8. Hindari stress
Orang- orang beresiko tinggi mengalami aterosklerosis bisa terbantu dengan mengkonsumsi
obat-obat tertentu, misalnya statin ( meskipn jika kadar kolestrol normal atau hanya sedikit
tinggi) dan aspirin/obat anti-pembekuan darah lainnya.
Asam asetilsalisilat atau banyak dikenal sebagai aspirin adalah turunan salisilat yang
merupakan prototipe obat antiinflamasi non steroid (non steroid antiinflammatory drugs=
NSAIDs). Aspirin dan NSAIDs lainnya bekerja dengan cara menghambat siklooksigenase (COX
1 atau 2) yang mengakibatkan penurunan produksi prostaglandin. Berbeda dengan analgesik
opioid dan parasetamol, hal ini tidak hanya mengurangi sakit/nyeri, tetapi juga inflamasi
sehingga digunakan pada pengobatan berbagai kondisi akut dan kronik yang menimbulkan nyeri
dan inflamasi.
Aspirin berbeda dengan derivat asam salisilat lainnya karena mempunyai gugus asetil. Gugus
asetil inilah yang nantinya mampu menginaktivasi enzim siklooksigenase, sehingga obat ini
dikenal sebagai Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) yang unik karena penghambatannya terhadap
enzim siklooksigenase bersivat ireversibel, sementara AINS lainnya menghambat enzim
siklooksigenase secara kompetitif sehingga bersifat reversibel (Miladiyah, 2012).
Farmakokinetik : Aspirin merupakan obat anti inflamasi non steroid. Aksi anti inflamasi
disebabkan oleh penghambatan terhadap prostaglandin. Aspirin secara ireversibel terikat ke
enzim siklooksigenase (COX) pada jaringan untuk menghambat sintesis prostaglandin. Pada
dosis yang rendah lebih spesifik untuk COX-1 daripada COX-2. Sensitifitas COX-1 di atas
COX-2 untuk dosis rendah aspirin digunakan untuk pengobatan anti platelet. Farmakodinamik :
Salisilat khususnya asetosal merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesik,
antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik.
Dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi
demam dan hiperhidrosis (Wilmana dan Sulistia, 2007)
tromboksan A2. Akibat penghambatan ini, maka ada tiga aksi utama dari aspirin, yaitu: (1)
terhadap mediator pro inflamasi, dan (3) antipiretik, karena penurunan prostaglandin E2 yang
bertanggungjawab terhadap peningkatan set point pengaturan suhu di hipotalamus (Roy, 2007).
Aspirin menghambat sintesis platelet melalui asetilasi enzim COX dalam platelet
secara ireversibel. Karena platelet tidak mempunyai nukleus, maka selama hidupnya platelet
tidak mampu membentuk enzim COX ini. Akibatnya sintesis tromboksan A2 (TXA2) yang
berperan besar dalam agregasi trombosit terhambat. Penggunaan aspirin dosis rendah regular
(81 mg/hari) mampu menghambat lebih dari 95% sintesis TXA2 sehingga penggunaan rutin
bersifat sebagai anti agregasi trombosit diproduksi oleh endothelium pembuluh darah
sistemik. Sel‐sel endotel ini mempunyai nukleus sehingga mampu mensintesis ulang enzim
COX. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa aspirin dosis rendah dalam jangka panjang
mampu mencegah serangan infark miokard melalui penghambatan terhadap TXA2 namun