Hama
Penyakit
a. CVPD
Penyebab: Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat Diaphorina citri. Bagian yang
diserang: silinder pusat (phloem) batang. Gejala: daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam,
biji rusak dan pangkal buah oranye. Pengendalian: gunakan bibit tanaman bebas CVPD.
Lokasi kebun minimal 5 km dari kebun jeruk yang terserang CVPD. Gunakan Pestona atau
Natural BVR untuk mengendalikan vektor.
b. Blendok
Penyebab: jamur Diplodia natalensis. Bagian diserang : batang atau cabang. Gejala: kulit
ketiak cabang menghasilkan gom yang menarik perhatian kumbang, warna kayu jadi keabu-
abuan, kulit kering dan mengelupas. Pengendalian: pemotongan cabang terinfeksi. Bekas
potongan diolesi POC NASA + Hormonik + Natural GLIO. POC NASA dan Hormonik
bukan berfungsi mengendalikan Blendok, namun dapat meningkatkan daya tahan terhadap
serangan penyakit.
c. Embun tepung
Penyebab: jamur Oidium tingitanium. Bagian diserang : daun dan tangkai muda. Gejala:
tepung berwarna putih di daun dan tangkai muda. Pengendalian: gunakan Natural GLIO pada
awal tanam.
d. Kudis
Penyebab: jamur Sphaceloma fawcetti. Bagian diserang : daun, tangkai atau buah. Gejala:
bercak kecil jernih yang berubah menjadi gabus berwarna kuning atau oranye. Pengendalian:
pemangkasan teratur, gunakan Natural GLIO pada awal tanam.
e. Busuk buah
Penyebab: Penicillium spp. Phytophtora citriphora, Botryodiplodia theobromae. Bagian
diserang : buah. Gejala: terdapat tepung-tepung padat berwarna hijau kebiruan pada
permukaan kulit. Pengendalian: hindari kerusakan mekanis, gunakan Natural GLIO awal
tanam
h. Jamur upas
Penyebab: Upasia salmonicolor. Bagian diserang : batang. Gejala: retakan melintang pada
batang dan keluarnya gom, batang kering dan sulit dikelupas. Pengendalian: kulit yang
terinfeksi dikelupas dan diolesi fungisida yang mengandung tembaga atau belerang,
kemudian potong cabang yang terinfeksi.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum
mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida
kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO
810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
hama dan penyakit tanaman jeruk ini merupakan hama dan penyakit tanaman jeruk 1.
Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)
Penyebab :
Bakteri Liberobacter asiaticum.
Nama Internasional :
Huang Lung Bin
Daerah penyebaran :
Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Gejala Penyakit :
• Gejala luar
Gejala khas CVPD adalah belang - belang kuning (blotching), mulai berkembang pada
bagian ujung tanaman (pertumbuhan baru) pada daun yang ketuaannya sempurna, bukan pada
daun muda atau tunas. Gejala ini sulit dibedakan dengan gejala kekurangan hara Zn. Tulang -
tulang daun dan urat-urat daun tampak lebih menonjol dengan warna hijau gelap (kontras
dengan warna lamina daun). Pengamatan gejala sebaiknya dilakukan pada permukaan atas
dan bawah daun. Gejala belang - belang pada bagian atas sama dengan bagian bawah. Pada
gejala lanjut daun menjadi lebih kaku dan lebih kecil, tulang daun menjadi berwarna kuning.
Gejala ini sangat jelas pada jeruk manis, tetapi kurang jelas pada daun jeruk Mandarin.
Infeksi pada tanaman muda ditandai dengan kuncup yang berkembang lambat,
pertumbuhannya menjulang ke atas, daun menebal, ukuran menjadi lebih kecil dengan gejala
khas blotching, mottle, belang - belang kuning tidak teratur.
a. Gejala greening sektoral diawali dengan munculnya gejala blotching pada cabang - cabang
tertentu, diiringi dengan pertumbuhan tunas air lebih banyak dari tanaman normal di luar
musim pertunasan. Daun - daun pada cabang sakit mencuat ke atas seperti sikat.
b. Pada gejala berat, daun bisa menguning seluruhnya (seperti defisiensi unsur N) dan terjadi
pengerasan tulang daun primer dan sekunder yang dikenal dengan Vein Crocking, daun juga
menjadi lebih kaku dan menebal. Gejala ini merupakan indikator adanya kerusakan lebih
berat pada pembuluh angkut / pholem.
c. Pada tanaman yang sudah berproduksi, menyebabkan ukuran buah menjadi lebih kecil -
kecil hingga sebesar kelereng “nilek” dan bentuk tidak simetris (Lop sided). Kadang-kadang
ditemukan buah “red nose” (warna orange pada pangkal buah, terutama di tempat - tempat
yang terlindung dari sinar matahari. Buah jeruk yang terserang bijinya abortus, kehitaman
dan rasanya asam.
• Gejala dalam
Irisan tipis ibu tulang daun yang bergejala khas CVPD, terlihat jvdaringan floemnya tampak
lebih tebal, karena adanya pengempisan pembuluh tapis dalam floem berupa jalur - jalur
putih. Bila diberi pewarna KI akan terlihat adanya akumulasi pati yang berlebihan dalam sel -
sel tersebut
Dalam menetapkan bahwa tanaman jeruk terserang CVPD harus hati - hati. Di lapangan, baik
petugas maupun petani masih mengalami kerancuan, karena gejala serangan penyakit ini
mirip dengan gejala kekurangan unsur makro / mikro (Zn,Fe, Mn, Mg, dan lain - lain).
Untuk mengetahui lebih lanjut, apakah tanaman jeruk terserang penyakit CVPD dapat
diketahui dengan menggunakan : 1) Mikroskop Elektron, 2) Polymerase Chain Reaction -
PCR (Spesifik primer), 3) Uji Serologi (metoda I – ELISA dan DIBA), 4) Hibridisasi DNA,
5) Uji penularan dengan penyambungan (okulasi mata tempel) dan serangga vektor, serta 5)
Uji dengan tanaman indikator Madame vinous dan Vinca rosea.
Gejala :
Gejala infeksi pada tanaman adalah kerusakan pada jaringan pembuluh tapis (floem), lekukan
atau celah - celah pada jaringan kayu pada batang, cabang atau ranting dan gejala daun
menguning. Pada varietas yang tahan seperti jeruk keprok gejalanya bisa tak tampak tetapi
tetap merupakan sumber infeksi bagi varietas yang peka.
Gejala khas penyakit virus ini adalah daun - daun tanaman yang berubah menjadi berwarna
perunggu atau kuning dan gugur sedikit demi sedikit. Biasanya terjadi pemucatan tulang daun
(vein clearing) berupa garis - garis putus atau memanjang pada tulang daun yang tembus
cahaya 2 minggu sampai 2 bulan setelah tertular. Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat /
merana, kerdil, daun kaku dan berukuran lebih kecil dengan tepinya melengkung keatas.
Bunga yang dihasilkan berlebihan, tetapi tdak dapat berkembang menjadi buah yang masak.
Pengendalian :
a. Kultur teknis
- Penggunaan bibit sehat
- Penggunaan mata tempel yang bebas penyakit dan batang bawah tahan terhadap virus
Tristeza
- Eradikasi terhadap tanaman sakit dan tanaman inang serangga penular, kemudian dibakar.
b. Kimiawi
Pengendalian serangga penular dengan insektisida efektif.
Penyebaran :
Penyakit terdapat di Jawa, Sumatera, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Bali.
Gejala :
Penyakit ini umumnya menyerang pada bagian pangkal batang dekat permukaan tanah atau
pada bagian sambungan antara batang atas dan bawah bibit jeruk okulasi. Gejala awal tampak
berupa bercak basah yang berwarna gelap / hitam kebasah-basahan pada permukaan kulit
pangkal batang. Jaringan kulit kayu yang terserang mengalami perubahan warna bahkan
permukaan kulit, kambium, kayu, terutama pada serangan lanjut. Kulit batang yang terserang,
permukaannya cekung dan mengeluarkan belendok, dan pada tanaman terserang sering
terbentuk kalus. Kematian tanaman akibat serangan penyakit ini terjadi apabila bercak pada
kulit melingkari batang.
Perkembangan bercak ke bagian atas, umumnya terbatas hingga 60 cm di atas permukaan
tanah, sedangkan perkembangan ke bagian bawah dapat meluas ke bagian akar tanaman.
Pengendalian :
a. Kultur teknis
- Menanam jeruk di atas gundukan - gundukan setingi 20 - 25 cm, tetapi tanaman jangan
dibumbun agar batang atas tidak berhubungan dengan tanah.
- Menggunakan benih dengan mata tempel setinggi 35 - 50 cm dari permukaan tanah, untuk
mengurangi kemungkinan batang atas yang rentan terinfeksi cendawan dari tanah.
- Menghindari air pengairan mengenai / terkena langsung pangkal batang dengan membuat
selokan melingkari batang.
- Mengurangi kelembaban kebun dengan mengatur drainase, jarak tanam, pemangkasan, dan
sanitasi lingkungan / kebun.
- Menghindarkan terjadinya pelukaan terhadap baik akar maupun pangkal batang pada waktu
pemeliharaan / penyiangan.
- Pemupukan
- Pengamatan pangkal batang jeruk secara teliti dan teratur, terutama pada musim hujan, agar
gejala penyakit dapat diketahui secara dini.
- pH tanah diupayakan lebih dari 6,5, dengan pemberian dolomit (kapur pertanian),
b. Mekanis / fisis
- Membongkar tanaman (termasuk akarnya) yang terserang berat, kemudian membakarnya.
- Memotong / membuang bagian tanaman yang sakit, termasuk 1 - 3 cm bagian kulit
sekitarnya yang sehat, kemudian diolesi fungisida. Untuk mempercepat pemulihan
(regenerasi), sebaiknya bagian atas dan bekas luka potongan membentuk titik.
- Menggunakan multiple foot stock (kaki ganda) dengan teknik aaneting / penyusuan
(sambung samping) dengan batang bawah sehat 1 atau beberapa, tergantung besar tanaman
yang akan ditolong untuk membantu fungsi akar dan pohon yang rusak.
c. Biologi
Mengunakan agens antagonis cendawan Trichoderma spp., Gliocladium spp. yang dicampur
dengan pupuk kandang / kompos.
e. Kimia
- Melumasi pangkal batang dan akar - akar yang tampak dari luar dengan ter (Carbolineum
plantarum 50 %) sampai setinggi 50 cm. Perlakuan tersebut dimulai tahun ketiga setelah
penanaman dan setiap awal musim hujan (untuk Jawa September atau setiap 6 bulan. Agar
batang yang berwarna hitam tidak banyak menyerap panas sehingga kulitnya rusak (untuk
mencegah infeksi setelah diberi ter), maka bagian yang diberi ter ditutup dengan larutan
kapur yang ditambah dengan garam dapur (25 kg kapur mati, 2 kg garam dapur, dan 25 - 35
liter air.
- Mengoles luka (bekas tanaman yang terinfeksi yang dibuang) dengan bubur California,
bubur Bordo (Lampiran 3), Carbolineum-parafin (8 : 92), Mankozeb, atau tembaga
oksiklorida. Kemudian luka ditutup dengan obat penutup luka, seperti ter, setelah kulit
mengalami regenerasi.
- Membersihkan alat - alat pertanian yang akan digunakan, misal dengan pemutih (klorok).
Penyebab :
Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. (Oomycetes); yang dulu dikenal dengan nama
Diplodia zae Lev.; Diplodia natalensis P.Evans.
Penyebaran :
Di Indonesia penyakit ini terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi
Selatan. Di luar negeri penyakit terdapat di Amerika Serikat, Kuba, India, Malaysia, dan
Thailand.
Gejala :
Pada jeruk dikenal dua macam Diplodia yaitu Diplodia “basah” dan Diplodia “kering”.
Penyakit ini dapat menyerang akar, batang dan ranting dan dapat mengakibatkan busuk akar,
busuk leher dan mati ranting.
Serangan Diplodia basah mudah dikenal karena tanaman yang terserang mengeluarkan
“blendok” yang berwarna kuning emas dari batang atau cabang - cabang tanaman. Kulit
tanaman yang terserang setelah beberapa lama dapat sembuh kembali, kulit yang terserang
mengering dan mengelupas. Sering terjadi penyakit berkembang terus, sehingga pada kulit
terjadi luka - luka yang tidak teratur, kadang-kadang terbatas pada jalur yang sempit,
memanjang dan dapat juga berkembang melingkari batang atau cabang yang dapat
menyebabkan kematian cabang atau tanaman. Cendawan berkembang di antara kulit dan
kayu, dan merusak lapisan kambium tanaman. Kayu yang telah mati berwarna hijau sampai
hitam.
Serangan Diplodia kering umumnya lebih berbahaya karena gejala permulaan sukar
diketahui. Kulit batang atau cabang tanaman yang terserang mengering, terdapat celah - celah
kecil pada permukaan kulit, dan pada bagian kulit dan batang yang ada di bawahnya
berwarna hitam kehijauan. Pada bagian celah - celah kulit terlihat adanya massa spora
cendawan berwarna putih atau hitam. Perluasan kulit yang mengering sangat cepat dan bila
sampai menggelang tanaman, menyebabkan daun-daun tanaman menguning dan kematian
cabang atau pohon.
Pengendalian :
a. Kultur teknis
- Sanitasi tanaman. Potong pohon / cabang / ranting yang terserang berat, buang kulit yang
terinfeksi sedang dan bersihkan kulit yang terinfeksi ringan serta lingkungan dari gulma.
- Mengurangi kelembaban kebun dengan mengatur jarak tanam dan melakukan
pemangkasan.
- Penjarangan buah, agar keadaan tanaman tidak terlalu berat, sehingga cabang / ranting tidak
luka / retak.
- Menghindari pelukaan terhadap akar maupun batang pada waktu penyiangan.
- Perlakuan pembersihan dengan menggosok batang tanaman, agar batang semakin halus.
- Pemupukan berimbang, terutama setelah panen.
- Drainase. Menjaga agar pengairan tetap baik.
b. Mekanis / fisis
- Memotong / membuang bagian bagian kulit batang tanaman yang sakit, termasuk 1 - 2 cm
bagian kulit sekitarnya yang sehat, kemudian diolesi dengan bahan penutup luka
(karbolineum parafin, fungisida atau ter.
- Mengumpulkan sisa - sisa tanamn dan memotong cabang - cabang yang terserang penyakit
berat, kemudia dibakar.
- Membongkar tanaman yang terserang berat dan dibakar.
c. Biologi
Mengunakan agens antagonis Trichoderma spp., Gliocladium spp., Pseudomonas fluorescens
dan dilanjutkan dengan Bacillus subtilis yang telah dicampur dengan pupuk
kandang/kompos, setelah kulit dikupas.
e. Kimia
- Mengoleskan bubur California atau fungisida yang efektif berbahan aktif metil tiofanat dan
siprokonazol pada bagian kulit batang / ranting tanaman yang sakit setelah dibersihkan lebih
dulu, dan untuk pencegahan di daerah kronis endemis.
- Membersihkan alat-alat pertanian yang akan digunakan, misal dengan pemutih (klorok).
5. Penyakit Antraknosa
Penyebab :
Cendawan Colletotrichum gloeosporioides Penz., dengan bentuk sempurnanya adalah
Glomerella cingulata. Cendawan penyebab lainnya adalah Gloeosporium limetticolum
Clausen.
Penyebaran :
Penyakit ini dikenal di semua negara penanam jeruk. Di Indonesia penyaki ini tersebar di
Jawa, Bali, Kalimantan Barat, dan NTB.
Gejala :
Ujung tunas menjadi coklat, bagian nekrotik hitam berkembang ke pangkal dan menyebabkan
mati ujung. Pada cuaca lembab, timbul bintik - bintik hitam (terdiri dari aservulus) pada
ranting. Pada tanaman besar patogen ini dapat mengakibatkan ranting mati dan bercak pada
buah. Gejala mati ujung ranting dimulai dari daun-daun pada cabang atau ranting berwarna
kuning, kemudian mati dan gugur. Kadang kala pada batas antara bagian jaringan sakit dan
sehat keluar blendok.
Gejala antraknosa pada buah adalah adanya bercak / bintik - bintik coklat kemerahan atau
coklat hitam, berbentuk bulat pada permukaan kulit buah, lama - lama menjadi cekung,
mengeras dan kering.
Pengendalian :
a. Kultur teknis
- Penggunan bibit yang bukan berasal dari cangkokan.
- Menjaga agar tanaman pada kondisi optimum dengan memperbaiki kondisi tanah (drainase
dan kesuburan tanah yang baik).
- Sanitasi terhadap bagian atau sisa - sisa tanaman yang dapat menjadi sumber infeksi,
kemudian dibakar.
b. Kimiawi
Penggunaan fungisida yang efektif sesuai dengan anjuran.
Penyebab :
Cendawan Oidium tingitanium Carter, yang juga disebut Acrosporium tingitanium (carter)
subr.
Penyebaran :
Penyakit ini menyebar di pertanaman jeruk di seluruh Indonesia. Di luar negeri terdapat di
California, Brasilia, Panama, India, Sri Lanka, Filipina, Malaysia.
Gejala :
Cendawan ini dapat menyerang daun dan ranting - ranting muda atau bagian tanaman yang
masih tumbuh aktif. Permukaan daun atau ranting-ranting muda tertutupi oleh lapisan tepung
berwarna putih. Tepung putih ini merupakan massa dari konidia cendawan. Jaringan di
bawah lapisan tepung tersebut berwarna hijau tua kebasah - basahan. Serangan berat
menyebabkan daun - daun menjadi mengeriting atau mengalami penyimpangan bentuk
(malformasi), mengering, tetapi daun - daun tetap melekat pada ranting - ranting tanaman.
Pengendalian :
a. Kultur teknis
Sanitasi terhadap tunas atau daun-daun terinfeksi yang tidak produktif.
b. Kimiawi
Penyemprotan dengan serbuk belerang atau penggunaan fungisida yang efektif, bila dijumpai
serangan. Bila menggunakan serbuk belerang, untuk tanaman jeruk dibutuhkan 20 - 30 kg
tepung belerang per hektar. Penghembusan tepung belerang hendaknya dilakukan pagi hari,
saat bunga dan daun masih basah oleh embun. Bila penghembusan dilakukan saat hari telah
panas dapat menimbulkan luka bakar pada bunga dan daun.
7. Jamur Upas
Penyebab :
Cendawan Corticium salmonicolor B. & B.
Penyebaran :
Tersebar luas di daerah penanaman jeruk di Indonesia.
Gejala :
Batang, cabang, dan ranting terlihat dilapisi oleh benang-benang mengkilat seperti sarang
laba-laba(stadium membenang. Cendawan berkembang terus, masuk ke dalam kulit dan
menyebabkan kulit membusuk. Daun - daun menjadi gugur, ranting dan cabang yang
terserang dapat mengalami kematian, terdapat bintil - bintil spora (stadium membintil). Pada
stadium lanjut warna merah jambu berubah menjadi abu-abu dan lapisan miselium
membentuk bercak - bercak tak beraturan atau seperti kerak (stadium nekator).
Pengendalian :
a. Kultur teknis
- Sanitasi dengan membuang bagian tanaman yang sakit. Pemotongan dilakukan pada bagian
tanaman sehat, yaitu + 5 cm dari batas bagian tanaman yang sakit dan sehat. Luka yang
terjadi ditutup dengan bahan penutup luka. Potongan bagian tanaman yang sakit dikumpulkan
dan dibakar.
- Menjaga kebersihan kebun dan mencegah terjadinya kelembaban yang tinggi.
b. Kimiawi
Melabur bagian tanaman sakit dengan fungisida yang efektif bila dijumpai serangan, harus
diiringi dengan pengendalian kutu - kutu daun dengan insektisida yang efektif.
Penyebab :
Cendawan Sphaceloma fawcetti (Mc Alpin & Tyron) Jenkins
Penyebaran :
Penyakit kudis terdapat menyebar di pertanaman jeruk di indonesia. Di luar negeri penyakit
ini dilaporkan terdapat di Jepang, Florida, Teluk Meksiko, Australia, dan Argentina.
Gejala :
Gejala kudis dapat terjadi pada daun, ranting dan buah. Pada tanaman yang rentan gejala
kudis menyerupai bintil - bintil kecil agak menonjol berwarna kuning atau orange. Kemudian
bintil - bintil ini berubah menjadi coklat kelabu, bersatu, keras dan bergabus membentuk
kerak. Pada daun, gejala kudis terdapat pada bagian bawah permukaan daun dan kadang-
kadang dapat dijumpai pada bagian atasnya. Daun yang terserang berkerut dan gugur. Buah -
buah yang terserang terhambat pertumbuhannya dan sering mengalami malformasi.
Pengendalian :
a. Kultur teknis
- Penanaman varietas tahan
- Mengusahakan agar buah dan tunas tanaman pada awal musim hujan sudah besar dimana
pada kondisi demikian tanaman menjadi lebih tahan.
- Mengatur saat pembuahan dapat dilakukan dengan menentukan saat pengairan tanaman
yang tepat pada jenis jeruk tertentu. Unuk jeruk keprok, usahakan terjadi pembuangan lebih
awal dengan pemberian air pada tanaman (+ 8 bulan sebelum musim hujan), sehingga pada
awal musim hujan buah sudah agak besar dan mempunyai ketahanan yang lebih tinggi
terhadap penyakit.
b. Mekanis / Fisis
Serangan pada persemaian batang bawah dapat dicegah dengan penghembusan atau
pemberian asap.
c. Kimiawi
Penyakit ini dapat dikendalikan dengan penyemrpotan bubur Bordo 1,5 - 2 % atau disemprot
dengan campuran Zink Zulfate – Cooper Sulfate dan kapur tohor dengan perbandingan 3 : 2 :
6 dalam 100 bagian air (dua kali penyemprotan awal berbunga dan setelah persarian).
9. Kanker
Penyebab :
Bakteri Xanthomonas compestris pv. Citri (Hasse) Dye. Yang juga dikenal dengan nama
Xanthomonas compestris (Hasse Dowson), Pseudomonas citri Hasse dan Phytomonas citri
(Hasse) Bergex.
Penyebaran :
Penyebaran ini terdapat diseluruh Indonesia. Di luar negeroi dilaporkan terdapat di India,
Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Selandia Baru, dan Malaysia. Penyakit ini
termasuk penyakit yang cukup merugikan banyak jenis jeruk.
Gejala :
Pada daun dan buah terjadi luka yang timbul dari bercak berwarna hijau gelap, kebasah -
basahan yang lalu mengering dengan bagian tengah terjadi pembentukan gabus berwarna
coklat / kuning. Pada bagian tengah kulit tersebut terdapat celah - celah yang menyebabkan
terjadinya lubang - lubang seperti kepundan.
Daun dan buah yang sakit kadang - kadang mengalami salah bentuk (malformasi) dan ukuran
buah menjadi kecil - kecil.
Pengendalian :
a. Menggunakan kultivar yang tahan terhadap penyakit kanker.
b. Membersihkan alat - alat yang dipergunakan di pembibitan misalnya dengan alkohol 70%
c. Pengendalian secara mekanis dengan memotong bagian tanaman yang terinfeksi penyakit.
d. Bila infeksi berat, tanaman diearadikasi, kemudian dibakar.
e. Pada intensitas serangan hebat, dapat dilakukan pengendalian dengan menyemprot daun -
daun muda dan buah dengan fungisida Copper (misalnya bubur Bordo, Copper oxychloride).
Penyemprotan dilakukan tepat sebelum pohon membentuk tunas - tunas baru, pada musim
hujan. Sebelum terdapat serangan berat.
Penyebaran :
Terdapat pada setiap pertanaman jeruk, terutama bila dijumpai adanya kutu - kutu tanaman
yang mengeluarkan embun madu yang mengandung zat gula.
Gejala :
Daun, ranting dan buah yang terserang dilapisi oleh lapisan tipis berwarna hitam. Pada
musim kering lapisan ini dapat dikelupas memakai tangan atau terkelupas sendiri, dan mudah
tersebar oleh angin. Buah yang tertutup oleh lapisan hitam ini, biasanya ukurannya lebih kecil
dan mengalami kelambatan dalam pematangan. Gejala ini banyak terjadi pada pohon jeruk
yang dijumpai kutu - kutu tanaman yang dapat mengeluarkan embun madu.
Pengendalian :
a. Mengendalikan kutu-kutu tanaman antara lain dengan pertisida yang efektif
b. Mengendalikan cendawan dengan fungisida yang efektif
Penyebab :
Ganggang Cephaleuros virescens Kunse.
Penyebaran :
Semua pertanaman jeruk teruitama di daerah tropis
Gejala :
Bercak - bercak berbentuk bundar atau tidak beraturan pada daun - daun terserang. Bercak -
bercak mempunyai tepi yng tidak jelas, permukaan bercak tertutup oleh sporangiofor. Bercak
- bercak dapat berubah warnanya menjadi coklat kehijau - hijauan. Bila ranting terserang
terlingkari, maka kulit ranting membengkak, membesar dan pecah - pecah. Pada serangan
berat daun - daun berguguran. Pada buah akan tampak lapisan yang berwarna hijau gelap atau
hitam yang agak tebal yang mengurangi kualitas buah. Namun lapisan ini biasanya terdapat
pada buah - buah yang terlalu matang untuk dipasarkan.
Pengendalian :
a. Pemeliharaan tanaman yang baik, sehingga tanaman dapat tumbuh kuat (perbaikan
drainase, penyiraman, pemupukan berimbang).
b. Penggunaan pestisida yang efektif bila dijumpai serangan.
Penyebab :
Penyebab penyakit belum diketahui. Namun kemungkinan disebabkan oleh kondisi
pertanaman yang kurang baik.
Penyebaran :
Kalimantan Barat
Gejala :
Busa berwarna putih seperti buih terlihat keluar dari batang atau pada bidang pertemuan
antara percabangan. Busa ini biasanya berbau tidak enak atau seperti bau alkohol. Kulit pada
bagian yang mengeluarkan busa busuk dan apabila dikelupas sering terlihat kumbang -
kumbang kecil baik dewasa maupun larvanya. Biasanya luka pada kulit tidak menyebar tetapi
sembuh secara alami dengan meninggalkan bekas luka diameter 1 – 3 cm.
Pengendalian :
a. Perbaikan drainase di sekitar kebun.
b. Menjaga kesuburan tanaman dengan pemberian air dan pupuk yang berimbang.
c. Bagian tanaman yang sakit dioles dengan campuran belerang atau belerang kapur.
Penyebab :
Virus atau Citrus Psorosis Virus (CPsV)
Penyebaran :
Jawa Timur, jawa Tengah, bali, Riau, kalimantan Barat. Penyebaran di negara lain adalah
Florida, Laut Tengah, Afrika Selatan dimana banyak pohon yang tidak produktif akibat
serangan penyakit ini.
Gejala :
Gejala awal adalah kematian pucuk atau ranting yang cepat yaitu 1 - 2 bulan setelah
penularan. Pucuk dan ranting yang terbentuk setelah penularan mula - mula menguning daun-
daunnya rontok, selanjutnya mengering. Gejala selanjutnya adalah garis - garis klorosis pada
jaringan di sekitar tulang daun dan bercak - bercak klorosis yang tepinya bergerigi atau
zigzag yang simetris di sekitar tulang daun tengah, 2 - 4 bulan setelah penularan gejala dan
terlihat jelas pada daun - daun muda dan pada daun yang sudah menjadi tua gejalanya
menghilang.
Pada varietas tertentu seperti jeruk manis menyebabkan pengelupasan kulit pada batang dan
cabang (Bark scalling) pada 6 - 12 tahun setelah tertulari.
Pengendalian :
a. Menggunakan mata tempel yang sehat.
b. Mengeradikasi / pemusnahan bibit yang terserang penyakit dan mencegah penyebaran dan
pemasarannya.
c. Sterilisasi alat - alat perbanyakan dengan alkohol 70 % atau klorok.
14. Exocortis (Scally Butt, Rangpur Lime Disease)
Penyebab :
Viroid atau Citrus Exocorris Virus(CEV).
Penyebaran :
Penyebaran Citrus Exocortis Viroid (CEV) di Indonesia belum banyak diketahui, tetapi telah
ditemukan pada beberapa pertanaman jeruk di Kabupaten Malang (Jawa Timur) dan Bali. Di
luar negeri penyakit ini dilaporkan terdapat di Australia.
Gejala :
Tanaman kerdil, meranggas, layu, produksi menurun dan akhirnya mati. Kulit mengelupas di
sekeliling batang bawah yang peka terhadap penyakit ini. Viroid Exocortis dapat hadir dalam
keadaan tanpa gejala di tanaman pembawa (carrier). Exorcotis tidak menunjukkan gejala
pada jenis - jenis jeruk Sweet Orange, Grapefruit, Mandarin, Rough Lemon dan Sour Orange.
Bila mata tempel yang terinfeksi dari tanaman yang tidak bergejala ditempelkan pada batang
bawah yang peka maka, akan timbul tanaman yang berpenyakit Exocortis.
Pengendalian:
a. Gunakan mata tempel yang bebas exocortis.
b. Hindarkan penggunaan peralatan yang terkontaminasi penyakit dalam perbanyakan atau
penanaman. Peralatan dapat dibersihkan dengan natrium hipoklorit 1 - 2 % atau campuran
formaldehid dan sodium hidroksida
c. Penyebaran CEV di pembibitan dapat dihindari dengan memisahkan tanaman yang
terinfeksi dengan tanaman yang sehat.
Penyebab:
Viroid Cachexia Jeruk atau Citrus Cachexia Viroid (CCaV)
Gejala:
Sebagian besar jenis dan varietas jeruk dapat terinfeksi oleh CCaV, tetapi umumnya tidak
menunjukkan gejala. Varietas jeruk yang sangat rentan terhadap infeksi viroid ini adalah
Tangelo Orlando dan Mandarin Parso’s Special. Kedua varietas ini meruapkan tanaman
indikator terbaik untuk pengujian CCaV.
Gejala infeksi CCaV pada tanaman - tanaman indikator ini adalah terbentuknya bercak-
bercak yang mengandung blendok (lendir kental berwarna coklat) pada jaringan kulit batang,
minimum 1 tahun sejak terinfeksi. Pada permukaan dalam jaringan kulit terjadi tonjolan -
tonjolan tumpul yang menyebabkan bagian kayu melekuk ke dalam. Gejala akan tampak
lebih nyata pada kondisi suhu yang hangat (20-350C). tanaman jeruk yang terserang berat
akan kerdil, daun - daun menguning, layu, mengering dan akhirnya mati.
Pengendalian :
a. Menggunakan bahan perbanyakan tanaman yang sehat.
b. Bibit yang diketahui terkena penyakit harus segera dibongkar dan dimusnahkan.
c. Menjaga kebersihan peralatan dengan natrium hipoklorit 1 - 2 % (bahan aktif dalam larutan
pencuci seperti “clorox”) dengan cara disemprotkan atau dicelupkan selama 10 detik. Bahan
kimia ini sangat efektif dalam mematikan partikel - partikel viroid yang menempel pada alat -
alat tersebut.
Penyebab :
Virus puru berkayu jeruk atau Citrus Vein Enation – Woody Gall Virus (CVEV)
Penyebaran :
Di Indonesia dilaporkan terdapat di Jawa Tengah dan jawa Barat. Di luar negeri tersebar di
Amerika, Australia, Afrika Selatan, Fiji, Peru dan India.
Gejala :
Pada tanaman jeruk nipis, infeksi CVEV menyebabkan munculnya tonjolan - tonjolan
(enation) yang tersebar tidak beraturan pada tulang daun di permukaan bawah daun. Gejala
ini mula - mula berukuran kecil dan mulai tampak pada daun - daun muda yang biasanya
terjadi 2 - 3 bulan sejak penularan. Gejala tersebut semakin jelas bila daun menjadi tua. Pada
tanaman terinfeksi, gejala tonjolan - tonjolan ini bisa terjadi pada sebagian atau seluruh daun.
Selain pada jeruk nipis, gejala tersebut kadang-kadang dijumpai pada jeruk manis, Siem,
Rough lemon (RL) dan Sour Orange, tetapi biasanya lebih ringan dibandingkan pada jeruk
nipis.
Pada tanaman jeruk yang disambung pada batang bawah RL, CVEV menyebabkan
pembentukan puru - puru atau benjolan - benjolan (gall) pada daerah sambungan, sekitar 6
bulan sejak tertulari. Gejala ini mula-mula berukuran kecil berwarna hijau pucat, kemudian
berkembang melebar dan membesar tak beraturan.
Morfologi dan daur penyakit :
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang belum banyak diketahui seluk beluknya. CVEV
bersifat endemik di pertanaman jeruk. Virus dapat menular melalui penyambungan mata
tempel dan di lapang melalui beberapa jenis kutu daun, yaitu T. citridus, A. gossypii dan M.
persicae. Serangan CVEV hampir selalu bersamaan dengan virus Tristeza
Pengendalian :
a. Pengendalian serangga vektor dengan insektisida.
b. Pemilihan pohon induk yang bebas virus, yang menghasilkan barang atas yang sehat.
c. Alat - alat yang dipakai dalam penempelan didisinfeksi dengan teratur.