LAPORAN KASUS JANTUNG Slesai
LAPORAN KASUS JANTUNG Slesai
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah secara
adekuat untuk memelihara sirkulasi darah.3 Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah
penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor
risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati,
aritmia, gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.4 Dengan data perkembangan seperti
ini, penyakit jantung kongestif akan menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi
masyarakat global dan bukan tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun kedepan
angka statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi medis khususnya tidak segera
memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi awal mula penyakit ini. Berdasarkan
alasan tersebut, kasus ini diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai
praktisi medis agar dapat mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar
mengaplikasikan teori pengobatan yang rasional.
1
{arrythmogenic Right Ventricular Cardiomyopathy/Dysplasia (ARVC/D)} dan
kardiomiopati restriktif primer untuk pertama kalinya Akhir-akhir ini, insidens
kardiomiopati semakin meningkat frekuensinya.
Kejadian DCM yang dilaporkan bervasiasi setiap tahunnya mulai dari lima
hingga delapan kasus per 100.000 populasi. Kejadian sesungguhnya mungkin tidak
diketahui karena tidak dilaporkan atau tidak terdeteksinya kasus DCM yang
asimptomatis, yang dapat mengenai 50%-60% pasien. Pada kebanyakan penelitian
acak di banyak pusat mengenai gagal jantung, sekitar satu per tiga dari pasien yang
dirawat merupakan noniskemik DCM.4,5 Prevalensi kejadian DCM di Amerika
Serikat rata-rata 36 kasus per 100.000 populasi dan tercatat 10.000 kematian akibat
DCM setiap tahunnya.6 Kira-kira 50% dari kasus kardiomiopati dilatasi adalah
penyakit idiopatik. Pada 20-30% pasien selebihnya berhubungan dengan fenomena
genetik, inflamasi dan imunologi seperti miokarditis; sedangkan sisanya akibat
penyakit jantung iskemik, hipertensi, infeksi HIV, toksik, dan beberapa penyebab
lain.
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan Utama : Sesak sejak pagi hari
Keluhan Tambahan : Kedua kaki bengkak sejak 1 minggu SMRS, dan dada
berdebar
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke igd RS Polri Tanggal 11 Januari 2020 pukul 02:09
dengan keluhan sesak sejak pagi hari. Sesak mulai di rasakan saat pasien
sehabis jalan pagi tiba-tiba terasa sesak tanpa nyeri dada. Sebelumnya pasien
memiliki riwayat penyakit jantng sejak tahun 2017 dan selalu mengonsumsi
obat rutin, tetapi 2 minggu SMRS pasien tidak minum obat.
Pasien juga mengeluh kaki nya bengkak sejak 1 minggu SMRS dan
lebih nyaman tidur dengan sanggahan 3 bantal.
Keluhan lain seperti mual,muntah,demam disangkal. Keluhan lain
yang dirasakan pasien adalah batuk kering dan pusing.
3
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat sakit jantung sejak tahun 2017. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, tidak memiliki riwayat diabetes melitus. Pasien
tidak memiliki riwayat Asma, Trauma, dan Ginjal.
Suhu : 37 oC
Berat Badan : 82 kg
4
STATUS GENERALIS
a. Kepala
- Bentuk : Bulat, simetris, normocephal
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, tidak deviasi, tidak ada napas
cuping hidung
b. Thorax
Bentuk normal, tidak ada retraksi, simetris saat statis dan dinamis.
c. Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung kanan: ICS IV linea sternalis
dextra. Batas pinggang jantung: ICS III linea
midclavicularis sinistra Batas jantung kiri: ICS
IV linea axilaris anterior sinistra
- Auskultasi : BJ I – BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
d. Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dan bentuk dada simetris
kanan dan kiri
- Palpasi : fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri
simetris, nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-)
4
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : vesikular (+/+), rhonki (-/+), wheezing(-/-)
e. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris, sikatrik (-)
- Auskultasi : Bising usus normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-), ascites (-), massa (-
)
- Perkusi : Shifting dullness (-)
f. Ekstremitas
- Superior : Edema (-/-), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-),
capillary refill time < 2 detik
- Inferior : Edema (+/+), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-
), capillary refill time < 2 detik.
5
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium IGD RS POLRI
a. Hematologi pada Jumat, 10 Januari 2020 pukul 22:01:21 WIB
Hematokrit 42 40-48%
PH 7,43 7,35-7,45
HCO3 21 21-25
6
c. Kimia klinik dan elektrolit Minggu, 12 Januari 2020 pukul
19:03:26 WIB
7
2. A. Pemeriksaan EKG
Pada tanggal 13 Januari 2020
Interpretasi : sinus reguler, rate 73x/menit, axis normal, Lateral T inverted, poor R
wave pregression.
Interpretasi : irama sinus, rate 77x/menit, aksis nya normal, ST depresi inferior
8
Pada tanggal 16 januari 2020
B. Radiologi
Rontgen Thorax AP (tanggal 10 Januari 2020)
9
CTR (Cardio Thoracic Ratio)
Diameter terjauh jantung dibandingkan
lebar torak
𝐀+𝐁
𝐗 𝟏𝟎𝟎%
𝒁
𝟏𝟑+𝟏𝟒
𝟑𝟑
𝐊𝐚𝐫𝐝𝐢𝐨𝐦𝐞𝐠𝐚𝐥𝐢 ∶ 𝐂𝐓𝐑 81%
10
15 Januari 2020
a. IV lasix 1 amp/24 jam
b. HCT 1x2mg
c. Spironolakton 1x25mg
d. Digoxin 1x1
e. Codein 3x10mg
f. Paracetamol 3x500mg
16 Januari 2020
a. Furosemid tab 1x40mg
b. HCT 1x25mg
c. Spironolakton 1x25mg
d. Aspilet 1x8mg
e. Digoxin 1x1
f. Ambroxol 3x1mg
g. Inj ceftriaxon 1x2gr
2.6 RESUME
Pasien datang ke igd RS Polri Tanggal 11 Januari 2020 pukul 02:09
dengan keluhan sesak sejak pagi hari. Sesak dirasa setelah berjalan tanpa nyeri
dada. Pasien lebih nyaman tidur menggunakan sanggahan minimal 3 bantal..
Pasien mengeluh kedua kaki bengkak sudah 1 minggu. Lalu pasien juga memiliki
keluhan batuk kering dan pusing. Sebelumnya pasien memiliki riwayat penyakit
jantung sejak 2017 dan rutin minum obat tetapi 2 minggu SMRS pasien tidak
mengkonsumsi obat.
Pada pemeriksaan hematologi tanggal 10 Januari 2020, didapakan hasil
Hemoglobin 12,8 g/dl (13-16 g/dl). Pemeriksaan Analisa Gas Darah tanggal 12
Januari 2020, didapatkan pCO2 28 mmHg (35-45 mmHg), pO2 155 mmHg (85-
95 mmHg), O2 Saturasi 99 mmHg (85-95 mmHg), total CO2 19 mmol/L (21-27
mmol/L). Pada pemeriksaan kimia klinik tanggal 12 Januari 2020, didapatkan
11
ureum 57 mg/dL (10-50 mg/dL), GFR 63 ml/min/1.73m2 (≥90 ml/min/1.73m2),
CK-MB 84 U/L (<24 U/L).
Pada pemeriksaan EKG didapatkan poor R wave progression, Old
Anterior MCI. RO Thorax : Kardiomegali, elongasio aorta, LVH, RVH,
LAH.
2.8 MONITORING
a. Vital Sign
b. EKG
c. Gejala Klinis
2.9 PROGNOSIS
Quo Ad vitam : Dubia ad malam
Quo Ad sanacionam : Dubia ad malam
Quo Ad functionam : Dubia ad malam
12
FOLLOW UP
13
SpO2: 94%
Thorax: simetris, tidak ada retraksi
Cor: Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmonal: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+. wheezing -/-
EKG : -
RO Thorax : Kardiomegali
A: CHF
Dilated Cardio Myopathy
P: a. Drip Lasix 2amp/24jam
b. HCT 1x25mg
c. codein 3x10 mg
d. Spironolakton 1x25mg
e. ambroxol 3x1
f. aspilet 1x8mg
g. digoxin 1x1
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 CHF
3.1.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke suluruh jaringan tubuh secara
adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan
gagal jantung harus memenuhi kriteria sebagai berikut.5
Sesak napas saat istirahat atau
DAN
DAN
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat / rapid onset atau adanya
perubahan mendadak gejala atau tanda khas gagal jantung. Ini merupakan kondisi
mengancam jiwa yang memerlukan perhatian medis segera dan biasanya perlu dibawa ke
rumah sakit. Gejala akut dapat bervariasi, perburukan dapat terjadi dalam hitungan hari
ataupun minggu (misalnya sesak napas yang berat atau edema) tetapi beberapa
16
berkembang dalam hitungan jam sampai menit (misalnya yang berhubungan dengan
infark miokard akut).5
Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan primer otot jantung, atau
beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Beban jantung yang berlebihan
pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi
katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan pada afterload atau
beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis aorta,
stenosis pulmonal, atau koarktasio aorta.
3.1.2 Klasifikasi
Heterogenitas penyebab yang melekat dari gagal jantung akut membuat skema
klasifikasi sulit dibuat, dan tidak ada satupun klasifikasi yang dapat diterima secara
universal. Salah satu pembeda yang mempunyai pengaruh berdasarkan adaa atau tidak
adanya riwayat dari gagal jantung.6
Gagal jantung onset baru atau de novo (hanya sekitar 20% yang di hospitalisasi)
tidak memiki riwayat gagal jantung sebelumnya, atau hanya terdapat riwayat resiko
terhadap gagal jantung (Stadium A pada guidelines AHA) atau kelainan struktural
jantung yang asimtomatik (Stadium B pada guidelines AHA). Mayoritas pasien gagal
jantung telah mempunyai riwayat gagal jantung kronik sebelumnya. Terdapat
simplifikasi yang membagi tiga grup dari pasien gagal jantung akut:
1. Decompensated Heart Failure
Kelompok ini terdiri dari pasien dengan perburukan tanda dan gejala dari kongesti
yang didasari oleh gagal jantung kronik. Waktu perburukannya dapat akut, subakut,
dan indolent, dengan perburukan yang berangsur dari beberapa hari hingga beberapa
minggu. Mereka dapat HFrEF atua HFpEF, dengan cardiac output dan tekanan darah
dalam batas normal. Kelompok ini menyumbang hospitalisasi untuk gagal jantung
akut paling banyak.
2. Acute Hypertensive Heart Failure
Hipertensi sering menjadi penyebab pada gagal jantung akut, dengan 50% pasien
terdapat gejala TDS > 140 mmHg dan 25% nya diatas 160 mmHg. Hipertensi dengan
penigkatan afterload pada kelompok ini menjadi pemicu dari dekompensasi.
17
3. Cardiogenic Shock
Kelompok ini memberikan tanda dan gejala hipoperfusi organ meskipun dengan
preload yang adekuat. Sering terjadi penurunan TDS.6
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York Heart
Association (NYHA) classification for heart failure membaginya, sebagai berikut :
11,12
1. Kelas I: Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik,
dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak nafas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari
kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak nafas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak nafas tetap ada walaupun saat
beristirahat.
Berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart Association,
yaitu antara lain: 11,12
1. Stage A
Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak
menunjukkan struktur abnormal dari jantung .
2. Stage B
Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala.
3. Stage C
Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung.
4. Stage D
Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan
standar.
Jenis gagal jantung yang paling umum adalah gagal jantung sisi kiri. Sisi kiri
jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa volume darah ke seluruh tubuh.
Hal ini dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru dan membuat sulit
bernafas saat berlangsung. Cairan ini memberi nama gagal jantung kongestif.15
18
Ada dua jenis gagal jantung sisi kiri15:
Gagal jantung sistolik: Ventrikel kiri tidak dapat berkontraksi secara normal,
membatasi kemampuan memompa jantung.
Gagal jantung diastolik: Otot di ventrikel kiri menegang. Jika otot tidak bisa rileks,
tekanan di ventrikel meningkat, menyebabkan gejala.
Gagal jantung sisi kanan lebih jarang terjadi. Ini terjadi ketika ventrikel kanan
tidak dapat memompa darah ke paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan tahanan darah
di pembuluh darah, yang dapat menyebabkan retensi cairan di kaki dan lengan bagian
bawah, perut, dan organ lainnya.15
Seseorang dapat memiliki gagal jantung sisi kiri dan kanan pada saat yang
bersamaan. Namun, gagal jantung biasanya dimulai di sisi kiri dan dapat
mempengaruhi sisi kanan jika seseorang tidak menerima perawatan yang efektif.15
3.1.3 Epidemiologi
Pasien dengan gagal jantung akut berkisar lebih dari 70 tahun dan hampir
separuhnya adalah laik laki. Kebanyakan dari mereka mempunyai riwayat gagal jantung
sebelumnya, sementara gagal jantung akut de novo merepresentasikan sepertiga hingga
seperempat kasus gagal jantung. Sekitar 40 – 55 % mempunyai ejeksi fraksi yang normal
(HFpEF). Mengenai kondisi komorbid kardiovaskular, kebanyakan pasien gagal jantung
akut mempunyai riwayat hipertensi, sekitar separuhnya mempunyai PJK, dan
sepertiganya mempunyai atrial fibrilasi. Sedangkan terkait komorbid non-kardiovaskular,
sekitar 40% mempunyai riwayat diabetes mellitus, sepertiganya mempunyai CKD dan
PPOK.7
3.1.4 Etiologi
1. Sindrom Koroner Akut
2. Hipertensi emergensi
3. Aritmia
4. Penyebab mekanikal akut
5. Emboli Paru.6
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu: 11,12
1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan akibat penyakit jantung bawaan atau didapat yaitu :
a. Beban volume (preload)
19
b. Beban tekanan (afterload)
2. Abnormalitas otot jantung
a. Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia),
rheumatoid heart disease, toksin atau sitostatika.
b. Sekunder : Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
3.1.5 Patofisiologi
Gagal jantung kronis dapat diakibatkan oleh berbagai gangguan kardiovaskular.
Secara etiologis hal ini dapat dikelompokkan sebagai faktor faktor yang (1) menghambat
kontraktilitas ventrikel, (2) meningkatkan afterload, dan (3) menghambat relaksasi dan
peningkatan ventrikel. Gagal jantung yang disebabkan oleh kelainan pada pengosonga
ventrikel disebut disfungsi sistolik, sedangkan gagal jantung yang disebabkan oleh
kelainan relaksasi diastolik atau pengisian ventrikel diseut disfungsi diastolik. Namun
sering terjadi tumpang tindih, dan banyak pasien menunjukkan kelainan sistolik dan
diastolikk, maka terdapat pula klasifikasi yang didasari dengan fraksi ejeksi, yaitu gagal
jantung dengan EF menurun dan gagal jantung dengan EF yang normal.8
20
Terdapat mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien dengan gagal jantung
untuk menangani penurunan curah jantung dan membantu menjaga tekanan darah yang
cukup untuk menyuplai organ vital. Kompensasi ini termasuk (1) mekanisme Frank-
Starling, (2) perubahan neurohormonal dan terjadinya hipertrofi ventrikel dan
remodeling.8
21
3.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut PERKI ( Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) dalam
pedoman tata laksana gagal jantung, manifestasi klinis dari gagal jantung dibedakan atas
gejala tipikal, kurang tipikal, dan tanda spesifik.
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- sesak nafas - Peningkatan JVP
- ortopnea - Refluks hepatojugular
- PND (Paroxysmal Nocturnal - suara jantung S3(gallop)
Dyspneu) - apex jantung bergeser ke lateral
- Toleransi aktifitas yang - bising jantung
berkurang
- cepat lelah
- bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- batuk di malam / dini hari - edema perifer
- mengi - krepitasi pulmonal
- berat badan bertambah > 2 - suara pekak di basal paru pada
kg/minggu perkusi
- berat badan turun (gagal - takikardia
jantung stadium lanjut) - nadi irreguler
- perasaan kembung/begah - nafas cepat
- nafsu makan menurun - hepatomegali
- perasaan bingung(terutama - asites
pasien lanjut) - kaheksia
- depresi
- berdebar
- pingsan
(PERKI,2015)
22
1.Dispnea
Sesak nafas atau yang biasa disebut dispnea merupakan gejala yang paling
umum dari pasien gagal jantung. Pada gagal jantung ringan sesak nafas (dispnea)
hanya muncul pada saat beraktivitas . Pada kondisi dispnea yang bertambah berat
akan terjadi edema pulmonal sehingga tekanan kapiler dapat mendorong cairan
masuk ke alveoli, dan terjadi edema paru. Kondisi ini dapat mengurangi pertukaran
gas dan menyebabkan hipoksia .13
2. Ortopneu
Ortopneu adalah keadaan sesak nafas ketika dalam posisi berbaring, sehingga
harus mengambil posisi tegak atau duduk agar pernafasan normal kembali.
Ortopneu terjadi akibat adanya sumbatan pada vena yang mengarah ke jantung.
Penyebab lainnya yaitu penumpukan darah dijantung akibat kurangnya kapasitas
pemompaan darah yang dialirkan dari paru-paru.13
3. Dispneu Nokturnal Paroksimalis (PND)
Keadaan ini mengacu pada episode dimana pasien mengalami sesak napas parah
secara akut dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari, sehingga pasien
mudah terbangun dari tidurnya, gejala ini biasanya terjadi 1-3 jam setelah pasien
tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk atau mengi, mungkin karena
meningkatnya tekanan dalam arteri bronkial menyebabkan tertekannya jalan nafas.
Pasien dengan PND sering mengalami batuk terus-menerus dan mengi walaupun
pasien sudah dalam posisi tegak.13
4. Edema Perifer
Pada gagal jantung kanan yang kronis, ventrikel kanan tidak dapat memompa
darah secara adekuat sehinga terjadi peningkatan tekanan akhir diastol yang di ikuti
dengan peningkatan tekanan atrium kanan sehingga terdapat bendungan pada
seluruh sistem vena. Tekanan hidrostatik meningkat melampaui tekanan osmotic
kapiler sehingga menimbulkan edema perifer. Bendungan pada sistem vena juga 24
dapat menyebabkan bendungan pada vena jugularis eksterna, hepatomegali dan
splenomegali.13
23
3.1.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Ditanyakan gejala dan tanda khas pada gagal jantung seperti fatik, dyspnea,
cepat lelah dan napas pendek dapat juga dibantu dengan pertanyaan dalam
Framingham Score. Keluhan dapat berupa saluran penccernaan seperti anoreksia,
nausea, rasa penuh. Jika berat dapat terjadi konfusi, disorientasi, gangguan pola tidur
dan mood.9
24
Selain itu ditanyakan riwayat hipertensi, onset gagal jantung, adakah riwayat
aritmia, tanda tanda konngesti seperti edema di perifer, peningkatan berat badan
signifikan tanpa intake kalori yang melebihi sehari hari, riwayat penyakit kronik
seperti CKD, dan pertanda infeksi.9
b. Pemeriksaan fisik
Posisi pasien dapat tertidur terlentang atau duduk jika sesak. Tekanan darah
dapat normal atau meningkat pada tahap awal, selanjutnya akan menurun karena
disfungsi ventrikel kiri. Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian tekanan
pengisian vena, adanya bising jantung, dan irama gallop perlu dideteksi pada saat
auskultasi. Kongesti paru ditandai dengan ronki basah halus pada kedua basal paru.
Terdapat distensi vena saat pemeriksaan hepatojugular reflux. Pada abdomen bisa
terdapat heaptomegali yang merupakan tanda penting pada gagal jantung, asites,
icterus karena fungsi hepar terganggu. Edema yang umumnya simmetris dapat
ditemukan.9
26
angiografikoroner
revaskularisasi
d. Rontgen thorax
Pemeriksaan rontgen thorax dapat berguna untuk menentukan diagnosis AHF.
Terdapat gambaran kongesti vena pulmonal, efusi pleura, edema alveolar, dan
kardiomegali adalah temuan paling spesifik pada AHF. Selain itu berguna untuk
identifikasi diagnosis alternatif non-kardiak.10
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiograf, doppler
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi,stenosis aorta, Ekokardiograf, doppler
kardiomiopati hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
27
Edema intersital Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
Efusi pleura -Gagal jantung dengan Pikirkan etiologi non
peningkatan tekanan kardiak jika efusi banyak
pengisian jika efusi
bilateral
-Infeksi paru, pasca
bedah/keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan Mitral stenosis/gagal
limfatik jantung kronik
Area paru hiperlusen Emboli paru atau Pemeriksaan CT,
emfisema spirometri,
ekokardiografi
Infeksi Paru Pneumonia sekunder Tatalaksana kedua
akibat kongesti paru penyakit: gagal jantung
dan infeksi paru
Infiltrat paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan
(PERKI,2015)
e. Ekokardiografi
Ekokardioografi bertujuan untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal (HFpEF). Pada HFpEF harus terdapat
tiga kriteria wajib yaitu (1) terdapat tanda dan atu gejala gagal jantung (2) Fungsi
ejeksi fraksi > 45%, dan (3) terdapatbukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel
kiri abnormal / kekakuan diastolik).1
Ekokardiografi wajib dilakukan secepatnya hanya pada pasien dengan keadaan
hemodinamik yang tidak stabil (khususnya pada syok kardiogenik) dan pada suspek
pasien dengan kondisi akut mengancam jiwa kelainan fungsi dan struktural ginjal
(komplikasi mekanis, regurgitasi katup akut, diseksi aorta). Ekokardiogafi dini
harus dipertimbangkan padda pasien AHF de novo, walaupun waktu optimalnya
beelum ditentukan secara jelas (biasanya 48 jam setelah penetapan diagnosis).10
28
Diagnosis Banding
a. Syok kardiogenik
b. Asma bronkial
c. Infeksi Paru
d. Gangguan keseimbangan elektrolit
3.1.8 Penatalaksanaan
29
30
Tujuan dari pengobatan gagal jantung adalah Meningkatkan kualitas hidup,
mencegah memburuknya fungsi jantung (mengurangi beban kerja jantung)
mengurangi gejala (pengurangan overload dan meningkatkan kontraktilitas
miokard), mencegah atau meminimalkan rawat inap, memperlambat perkembangan
penyakit, dan memperpanjang kelangsungan hidup.1
31
1) Tatalaksana Non-Farmakologis
a. Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan
gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan
prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-
tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku
yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal
jantung.1
b. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi Pemantauan berat badan mandiri Pasien
harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan
> 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan
dokter. 1
c. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan
keuntungan klinis.1
d. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.1
e. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung
berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan
angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari
berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan
sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati.1
32
f. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah.1
g. Aktivitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak
boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat.1
2) Tatalaksana Farmakologi
a. Diuretik
Diuretik direkomendasikan untuk mengurangi tanda dan gejala dari kongesti
pada pasien. Sebuah penelitian metaanalisis menunjukkan bahwa pada pasien dengan
gagal jantung kronik, diuretic loop dan thiazide dapat mengurangi resiko kematian dan
perburukan gagal jantung setelah dikomparasi dengan placebo.10
b. Vasodilator
Vasodilator intravena merupakan obat kedua yang tersering digunakan pada AHF
dengan symptom yang jelas. Golongan ini mempunyai keuntungan ganda mengurangi
venous tone (optimalisasi preload) dan arterial tone (mengurangi afterload). Alhasil,
ini dapat meningkatkan stroke volume. Vasodilator sangat berguna khususnya pada
pasien AHF hipertensi.
33
c. Inotropik
Penggunaan inotropic harus diberikan kepada pasien dengan penurunan cardiac
output yang berat yang mengakibatkan perfusi organ yang terganggu sering terjadi pada
AHF hipotensi. Inotropic tidak direkomendasikan pada kasus hipotensi AHF dengan
dasar penyebab hipovolemik. Dalam kasus apapun, intotropik digunakan dengan dosis
awal yang rendah dan titrasi naik perlahan dengan pengawasan yang ketat. 10
3.1.9 Komplikasi
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau
deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi,
terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
34
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,
amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai
peranan.14
3.1.10 Prognosis
Prognosis penderita gagal jantung yang mendapat terapi:
1. Kelas NYHA I : mortilitas 5 tahun 10-20%
2. Kelas NYHA II: mortilitas 5 tahun 10-20%
3. Kelas NYHA III : mortilitas 5 tahun 50-70%
4. Kelas NYHA IV : mortilitas 5 tahun 70-90%
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak dapat diketahui,
meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,
tetapi prognosis masih tetap jelek, dapat dilihat dari angka mortalitasnya. prognosis
akan lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi <20%).
Gejala menonjol dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigenmaksimal
<10ml/kg/menit). insufisiensi ginjal sekunder, hyponatremia, dan katekolamin plasma
yag meningkat. sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
mesipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya
merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiaganosis.
Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progrsif atau oenyakit lainnya. Pasien-
pasien yan mengalami gagal janyung stadium lanjut dapat menderita dyspnea dan
memerlukan bantuan terapi yang sangat cermat. 14
3.2 Cardio Miopati Dilatasi
3.2.1 Definisi
Konsep sebagai penyakit otot jantung adalah sejarah penting mengenai definisi
kardiomiopati yang terus berkembang hingga kini. Pada pertengahan tahun 1850-an,
miokarditis kronis merupakan satu-satunya yang dikenal sebagai penyakit otot jantung.
Pada tahun 1900, sebutan sebagai penyakit miokard primer mulai diperkenalkan,
hingga pada tahun 1957 istilah “kardiomiopati” digunakan untuk pertama kalinya.
Lebih dari 25 tahun setelah itu, berbagai macam definisi dari kardiomiopati
berkembang sesuai dengan bertambahnya kewaspadaan dan pemahaman terhadap
35
penyakit ini. Bahkan, pada pengklasifikasian oleh WHO tahun 1980, kardiomiopati
diartikan sebagai “penyakit otot jantung karena sebab yang tidak diketahui”,
menunjukkan tidak adanya informasi yang cukup mengenai penyebab dan mekanisme
dasar dari penyakit ini
3.2.2 Etiologi
Penyebab yang tersering adalah penyakit jantung iskemik atau penyakit katup
jantung. Masalah yang mendasar adalah menghilangnya kontraktilitas
miokardium, yang ditandai dengan menghilangnya kemampuan sistolik
jantung. Kardiomiopati dilatasi menyebabkan penurunan fraksi ejeksi,
peningkatan volume end-diastolik, dan volume residual, penurunan volume
sekuncup ventrikel, serta gagal biventrikel(3).
36
Sekitar setengah kasus, etiologi kardiomiopati dilatasi adalah idiopatik, tetapi
kemungkinan besar kelainan ini merupakan hasil akhir dari kerusakan miokard akibat
produksi berbagai macam toksin, zat metabolit, atau infeksi. Kerusakan akibat infeksi
viral akut pada miokard yang akhirnya mengakibatkan terjadi kardiomiopati dilatasi ini
terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada kardiomiopati dilatasi yang disebabkan
oleh penggunaan alkohol, kehamilan (pada 3-4 bulan pertama), penyakit tiroid,
penggunaan kokain dan keadaan takikardia kronik yang tidak terkontrol, dikatakan
kardiomiopati tersebut bersifat reversibel. Obesitas akan meningkatkan risiko
terjadinya gagal jantung, sebagaimana juga gejala sleep apnea(3,5,6).
Kardiomiopati dilatasi dapat juga diakibatkan oleh konsekuensi lanjut infeksi virus,
bakteri, parasit atau proses autoimun. Respon inflamasi dan autoimun termasuk
pelepasan sitokin dan interleukin yang menghasilkan terjadinya miokarditis dan fungsi
kontraktil. Jenis ini diklasifikasikan ke dalam “inflammatory cardiomyopathy” oleh
WHO(3).
Gejala klinis yang menonjol adalah dyspnoe dan fatigue. Kongesti pulmonal sering
didapati namun edema pulmonal jarang ada. Palpitasi, disritmia, sinkop merupakan
gejala yang biasa. Tanda-tanda gagal jantung kongestif timbul secara bertahap pada
sebagian besar pasien. Beberapa pasien mengalami dilatasi ventrikel kiri dalam
beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun sebelum timbul gejala. Pada beberapa
kasus sering ditemukan gejala nyeri dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada yang
tipikal kardiak tidak lazim ditemukan. Bila terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal,
dipikirkan kemungkinan terdapat penyakit jantung iskemia secara bersamaan. Akibat
dari aritmia dan emboli sistemik kejadian sinkop cukup sering ditemukan keluhan nyeri
37
dada akibat sekunder dari emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali
kongestif(3,6).
Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung akibat dilatasi
ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran pada seluruh ruang jantung. Pada
38
lapang paru akan terlihat gambaran hipertensi pulmonal serta edema alveolar dan
interstitial.
3.2.6 Pengobatan
Terapi kardiomiopati dilatasi ini ditujukan untuk pengutangan garam dan penggunaan
digitalis glikosida, vasodilator, dan diuretik. Antikoagulan diberikan untuk mencegah
emboli sistemik atau pulmonal. Istirahat total dianjurkan untuk perawatan jangka
panjang agar terjadi penurunan beban kerja jantung yang melemah. Kortikosteroid dan
immunosupressan dapat berguna bagi orang yang mengalami inflamasi, serta
vasodilator digunakan untuk melawan kongesti. Dilatasi vena mengurangi volume
preload dengan meningkatkan pooling vena perifer, sehingga terjadi penurunan volume
darah sentral dan mengurangi kongesti pulmonal(3).
Jenis obat yang paling umum digunakan untuk mengobati gagal jantung termasuk
diuretik, agen inotropik, agen pereduksi afterload dan beta-blocker.
Agen inotropik digunakan untuk membantu jantung berkontraksi secara lebih efektif.
Obat inotropik dan paling umum digunakan secara intravena untuk mendukung anak-
anak yang mengalami gagal jantung parah dan tidak cukup stabil untuk berada di
rumah. Umumnya jenis-jenis obat inotropik meliputi:
• Angiotensin I Blocker: Losartan (diminum). Efek samping termasuk diare, kram otot
dan pusing.
40
• Milrinone adalah agen inotropik (lihat di atas) yang juga melemaskan arteri.
Beta-blocker
memperlambat detak jantung dan mengurangi kerja yang diperlukan untuk kontraksi
otot jantung. Memperlambat detak jantung dapat membantu menjaga jantung yang
lemah agar tidak bekerja terlalu keras. Dalam beberapa kasus, beta-blocker
memungkinkan pembesaran jantung menjadi lebih normal dalam ukuran. Beta-blocker
yang umum (diminum) termasuk carvedilol, metoprolol, propanolol dan atenolol. Efek
samping termasuk pusing, detak jantung rendah, tekanan darah rendah, dan, dalam
beberapa kasus, retensi cairan, kelelahan, gangguan kinerja sekolah dan depresi.
Selain memperbaiki gejala gagal jantung, ACE inhibitor dan beta-blocker telah terbukti
kembali ukuran jantung menuju normal dan mengurangi jumlah kematian dan rawat
inap pada pasien dewasa dengan dilatasi kardiomiopati tanpa gejala. Inhibitor ACE
direkomendasikan pada anak-anak dengan dilatasi kardiomiopati bahkan tanpa adanya
gejala.
Obat Antikoagulasi
Obat antikoagulasi, juga dikenal sebagai pengencer darah sering digunakan dalam
pengobatan gagal jantung. Pilihan obat antikoagulan tergantung pada seberapa besar
kemungkinan bekuan darah akan terbentuk. Obat antikoagulasi yang kurang kuat
termasuk aspirin dan dipyridamole. Obat antikoagulasi yang lebih kuat adalah warfarin,
heparin, dan enoxaparin; obat-obatan inimembutuhkan pemantauan cermat dengan tes
darah rutin. Sementara variabel, efek samping umum dari anti-koagulan termasuk
memar berlebihan atau perdarahan akibat luka kulit ringan, interaksi dengan obat lain
dan, untuk warfarin, fluktuasi kadar antikoagulasi darah yang disebabkan oleh
perubahan asupan makanan sehari-hari. Informasi mengenai makanan apa kelompok
secara signifikan dapat mempengaruhi kadar warfarin dapat diperoleh dari ahli jantung
Anda.
Obat Anti-aritmia
41
Pada beberapa pasien DCM, terutama mereka yang ventrikelnya sangat melebar dan
kontraktil yang buruk, mungkin ada risiko yang lebih tinggi dari irama jantung yang
abnormal dan mengancam jiwa (ventricular tachycardia), dan obat-obatan digunakan
untuk mencegah atau mengendalikan irama abnormal ini yang kemudian membuat
jantung berdetak dalam pola yang teratur. Obat antiaritmia umum termasuk:
amiodarone, procainamide dan lidocaine. Efek samping umum mungkin termasuk
detak jantung lebih lambat, darah lebih rendah tekanan, ggn GI (mual / sembelit), sakit
kepala, suasana hati tertekan, sulit berkonsentrasi, pusing, dan kulit ruam antara lain.
3.2.7 Prognosis
Secara umum prognosis penyakit ini jelek. Beberapa variasi kinis yang dapat menjadi
prediktor pasien kardiomiopati dilatasi yang mempunyai resiko kematian tinggi antara
lain : terdapatnya gallop protodiastolik (S3), aritmia ventrikel, usia lanjut, dan
kegagalan stimulasi inotropik terhadap ventrikel yang telah mengalami miopati
tersebut. Dapat dikatakan bahwa semakin besar ventrikel yang disertai disfungsi
semakin berat berhubungan erat dengan prognosis yang semakin buruk. Khususnya bila
terdapat dilatasi ventrikel kanan disertai gangguan fungsinya. Uji latih kardiopulmonal
juga berguna sebagai gambaran prognostik. Keterbatasan yang bermakna dari kapasitas
latihan yang digambarkan dengan penurunan ambilan oksigen aiatemik maksimal
merupakan prediktor mortalitas dan dipergunakan sebagai indikator dan pertimbangan
untuk trensplantasi jantung.(6) Kematian biasanya baru terjadi setelah 5 tahun(3).
42
BAB V
KESIMPULAN
Kondisi gagal jantung akut merupakan keadaan yang mengancam jiwa karena
terdapat penurunan curah jantung dengan onset yang cepat sehingga terjadi penurunan
perfusi aliran darah yang tidak adekuat untuk menyokong kebutuhan secara sistemik,
pengananan yang tepat dan ccpat dapat mencegah perburukan pasien dan
menyelamatkan jiwa. Terapi gagal jantung akut diklasifikasikan berdasarkan gejala
hipoperfusi (warm/cold) dan tanda kongesti nya (wet/dry) untuk menentukan terapi
selanjutnya yang akan diberikan seperti diuretik, vasodilator, dan inotropik.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
14. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
15. Villines, Zawn. 2019. What to Know About Congestive Heart Failure. Medical News
Today. [Available from https://www.medicalnewstoday.com/articles/317848.php accessed 16th
January 2020]
45