Anda di halaman 1dari 4

Transkrip Rekaman Pak Djati

Interviewer : “Perkenalkan Pak kami dari Fakultas Geografi UGM ingin mewawancari Pak Djati,
mungkin pak Djati bisa perkenalan terlebih dahulu.”

Narasumber : “Perkenalkan nama saya Djati Mardiatno saya dosen di Departemen Geografi
Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Selanjutnya saya juga adalah peneliti
di pusat studi bencana UGM.”

Interviewer : “Pertanyaan pertama, apa saja faktor yang mempengaruhi longsor?”

Narasumber : “Longsor terjadi karena ada berbagai faktor, yaitu yang pertama adalah faktor
internal disebabkan oleh material yang menyusun suatu kawasan. Jadi material yang menyusun
suatu kawasan itu terdiri dari material yang lepas-lepas kemudian material itu mudah bergerak
yang akan sangat mudah untuk mengalami longsor. Kemudian juga faktor air tanah dimana
semakin dangkal air tanah, maka kawasan tersebut mudah terjadi longsor. Kemudian faktor kedua
adalah faktor eksternal dikarenakan adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai. Misalnya yaitu
penggunaan lahan untuk permukiman, kolam ataupun empang yang memunginkan menjadi rawan
longsor. Kemudian, adanya lereng-lereng yang terpotong yang semula landai menjadi curam akan
menjadi lebih mudah longsor. Kemudian faktor yang ketiga adalah faktor pemicu bisa berupa
hujan atau berupa getaran seperti adanya gempa bumi. Jadi, ketiga faktor itulah yang nanti akan
mengakibatkan terjadinya longsor di suatu daerah.”

Interviewer : “Kemudian untuk bencana tanah longsor sendiri, apakah dapat diprediksi?”

Narasumber : “Jadi, longsor itu sebenarnya mudah diprediksi. Dikatakan mudah karena di tempat
kita Indonesia pemicu tanahnya, yaitu adalah hujan. Longsor sendiri merupakan mekanisme
gravitasional. Longsor itu pasti akan terjadi di kawasan-kawasan yang memiliki lereng yang relatif
curam. Tetapi pemicu utamanya adalah hujan dan dari hujan tersebut, maka kita bisa
memperkirakan apakah longsor tersebut akan terjadi atau tidak. Jadi kalau terjadi hujan deras
walaupun derasnya singkat, itu akan memicu terjadinya longsor. Hujannya tidak deras, tetapi lama
sekali juga dapat memicu terjadinya longsor. Permasalahannya sekarang adalah berapa ambang
batas hujan yang dapat kita gunakan untuk memberikan peringatan akan terjadinya longsor.
Karena untuk setiap daerah dapat berbeda-beda. Ada yang menyatakan 20 mm, 40 mm, dan 60
mm. Perkiraan yang beda-beda tersebut, tidak dapat menyamakan ambang batas untuk setiap
daerah.”

Interviewer : “Bagaimana konservasi lahan agar mengurangi terjadinya longsor?”

Narasumber : “Cara untuk konservasi lahan agar tidak mudah terjadi longsor pertama, yaitu
mengusahakan upaya vegetative dimana longsor mudah terjadi pada tempat atau lereng curam
yang biasanya tutupan lahannya tidak terlalu rapat. Kemudian perlu diperhatikan untuk selama ini
konservasi longsor dan erosi itu disamakan padahal tidak boleh. Karena ketika kita melakukan
pemblotan teras dapat mengurangi terjadinya erosi. Tetapi, hal tersebut malah dapat mempercepat
terjadinya longsor karena prinsip utama longsor itu adalah kita mengurangi beban lereng.
Sementara jika dibuat teras, air yang masuk ke dalam tanah akan lebih banyak sehingga lereng
akan terbebani. Sehingga kalaupun kita membuat teras, kalau kita ingin juga mencegah longsor
maka harus diimbangi dengan sistem drainase yang baik agar airnya masuk kedalam tidak
berlebih. Sehingga, erosi bisa dikurangi longsor pun juga tidak mudah terjadi. Selanjutnya yang
kedua dengan cara menanam tanaman yang tepat. Karena jika menanam tanaman yang tidak tepat
untuk konservasi juga tidak akan mengurangi terjadinya longsor. Tanaman yang terlalu berat, akan
membebani lereng sehingga kadang kita bisa menemukan tempat-tempat yang tutupan lahannya
berupa vegetasi yang sangat rapat, tetapi malah justru terjadi longsor. Adanya pembebanan lereng
yang sangat besar sehingga tanah akan bergerak. Hal tersebut perlu diperhatikan dalam pemilihan
vegetasi yang tepat juga harus diperhatikan untuk konservasi lahan dalam mengurangi longsor.
Tanaman apa yang tepat? Sebenarnya banyak yang bisa dicari tetapi pada dasarnya jika kita
melakukan konservasi lahan dengan menggunakan vegetasi alami setempat. Vegetasi alami
setempat itu seperti apa? Itu bisa diidentifikasi karena kadang-kadang, reboisasi penghijauan
menggunakan tanaman dari tempat lain yang kadang tidak sesuai. Mungkin dapat menebangi lahan
atau menyebabkan air tanah yang ada menjadi banyak mengalami evapostranspiransi sehingga air
tanahnya menjadi berkurang banyak.”

Interviewer : “Kemudia di daerah tersebut sudah dipasangi EWS. Sebenarnya apa fungsi EWS
tersebut?”

Narasumber : “Early Warning System (EWS) adalah suatu sistem peringatan dini. Pemahaman
terhadap EWS tidak boleh hanya pada instrument saja, tetapi kita harus mulai dari komitmen awal
kemudian sampai pada komtmen untuk keberlanjutan. Instrument peringatan dini longsor itu
adalah satu bagian saja dari sistem peringatan dini yang ada. Sehingga dalam memasang
instrument peringatan dini longsor, apakah itu ekstensometer ataupun sipendil semua hanya alat
saja. Tetapi bagaimana alat ini betul-betul nanti bisa berfungsi kemudian juga berkelanjutan, perlu
diawali dengan pertama adalah pengenalan sosialisasi terlebih dahulu. Kemudian, masyarakat
setempat harus kita ajak untuk terlibat. Sehingga alat ini, tidak hanya sekedar instrument tetapi
diharapkan akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Sehingga
setelah masyarakat siap, kemudian kita pasang. Masyarakat setempat sudah kita latih dan kita
berikan pemahaman apabila alat tersebut rusak dan bagaimana untuk memperbaiknya. Perlu
diketahui juga, bahwa namanya alat peringatan dini, instrumender dapat bisa bervarasi. Ada yang
yang mulai dari teknologi jepang sederhana, beragam, dan murah yang dapat kita gunakan, tetapi
juga ada yang sifatnya padat teknologi yang biasanya banyak dipasang di perusahan-perusahaan.
Sehingga kita harus melihat baik sampai pada tingkat apa instrument peringatan dini itu akan kita
terapkan. Jangan sampai kita menerapkan peringatan dini yang sangat complicated dan mahal
untuk lingkungan dimana masyarakat tidak mampu untuk terlibat didalam pemeliharaan dan
menjaga alat tersebut.”

Interviewer : “Maaf sebelumnya terdapat pertanyaan tambahan dari kami. Bagaimana proses
terjadinya suatu longsor?”

Narasumber : “Longsor pada prinsipnya adalah gerakan material apakah itu tanah, batuan maupun
kombinasi keduanya, yang bergerak menuruni lereng dengan kecepatan bervariasi bisa cepat
ataupun lambat tergantung dari proses yang bekerja. Sehingga klasifikasi longsor dapat dilihat dari
tipologi materialnya, yaitu berupa material halus, material campuran tanah batu, dan bisa berupa
batu. Kemudian dari gerakannya ada yang bergerak sangat cepat, tetapi ada juga aliran yang sangat
lambat seperti rayapan. Kemudian dapat dilihat dari kekentalan material dari yang sangat cair dan
ada yang sangat padat. Proses pada prinsipnya diambil dari longsor yang umum sering kita temui
adalah bagaimana pergerakan material itu. Pertama ketika terjadi hujan. Jadi setelah terjadi hujan,
air hujan akan berinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Pada saat masuk ke dalam tanah, di dalam
lapisan tanah ada material lapuk yang ditemukan lapisan kedap air yang akan menjadi bidang
gelincir. Jadi bidang gelincir itulah nanti akan menjadi ibaratnya seperti papan luncur material
yang ada diatasnya. Maka longsor terjadi jika ada pembebanan pada material yang menyusun
lereng tersebut. Karena ada beban yang bervariasi bisa dari air tanahnya, bisa dari adanya.beban
penutup lahan diatasnya ataupun karena dia telah mencapai titik kritis dimana material itu akan
bergerak. Jadi kalau sudah dilampaui titik kritisnya, maka material tersebut akan bergerak. Di
dalam fisika terdapat gaya yang menahan dan gaya yang mendorong. Jika kita menempatkan benda
pada tempat yang miring maka ada gaya yang mendorong ke bawah tetapi juga ada gaya yang
menahan material ini. Kalau gaya yang mendorong lebih besar daripada gaya yang menahan maka
benda ini akan bergerak. Dan sebaliknya jika gaya yang menahan lebih besar daripada gaya yang
mendorong maka benda tersebut akan bertahan.

Interviewer : “Cukup sekian lima pertanyaan dari kami, terimakasih atas kesediaan bapak dalam
meluangkan waktunya.”

Narasumber : “Terimakasih kembali dan semoga bermanfaat untuk memberikan pemahaman


kepada permirsa dan marsyarakat sekitar.”

Anda mungkin juga menyukai