keabu-abuan
karena adanya konidiofor dan konidium jamur. Bercak berbentuk bulat dengan
garis tengah 3 - 12 mm. Jika berkembang bentuk bercak dapat kurang teratur dan
agak miring - sudut karena dibatasi oleh tepi daun atau tulang - tulang daun. Jika
penyakit berkembang dengan terus menerus daun yang sakit menguning dan
mengering dan dapat gugur. Pada cuaca hujan dan panas jenis rentan dapat
menjadi gundul.
Penyebab : penyakit bercak coklat ini disebabkan oleh cercosporidium
henningsii. hifa jamur ini berkembang dalam ruang sela-sela sel, membentuk
stroma dengan garis tengah 20 - 45μm. Stroma membentuk konidiofor dalam
berkas - berkas yang rapat. Konidiofor coklat kehijauan pucat, warna dan lebar
merata, tidak bercabang, dengan 0 - 2 bengkokan, bulat pada ujungnya dan
memiliki bekas spora yang kecil atau sedang. Konidium dibentuk pada kedua sisi
daun pada ujung konidiofor, berbentuk tabung, lurus atau agak bengkok, kedua
ujungnya membulat tumpul, pangkalnya berbentuk tumpul. Jamur membentuk
peritesium hitam, bergaris tengah 100μm, kadang - kadang tampak tersebar pada
bercak di permukaan atas daun. Askus seperti gada memanjang, berisi 8 spora.
Gambar tanaman terserang bercak coklat (Semangun, 1996)
Daur penyakit : Penyebaran penyakit banyak berasal dari angin atau hujan
yang membawa spora dari bercak tua dan daun tua yang sudah rontok ke
permukaan daun sehat. Jika udara cukup lembab, konidium berkecambah,
membentuk pembuluh kecambah. Penetrasi terjadi melalui mulut kulit dan jamur
meluas dalam jaringan lewat ruang sela-sela sel. Dalam cuaca panas dan lembab
membutuhkan waktu 12 jam. Selama musim kemarau jamur mempertahankan diri
pada bercak-bercak tua.
Faktor yang mempengaruhi penyakit : penyakit sangat bergantung pada
ketahanan ubi kayu yang memiliki ketahan berbeda pada bercak coklat. Pada
umumnya daun tua lebih rentan dari daun muda yang lebih tinggi letaknya.Tetapi
pada jenis yang rentan, tangkai daun, bahkan buah yang muda sering ada serangan
yang berat.Penyakit ini sangat dibantu oleh curah hujan dan suhu yang tinggi.
Pengendalian : menanam jenis yang tahan, menanam tidak terlalu rapat
untuk mengurangi kelembaban pertanaman dan penyemprotan fungisida tembaga.
4. Bercak Daun Baur (Cercospora viscosae Muller et Chupp. )
Bercak daun baur berasal dari daerah Brazilia, Kolombia dan Amerika
Selatan. bercak daun baur ini belum menyebar secara luas di indonesia, tetapi
hanya ada di Malang. Gejala Serangan : terdapat bercak pada daun dengan
ukuran besar, berwarna coklat, tanpa batas yang jelas. Tiap bercak meliputi
seperlima dari luas helaian daun atau lebih. Permukaan atas bercak berwarna
coklat merata, tetapi dipermukaan bawah pusat bercak yang berwarna coklat ada
keabu-abuan, karena adanya konidiofor dan konidium dari Cercospora viscosae.
Penyebab : bercak baur pada tanaman ubi kayu disebabkan oleh
Cercospora viscosae Muller et Chupp. Jamur ini tidak membentuk stroma, tetapi
membentuk spora secara merata. Konidiofor coklat kemerahan..konidifor coklat
kemerahan tua 50 - 150 x 4 - 6 µm Membentuk berkas yang mirip koremium dan
konidiumnya seperti gada terbalik silindris 25 - 100 x 4 - 6 µm.
Daur penyakit : Konidiumnya dipencarkan oleh angin dan serangga,
meskipun angin memegang peranan yang lebih besar dalam
pemencarannya. Jamur mengadakan penetrasi langsung dengan menembus
permukaan lateral sel-sel epidermal, atau melalui mulut kulit. Infeksi dapat
melalui dua sisi daun, tetapi yang paling banyak melalui epidermis atas (Kranz et
al.1997 dalam Semangun, 1996.).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit : curah hujan, suhu dan
kelembaban. Penyakit timbul pada musim hujan, tetapi gejalanya akan muncul
pada musim panas. Suhu dan kelembaban yang rendah akan membuat penyebaran
penyakit akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Ketahanan terhadap bercak
daun memiliki korelasi dengan tebalnya jaringan palisade dan ukuran mulut kulit
daun.Penyakit ini juga timbul akibat kekurangan magnesium. Pada umumnya
penakit ini tidak menimbulkan kerugian, hanya terdapat pada daun tua, meskipun
kadang-kadang dapat menyebabkan daun gugur.
Pengendalian : penanaman varietas tahan (seperti varietas Malang 2),
pergiliran tanaman, pemakaian stek sehat (dilakukan strilisasi stek supaya bebas
dari patogen), memotong bagian daun yang terserang, dan memakai Fungisida.
5. Bercak Daun Phyllosticta (Phyllosticta spp.)
Di indonesia penyakit ini berada di Malang yang menyerang tunas dan
menyebabkan mati ujung. Gejala Serangan : terdapat bercak besar pada daun,
berwarna coklat, biasanya dengan tepi yang kurang jelas. Bercak umumnya
terdapat pada ujung daun, tepi helaian daun, sepanjang tulang tengah daun dan
tulang daun yang besar. Permukaan atas bercak pertama terdiri dari cincin-cincin
konsentris yang terbentuk oleh pikndium berwarna coklat. Bercak yang tua tidak
memiliki cincin, karena piknidium yang masak tercuci oleh air hujan.
Jika udara sangat lembab bercak dapat tertutp oleh hifa coklat
kelabu. Pada permukaan bawah daun, tulang-tulang daun yang kcil sekitar bercak
menjadi rusak dan membentuk garis-garis hitam yang memancar bercak. Bercak -
bercak berkembang menjadi hawar daun, akhirnya seluruh daun dan tangkai
menjadi coklat tua, layu dan rontok. Pada infeksi yang berat, jamur menyerang
tunas yang masih muda dan menyebabkan mati ujung. Batang yang sakit
berwarna coklat dan tertutup oleh piknidium.
Penyebab : Jamur ini banyak membentuk piknidium yang berwarna coklat
tua, bulat dan membentuk kelompok kecil pada daun atau batang. Piknidium
dengan garis tengah 100-170 µm , ostiol berukuran 15-20 µm, dindingnya terdiri
dari sel-sel bersegi banyak. Konidiofor pendek, hialin, membentuk suatu
konidium kecil 15-20 µm dan bersel satu.
Daur Hidup : Penyebaran penyakit ini melalui percikan air hujan, angin
dan alat pertanian. Beratnya penyakit berkolerasi dengan kondisi lingkungan yang
mempengaruhi perkecambahan spora. Spora berkecambah paling baik pada suhu
20-25 ˚ C. bercak daun Phyllosticta banyak terdapat di tempat-tempat yang tinggi,
atau dataran rendah selama musim hujan.
Pengendalian : pergiliran tanaman (mengganti dengan tanaman tebu),
menanam varietas tahan, pemakaian stek yang sehat, memotong bagian tanaman
yang sakit, dan memakai fugisida pada tanaman yang telah terinfeksi berat.
6. Mozaik (Cassava Mozaic Virus/CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh patogen berupa virus (CMV). Penyakit ini
merupakan penyakit penting pada tanaman ubi kayu. Dengan gejalanya yaitu pada
tanaman sakit terdapat bercak-bercak klorosis yang jelas dan daun sering
mengalami malformasi yang berat. Tanaman yang sakit terhabat pertumbuhannya.
Menurut Suseno dan Sri Andani (1975), menyatakan penyakit ini tidak dapat
ditularkan secara mekanis, penularan dapat dilakukan apabila tanaman sakit dan
tanaman sehat bersentuhan. Meskipun belum diketahui bahwa penyakit ini
menimbulkan kerugian namun di afrika penyakit mozaik ubi kayu disebabkan
oleh Ruga bemisia Holmes atau Manihot virus 1, virus dapat ditularkan oleh lalat
putih Bemisia sp. mungkin juga B. nigerensis Corb dan B. Tabaci Genn. Pada
suhu rendah gejala serangan akan terlihat jelas.
Pengendaliannya ialah dengan penanaman varietas tahan, penanaman stek
yang sehat dan terbebas virus, membinasakan tanaman yang terinfeksi.
BAB III KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Penyakit penting yang paling sering menyerang tanaman ubi kayu dapat
disebabkan oleh patogen cendawan, bakteri dan virus.

2. Penyakit yang sering menyerang pada tanaman ubi kayu yang disebabkan
cendawan yaitu Bercak Coklat (Cercosporidium henningsii Allesh.) Deighton,
Bercak Daun Baur (Cercospora viscosae Muller et Chupp. ) dan Bercak Daun
Phyllosticta (Phyllosticta spp.)
3. Penyakit yang sering menyerang pada tanaman ubi kayu yang disebabkan
bakteri yaitu Hawar Bakteri (Xanthomonas campestris pv. Manihotis Berthet. )
dan Layu Bakteri ( Pseudomonas sonacearum Smith. 1896).
4. Pengendalian yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit pada
tanaman ubi kayu ialah :
a. Penggunaan varietas/klon tahan sebagai bahan tanam.
b. Selalu menggunakan stek yang sehat dan terbebas penyakit
(bersertifikat).
c. Sanitasi kebun untuk menjaga lingkungan tidak mendukung
perkembangan patogen penyakit dan memusnahkan tanaman inang.
d. Pemusnahan tanaman yang terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Maya Rohmawati. 2005. studi komperatif penyebab bercak daun pada tembakau
(cercospora nicotianae) dengan cercospora asal ubi kayu. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Jember
Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press;
Yogyakarta
Semangun, H. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Diterbitkan oleh Gadjah
Mada University Press. Tahun 1996 .
Semangun, H. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan. Diterbitkan oleh Gadjah
Mada University Press. Tahun 1996.
Sudir, D.I. Yuliani, A. Faizal, dan A. Yusuf. 2012. Pemetaan patotipe
Xanthmonas oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun bakteri padi di
sentra produksi padi di Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Lap. Hasil
Penelitian Th. 2012. Balai Besar Peneltian Tanaman Padi. 53p.
Reddy R. and Shang-Zhi Y. 1989. Survival of Xanthomonas campestris pv.
oryzae, the causal organism of bacterial blight. in Bacterial Blight of Rice.
IRRI. pp.65-78.

Anda mungkin juga menyukai