Anda di halaman 1dari 23

LEARNING ISSUE

A. FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL


Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium yang
relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin
sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai
menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode
relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur
menghilang pada periode postpartum. Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas
kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan, dan kelahiran, sampai saat ini
maaih belum jelas.
Proses fisiologi kehamilan pada manusia yang menimbulkan inisiasi partus dan
awitan persalinan belum diketahui secara pasti. Sampai sekrang, pendapat umum
diterima bahwa keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia bergantung pada
aktivitas progesteron untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati
akhir kehamilan.
Asumsi ini didukung oleh temuan-temuan bahwa pada sebagian besar kehamilan
mamalia nonprimata yang diteliti, perlucutan progesteron (progesterone
breakthrough) baik yang terjadi secara alami, terinduksi secara bedah, atau
farmakologis ternyata dapat mendahului inisiasi partus. Pada banyak spesies ini,
penurunan kadar progesteron di dalam plasma ibu yang kadang-kadang terjadi
mendadak ini biasanya dimulai setelah mendekati 95 persen kehamilan. Di samping
itu, percobaan dengan pemberian progesterone pada spesies-spesie ini pada akhir
masa kehamilan dapat memperlambat awitan persalinan.
Namun pada kehamilan primata (termasuk manusia), perlucutan progesteron
ternyata tidak mendahului awitan partus. Kadar progestron di dalam plasma
perempuan hamil justeru meningkat sepanjang kehamilan, dan baru menurun setelah
kelahiran pasenta, jaringan yang merupakan lokasi sintesis progesteron pada
kehamilan manusia.

FASE-FASE PERSALINAN NORMAL


Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi yang
menybabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan
lahir. Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini. Oleh karena itu, penggunaan istilah

1
“in labour” (kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini. Kontraksi
miometrium pada persalinan terasa nyeri sehingga istilah nyeri persalinan digunakan
untuk mendeskripsikan proses ini.

TIGA KALA PERSALINAN


Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala persalinan yang berbeda. Kala satu
persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas,
dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang
cukup. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar
10cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala satu
persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua persalinan
dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin sudah lahir.
Kala dua persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala tiga
persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban janin. Kala tiga juga disebut sebagai stadium pemisahan dan
ekspulsi plasenta.

DIFERENSIASI AKTIVITAS UTERUS


Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda.
Segmen atas yang berkontaksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan
langsung. Bagian bawah relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini
berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah
uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang
tidak hamil; segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah
tua dan kemudian menjadi nipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen,
kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban
belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi
segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus merupakan bagian
uterus yang berkontraksi aktif, bagian bawah adalah bagian yang diregangkan,
normalnya jauh lebih pasif.
Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan
serviks berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka
daya dorong persalinan akan jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian
uterus menjadi segmen atas yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih

2
pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik.
Segmen atas berkontraksi mengalami retraksi dan mendorong janin keluar sebagai
respons terhadap daya dorong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah
uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian
membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin
dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang
aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih
pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontaksi. Bagian atas
uterus, atau segmen aktif berkontraksi ke bawah meski pada saat isinya
berkurang, sehingga tekanan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah
mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan
yang diperoleh dari ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel
erat pada isi uterus. Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontraksi berikutnya mulai di
tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga
uterus menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena
pemendekan serat otot yang terus menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus
yang aktif menjadi semakin menebal di sepanjang kala pertama dan kedua persalinan
dan menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran janin.
Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada berkurangnya volume isi
uterus terutama pada awal persalinan ketika seluruh uterus benar-benar merupakan
sebuah kantong tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini
memungkinkan semakin banyak isi intra uterin mengisi segmen bawah, dan
segmen atas hanya beretraksi sejauh mengembangnya segmen bawah dan
dilatasi serviks.
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tapi lebih
merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada
setiap kontraksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya
tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun tegangan
pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih menunjukkan tonus,
masih menahan regangan, dan masih berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan.
Ketika persalinan maju, pemanjangan berturut-turut segmen bawah uterus diikuti
dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa milimeter pada bagian yang paling
tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan bersamaan dengan

3
menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh suatu lingkaran pada
permukaan dalam uterus, yang disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika
pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini
sangat menonjol sehingga membentuk cincin retraksi patologik. Ini merupakan
kondisi abnormal yang juga disebut sebagai cincin Bandl. Adanya suatu gradien
aktivitas fisiologik yang semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui
dari pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.

PERUBAHAN BENTUK UTERUS

Gambar : uterus saat persalinan pervaginam. Segmen atas uterus yang aktif beretraksi
di sekeliling janin karena janin turun melalui jalan lahir. Di dalam segmen bawah
yang pasif, tonus miometrium jauh lebih kecil

4
Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai
pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek penting
pada persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal menimbulkan pelurusan
kolumna vertebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap
fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke
panggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan telah
mencapai antara 5 sampai 10 cm: tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal
sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus, serabut
longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan satu-
satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah
janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot
segmen bawah dan serviks.

GAYA-GAYA TAMBAHAN PADA PERSALINAN


Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses ekspulsi
janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang meninggi.
Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan melalui upaya
pernapasan paksa dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut mengejan.
Sifat gaya yang ditimbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada defekasi, tapi
intensitasnya biasanya lebih besar. Pentingnya tekanan intraabdominal pada ekspulsi
janin paling jelas terlihat pada persalinan penderita paraplegia. Perempuan seperti ini
tidak menderita nyeri, meskipun uterus mungkin berkontraksi kuat sekali. Dilatasi
serviks yang sebagian besar adalah hasil dari kontraksi uterus yang bekerja pada
serviks yang melunak berlangsung secara normal, tapi ekspulsi bayi dapat terlaksana
dengan lebih mudah kalau ibu diminta mengejan, dan dapat melakukan perintah
tersebut selama terjadi kontraksi uterus.
Meskipun tekanan intraabdominal yang tinggi diperlukan untuk menyelesaikan
persalinan spontan, tenaga ini akan sia-sia sampai serviks membuka lengkap. Secara
spesifik, tenaga ini merupakan bantuan tambahan yang diperlukan oleh
kontraksi-kontraksi uterus pada kala dua persalinan, tetapi mengejan hanya
membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan kelelahan belaka. Tekanan
intraabdominal mungkin juga penting pada kala tiga persalinan, terutama bila ibu
yang melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, ekspulsi spontan plasenta dapat
dibantu oleh tekanan intraabdominal ibu yang meningkat.

5
His sesungguhnya His palsu
Rasa sakit Rasa sakit
- Teratur - Tidak teratur
- Interval makin pendek - Interval panjang
- Semakin lama semakin kuat - Kekuatan tetap
- Dirasakan paling sakit di daerah - Dirasakan terutama di daerah perut
punggung - Tak ada perubahan walaupun
- Intensitas makin kuat kalau penderita penderita berjalan
berjalan
keluar show tidak keluar show

serviks membuka dan menipis serviks tertutup dan tak ada


pembukaan
Tabel : perbedaan His sesungguhnya dan His palsu

PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA SERVIKS


Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang
selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban
terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah,
bagian terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus.
Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar - pendataran
dan dilatasi - pada serviks yang sudah melunak. Untuk lewatnya rata-rata kepala janin
aterm melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10
cm; pada saat ini serviks dikatakan telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat
penurunan janin selama pendataran serviks, tapi paling sering bagian terbawah janin
mulai turun sedikit ketika sampai pada kala dua persalinan. Penurunan bagian
terbawah janin terjadi secara khas agak lambat pada nulipara. Namun pada multipara,
khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan biasanya berlangsung sangat cepat.
PENDATARAN SERVIKS
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari
sepanjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir
setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas

6
ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau
dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum untuk
sementara tetap tidak berubah. Pinggir os internum ditarik ke atas beberapa sentimeter
sampai menjadi bagian (baik secara anatomik maupun fungsional) dari segmen bawah
uterus. Pemendekan dapat dibandingkan sengan suatu proses pembentukan
terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang sempit menjadi
corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil.
Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus
untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak kadangkala telah
selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat
mukus ketika saluran serviks memendek.

DILATASI SERVIKS
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks
merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi
kontraksi struktur-struktur ini mengalami peregangan yang dalam prosesnya serviks

7
mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada
selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks.
Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian bawah janin terhadap serviks
dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak
mengurangi dilatasi serviks selama bagian terbawah janin berada pada posisi
meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran
dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di
depan kepala.

POLA-POLA PERUBAHAN PADA PERSALINAN


POLA DILATASI SERVIKS
Friedman, dalam risalahnya tentang persalinan menyatakan bahwa; ciri-ciri klinis
kontraksi uterus yaitu frekuensi, intensitas, dan durasi tidak dapat diandalkan sebagai

8
ukuran kemajuan persalinan dan sebagai indeks normalitas persalinan. Selain dilatasi
serviks dan turunnya janin, tidak ada ciri klinis pada ibu melahirkan yang tampaknya
bermanfaat untuk menilai kemajuan persalinan. Pola dilatasi serviks yang terjadi
selama berlangsungnya persalinan normal mempunyai bentuk kurva sigmoid. Dua
fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lagi menjadi fase
akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase deselerasi. Lamanya fase laten lebih
bervariasi dan rentan terhadap perubahan oleh faktor-faktor luar, dan oleh sedasi
(pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil hubungannya dengan perjalanan
proses persalinan berikutnya, sementara ciri-ciri fase akselerasi biasanya mempunyai
nilai prediktif yang lebih besar terhadap hasil akhir persalinan tersebut. Friedman
menganggap fase landai maksimum sebagai alat ukur yang bagus terhadap efisiensi
mesin ini secara keseluruhan, sedangkan sifat fase deselerasi lebih mencerminkan
hubungan-hubungan fetopelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan
dihasilkan oleh retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin. Setelah dilatasi
serviks lengkap, kala dua persalinan mulai; setelah itu hanya progresivitas turunnya
bagian terbawah janin merupakan satu-satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai
kemajuan persalinan,

POLA PENURUNAN JANIN

9
Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas panggul telah
tercapai sebelum persalianan mulai, dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi
sampai awal persalinan. Sementara itu, pada multipara masuknya kepala janin ke
pintu atas panggul mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan
terjadi pada kala satu persalinan. Dalam pola penurunan pada persalinan normal,
terbentuknya kurva hiperbolik yang khas ketika station pada kepala janin diplot pada
suatu fungsi durasi persalinan. Dalam pola penurunan aktif biasanya terjadi setelah
dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa lama. Pada nulipara, kecepatan turun
biasanya bertambah cepat selama fase lerang maksimum dilatasi serviks. Pada waktu
ini, kecepatan turun bertambah sampai maksimum, dan laju penurunan maksimal ini
dipertahankan sampai bagian terbawah janin mencapai dasar perineum.

KRITERIA PERSALINAN NORMAL


Friedman juga berusaha memilih kriteria yang akan memberi batasan-batasan
persalinan normal, sehingga kelainan-kelainan persalinan yang signifikan dapat segera
diidentifikasi. Kelompok perempuan yang diteliti adalah nulipara dan multipara yang
tidak mempunyai dispoporsi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda, dan tidak ada
diobati dengan sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin, atau intervensi operatif.
Semuanya mempunyai panggul normal, kehamilan aterm dengan presentasi verteks,
dan bayi berukuran rata-rata. Dari penilitian ini, friedman mengembangkan konsep
tiga bagian fungsional persalinan yaitu persiapan, dilatasi, dan pelvik- untuk
menemukan bahwa bagian persiapan dalam persalinan mungkin sensitif terhadap
sedasi dan analgesi konduksi. Meskipun terjadi dilatasi serviks kecil pada waktu ini,
terjadi perubahan besar pada matriks ekstraselular (kolagen dan komponen-komponen
jaringan ikat lainnya) pada serviks. Bagian dilatasi persalinan, sewaktu terjadi dilatasi
dengan laju yang paling cepat, pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh sedasi atau
analgesi konduksi. Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselarasi
serviks. Mekanisme-mekanisme klasik persalinan, yang melibatkan pergerakan-
pergerakan utama janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal
bagian pelik ini jarang dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi persalinan.
Selain itu, kecepatan dilatasi serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai
dilatasi lengkap; bahkan mungkin malah lebih cepat.

10
KETUBAN PECAH
Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu pada persalinan
aktif. Pecah ketuban secra khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya
jernih atau sedikit keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi.
Selaput ketuban yang masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika
kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir
dibungkus oleh selaput ketuban ini, dan bagian yang membungkus kepala bayi baru
lahir kadangkala disebut sebagai caul. Pecah ketuban sebelum persalinan mulai pada
tahapan kehamilan manapun disebut sebagai ketuban pecah.

PELEPASAN PLASENTA
Kala 3 persalinan dimulai setelah kelahiran janin dan melibatkan pelepasan dan
ekspulsi plasenta. Setelah kelahiran plasenta dan selaput janin, persalinan aktif selesai.
Karena bayi sudah lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras dengan isi yang
sudah kosong. Normalnya, pada saat bayi selesai dilahirkan rongga uterus hampir
terobliterasi dan organ ini berupa suatu massa otot yang hampir padat, dengan tebal
beberapa sentimeter di atas segmen bawah yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang
berada di bawah batas ketinggian umbilikus.

11
Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan pengurangan
bidang tempat implantasi plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri
terhadap permukaan yang mengecil ini, organ ini membesar ketebalannya, tetapi
elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya
menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah lapisan spongiosa, atau desidua
spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh karena itu, terjadi
pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat implantasi di bawahnya. Pada
seksio sesarea fenomena ini mungkin dapat diamati langsung bila plasenta
berimplantasi di posterior.
Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa yang
longgar. Ketika pemisahan berlangsung, terbentuk hematoma di antara plasenta yang
sedang terpisah dan desidua yang tersisisa. Pembentukan hematoma biasanya
merupakan akibat, bukan penyebab dari pemisahan tersebut. Namun hematoma dapat
mempercepat proses pemisahan.
Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa desidua, bagian dari desidua
tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetap menempel pada
miometrium. Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi.
Pemisahan plasenta biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah pelahiran. Karena
bagian perifer plasenta merupakan bagian yang paling melekat, pemisahan biasanya
mulai di mana pun. Kadangkala beberapa derajat pemisahan dimulai sebelum kala tiga
persalinan, yang mungkin menjelaskan terjadinya kasus-kasus deselarasi denyut
jantung janin tepat sebelum ekspulsi janin.

EKSTRUSI PLASENTA
Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan padanya
oleh dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen
bawah uterus atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat terdorong
keluar akibat meningginya tekanan abdomen. Metode artificial yang biasa digunakan
untuk menyelesaikan pelahiran plasneta adalah bergantian menekan dan menaikkan
fundus, sambil melakukan traksi ringan pada pusat.

12
MEKANISME PERSALINAN
Berlangsungnya Persalinan Normal
Partus dibagi menjadi 4 kala
1. Kala I, dinamakan kala pembukaan.
2. Kala II, disebut kala pengeluaran.
3. Kala III, atau kala uri.
4. Kala IV, dinamakan kala pengawasan.

Kala I
Partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir bersemu darah
(bloody show). Bloody show berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai
membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh
kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-
pergeseran akibat serviks membuka.
Kala I dibagi dalam 2 fase:
1. Fase laten, berlangsung selama 8 jam dengan pembukaan 3 cm.
2. Fase aktif: dibagi dalam 3 fase, yakni:
a. Fase akselerasi, pembukaan menjadi 4 cm dalam waktu 2 jam.
b. Fase dilatasi maksimal, pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm
menjadi 9 cm dalam waktu 2 jam.
c. Fase deselerasi, pembukaan dari 9 cm hingga lengkap dalam waktu 2 jam.

13
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida, fase
laten, fase aktif, dan fase deselerasi menjadi lebih pendek.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.
Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu, sehingga
serviks akan membuka dan menipis. Kemudian ostium uteri eksternum membuka.
Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit membuka. Ostium uteri
internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat
yang sama.
Ketuban akan pecah dengan sendiri jika pembukaan hampir atau telah lengkap.
Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir atau telah lengkap.
Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah
dini. Kala I telah selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada pda
primigravida kala I berlangsung kira-kira 14 jam, sedangkan pada multipara kira-kira
7 jam.

Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit sekali. Dalam
hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul dan pada his dirasakan tekanan
pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan,
tekanan pada rektum meningkat dan hendak buang air besar. Kemudian perineum
mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan
tak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva dalam waktu his. Pada saat
kepala mengadakan defleksi, tangan kiri menahan belakang kepala (agar defleksi
tidak terlalu cepat), tangan kanan menahan perineum. Dengan perlahan-lahan kepala
lahir dimulai dari UUB, dahi, hidung, mulut, dagu hingga seluruh kepala melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan
anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1 jam dan pada
multipara berlangsung rata-rata setengah jam.

14
Gambar (A). Kepala tapak dalam vulva. (B). Kepala dilahirkan lewat perineum. (C).
Kepala sudah lahir seluruhnya. (D). Putaran paksi luar

Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai
dengan perdarahan per vaginam. Bila lebih dari 30 menit plasenta belum lahir, disebut
retensio plasenta.

Kala IV
Kala IV berlangsung sampai 1 jam setelah plasenta lahir. Pada kala ini dilakukan
pengawasan terhadap perdarahan post partum. Sekalipun diberikan oksitosin,
perdarahan postpartum akibat atonia uterus paling mungkin terjadi saat ini. Demikian
pula daerah perineum harus diperiksa untuk mendeteksi perdarahan yang banyak.

B. Perdarahan Pasca Persalinan


1) Tatalaksana (algoritma manajemen, singkatan hemostasis)

15
16
•Ask for HELP
H

•ASSESS (tanda-tanda vital, jumlah kehilangan darah) dan resusitasi


A

•ESTABLISH etiology, ensure availability of blood, ecbolics


E

•MASSAGE uterus
M

•OXYTOCIN infusion/prostaglandin IV/per rectal/IM/intramyometrial


O

•SHIFT to theatre – exclude retained products and trauma/bimanual


S compression

• TAMPONADE balloon/uterine packing


T

• APPLY compression sutures – B-Lynch/modified


A

• SYSTEMATIC PELVIC DEVASCULARIZATION –


S uterine/ovarian/quadruple/ internal iliac
• INTERVENTIONAL RADIOLOGIST, if appropiate, uterine artery
I embolization

• SUBTOTAL/TOTAL abdominal hysterectomy (nonkonservatif)


S

Penatalaksanaan Umum
Penanganan pada perdarahan pascasalin ditujukan untuk mengembalikan
sirkulasi darah normal, maka perlu dilakukan tindakan secara cepat dan tepat.
Terapi yang terbaik adalah pencegahan. Maka dari itu perlu kita melakukan:
1) Penilaian keadaan pasien secara tepat
2) Pimpin persalinan yang mengacu pada persalinan yang bersih dan aman
3) Lakukan observasi secara ketat selama 2 jam pascasalin, dan dilanjutkan
selama 4 jam pasca persalinan.
4) Lakukan penilaian klinik dan siapkan keperluan untuk pertolongan
darurat dan untuk persiapan dalam menghadapi komplikasi
5) Atasi syok

17
6) Pastikan kontraksi uterus baik (keluarkan bekuan darah, masase uterus,
uterotonika 10 IU IM, lanjutkan 20 IU dalam 500cc RL/NS 40
tetes/menit)
7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan periksa kemungkinan robekan
jalan lahir
8) Bila perdarahan berlanjut, uji waktu pembekuan
9) Kateterisasi untuk memantau output cairan
10) Cari penyebab dan atasi masalahnya.
11) Setelah perdarahan teratasi (24jam setelah perdarahan berhenti), periksa
kadar Hb:
a) Jika Hb kurang dari 7g/dL atau Ht kurang dari 20% (Anemia berat).
Berikan transfusi darah dan sulfas ferrous atau ferous fumarat 120 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 3 bulan
b) Setelah 3 bulan, lanjutkan dengan sulfas ferrous atau ferrous fumarat
60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6
bulan.
c) Jika Hb 7-11g/dL, berikan sulfas ferrous atau ferous fumarat 60 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
d) Jika di daerah endemis cacing gelang (prevalensi 20% atau lebih),
berikan albendazole 400 mg per oral sekali atau mebendazole 500 mg
per oral sekali atau 100 mg dua kali sehari selama 3 hari, atau
levamisole 2,5 mg/kgBB per oral sehari sekali selama 3 hari, atau
pyrantel 10 mg/kgBB per oral sekali sehari selama 3 hari.
e) Pada daerah endemis tinggi (prevalensi 50% atau lebih) berikan terapi
dosis tersebut selama 12 minggu setelah dosis pertama.

Tabel Jenis uterotonika dan cara pemberian


JENIS DAN OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL(PGI)
CARA 15-Methyl
Prostaglandin
F2alpha(PGF2α)

Dosis dan cara IV: 40 unit dalam l IM atau IV Oral 600 mcg atau rectal
L larutan garam

18
pemberian awal fisiologis dengan 60 (lambat): 0,2 mg 400 mcg (Misoprostol)
tetes/menit
IM : 0,25mg (PGF2α)
IM : 10 unit

Dosis lanjutan IV: 20 unit dalam 1 Ulangi 0,2 mg IM Oral : 400 mcg 2-4 jam
L larutan garam setelah 15 menit. setelah dosis awal
fisiologis dengan 40 (misoprostol)
Bila masih
tetes/menit
diperlukan beri IM : 0,25 mg setiap 15
IM/IV setiap 4 jam menit (PGF2α)

Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 L Total 1 g atau 5 Total 1200 mg atau 3
per hari larutan dengan dosis dosis (misoprostol)
oksitosin
Delapan dosis: 2mg
(PGF2α)

Kontra indikasi Pemberian IV Preeklampsia, Nyeri kontraksi


secara cepat / bolus vitium cordis,
Asma
hipertensi

Tindakan-tindakan pendukung:
1) Dalam keadaan perdarahan yang berlebihan, segera dilakukan
pengeluaran plasenta dengan tangan daripada menunggu lahir spontan.
Sementara itu darah dipersiapkan untuk kemungkinan transfusi.
2) Inspeksi dengan teliti ke dalam saluran genital dengan pencahayaan yang
cukup.
3) Hentikan pemberian anestesi umum, oksigen diberikan dengan sungkup
muka
4) Sampai darah tersedia, plasma ekspander seperti RL harus dipakai,
minimum 1 liter PRC atau darah segar harus ditranfusikan.
5) Perhitungkan resiko-resiko dari tranfusi komponen komponen darah
dewasa.
6) Kalau tekanan darah menurun, tinggikan kaki

19
7) Pada atonia uteri, dianjurkan melakukan pijatan pada rahim dan kompresi
pada aorta
8) Jarang sekali diperlukan tranfusi trombosit kriopresipitat atau plasma
segar yang dibekukan. Pemeriksaan fungsi koagulasi (PTT, PT, hitung
trombosit) harus dilakukan setelah pemberian setiap 5-10 unit darah. Jika
ada hipofibrinogenemia, haruslah diberikan fibrinogen dalam
kriopresipitat atau plasma segar yang dibekukan secara IV. Jika ada
trombositopenia berat (20.000/mm3 atau kurang), harus diberikan 6-10 pak
trombosit untuk menaikkan hitung trombosit sebesar 15.000 -60.000 /
mm3
9) Pemeriksaan USG untuk mengetahui adanya sisa plasenta yang tertahan di
dalam rahim pada perdarahan post partum akut atau yang tertunda sangat
berguna sekali.
2) Edukasi dan pencegahan
Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil
saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana
yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Tetapi pada saat proses persalinan
maka semua kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan,
salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut
dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut.
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi
setiap penyakit kronis, anemia dan lain lain sehingga saat hamil dan
persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal
2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil
kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan
kehamilan risiko tinggi lainnya yang risikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan penceggahan partus lama
4. Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
5. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun
6. Menguasai langkah langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan
mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.

20
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah
dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan
untuk bersalin di rumah sakit (Mochtar, 1998).
Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III. Manajemen
aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah bayi
lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen
dalam manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan
postpartum (Edhi, 2013). Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika
selama kala III persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin
(IM/IV 10 IU) direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi
lainnya dan misoprostol direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan
perdarahan postpartum ketika oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat
terkendali harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam menangani
persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu kurang dari satu menit setelah bayi
lahir tidak disarankan (WHO, 2012).

3) Komplikasi
1. Kematian
2. Infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang
3. Sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior
sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah
asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan
kakeksia

4) Prognosis
Prognosis dari perdarahan postpartum tergantung dari:
- Penyebab terjadinya perdarahan
- Lama terjadinya perdarahan
- Jumlah darah yang hilang
- Efektivitas dari tindakan pengobatan
- Kecepatan pengobatan

5) SKDI
21
Perdarahan Postpartum
SKDI 3B: Kegawatdaruratan
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

ANALISIS MASALAH
1. Mrs. A is a 40-year-old G7P6A0 woman was brought to a midwife by a traditional birth
attentdant due to failure to deliver the baby after pushing for 2 hours.
b. Bagaimana fisiologi persalinan normal?
LI.

2. She was put on oxytocin drip and delivered a 4100-gram infant by spontaneous delivery 3
hours ago with the assistance of the midwife. The placenta was delivered spontaneously and
intact. She received episiotomy and had it repaired.
b. Apa indikasi dilakukannya episiotomi?
Indikasi dilakukan episiotomi yaitu:
1) Perineum yang merupakan tahanan, misalnya perineum yang tebal dan
kaku, terdapat bekas luka (jaringan parut), primigravida.
2) Perineum yang pendek, dengan maksud menghindari perluasan ke rektum.
3) Indikasi janin seperti prematuritas, bayi yang besar, posisi abnormal
(oksipitoposterior, presentasi muka, bayi yang besar, presentasi bokong)
dan gawat janin. (Siswosudarmo & Emilia, 2008)

Indikasi dilakukan episiotomi yaitu sebagai berikut.


Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan dengan cunam, ekstraksi
dan vakum); untuk mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan tidak
mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan, dan untuk mencegah kerusakan
jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak / presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-
ubun kecil di belakang) dengan menyediakan tempat yang luas untuk persalinan yang
aman. (Sarwono, 2006)

22
DAFTAR PUSTAKA

Keman K. Fisiologi dan mekanisme persalinan normal dalam buku Ilmu Kebidanan. Bina
Pustaka Sarwono Prawiwohardjo,Jakarta. Cetakan ketiga edisi keempat, hal 296-314, 2010

Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Siswosudarmo, R., 2008. Obstetri Fisiologi Yogyakarta: Pustaka Cendekia

Garry Cunningham F, Leveno, K J et all. Persalinan dan pelahiran normal;. Williams


Obstetrics 21st Edition. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 272-318, 2006

POGI Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran


Perdarahan Pasca-salin. Jakarta: POGI; 2016.

23

Anda mungkin juga menyukai