Disusun Oleh:
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan Tuhan yang Maha Esa sang pencipta
yang telah memberikan rahmat dan berkahnya, Salawat beserta salam kita
curahkan kepada sang proklamor Islam, Tokoh reformis dan reformasi Ummat
yakni Nabiullah Muhammad SAW, sehingga makalah yang berjudul “Agama dan
Negara ”, dapat terselesaikan.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena kami masih
dalam proses belajar. Oleh karena itu kami senantiasa terima kritik dan saran dari
pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………..
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………...
1.3 TUJUAN……………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….
2.1 DEFINISI AGAMA...................………………………………….....
2.2 DEFINISI NEGARA………………………......................................
2.3 HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA……….…………………....
BAB III PENUTUP……………………………………………………………....
3.1 KESIMPULAN………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....
BAB I
PENDAHULUAN
Dari kondisi real itu, telah menciptakan jarak antara massa Islam di satu
pihak dengan kekuatan negara di pihak lain, sehingga hubungan keduanya kurang
harmonis dan dinamis. Persoalannya, massa Islam berorientasi semata-mata
menciptakan kehidupan yang religius dan menjalakan ajaran agama secara hanif.
Sedangkan kekuatan negara lebih cenderung untuk bersikeras sebagai kekuatan
hegemonik.
1
Djalaludin H, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004), hlm.15
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu orang
sering mendifinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya
pada agama yang di anutnya. menurut “Mukti Ali”, mantan menteri
agama Indonesia menyatakan bahwa agama adalah percaya akan adanya tuhan
yang esa. Dan hukum-hukum yang di wahyukan kepada kepercayaan utusan-
utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
2
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama Sebuah Pengantar (Bandung: PT. Mlizan Pustaka,2004)
hlm. 20-22
Sedangkan menurut Michael Hill, agama adalah seperangkat kepercayaan
yang mempostulatkan: adanya perbedaan antara realitas empiris dan superiotitas
realitas supra-empiris; bahasa dan simbol yang digunakan dalam hubungan
terhadap perbedaan itu; aktivitas dan institusi yang mencurahkan perhatiannya
pada regulasi.
3
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Postmodern (Yogyakarta: PT. Ar-Ruzz
Media, 2015) hlm. 25-28
1. Pertama, agama menyediakan utilitas bagi penduduk jadi memungkinkan
negara memperoleh pajak sebelum menghadapi reservasi utilitas negara
(berupa revolusi).
2. Kedua, secara potensial menghasilkan legitimasi bagi negara sehingga
meminimalkan biaya penarikan pajak.
Jika dampak yang terakhir cukup kuat, negara dapat mengontrol secara
optimal terhadap agama, meningkatkan efek legitimisasi, atau menekan efek
delegitimisasi. Kompetesi yang lebih ketat dengan pasar agama dan politik
demokratis menyebabkan rendahnya kontrol negara terhadap agama.
Agama dan negara menjadi dua institusi sosial terpenting dalam kehidupan
manusia. Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa agama berperan dalam
mendukung kemampuan negara dalam mengekstraksi sumber daya dari
masyarakat melalui pajak. Hal ini dimungkinkan karena pemerintahannya
dianggap sah (legitimate) dan negara yang berada dalam kondisi stabil (tanpa
revolusi). Kedua persyaratan tersebut memungkinkan negara mengontrol agama,
misalnya melalui penyediaan dana atau keinginan menekan agama. Alasannya
ialah bahwa pasar agama yang independent menyediakan fungsi menenangkan
masyarakat sehingga tidak ada distorsi dalam pembayaran pajak. Jadi, jika agama
hanya berfungsi seperti ini dalam negara, negara mungkin mengorbankan
kedaulatannya untuk mengontrol agama, bahkan biaya untuk mengambil pajak
dalam rangka memaksimalkan keuntungannya (Cosgel & Miceli, 2009). 4
4
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Postmodern (Yogyakarta: PT. Ar-Ruzz
Media, 2015) hlm. 183-184
2.2 Definisi Negara
5
Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2006),
hlm. 24
Negara merupakan integrasi dari kekuatan politk, ia adalah organisasi
pokok dari kekuasaan politik negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat
6
Dede Rosyada, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan masyarakat madani,
(Jakarta: IAN Jakarta Press, 2000) hal, 31-33
realisasi fantastis makhluk manusia dan agama merupakan keluhan makhluk
tertindas. 7
Dalam sejarah Islam, ada tiga topologi hubungan antara agama dan negara.
Din Syamsuddin membaginya sebagai berikut:
7
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakaat Madani,
(Jakarta : Prenada Media, 2000), hlm. 58-61.
8
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/635
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan