Anda di halaman 1dari 3

ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG MEMANUSIAKAN MANUSIA

(Syaidurrahman Alhuzaifi: 18105050021)

Dewasa ini, hiruk pikuk keadaan di sekitar umat beragama khususnya umat muslim di
Indonesia seakan menyayat hati. Hampir setiap hari berbagai media informasi menyajikan berita-
berita tentang berbagai konflik dalam umat beragama. Seakan-akan agama menjadi satu mata
pisau yang tajam bagi seseorang yang beragama dan akan menebas siapa saja yang tidak
sepemahaman dengan apa yang ia yakini. Bermacam sekte dan organisasi masyarakat (ORMAS)
bertarung untuk merebut klaim bahwa kelompok mereka lah yang benar. Hingga pada akhirnya
realitas yang seperti ini mengubah tujuan dan cita-cita dari sebuah agama, yakni melahirkan roda
kehidupan yang damai dan tentram. Karena pada dasarnya tidak satupun agama yang
mengajarkan konsep kebencian antar manusia dalam menjalankan hidup di bumi Tuhan ini.

Sudah seharusnya hal demikian dikembalikan kepada khitah asli dari sebuah agama.
Dalam ajaran islam, mungkin tidak asing lagi bagi kaum muslim mendengar pernyataan “Islam
Rahmataan lil’aalamiin”, islam sebagai rahmat untuk alam semesta. Konsep atau pernyataan
tersebut bukan tanpa dasar da asal-asalan. Sumber Islam yang paling otoritatif dan autentik,
Quran dengan sangat tegas menyebutkan bahwa agama yang dibawa olehn Nabi Muhammad
SAW adalah agama rahmatan lil’aalamiin. “Aku tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali
sebagai penyebar kasih saying bagi alam semesta.” (Q.S Al anbiyaa[21]:107). Ayat ini menjadi
bukti dasar bahwa Islam sebagai sebuah agama mempunyai cita-cita untuk mengatur kehidupan
manusia dengan kasih saying di atas muka bumi. Bukan dengan ujaran kebencian seperti yang
dirasakan saat sekarang ini.

Apabila nilai aksiologis dari firman Allah tersebut dielaborasikan dengan pernyataan
Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits, yakni “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk
menyempurnakan akhlak.” Atas dasar argument inilah jelas bahwa Nabi Muhammad SAW
sendiri sebagai seorang tauladan dan panutan umat islam menolak bahwa khitah dari agama
bukanlah kekerasan, kebencian, apalagi permusuhan. Karena dari akhlak yang sempurna,
karakter yang baik justru akan menghasilkan hubungan social manusia yang damai, rukun, serta
berjalan stabil. Sekaligus Nabi SAW tidak pernah melakukan sikap arogan demikian. Nabi
Muhammad SAW mempertegas pernyataannya dengan mengatakan, “Aku tidak diutus sebagai
pengutuk, melainkan sebagai rahmat bagi semesta.”
Pernyataan dan argumen ini tentu saja seharusnya menginspirasi setiap umat beragama
khususnya muslim untuk melakukan langkah-langkah kemanusiaan yang tegas dalam
menegakkan keadilan dan kebenaran yang sesuai dengan esensi dari ajaran islam yang rahmatan
lil’aalamiin. Yakni mewujudkan suatu tatanan kehidupan manusia yang didasarkan pada
pengakuan atas kesederajatan manusia di hadapan hukum (Al-musaawah amamal Hukmi),
penghargaan atas martabat (Hidfzh al ‘irdl), persaudaraan ( Al-Ukhuuwah), penegakan keadilan
(Iqaamat Al adl), pengakuan atas pendapat dan pemikiran orang lain, dialog secara santun, serta
kerjasama saling mendukung mewujudkan kemashlahatan umat. Hal inilah yang menjadi pilar-
pilar kehidupan yang seharusnya dilaksanakan oleh umat muslim, tanpa harus
mempertimbangkan latar belakang yang berbeda diantara umat beragama maupun muslim secara
khusus. Karena dalam persoalan kehidupan sosial (Mu’aamalah) tidak ada konsep yang
mengajarkan nilai-nilai deskriminatif diantara umat manapun. Setiap makhluk Allah di muka
bumi ini berhak mendapatkan kesetaraan derajat dalam tatanan sosial. Hal ini adalah salah satu
bentuk implementasi dari nilai dalam ajaran islam yaitu menjaga hubungan diantara manusia
(Hablum minannas). Karena hubungan dengan Allah (Hablum minallah) tidaklah menjadi
sempurna apabila hablum minannas tidak diaplikasikan. Bagaimana mungkin hubungan seorang
hamba dengan tuhan akan harmonis, apabila hubungan dia dengan mahluk sesame manusia rusak
dengan kebencian, kekerasan, ataupun permusuhan.

Islam sebagai Agama yang memanusiakan manusia terlihat pada aspek nilai-nilai
kemanusiaan yang diajarkan islam. Salah satu bentuk elaborasi dari nilai-nilai kemanusiaan itu
adalah pengakuan tulus terhadap kesamaan dan kesatuan manusia. Semua manusia adalah sama
dan berasal dari sumber yang satu, yaitu Tuhan. Yang membedakan hanyalah prestasi dan
kualitas takwa manusia. Soal takwa adalah bagian dari nilai hablum minallah, Allah semata yang
berhak melakukan penilaian, bukan manusia.

Nilai auntentik Islam dalam memanusiakan manusia adalah dengan membina manusia
agar menjadi pribadi yang baik dalam semua aspek. Mulai dari aspek moral, sosial, mental
bahkan spiritual. Contoh sederhananya saja, apabila seseorang menerima tamu dating ke
rumahnya, islam mengajarkan untuk memuliakan tamu dengan melayani dengan sebaik
mungkin. Bahkan dikatakan bahwa tamu adalah raja yang harus dilayani. Tapi bukan berarti
seorang tamu berhak bersikap semena-mena saja. Artinya, persoalan sedetil itupun diatur dalam
ajaran Islam, menunjukkan bahwa Islam memang memuliakan dan ingin mengangkat derajat
manusia sebagai manusia. Intisari dari setiap ajaran Islam berkisar pada penjelasan yang baik dan
buruk, yakni menjelaskan mana perbuatan baik yang akan membawa kepada kebahagiaan, dan
mana perbuatan buruk yang akan membawa kepada kesengsaraan. Agama Islam memberikan
seperangkat tuntunan kepada manusia agar mengerjakan perbuatan baik dan menghindari
perbuatan buruk demi kebahagiaan dan ketentraman manusia itu sendiri. Allah sebagai Tuhan,
sama sekali tidak merasa untung jika manusia mengikuti aturan yang diwahyukkan, sebaliknya
tidak akan merasa rugi jika manusia mengabaikan tuntunan-Nya.

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tujuan utamna syariat Islam (maqashid Al-syariat)
pada dasarnya adalah kesejahteraan sosial atau kebaikan bersama(kemashlahatan). Beliau
menjelaskan, “Kemashlahatan menurut saya adalah mewujudkan tujuan-tujuan agama yang
memuat lima bentuk perlindungan (Al-dharuriyat Alkhamsah). Yaitu perlindungan beragama
(hifdzh al-diin), perlindungan hak jiwa (hifdzh al-nafs), perlindungan pemikiran (hifdzh al-aql),
perlindungan keturunan (hifdzh an-nasl), dan perlindungan harta atau hak milik (hifdzh al-maal).
Segala cara yang dapat menjamin perlindungan terhadap yang lima prinsip ini disebut
kemashlahatan, dan apabila mengabaikan kemashlahatan adalah kerusakan (Mafsadah), dan
menolak kerusakan adalah kemashlahatan.”

Sangat jelas akhirnya apabila dari setiap nilai dan gagasan yang diajarkan Islam
diterapkan, menjadi suatu solusi dan strategi yang besar, yang mengacu pada kesejahteraan
manusia sebagai umat beragama di muka bumi ini. Apabila nilai-nilai itu benar-benar
diaplikasikan akan mewujudkan kehidupan yang damai serta sejahtera diantara manusia.
Sehinggat terwujudlah islam sebagai agama rahmatan lil’aalamin yang memanusiakan manusia.
Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai