Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR PEDIS RUANG DAHLIA RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE


SAMARINDA

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Koordinator : Ns. Chrisyen Damanik, S.Kep.,M.Kep

Di Susun Oleh :
Dina Fitriani
P1908082

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PEDIS

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukannya sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner and Suddart, 2010).
Macam-macam fraktur :
1. Fraktur komplit yaitu garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari
tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
2. Fraktur incomplete yaitu fraktur yang melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
Salah satu sisa patah yang lain biasanya bengkak.
3. Fraktur tertutup yaitu fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Fraktur terbuka (compound) yaitu fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi.
5. Fraktur tranversal yaitu fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang.
6. Fraktur pathologic yaitu fraktur terjadi karena adanya penyakit tulang (seperti kanker,
osteoporosis) dengan taka da trauma atau hanya minimal.
B. Etiologi
Penyebab paling umum fraktur tibia biasanya disebabkan oleh :
1. Pukulan atau benturan langsung
2. Jatuh dengan kaki dengan posisi fleksi
3. Gerakan memutar mendadak
4. Kelemahan atau kelumpuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit primer
seperti osteoporosis.
C. Manifestasi klinis
1. Nyeriterus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasikan
2. Krepitus yaitu saat ekstremitas dipriksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
3. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur
4. Tak mampumenggerakkan kaki karena adanya perubahan bentuk atau posisi
berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
D. Komplikasi
1. Syok hipovolemikn karena perdarahan (kehilanagan daerah eksternal maupun yang
tidak kelihatan)
2. Emboli lemak pada saat fraktur lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler
3. Boneunion penyembuhan terlambat bila terdapat kerusakan jaringan yang luas yang
dapat terjadi karena infeksi pembedahan
4. Kompartemen karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat.
E. Patofisiologi
1. Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat
pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau gerakkan memuntir
yang keras. Fraktur tibia dan fraktur fibula sering terjadi dalam kaitan satu sama lain.
Pasien dating dengan nyeri deformitas, hematoma yang jelas, dan edema berat.
Seringkali fraktur ini melibatkan kerusakan jaringan lunak berat karena jaringan
subkutis di daerah ini sangat tipis.
2. Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika fungsi saraf
terganggu, pasien takakan mampu melakukan gerakan dorsofleksi ibu dari kaki dan
mengalami gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua. Kerusakan arteri
tibialis dikaji dengan mengkaji respon pengisian kapiler. Gejalanya meliputi nyeri
yang tak berkurang dan dengan obat dan bertambah bila melakukan fleksi plantar,
tegang dan nyeri tekan otot disebelah lateral krista tibia, dan parestesia. Fraktur dekat
sendi dapat mengakibatkan komplikasi berupa hemartrosis dan kerusakan ligament.
3. Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan imobilisasi
awal dengan gips sepanjang tungkai. Reduksi harus relative akurat dalam hal angulasi
dan rotasinya. Ada saat dimana sangat sulit mempertahankan reduksi, sehingga perlu
dan dipertahankan dalam posisinya dengan gips. Aktivitas akan mengurangi edema
dan meningkatkan peredaran darah . penyebuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai
10 minggu.
4. Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet, fiksasi interna
dengan batang, plat, atau naik atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan lutut harus
didorong dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan dimulai sesuai resep,
biasanya sekitar 4 sampai 6 minggu.
5. Seperti pada fraktur ekstremitas bawah, tungkai harus di tinggikan untuk mengontrol
edema. Diperlukan evaluasi neurovaskuler berkesinambungan.
F. Pathway

Trauma Langsung Trauma tidak Langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen Nyeri akut


tulang

Perub jaringan Kerusakan fragmen


sekitar tulang

Pergeseran pragmen Spasme otot Tek sumsum tulg


tulang lebih tinggi dari
kapiler

Deformitas Pergerakan tekanan


Melepaskan
kapiler
ketokolamin

Gmg fungsi Pelepasan histamin Metabolism asam


ekstremitas lemak

Hambatan mobilitas Protein plasma Bergabung dengan


fisik hilang trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pem
Menyumbat
darah
pembuluh darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas Ketidakefektifan


kulit risiko berat perfusi jaringan perifer

perdarahan Kehilangan volume Resiko syok


cairan (hipovolemik)
G. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi :
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Rduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan alat yang lainnya.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin,kawat, sekrup, plat, paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode ekterna dan interna mempertahankan dan
mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakkan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Rongten : menentukan lokasi atau luasnya frakur
2. Darah lengkap :menunjukkan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan Ht, Hb.
Peningkatan sel darah putih sebagai respons normal terhadap repon stress stelah
trauma.
3. Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan perdarahan
4. Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal
5. EKG
Mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan sebagai persiapan operasi.

I. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1. Pengumpulan Data
a.       Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c)  Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a)      Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
b)      Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c)      Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d)     Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
e)      Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
f)       Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
g)      Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
h)    Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
i)     Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j)       Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

b.      Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
1)      Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a)      Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
(1)   Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
(2)   Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3)   Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b)      Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1)    Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
(2)    Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3)    Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
(4)    Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5)   Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
(7)   Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8)   Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
(9)      Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10)    Paru
(a)    Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(b)   Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c)    Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
(d)   Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11)  Jantung
(a)    Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b)   Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c)    Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(12)     Abdomen
(a)    Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b)   Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c)    Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d)   Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(13)     Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
2)      Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
a)      Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1)   Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(2)   Cape au lait spot (birth mark).
(3)   Fistulae.
(4)   Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5)   Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
(6)   Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7)   Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

b)      Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1)   Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time à Normal > 3 detik
(2)   Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(3)   Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
c)      Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

J. Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan ke perifer b.d penurunan suplai darah ke jaringan
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular.

K. Rencana keperawatan

No Diagnosa Keperwatan SLKI SIKI


1. Nyeri akut Control nyeri Manajemen nyeri
Kode : D.0077 Kode : L.08063 Kode : I.08238
Kategori : Psikologi Definisi : tindakan untuk Definisi :
Subkategori : nyeri dan meredakan pengalaman mengidentifikasi dan
kenyamanan sensorik atas emosional mengelola pengalaman
Definisi : pengalaman yang tidak sensorik atau emosional
sensorik atau emosional menyenangkan akibat yang berkaitan dengan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan kerusakan jaringan atau
kerusakan jaringan atau fungsional dengan
fungsional, dengan onset Kriteria hasil : onset mendadak atau
mendadk atau lambat dan 1. Melaporkan nyeri lambat dan
berintensitas ringan hingga terkontrol (3) berintensitas ringan
berat yang berlangsung 2. Kemampuan hingga berat konstan.
kurang dari 3 bulan. mengenali onset
nyeri (3) Aktivitas-aktivitas :
3. Kemampuan 1. Identivikasi lokasi,
mengenali penyebab karakteristik,
nyeri (3) durasi,frekuensi,
4. Keluhan nyeri (3) kualitas,intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
2. Risiko perfusi perifer tidak Perfusi perifer Perawatan sirkulasi
efektif Kode : L.02011 Kode : I.02079
Kode : D.0015 Definisi : keadekuatan Definisi :
Kategori : Fisiologis aliran darah pembuluh mengidentifikasi dan
Subkategori : Sirkulasi darah distal untuk merawat area local
Definisi : berisiko mempertahankan dengan keterbatasan
mengalami penurunan jaringan. sirkulasi perifer.
sirkulasi darah pada level
kapiler yang dapat Kriteria hasil : Tindakan:
mengganggu metabolism 1. Denyut nadi perifer 1. Periksa sirkulasi
tubuh. (3) perifer (mis. Nadi
2. Penyembuhan luka perifer, edema,
(3) pengisian kapiler,
3. Sensasi (3) warna, suhu)
4. Warna kulit pucat 2. Identifikasi faktor
(4) resiko gangguan
5. Kelemahan otot (3) sirkulasi (mis.
6. Pengisian kapiler (3) Diabetes, perokok,
hipertensi dan
kadar kolesterol
tinggi)
3. Monitor panas,
kemerahan, nyeri
atau bengkak pada
ekstremitas
4. Lakukan
perawatan kaki dan
kuku

3. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik Dukungan ambulasi


Kode : D.0054 Kode : L.05042 Kode : I.06171
Kategori : Fisiologis Definisi : kemampuan Definisi : memfasilitasi
Subkategori : dalam gerakan fisik dari pasien untuk
aktivitas/istirahat satu atau lebih meningkatkan aktivitas
Definisi : kterebatasan ekstremitas secara berpindah
dalam gerakan fisik dari mandiri
satu atau lebih ekstremitas Kriteria hasil : Aktivitas-aktivitas :
secara mandiri. 1. Pergerakan 1. Fasilitasi aktivitas
ekstremitas (3) ambulasi dengan alat
2. Kekuatan otot (3) bantu (mis. Tongkat,
3. Rentang gerak kruk)
(ROM) (3) 2. Fasilitasi melakukan
4. Nyeri (3) mobilisasi fisik, jika
5. Kaku sendi (3) perlu
6. Kelemahan fisik (3) 3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
4. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus di lakukan
(mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi
roda, bejalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).

DAFTAR PUSTAKA

Barbara (2010), perawatan medical bedah (suatu pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth (2011), Buku ajar keperawatan medical bedah, alih bahasa : Whiyo
Agung,Yasmin Asih, Juli, I made karyasa, Jakarta : EGC

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat

Yudha, Dkk (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC, Jilid 2. Jogjakarta. Mediacine.

Anda mungkin juga menyukai