Anda di halaman 1dari 9

Sistem Ekonomi Liberalis dan Komunis

Posted by Dovi Eka Wiranata at 10:56 AM |

Sistim ekonomi Liberal/Kapitalisme


Faham liberal/kapitalisme berasal dari Inggris pada abab 18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan
Amerika Utara. Sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran Gereja, tumbuh aliran pemikiran Liberalisme di
negara-negara Eropa Barat. Aliran ini kemudian merambah kesegala bidang termasuk bidang ekonomi. Dasar
filosofis pemikiran ekonomi Kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith dalam bukunya An Inquri into the Nature
and Cause of the wealth of Nation yang ditulis pada tahun 1776. Isi buku tersebut sarat dengan pemikiran-pemikiran
tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi, dan pada akhirnya
kemudian mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup (way of life).
Mith berpendapat manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah dasar dorongan kepentingan pribadi, yang
bertindak sebagai tenaga pendorong yang membimbing manusia mengerjakan apa saja asal masyarakat sedia
membayar “Bukan berkat kemurahan tukang daging, tukang pembuat Bir atau tukang pembuat Roti kita dapat
makan siang”. Kata Smith “akan tetapi karena memperhatikan kepentingan pribadi mereka. Kita berbicara bukan
kepada rasa kemanusian mereka, melainkan kepada cinta mereka kepada diri mereka sendiri, dan janganlah sekali-
sekali berbicara tentang keperluan-keperluan kita, melainkan tentang keuntungan-keuntungan mereka”. (Robert L
Heibroner, 1986. UI Press).
Motif kepentingan individu didorong oleh filsafat liberlisme kemudian melainkan system ekonomi pasar
bebas, pada akhirnya melahirkan ekonomi kapitalis.
Milton H. Spencer (1977), menulis dalam bukunya Contemporary Ecomics: “Kapitalisme merupakan sebuah system
oraganisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah,
pabrik-pabrik, jalan kereta api, dan sebagainya) dan pemanfatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi
yang sangat kompetitif.”
Para individu memperoleh peransang agar aktiva mereka diamnfaatkan seproduktif mungkin. Hal tersebut sangat
mempengaruhi distribusi kekayaan serta pendapatan karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun
aktiva dan memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal.
Ia memungkinkan laju pertukaran yang tinggi oleh karena orang memiliki hak pemilikan atas barang-
barang sebelum hak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain.
Dengan demikian kapitalisme sangat erat hubungannya dengan pengejaran kepentingan individu. Bagi Smith bila
setiap individu diperbolehkan mengejar kepentingannya sendiri tanpa adanya campur tangan pihak pemerintah,
maka ia seakan-akan dibimbing oleh tangan yang tak nampak (the imvisible hand) untuk mencapai yang terbaik
pada masyarakat.
Kebebasan ekonomi tersebut juga diilhami oleh pendapat Legendre yang ditanya oleh Menteri Keuangan
Perancis pada masa pemerintahan Louis XII/ pada akhir abab 17, yakni Jean bapiste Colbert. Bagaimana kiranya
pemerintah dapat membantu dunia usaha, Legendre menjawab : “Laisse nouis faire” (jangan menggangu kita, (leave
us alone), kata ini dikenal kemudian sebagai laissez faire. Dewasa ini prinsip laissez faire diartikan sebagai tiadanya
intervensi ekonomi dan kebebasan ekonomi. Dengan kata lain dalam system kapitali berlaku , “ Free Fight
Liberalism” (system persaingan bebas). Siapa yang memiliki dan mampu menggunakan kekuatan modal (capital)
secara efektif dan efesien akan dapat memenangkan pertarungan bisnis. Faham yang menggunakan kekuatan modal
sebagai syarat memenangkan pertarungan ekonomi disebut Kapitalisme.
Keunggulan dan kemenangan kapitalisme memang sangat mengesankan. Lebih dari dua
abad setelah terbitnya buku The Wealth of Nations karya mahagurukapitalisme Adam Smith,
sistem ekonomi kapitalistik berhasil mengalahkan semua pesaingnya dari ideologi lain. Pada
akhir Perang Dunia II, hanya dua kawasan bumi yang tidak komunis, otoriter,
merkantilistik atau sosialis, yakni Amerika Utara dan Swisa. Kini selain kita menyaksikan
negara-negara komunis rontok satu demi satu, hampir tak ada satupun negara yang saat ini bebas
dari Coca Cola, Mc Donalds, KFC dan Levis, lambang supremasi corporate capitalism yang
menguasai sistem ekonomi abad 21.
Namun demikian, setelah kapitalisme memonopoli hampir seluruh sistem ekonomi, kini
semakin banyak pengamat yang menggugat apakah sistem yang didasari persaingan pasar bebas
ini mampu menjawab berbagai permasalahan nasional maupun global. Sejarah juga
menunjukkan bahwa kapitalisme bukanlah piranti paripurna yang tanpa masalah. Selain gagasan
itu sering menyesatkan, terdapat banyak agenda pembangunan yang tidak mengalir jernih dalam
arus sungaikapitalisme. Masalah seperti perusakan lingkungan, meningkatnya kemiskinan,
melebarnya kesenjangan sosial, meroketnya pengangguran, dan merebaknya pelanggaran HAM
serta berbagai masalah degradasi moral lainnya ditengarai sebagai dampak langsung maupun
tidak langsung dari beroperasinya sistem ekonomikapitalistik.
Sinyalemen tersebut bukan tanpa bukti. Berdasarkan studinya di negara-negara
berkembang, Haque dalam Restructuring Development Theories and Policies(1999)
menunjukkan bahwa kapitalisme bukan saja telah gagal mengatasi krisis pembangunan,
melainkan justru lebih memperburuk kondisi sosial-ekonomi di Dunia Ketiga. Menurutnya:
Compared to the socioeconomic situation under the statist governments during the 1960s
and 1970s, under the pro-market regimes of the 1980s and 1990s, the condition of poverty has
worsened in many African and Latin American countries in terms of an increase in the number of
people in poverty, and a decline in economic-growth rate, per capita income, and living
standards (Haque, 1999:xi).
Dalam kapitalisme, negara hanya berperan sebagai “penjaga malam” guna
menjamin mekanisme pasar berjalan lancar dan campur tangan negara yang terlalu besar
dianggap hanya akan mengganggu beroperasinya pasar. Karenanya, dalam situasi yang tanpa
“tangan pengatur keadilan” seperti itu, kapitalisme mudah terpeleset
kedalam arogansi ekonomi, homo homini lupus, dan hedonisme yang melihat manusia hanya
sebatas “binatang ekonomi” (homo economicus) yang motivasi, kebutuhan dan kesenangannya
hanya mengejar pemuasan fisik-materi. Patokan tindakannya akan bercorak utilitarianistik, asas
“sebesar-besarnya manfaat dari sekecil-kecilnya pengorbanan”. Dalam praktiknya, “manfaat” di
sini kerap merosot maknanya menjadi sekadar “konsumerisme-materialisme” dan
“pengorbanan” sering terpeleset menjadi penindasan terselubung “si kuat terhadap si lemah”,
“majikan terhadap buruh”, “penguasa terhadap yang terkuasai”. Produktivitas, efisiensi, dan
pertumbuhan didewakan, sementara solidaritas, effektifitas, dan kesetaraan ditiadakan.
Menurut kaum utopiawan revolusioner, seperti Horkheimer, Marcuse, Adorno, dan
Roszak, apabila skenario pembangunan seperti ini dibiarkan, maka wajah pembangunan akan
diformat dan dikuasai oleh elit teknokrat dan elit konglomerat yang berkolaborasi mereduksi
pembangunan yang tahap demi tahap diarahkan menuju teknokrasi totaliter dan “work-fare
state” (bukan welfare state) yang mematikan kesejatian manusia, kebebasan, kebahagiaan,
keselarasan, keharmonisan dan yang mengasingkan manusia dari semesta dan sesamanya
(Suharto, 1997).
Itulah salah satu dasarnya mengapa di negara-negara kapitalis pembangunan ekonomi
dan kesejahteraan sosial tidak dipandang sebagai dua “sektor” yang berlainan dan berlawanan.
Keduanya dijalankan secara serasi dan seimbang yang dibingkai oleh formulasi historis dan
sosiologis yang bernama “negara kesejahteraan” (welfare state) (Suharto, 2001a; 2001b; 2001c;
2001d). Sebagaimana dinyatakan oleh pemikir sosialis Jerman Robert Heilbroner (1976), negara
kesejahteraan merupakan sebuah ideologi, sistem dan sekaligus strategi yang jitu untuk
mengatasi dampak negatif kapitalisme. Karena menurutnya, perlawanan terhadap kapitalisme di
masa depan memang tidak dapat dan sudah seharusnya tidak diarahkan untuk membongkar total
sistem ini, melainkan untuk mengubah sistem yang “unggul” ini agar lebih berwajah
manusiawi (compassionate capitalism) dalam mengatasi akibat mekanisme pasar yang tidak
sempurna.
Karena ketidaksempurnaan mekanisme pasar ini, peranan pemerintah banyak ditampilkan
pada fungsinya sebagai agent of socioeconomic development. Artinya, pemerintah tidak hanya
bertugas mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan juga memperluas distribusi ekonomi
melalui pengalokasian public expenditure dalam APBN dan kebijakan publik yang mengikat.
Selain dalam policy pengelolaan nation-state-nya pemerintah memberi penghargaan terhadap
pelaku ekonomi yang produktif, ia juga menyediakan alokasi dana dan daya untuk menjamin
pemerataan dankompensasi bagi mereka yang tercecer dari persaingan pembangunan.
Dalam negara kesejahteraan, pemecahan masalah kesejahteraan sosial, seperti
kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan keterlantaran tidak dilakukan melalui proyek-
proyek sosial parsial yang berjangka pendek. Melainkan diatasi secara terpadu oleh program-
program jaminan sosial (social security), pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, serta berbagai
tunjangan pendidikan, kesehatan, hari tua, dan pengangguran.
Pengertian Sistem Ekonomi Liberal/Kapitalisme
Sistem ekonomi liberal/kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan sepenuhnya
dalam segala bidang perekonomian kepada masing-masing individu untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya. Filsafat atau ideologi yang menjadi landasan kepada sistem ekonomi liberal adalah bahwa setiap unit
pelaku kegiatan ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang akan memberikan keuntungan
kepada dirinya, maka pada waktu yang sama masyarakat akan memperoleh keuntungan juga. Dengan demikian
setiap orang akan bebas bersaing dengan orang lain dalam bidang ekonomi.
Adam Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nation (1776) juga menunjukkan bahwa
kebebasan berusaha didorong oleh kepentingan ekonomi pribadi merupakan pendorong kuat menuju kemakmuran
bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pasar bebas ini dapat menciptakan efisiensi yang cukup tinggi dalam
mengatur kegiatan perekonomian.
Mungkin kita akan bertanya, bagaimanakah peran pemerintah dalam sistem ekonomi liberal? Pemerintah
sama sekali tidak campur tangan dan tidak pula berusaha memengaruhi kegiatan ekonomi yang dilakukan
masyarakat. Seluruh sumber daya yang tersedia dimiliki dan dikuasai oleh anggota-anggota masyarakat dan mereka
mempunyai kebebasan penuh untuk menentukan bagaimana sumber-sumber daya tersebut akan digunakan.
Gambaran secara menyeluruh mengenai sistem ekonomi liberal, dapat diperhatikan ciri-ciri
sistem ekonomi liberal berikut ini.
1) Setiap orang bebas memiliki alat-alat produksi.
2) Adanya kebebasan berusaha dan kebebasan bersaing.
3) Campur tangan pemerintah dibatasi.
4) Para produsen bebas menentukan apa dan berapa yang akan diproduksikan.
5) Harga-harga dibentuk di pasar bebas.
6) Produksi dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan laba serta semua kegiatan ekonomi didorong oleh
prinsip laba.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, sistem ekonomi liberal memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan sistem ekonomi liberal
1) Setiap individu diberi kebebasan memiliki kekayaan dan sumber daya produksi.
2) Individu bebas memilih lapangan pekerjaan dan bidang usaha sendiri.
3) Adanya persaingan menyebabkan kreativitas dari setiap individu dapat berkembang.
4) Produksi barang dan jasa didasarkan pada kebutuhan masyarakat.
Kekurangan sistem ekonomi liberal
1) Muncul kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin.
2) Mengakibatkan munculnya monopoli dalam masyarakat.
3) Kebebasan mudah disalahgunakan oleh yang kuat untuk memeras pihak yang lemah.
4) Sulit terjadi pemerataan pendapatan.

Sistem Perekonomian Komunisme


Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai
pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan
memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua
unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan
pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah
sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme
tersebut.
Secara Umum Pengertian Komunisme
Komunisme muncul sebagai aliran ekonomi, ibarat anak haram yang tidak disukai oleh kaum
kapitalis. Aliran ekstrim yang muncul dengan tujuan yang sama dengan sosialisme, sering lebih bersifat
gerakan ideologis dan mencoba hendak mendobrak sistem kapitalisme dan system lainnya yang telah
mapan.
Kampiun Komunis adalah Karl Marx. Sosok amat membenci Kapitalisme ini merupakan korban
saksi sejarah, betapa ia melihat para anak-abak dan wanita-wanita termasuk keluarganya yang
dieksploitir para kapitalis sehingga sebagian besar dari mereka terserang penyakit TBC dan tewas, karena
beratnya penderitaan yang mereka alami. Sementara hasil jerih payah mereka dinikmati oleh para pemilik
sumber daya (modal) yang disebutnya kaum Borjuis.
Kata Komunisme secara historis sering digunakan untuk menggambarkan sistem-sistem sosial di
mana barang-barang dimiliki secara bersama-sama dan distribusikan untuk kepentingan bersama sesuai
dengan kebutuhan masing-masing anggota masyarakat. Produksi dan konsumsi berdasarkan motto
mereka : from each according to his abilities to each according to his needs. (dari setiap orang sesuai
dengan kemampuan, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhan).
Walaupun tujuan sosialisme dan komunisme sama, dalam mencapai tujuan tersebut sangat
berbeda. Komunisme adalah bentuk paling ektrim dari sosialisme.Bentuk sistem perekonomian
didasarkan atas system, dimana segala sesuatu serba dikomando.
Begitu juga karena dalam sistem komunisme Negara merupakan penguasa mutlak, perekonomian
komunis sering juga disebut sebagai “sistem ekonomi totaliter”, menunjuk pada suatu kondisi sosial
dimana pemerintah main paksa dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya, meskipun dipercayakan
pada asosiasi-asosiasi dalam system social kemasyarakatan yang ada. Sistem ekonomi totaliter dalam
praktiknya berubah menjadi otoriter, dimana sumber-sumber ekonomi dikuasai oleh segelintir elite yang
disebut sebagai polit biro yang terdiri dari elite-elite partai komunis.

Sistem ekonomi sosialis/komunis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :


1) Semua sumber daya ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh negara.
2) Seluruh kegiatan ekonomi harus diusahakan bersama. Semua perusahaan milik negara sehingga tidak ada
perusahaan swasta.
3) Segala keputusan mengenai jumlah dan jenis barang ditentukan oleh pemerintah.
4) Harga-harga dan penyaluran barang dikendalikan oleh negara.
5) Semua warga masyarakat adalah karyawan bagi negara.
Seperti halnya sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis/komunis juga mempunyai kelebihan
dan kekurangan.
Kelebihan sistem ekonomi sosialis/komunis
1) Semua kegiatan dan masalah ekonomi dikendalikan pemerintah sehingga pemerintah mudah melakukan
pengawasan terhadap jalannya perekonomian.
2) Tidak ada kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin, karena distribusi pemerintah dapat
dilakukan dengan merata.
3) Pemerintah bisa lebih mudah melakukan pengaturan terhadap barang dan jasa yang akan diproduksi
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4) Pemerintah lebih mudah ikut campur dalam pembentukan harga.
Kekurangan sistem ekonomi sosialis/komunis.
1) Mematikan kreativitas dan inovasi setiap individu.
2) Tidak ada kebebasan untuk memiliki sumber daya.
3) Kurang adanya variasi dalam memproduksi barang, karena hanya terbatas pada ketentuan pemerintah.

Komunisme Menurut Marx :


Bahwasanya menurut Marx ciri_ciri inti dari masyarakat komunis tersebut adalah :
- Penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi
- Penghapusan adanya kelas-kelas sosial
- Penghapusan pembagian kerja
Menurut Marx komunisme menitik beratkan pada :
Pertama, Sekelumit kecil orang kaya hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja
yang teramat banyak jumlahnya hidup bergelimang papa sengsara.
Kedua, cara untuk merombak ketidakadilan ini dengan jalan melaksanakan sisitem sosialis yaitu system
dimana alat produksi dikuasai Negara dan bukannya oleh pribadi swasta.
Ketiga, pada umumnya salah satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis ini adalah
lewat revolusi kekerasan.
Keempat, untuk menjaga kelanggengan sisitem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai Komunis
dalam jangka waktu yang memadai.
Tiga dari ide pertama sudah dicetuskan dengan jelas sebelum Marx, sedangkan ide keempat
berasal dari gagasan Marx mengenai “diktatur proletariat”. Sementara itu, masa kediktatoran Soviet
sekarang lebih merupakan hasil dari langkah-langkah Lenin dan Stalin dari pada gagasan Marx.
Hal ini tampaknya menimbulkan anggapan bahwa pengaruh Marx dalam komunisme lebih kecil
dari kenyataan sebenarnya, dan penghargaan orang terhadap tulisan-tulisannya lebih menyerupai
sekedar etalasi untuk membenarkan sifat “keilmihan” dari pada ide dan politik yang sudah terlaksana dan
diterima.
Sementara boleh jadi ada benarnya juga anggapan itu, namun tampaknya kelewat berlebihan. Lenin
misalnya, tidak sekedar menggap dirinya mengikuti ajaran-ajaran Marx, tapi dia betul-betul membacanya,
menghayatinya, dan menerimanya. Dia yakin betul yang dilimpahkannya persis diatas rel yang
dibentangkan Marx. Begitu juga terjadi pada diri Mao Tse Tung dan pemuka-pemuka Komunis lain.
Memang benar, ide-ide Marx mungkin sudah disalah artikan dan ditafsirkan lain.
Mungkin bisa diperdebatkan bahwa Lenin, politikus praktis yang sesungguhnya mendirikan Negara
Komunis, memegang saham besar dalam hal membangun Komunisme sebagai suatu ideologi yang begitu
besar pengaruhnya di dunia.
Pendapat ini masuk akal Lenin benar-benar seorang tokoh penting. Tapi tulisan-tulisan Marx begitu hebat
pengaruhnya terhadap jalan pikiran bukan saja Lenin tapi juga pemuka-pemuka Komunis lain. Akhirnya
sering dituding orang bahwa teori Marxis di bidang ekonomi sangatlah buruk dan banyak keliru. Terlepas
benar atau tidak, kita perlu meng-amininya tentu saja, tak bisa juga dipungkiri banyak hipotesa “proyeksi
kedepan” tertentu Marx terbukti atau tidaknya, misalkan saja, bahwasanya Marx meramalkan bahwa
dalam negeri-negeri kapitalis kaum buruh akan semakin melarat dalam perjalanan sang waktu. Marx juga
memperhitungkan bahwa kaum menengah akan disapu dan sebagian besar orang-orangnya akan masuk
kedalam golongan proletariat dan hanya sedikit yang bisa bangkit dan masuk kedalam kelas kapitalis.
Tapi terlepas apakah teori ekonominya benar atau salah, semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan
pengaruh Marx. Bahwasanya arti penting seorang filosof terletak bukan pada kebenaran pendapatnya
tapi terletak pada masalah apakah buah pikirannya telah menggerakkan orang bertindak atau
tidak. Diukur dari sudut ini, tak perlu diragukan lagi Karl Marx punya arti penting yang luar biasa
hebatnya.
Daftar Pustaka
www.google.com
Dominelly, L. dan A. Hoogvelts (1996), “Globalisation and The Technocratisation of Social
Work”, Critical Social Policy, 47,16(2), hal.45-62.
Heilbroner, Robert L. (1976), Business Civilization in Decline, New York: WW Norton & Company.
Marshall, T. H. (1981), The Right To Welfare, London: Heinemann.
Mayo, M, (1998), “Community Work”, dalam Adams, Dominelli dan Payne (eds),Social Work:
Themes, Issues and Critical Debates, London: McMillan. Mishra, Ramesh (1999),
Globalizationa and The Welfare State, Cheltenham: Edward Elgar.

Anda mungkin juga menyukai