Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Agro 5(1), 2018

PEMANFAATAN Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens DALAM


PENGENDALIAN HAYATI Ralstonia solanacearum PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI
PADA TOMAT

UTILIZATION OF Bacillus subtilis and Pseudomonas fluorescens IN BIOLOGICAL


CONTROL OF Ralstonia solanacearum THE CAUSE OF BACTERIAL WILT DISEASE IN
TOMATO

Istiqomah dan Dian Eka Kusumawati

Universitas Islam Darul ‘Ulum Lamongan, Jalan Airlangga 03 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur

Korespondensi : istiqomah@unisda.ac.id / istiqomah.faqih@gmail.com

Diterima 4 April 2018 / Disetujui 26 Juni 2018

ABSTRAK

Salah satu penyakit penting pada produksi tomat di Indonesia adalah layu bakteri yang
disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Alternatif untuk mengendalikan penyakit layu
bakteri adalah dengan menggunakan Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui kemampuan B. subtilis dan P. fluorescens dalam
mengendalikan penyakit layu bakteri yang disebabkan R. solanacearum serta mekanisme
penghambatannya. Penelitian ini terdiri dari 5 tahap, yaitu perbanyakan inokulum R.
solanacearum, uji virulensi dan uji hipersensitif R. solanacearum, uji antagonis B. subtilis dan
P. fluorescens terhadap R. solanacearum pada media agar, uji jenis antibiosis, penelitian di
rumah kaca, dan analisis total fenol. Hasil penelitian uji antagonis menunjukkan bahwa semua
isolat B. subtilis dan P. fluorescens memiliki potensi menghambat R. solanacearum dengan tipe
antibiosis bakteriostatik. Hasil analisis kadar fenol menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
total fenol secara signifikan pada tanaman tomat yang diaplikasikan isolat B. subtilis UB-ABS6,
P. fluorescens UB-PF5 dan P. fluorescens UB-PF6. Penelitian di rumah kaca menunjukkan
bahwa semua tanaman tomat yang diaplikasikan agens hayati mengalami penundaan masa
inkubasi dibandingkan dengan kontrol. Isolat B. subtilis UB-ABS2, B. subtilis UB-ABS6, P.
fluorescens UB-PF5 dan P. fluorescens UB-PF6 secara signifikan menekan kejadian penyakit
layu bakteri berturut-turut 50%, 30%, 60%, dan 60%. B. subtilis dan P. fluorescens dapat
dimanfaatkan untuk mengendalikan layu bakteri pada tomat yang disebabkan oleh Ralstonia
solanacearum.
Kata kunci : Bacillus subtilis, pengendalian hayati, Pseudomonas fluorescens, Ralstonia
solanacearum, tomat.

ABSTRACT

One of important disease that infects tomato production in Indonesia is bacterial wilt
disease caused by Ralstonia solanacearum. Alternative on controlling bacterial wilt is using
Bacillus subtilis and Pseudomonas fluorescens. Goal of the research was to find out ability of B.
subtilis and P. fluorescens to control R. Solanacearum and mechanism of the inhibition. This

ISSN : 2407-7933 1

Cyte this as: Istiqomah & Kusumawati, D. E. (2018). Pemanfaatan Bacillus subtilis dan
Pseudomonas fluorescens dalam pengendalian hayati Ralstonia solanacearum penyebab
penyakit layu bakteri pada tomat. Jurnal Agro, 5(1), 1-12. https://doi.org/10.15575/2305
Jurnal Agro 5(1), 2018

research divided into 5 stages, i.e. propagation of R. solanacearum, virulence and


hypersensitive tests of R. Solanacearum, antagonist test of B. subtilis and P. fluorescens against
R. solanacearum on agar medium, antibiosis type test, research in greenhouse, and total
phenol analysis. The result showed that all isolates of B. subtilis and P. fluorescens have
potential to inhibite R. solanacearum by bacteriostatic antibiosis type. The total phenol level
showed significant increase of phenol on tomato along with the application of isolates B.
subtilis UB-ABS6, P. fluorescens UB-PF5 and P. fluorescens UB-PF6. Research in the greenhouse
showed that all tomatoes, which had been given bioagent, did delay on the incubation than
the control. Isolates of B. subtilis UB-ABS2, B. subtilis UB-ABS6, P. fluorescens UB-PF5, and P.
fluorescens UB-PF6 had significantly inhibited the bacterial wilt disease 50%, 30%, 60%, and
60%, respectively. Therefore, B. subtilis and P. fluorescens can be used to control bacterial wilt
diseases on tomato caused by Ralstonia solanacearum.
Keywords : Bacillus subtilis, bio-control, Pseudomonas fluorescens, Ralstonia solanacearum,
tomato.

PENDAHULUAN dinding sel tanaman yang mengandung


Tomat merupakan komoditas selulosa dan pektin. Akibat dari serangan
hortikultura yang penting di Indonesia dan ini terjadi penyimpangan fisiologis
berperan strategis dalam pemenuhan tanaman yaitu terganggunya proses
kebutuhan masyarakat sehari-hari. Selama translokasi air dan nutrisi lainnya sehingga
masa pertumbuhannya, tomat mengalami tanaman menjadi layu kemudian mati
beberapa kendala budidaya baik dari hama (Agrios, 2005).
maupun patogen yang dapat menurunkan Berbagai upaya telah dilakukan dalam
produksi. Kendala utama dalam pengendalian penyakit layu bakteri,
meningkatkan produksi tomat adalah diantaranya adalah penggunaan benih
serangan hama dan penyakit. Menurut bebas hama dan penyakit, penanaman
Agrios (2005), kerugian panen akibat jenis tanaman yang tidak sejenis,
penyakit ini diperkirakan sekitar 14% di penanaman yang tidak serempak pada
seluruh dunia. lahan yang luas, dan penggunaan pestisida
Salah satu penyakit penting pada sintetis, tetapi cara ini belum mendapatkan
tanaman tomat adalah layu bakteri yang hasil yang memuaskan. Alternatif
disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. pengendalian lain untuk mengendalikan
Di benua Amerika, penyakit ini mampu penyakit layu bakteri adalah dengan
menurunkan tingkat produksi pada 15% pengendalian hayati menggunakan
lahan di Carolina Selatan (Agrios, 2005). mikroba. Penggunaan agens hayati dalam
Menurut Rivard et al. (2012), pada lahan pengendalian penyakit tanaman memiliki
yang terinfestasi R. solanacearum secara beberapa kelebihan diantaranya dapat
alami di Jerman kejadian penyakit ini mengurangi pencemaran lingkungan bahan
mencapai 75%. Patogen R. solanacearum kimia dari insektisida, lebih efisien,
mengganggu pengangkutan air dan zat berkelanjutan, tidak merusak keragaman
makanan dengan jalan merusak sel hayati, dan kompatibel dengan cara
tanaman. Enzim yang berperan dalam pengendalian lainnya (Setiati et al., 2016).
proses ini adalah enzim selulase dan Bakteri yang dapat berfungsi sebagai agens
pektinase. Enzim ini menghancurkan

2
Jurnal Agro 5(1), 2018

hayati adalah Bacillus subtilis dan BAHAN DAN METODE


Pseudomonas fluorescens.
Bakteri B. subtilis dan P. fluorescens Penelitian dilaksanakan di rumah kaca
telah dikenal secara luas memiliki potensi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan
sebagai agens hayati untuk menghambat di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Sub
beberapa patogen tanaman. Pseudomonas Laboratorium Bakteriologi, Program Studi
spp. adalah kelompok bakteri perakaran Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian
yang efektif menekan berbagai penyakit Universitas Brawijaya. Waktu pelaksanaan
tanaman diantaranya rebah semai, busuk penelitian pada bulan April – Juli 2017.
lunak, layu bakteri, dan lain-lain pada
banyak varietas tanaman. Zat antibiotik Perbanyakan Inokulum Patogen R.
yang diproduksi oleh Pseudomonas spp. solanacearum, B. subtilis, dan P.
(2,4-diacetylphloroglucinol / 2,4-DAPG) fluorescens
mampu meningkatkan ketahanan tanah Isolat patogen R. solanacearum, B.
terhadap patogen (Weller et al., 2012). subtilis, dan P. fluorescens didapatkan dari
Penelitian Chen et al. (2013) yang di koleksi Laboratorium Penyakit Tumbuhan
lakukan di rumah kaca membuktikan Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas
bahwa B. subtilis memiliki sifat yang Pertanian Universitas Brawijaya. Isolat B.
mampu menekan berbagai jenis patogen subtilis yang digunakan adalah kode UB-
tanaman dan mampu bertahan pada ABS2 dan UB-ABS6. Isolat P. fluorescens
kondisi lingkungan yang ekstrim. yang digunakan adalah kode UB-PF5 dan
Kemampuan kedua bakteri ini dalam UB-PF6. Pemurnian bakteri dilakukan
meningkatkan pertumbuhan dan dengan streak koloni tunggal pada media
pengendalian penyakit pada berbagai NA (Nutrient agar) kemudian diperbanyak
komoditas telah banyak diteliti, tetapi dengan menggoreskan koloni tunggal pada
informasi yang lengkap mengenai potensi media NA yang baru.
dan karakter B. subtilis dan P. fluorescens
sebagai pengendali hayati dalam menekan Pengamatan Mikroskopis, Uji
patogen penyebab penyakit tanaman dan Hipersensiitif (HR) dan Uji Patogenesitas
meningkatkan kandungan senyawa R. solanacearum
pertahanan tanaman (fenol) pada tanaman Pengamatan mikroskopis dilakukan
tomat belum banyak diteliti secara untuk mengidentifikasi isolat R.
menyeluruh, terutama di Indonesia. solanacearum termasuk ciri-ciri koloni
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui virulen atau avirulen. Identifikasi dilakukan
kemampuan B. subtilis dan P. fluorescens berdasarkan Champoiseau et al. (2009)
dalam mengendalikan penyakit layu bakteri yaitu ciri-ciri koloni R. solanacearum yang
(R. Solanacearum) dan mengetahui virulen adalah setelah 2 hari pada media
mekanisme penghambatannya di Kelman’s Tetrazolium Chloride (TZC) agar
laboratorium dan pada tanaman tomat. koloni berbentuk besar, bulat tidak teratur,
cembung, fluidal dan tepi koloni berwarna
putih dengan bagian tengah berwarna
merah. Sedangkan koloni yang tidak virulen
berbentuk bulat tidak teratur, ukuran lebih

3
Jurnal Agro 5(1), 2018

kecil dan berwarna merah keseluruhan. dalam keadaan dibalik selama 1 jam.
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop Setelah itu biakan dikabutkan dengan
dengan perbesaran 4,5x. suspensi bakteri R. solanacearum dengan
Uji HR dilakukan dengan melukai konsentrasi 109 CFU mL-1. Pada perlakuan
permukaan daun tembakau bagian bawah kontrol kertas saring hanya direndam
menggunakan jarum suntik aseptik dalam aquades steril. Seluruh perlakuan
kemudian suspensi R. solanacearum diinkubasi selama 2 hari dan daerah zona
diinfiltrasikan menggunakan spet tanpa bening diukur dengan menggunakan jangka
jarum suntik. Suspensi yang digunakan sorong.
adalah biakan murni R. solanacearum yang
berumur 48 jam dengan kerapatan 109 CFU Uji jenis Antibiosis B. subtilis dan P.
mL-1. Pengamatan dilakukan 24-72 jam fluorescens
setelah inokulasi hingga terjadinya nekrotik Bagian zona bening di sekitar kertas
pada daun. saring pada hasil uji antagonis diambil dan
Uji patogenesitas dilakukan dengan dimasukkan dalam tabung reaksi yang
membuat suspensi biakan murni R. berisi 10 mL media pepton cair 10%
solanacearum yang berumur 48 jam kemudian digojlok selama 24 jam. Apabila
kerapatan 109 CFU mL-1. Sebanyak 50 mL berubah menjadi keruh maka tipe
suspensi bakteri disiramkan pada akar antibiosisnya adalah bakteriostatik. Apabila
tanaman tomat varietas Permata berumur media tetap jernih maka tipe antibiosisnya
1 bulan yang akarnya telah dilukai terlebih adalah bakterisidal (Djatmiko et al., 2007).
dahulu dengan menggunakan pisau
aseptik. Selanjutnya dilakukan pengamatan Penelitian Rumah Kaca
terhadap gejala serangan penyakit layu Media tanam campuran tanah : kompos
bakteri yang muncul pada tanaman tomat. (1:1) disterilkan menggunakan formalin 4%
dan ditutup plastik selama 7 hari. Tanah
Uji Antagonis B. subtilis dan P. fluorescens dikeringanginkan selama 7 hari dan siap
terhadap R. solanacearum pada Media digunakan sebagai media tanam. Polybag
Agar diisi media tanam sebanyak 3 kg dan
Uji antagonis dilakukan dengan metode ditanami bibit tomat varietas Permata yang
pengkabutan menurut Kawaguchi et al. berumur 14 hari kemudian suspensi B.
(2008). Biakan murni dari semua isolat B. subtilis dan P. fluorescens sebanyak 20 mL
subtilis dan P. fluorescens yang berumur 48 (109 CFU mL-1) disiramkan ke dalam
jam dibuat suspensi hingga kerapatan 109 polybag. Inokulasi R. solanacearum
CFU mL-1 dalam akuades steril. Potongan dilakukan 24 jam setelah aplikasi B. subtilis
kertas saring steril diameter 5 mm dan P. fluorescens (Huang et al., 2013).
dimasukkan ke dalam suspensi bakteri Aplikasi dilakukan dengan cara melukai
selama ± 1 menit dan ditiriskan selama 2 akar tanaman tomat menggunakan pisau
jam. Kertas saring yang sudah kering aseptik kemudian sebanyak 20 mL suspensi
ditanam pada media NA pada cawan Petri R. solanacearum dengan kerapatan 109
yang berdiameter 9 cm dan diinkubasi CFU mL-1 disiramkan di sekitar perakaran
selama 2 hari. Setelah dinkubasi kemudian yang telah dilukai. Kejadian penyakit dan
diberi khloroform pada tutup cawan Petri

4
Jurnal Agro 5(1), 2018

efektifitas penekanannya dihitung (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan.


menggunakan rumus sebagai berikut : Data dianalisis menggunakan analisis sidik
Kejadian penyakit = (jumLah tanaman ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan
terserang / total seluruh tanaman) x 100 yang signifikan maka dilanjutkan
Efektifitas penekanan kejadian penyakit = menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.
[(kejadian penyakit pada kontrol – kejadian Pada data yang berbentuk persentase
penyakit pada perlakuan)/kejadian penyakit maka terlebih dahulu ditransformasikan
pada kontrol] x 100 menggunakan arcussin + 0,5.

Analisis Total Fenol


Sampel yang digunakan untuk analisis HASIL DAN PEMBAHASAN
total fenol adalah bagian daun tomat.
Pengambilan sampel dilakukan 7 HSI (Hari Virulensi, daya Hipersensiitif (HR) dan
Setelah Inokulasi) R. solanacearum. Patogenesitas R. solanacearum
Kandungan total fenol dianalisis Hasil pengamatan morfologi diperoleh
berdasarkan metode Folin-Ciocalteu bakteri R. solanacearum setelah masa
dengan katekol sebagai standar (Sharma et inkubasi berbentuk bulat tidak teratur,
al., 2011). Daun sebanyak 0,5 g diekstraksi berwarna putih keruh, dan terdapat warna
dengan nitrogen cair dan 5 mL etanol, hasil merah muda di bagian tengahnya, tepian
ektraksi dimasukkan ke dalam tabung 1,5 rata, elevasi cembung, dan mucoid.
mL kemudian disentrifugasi 10.000 rpm Berdasarkan hasil pengamatan maka isolat
selama 20 menit, ekstraksi diulangi lagi R. solanacearum adalah termasuk ciri isolat
dengan etanol 80%, perbandingan volume virulen. Hal ini sesuai dengan pernyataan
etanol dan hasil ektraksi adalah 1:1. Champoiseau et al. (2009) bahwa ciri
Supernatan yang dihasillkan dievaporasi koloni virulen memiliki bentuk besar, bulat
hingga kering dalam waterbath dengan tidak teratur, cembung, fluidal, dan tepi
suhu 780C. Pada residu yang tersisa koloni berwarna putih dengan bagian
ditambahkan akuades hingga mencapai tengah berwarna merah. Sedangkan koloni
volume 3 mL dan reagen Folin-Ciocalteu yang tidak virulen berbentuk bulat tidak
sebanyak 0,5 mL kemudian letakkan pada teratur, ukuran lebih kecil, dan berwarna
waterbath yang mendidih selama 1 menit. merah keseluruhan. Hasil pengamatan
Tabung didinginkan dan hasil dibaca mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 1.
dengan spektofotometer 650 nm. Larutan Hasil uji hipersensitif yang dilakukan
standar yang digunakan adalah katekol. pada tanaman tembakau berumur 1 bulan
Hasil konsentrasi fenol dinyatakan sebagai menunjukkan adanya reaksi positif
mg g-1. terhadap R. solanacearum. Suspensi
patogen yang diinfiltrasikan pada
Analisis Statistik permukaan bawah daun tembakau
Penelitian di laboratorium dilakukan menyebabkan daun nekrosis atau
menggunakan Rancangan Acak Lengkap menguning. Gejala awal yang muncul
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan adalah jaringan daun tembakau berubah
sedangkan penelitian rumah kaca menjadi lebih terang kemudian mengering.
menggunakan Rancangan Acak Kelompok Nekrosis muncul pada bagian daun yang di

5
Jurnal Agro 5(1), 2018

dalam jaringannya tersebar suspensi R.


solanacearum. Gejala nekrotik muncul 48-
72 jam setelah inokulasi. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyudi et al. (2011), yang menyatakan
bahwa hasil uji hipersensitif positif adalah
daun tembakau menjadi kecoklatan pada
area masuknya bakteri. Reaksi ini paling Nekrosis
jelas teramati 48 jam setelah penyuntikan.
Gambar 2. Hasil uji hipersensitif pada tembakau
yang diinokulasi R. solanacearum

Uji patogenesitas dilakukan pada


tanaman tomat varietas Permata yang
berumur 1 bulan. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa tanaman tomat
terserang gejala penyakit layu bakteri pada
6 hari setelah inokulasi R. solanacearum.
Gejala penyakit ditandai dengan daun
muda tanaman tomat layu permanen
selanjutnya layu juga terjadi pada bagian
Gambar 1. Koloni R. solanacearum pada media daun yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil
TZC dengan perbesaran mikroskop penelitian Chen et al. (2013) yang
4,5x menyatakan bahwa tanaman yang
terserang layu bakteri mengalami gejala
Proses kematian lokal pada jaringan
tangkai daun merunduk atau layu
tanaman diawali dengan pengenalan oleh
kemudian akhirnya tanaman akan mati.
tanaman terhadap sinyal molekul (elisitor)
Hasil uji patogenesitas dapat dilihat pada
yang diproduksi oleh patogen. Nukleus
Gambar 3.
bergerak menuju patogen yang
menyerangnya dan segera mengalami
disintegrasi. Pada saat yang hampir
bersamaan butiran yang menyerupai resin
berwarna coklat dalam sitoplasma berada
di sekitar titik penetrasi patogen dan
selanjutnya akan menyebar ke seluruh
sitoplasma. Perubahan warna sel menjadi
coklat akan terus berlanjut dan kematian
sel akan terjadi, akibatnya patogen yang
berada dalam sel akan mengalami
degenerasi (Abadi, 2003). Hasil Gambar 3. Gejala serangan layu bakteri hasil
uji patogenesitas ; tanaman
pengamatan gejala nekrotik pada uji HR
tomat sehat pada kontrol (kiri)
dapat dilihat pada Gambar 2. dan tanaman tomat bergejala
layu bakteri (kanan)

6
Jurnal Agro 5(1), 2018

Potensi antagonis B. subtilis dan P.


fluorescens terhadap R. solanacearum
pada Uji Media Agar
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
pengaruh yang nyata pada uji antagonisme Zona
secara in vitro antara isolat-isolat B. subtilis Bening
dan P. fluorescens terhadap R.
solanacearum. Semua isolat B. subtilis dan
P. fluorescens mampu menghasilkan zona
bening (Gambar 4). Hal ini menunjukkan Gambar 4. Hasil uji antagonis B. subtilis UB-
ABS6 terhadap R. solanacearum
bahwa semua isolat yang diuji mampu
pada media agar. Tanda panah
menghambat perkembangan patogen R. menunjukkan zona bening di
solanacearum. Pada perlakuan kontrol sekitar kertas saring.
(akuades) tidak menunjukkan adanya zona Adanya zona bening mengindikasikan
bening. Isolat UB-ABS2 dan UB-PF6 bahwa isolat B. subtilis dan P. fluorescens
menunjukkan aktifitas penghambatan yang menghasilkan metabolit sekunder yang
sama dengan perlakuan bakterisida mampu menghambat atau mematikan
streptomycin sulfat 20%. UB-ABS6 patogen. Mekanisme penghambatan
menunjukkan aktifitas antagonis yang bakteri antagonis terhadap patogen
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan cara menghasilkan berbagai
yang lain (Tabel 1). senyawa metabolit anti patogen seperti
siderofor, kitinase, antibiotik, sianida dan
Tabel 1. Rerata zona bening isolat B.
subtilis dan P. fluorescens Induksi Ketahanan Sistemik (ISR). Hasil
terhadap R. solanacearum pada penelitian Soesanto (2008) menyatakan
media agar bahwa bakteri antagonis P. fluorescens
Zona dilaporkan mampu menghasilkan metabolit
Perlakuan bening Jenis antibiosis sekunder antara lain siderofor, pterin,
(mm)
pirol, dan fenazin. Siderofor dapat
Bakterisida 21,16 b -
berperan sebagai fungistasis dan
streptomycin
sulfat 20% bakteriostatis. Mekanisme penekanan oleh
B. subtilis UB- 21,25 b Bakteriostatik genus Bacillus sp. melalui beberapa cara
ABS2 yaitu persaingan/kompetisi, antibiosis,
B. subtilis UB- 23,12 c Bakteriostatik parasitisme dan lisis (Prashar et al., 2013).
ABS6 Chowdhury et al. (2015) menyatakan
P. fluorescens 19,87 a Bakteriostatik
bahwa B. subtilis mampu menghasilkan 68
UB-PF5
jenis antibiotik dan B. brevis memproduksi
P. fluorescens 21,38 b Bakteriostatik
UB-PF6 23 jenis antibiotik.
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang
sama tidak berbeda nyata Jenis Antbiosis B. subtilis dan P.
berdasarakan uji jarak berganda fluorescens
Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua isolat B. subtilis dan P. fluorescens
menghasilkan antibiosis bakteriostatik

7
Jurnal Agro 5(1), 2018

(Tabel 1). Larutan pepton yang


ditambahkan bagian zona bening berubah
menjadi keruh setelah digojlok selama 24
jam. Hal ini menunjukkan bahwa patogen
R. solanacearum yang telah terhambat
pada uji aktifitas antagonis masih mampu
tumbuh kembali pada media cair pepton
yang mengandung nutrisi dan tidak
mengalami kematian permanen yang
merupakan ciri antibiosis bakterisidal. Hal
Gambar 5. Rerata total fenol pada tanaman
ini sesuai dengan hasil penelitian yang
tomat
dilakukan oleh Djatmiko et al. (2007) yang
menyebutkan bahwa zona hambat pada uji Peningkatan total fenol merupakan
antagonisme terhadap R. solanacearum salah satu indikator pengimbasan
memiliki mekanisme penekanan secara ketahanan tanaman oleh serangan
bakteriostatik dan sifat ini dibuktikan patogen. Peningkatan tersebut diduga
dengan larutan pepton berwarna keruh. disebabkan oleh aktifitas bakteri B. subtilis
Bakteriostatik memberikan efek dan P. fluorescens dalam jaringan tanaman.
penghambatan tetapi tidak membunuh Senyawa fenol adalah hasil metabolisme
bakteri patogen. Hasil penelitian Wati et al. tanaman yang dibentuk sebagai sistem
(2017) menunjukkan bahwa Bacillus spp. ketahanan kimiawi tanaman untuk
menghasilkan zona hambat terhadap mencegah berkembangnya patogen
patogen Xanthomonas campestris pv. tanaman (Nurcahyani et al., 2013).
Campestris dengan mekanisme Menurut Agrios (2005), peningkatan
bakteriostatik. metabolisme tanaman akibat infeksi
patogen dan induksi ketahanan dari bakteri
Pengaruh B. subtilis dan P. fluorescens agens hayati yang menyebabkan
terhadap Peningkatan Total Fenol peningkatan aktifitas PAL (Phenylanine
Tanaman Tomat Ammonia-Lyase) pada tanaman. Aktifitas
Hasil analisis aktivitas total fenol PAL menyebabkan terjadinya akumulasi
menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fenol karena fenol merupakan reaksi
fenol terjadi pada tanaman tomat yang ketahanan tanaman yang bereaksi dengan
diberi perlakuan B. subtilis dan P. PAL dan dioksidasi oleh Polyphenol
fluorescens (Gambar 5). Aplikasi B. subtilis Oksidase (PPO) dan Peroksidase (POD).
UB-ABS2 menunjukkan hasil yang tidak Hasil penelitian Ngadze et al. (2012)
berbeda secara statistika dengan kontrol. menunjukkan bahwa terdapat korelasi
Sementara itu, B. subtilis UB-ABS6, P. positif antara jumlah PAL, PPO, POD, dan
fluorescens UB-PF5, dan P. fluorescens UB- total fenol terhadap besarnya tingkat
PF6 menghasilkan total fenol yang lebih degradasi pektin dan resistensi tanaman
tinggi dibandingkan kontrol. Kandungan terhadap penyakit. Meningkatnya kadar
total fenol tertinggi dihasilkan oleh P. fenol pada tanaman dapat menginduksi
fluorescens. ketahanan sistemik tanaman sehingga
mampu menekan serangan patogen.

8
Jurnal Agro 5(1), 2018

Pengaruh B. subtilis dan P. fluorescens Perlakuan yang menunjukkan masa


terhadap Masa Inkubasi dan Kejadian inkubasi terlama adalah P. fluorescens UB-
Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman PF5 dan P. fluorescens UB-PF6. Secara
Tomat keseluruhan pemberian bakteri agens
Pada perlakuan semua isolat B. subtilis hayati mampu memperlambat masa
dan P. fluorescens mempengaruhi masa inkubasi. Hasil penelitian Prihatiningsih et
inkubasi, kejadian penyakit, dan efektifitas al. (2015) membuktikan bahwa aplikasi B.
penekanan penyakit (Tabel 2). Hasil subtilis B315 melalui perendaman benih
pengamatan terhadap masa inkubasi umbi kentang mampu menunda masa
menunjukkan bahwa pada tanaman yang inkubasi selama 7 hari. Hal serupa juga
diberi agens hayati memiliki masa inkubasi dinyatakan oleh Hersanti et al. (2009)
lebih lama dibandingkan kontrol. Masa bahwa perlakuan P. fluorescens (Pf9) dan
inkubasi pada perlakuan streptomycin B. subtilis (Ba14) mampu memperlambat
sulfat 20% sama dengan perlakuan B. gejala layu bakteri pada kentang selama 3
subtilis UB-ABS2 dan B. subtilis UB-ABS6. hari lebih lama dibandingkan kontrol.

Tabel 2. Masa Inkubasi, kejadian penyakit dan efektivitas penekanan penyakit layu bakteri
pada tanaman tomat setelah aplikasi B. subtilis dan P. fluoresce
Efektivitas
Masa Inkubasi Kejadian
Perlakuan Penekanan
(hari) Penyakit (%)
Penyakit (%)
Kontrol (akuades) 15,45 a 35,71 d -
Bakterisida streptomycin sulfat 20% 21,16 b 21,42 bc 40
B. subtilis UB-ABS2 22,50 bc 17,85 ab 50
B. subtilis UB-ABS6 19,75 b 25,00 c 30
P. fluorescens UB-PF5 25,50 c 14,28 a 60
P. fluorescens UB-PF6 25,50 c 14,28 a 60
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarakan uji jarak berganda
Duncan pada taraf 5%.

Persentase penekanan kejadian kejadian penyakit layu bakteri


penyakit layu bakteri di rumah kaca dibandingkan hanya dengan penyiraman
menunjukkan bahwa seluruh perlakuan akuades. Hal ini diduga karena agens
agens hayati memperlihatkan kejadian hayati yang diaplikasikan dapat
penyakit yang lebih rendah dibandingkan mengkolonisasi perakaran dan melalui
dengan kontrol. Perlakuan B. subtilis UB- rangkaian mekanismenya mampu
ABS2 dan B. subtilis UB-ABS6 menghasilkan menghambat perkembangan R.
persentase kejadian penyakit yang sama solanacearum pada tanaman tomat.
dengan perlakuan bakterisida. Perlakuan P. Bakteri agens hayati menghambat
fluorescens UB-PF5 dan P. fluorescens UB- perkembangan patogen dengan beberapa
PF6 menunjukkan persentase penekanan mekanisme yaitu secara langsung dengan
kejadian penyakit tertinggi yaitu sebesar jalan menghasilkan berbagai senyawa
60% (Tabel 2). metabolit anti patogen seperti
Perlakuan agens hayati pada tanaman siderophore, kitinase, antibiotik, dan
tomat mampu menekan persentase sianida. Mekanisme secara tidak langsung

9
Jurnal Agro 5(1), 2018

yaitu memicu ketahanan terimbas atau


Induksi Ketahanan Sistemik (ISR) pada DAFTAR PUSTAKA
tanaman inang (Chen et al., 2013). Hasil
penelitian Istiqomah et al. (2017) Abadi, A. L. (2003). Ilmu penyakit
menyatakan bahwa B. subtilis dan P. tumbuhan. Malang: Bayumedia
fluorescens mampu melarutkan fosfat dan Publishing.
memproduksi IAA (Indole Acetic Acid). Agrios, G. N. (2005). Plant diseases caused
Kedua zat ini dapat meningkatkan by viruses. In Plant Pathology. Fifth
pertumbuhan dan kesehatan tanaman Edition. Elsevier Academia Press (pp.
724–820).
sehingga berimbas pada peningkatan
ketahanan tanaman terhadap serangan Champoiseau, P. G., Jones, J. B., & Allen, C.
patogen. (2009). Ralstonia solanacearum race 3
biovar 2 causes tropical losses and
Ketahanan sistemik yang terbentuk
temperate anxieties. Plant Health
dalam tanaman dapat diamati dengan Progress, 10, 1–10. doi:10.1094/PHP-
menganalisa kandungan senyawa atau 2009-0313-01-RV
enzim penginduksi ketahanan seperti fenol
Chen, Y., Yan, F., Chai, Y., Liu, H., Kolter, R.,
dan peroksidase. Dalam penelitian ini, Losick, R., & Guo, J. (2013). Biocontrol
kandungan fenol pada tanaman tomat of tomato wilt disease by Bacillus
yang diberi perlakuan agens hayati lebih subtilis isolates from natural
tinggi dibandingkan dengan kontrol kecuali environments depends on conserved
pada B. subtilis UB-ABS2. Hal ini genes mediating biofilm formation.
membuktikan bahwa salah satu Environmental Microbiology, 15(3),
848–864. doi: 10.1111/j.1462-
mekanisme yang meningkatkan ketahanan
2920.2012.02860.x
tanaman tomat terhadap pernyakit layu
bakteri adalah terbentuknya ketahanan Chowdhury, S. P., Hartmann, A., Gao, X., &
Borriss, R. (2015). Biocontrol
sistemik tanaman melalui deteksi
mechanism by root-associated
meningkatnya kadar fenol pada tanaman Bacillus amyloliquefaciens FZB42–a
tomat. review. Frontiers in Microbiology, 6,
780. doi: 10.3389/fmicb.2015.00780
SIMPULAN
Djatmiko, H. A., Arwiyanto, T.,
Hadisutrisno, B., & Sunarminto, B. H.
Semua isolat B. subtilis dan P.
(2007). Potensi tiga genus bakteri dari
fluorescens memiliki potensi menghambat tiga rizosfer tanaman sebagai agensia
R. solanacearum pada uji antagonis dengan pengendali hayati penyakit lincat.
tipe antibiosis bakteriostatik. Perlakuan B. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia,
subtilis UB-ABS6, P. fluorescens UB-PF5, 9(1).
dan P. fluorescens UB-PF6 mampu https://doi.org/10.31186/jipi.9.1.40-
meningkatkan kadar fenol tanaman tomat. 47
Aplikasi semua isolat agens hayati mampu Hersanti, H., Rupendi, R. T., Purnama, A.,
menghambat masa inkubasi dan menekan Hanudin, H., Marwoto, B., &
kejadian penyakit layu bakteri pada Gunawan, O. S. (2009). Penapisan
Beberapa Isolat Pseudomonas
tanaman tomat dengan efektifitas
fluorescens, Bacillus subtilis dan
penekanan 30-60%. Trichoderma harzianum yang bersifat

10
Jurnal Agro 5(1), 2018

Antagonistik terhadap Ralstonia (2013). Isolation and Characterization


solanacearum pada Tanaman of Bacillus sp with In-vitro
Kentang. Agrikultura, 20(3). Antagonistic Activity against Fusarium
oxysporum from Rhizosphere of
Huang, J., Wei, Z., Tan, S., Mei, X., Yin, S.,
Tomato. Journal of Agricultural
Shen, Q., & Xu, Y. (2013). The
Science and Technology, 15, 1501–
rhizosphere soil of diseased tomato
1512.
plants as a source for novel
microorganisms to control bacterial Prihatiningsih, N., Arwiyanto, T.,
wilt. Applied Soil Ecology, 72, 79–84. Hadisutrisno, B., & Widada, J. (2015).
https://doi.org/10.1016/j.apsoil.2013. Mekanisme antibiosis Bacillus subtilis
05.017 B315 untuk pengendalian penyakit
layu bakteri kentang. Jurnal Hama
Istiqomah, I., Aini, L. Q., & Abadi, A. L.
Dan Penyakit Tumbuhan Tropika,
(2017). Kemampuan Bacillus subtilis
15(1), 64–71.
dan Pseudomonas fluorescens dalam
melarutkan fosfat dan memproduksi Rivard, C. L., O’connell, S., Peet, M. M.,
hormon IAA (Indole Acetic Acid) Welker, R. M., & Louws, F. J. (2012).
untuk meningkatkan pertumbuhan Grafting tomato to manage bacterial
tanaman tomat. Buana Sains, 17(1), wilt caused by Ralstonia
75–84. solanacearum in the southeastern
United States. Plant Disease, 96(7),
Kawaguchi, A., Inoue, K., & Ichinose, Y.
973–978.
(2008). Biological control of crown
https://doi.org/10.1094/PDIS-12-10-
gall of grapevine, rose, and tomato by
0877
nonpathogenic Agrobacterium vitis
strain VAR03-1. Phytopathology, Setiati, Y., N, H, Mutmainah., dan M,
98(11), 1218–1225. Subandi. (2016). Efektivitas jumlah
https://doi.org/10.1094/PHYTO-98- telur Corcyra cephalonica
11-1218 terparasitasi Trichogramma sp.
terhadap presentasi telur yang
Ngadze, E., Icishahayo, D., Coutinho, T. A.,
terparasit dan jumlah larva penggerek
& Van der Waals, J. E. (2012). Role of
batang tebu bergaris (Chilo
polyphenol oxidase, peroxidase,
sacchariphagus). Jurnal Agro, III(1),
phenylalanine ammonia lyase,
43–48. https://doi.org/10.15575/811
chlorogenic acid, and total soluble
phenols in resistance of potatoes to Sharma, G. N., Dubey, S. K., Sati, N., &
soft rot. Plant Disease, 96(2), 186– Sanadya, J. (2011). Phytochemical
192. https://doi.org/10.1094/PDIS- screening and estimation of total
02-11-0149 phenolic content in Aegle marmelos
seeds. International Journal of
Nurcahyani, E., Sumardi, I., Hadisutrisno,
Pharmaceutical and Clinical Research,
B., & Suharyanto, E. (2013).
3(2), 27–29.
Penekanan perkembangan penyakit
busuk batang vanili (fusarium Soesanto, L. (2008). Pengantar
oxysporum f. sp. vanillae) melalui pengendalian hayati penyakit
seleksi asam fusarat secara in vitro. tanaman. In PT Raja Grafindo
Jurnal Hama Dan Penyakit Tumbuhan Persada. Jakarta (p. 574).
Tropika, 12(1), 12–22.
Wahyudi, A. T., Meliah, S., & Nawangsih, A.
http://dx.doi.org/10.23960/j.hptt.112
A. (2011). Xanthomonas oryzae pv.
12-22
oryzae bakteri penyebab hawar daun
Prashar, P., Kapoor, N., & Sachdeva, S. pada padi: isolasi, karakterisasi, dan

11
Jurnal Agro 5(1), 2018

telaah mutagenesis dengan Weller, D. M., Mavrodi, D. V, van Pelt, J. A.,


transposon. Makara Journal of Pieterse, C. M. J., van Loon, L. C., &
Science. Bakker, P. A. H. M. (2012). Induced
https://doi.org/10.7454/mss.v15i1.88 systemic resistance in Arabidopsis
5 thaliana against Pseudomonas
syringae pv. tomato by 2, 4-
Wati, F. D. A., Nurcahyanti, S. D., & Addy,
diacetylphloroglucinol-producing
H. S. (2017). Eksplorasi Bacillus spp.,
Pseudomonas fluorescens.
dari perakaran kubis sebagai agen
Phytopathology, 102(4), 403–412.
antagonis Xanthomonas campestris
https://doi.org/10.1094/PHYTO-08-
pv. campestris. Agritrop: Jurnal Ilmu-
11-0222
Ilmu Pertanian (Journal of Agricultural
Science), 15(2).

12

Anda mungkin juga menyukai