VITILIGO
Pembimbing:
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK
Disusun Oleh:
Izzatun Nisa Syahidah
G4A016010
2017
HALAMAN PENGESAHAN
“VITILIGO”
Disusun oleh:
Izzatun Nisa Syahidah G4A016010
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Pembimbing,
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah dan
bimbingan-Nya, presentasi kasus dengan judul “Vitiligo” ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK selaku dosen pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-asisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari FK
Unsoed dan FK UPN atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak
yang ada di dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
II. LAPORAN KASUS ....................................................................................... 2
A. Identitas Pasien ............................................................................................ 2
B. Anamnesis.................................................................................................... 2
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 3
D. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 5
E. Usulan Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 5
F. Resume ........................................................................................................ 5
G. Diagnosis Kerja ........................................................................................... 6
H. Diagnosis Banding ....................................................................................... 6
I. Penatalaksanaan ........................................................................................... 6
J. Prognosis ...................................................................................................... 7
III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 8
A. Definisi ........................................................................................................ 8
B. Epidemiologi................................................................................................ 8
C. Etiologi ........................................................................................................ 9
D. Patogenesis .................................................................................................. 9
E. Manifestasi Klinis ........................................................................................ 11
F. Penegakan Diagnosis ................................................................................... 11
G. Diagnosis Banding ....................................................................................... 12
H. Penatalaksanaan ........................................................................................... 13
I. Prognosis ....................................................................................................... 15
III. PEMBAHASAN ............................................................................................ 16
IV. KESIMPULAN ............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19
1
I. PENDAHULUAN
Vitiligo berasal dari kata "vituli" yang berarti: "daging anak sapi yang
berkilauan", atau dari kata Latin "vitelius" yang berarti "anak sapi" karena ada
bagian putih pada bulu anak sapi (Anurogo & Ikrar, 2014). Vitiligo
merupakan kelainan depigmentasi yang paling banyak. Destruksi selektif pada
melanosit menyebabkan depigmentasi pada kuilt, rambut, dan permukaan
mukosa (Allam & Riad, 2014).
Vitiligo dapat terjadi pada 0,5%-1% dari populasi dunia. Di Amerika,
sekitar 2 juta orang menderita vitiligo. Di Eropa Utara dialami 1 dari 200
orang. Di Eropa, sekitar 0,5% populasi menderita vitiligo. Di India, angka
kejadian vitiligo mencapai 4%. Prevalensi vitiligo di China sekitar 0,19%.
Sebagian besar kasus terjadi sporadis, sekitar 10-38% penderita memiliki
riwayat keluarga (Anurogo & Ikrar, 2014). Vitiligo banyak terjadi pada usia di
bawah 20 tahun, namun dapat juga terjadi pada usia lanjut. Prevalensi
berdasarkan jenis kelamin adalah sama baik pada laki-laki maupun perempuan
dan tidak ada perbedaan angka kejadian berdasarkan tipe kulit atau ras.
Beberapa faktor etiologi diajukan, bukti yang paling memungkinkan
melibatkan lingkungan, genetik, dan faktor imunologi yang menyebabkan
destruksi melanosit autoimun (Allam & Riad, 2013; Lukas & Sibero, 2015).
Predileksi vitiligo berada pada periorifisial, wajah, genital, membran
mukosa, daerah ekstensor, tangan, dan kaki. Vitiligo generalisata merupakan
jenis yang paling banyak ditemukan. Patogenesis pasti masih belum diketahui,
namun diduga terjadi gangguan neurogenik simpatetik, stres oksidatif, dan
autoimun. Vitiligo biasanya terjadi secara persisten, jarang terjadi
repigmentasi spontan, dan mempunyai pola perifolikular (Lukas & Sibero,
2015).
2
A. Identitas Pasien
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 13 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Langgongsari 2/3, Cilongok
No.CM : 0000527649794
Tanggal Pemeriksaan : 17 September 2017
Metode Anamnesis : Autoanamnesis
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Bercak-bercak putih pada wajah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien An.S, laki-laki 13 tahun, datang ke Poliklinik Puskesmas II
Cilongok pada tanggal 17 September 2017 pukul 10.00 WIB dengan
keluhan muncul bercak-bercak putih pada wajah sejak 1 bulan yang
lalu. Pasien baru menyadari munculnya bercak-bercak putih tersebut
saat ada pemeriksaan kesehatan di sekolahnya pada 1 bulan yang lalu.
Awalnya bercak putih tampak samar dan hanya muncul sebanyak 3
buah di pipi kanan, lalu warna bercak semakin jelas dan jumlahnya
semakin bertambah banyak dalam satu bulan ini. Bercak terkadang
terasa gatal jika terkena panas matahari namun tidak dirasa
mengganggu. Keluhan gatal jika berkeringat disangkal. Keluhan baal
pada lesi disangkal. Pasien sudah pernah mendapatkan obat salep
Daktarin dari hasil pemeriksaan kesehatan di sekolahnya namun
bercak tidak menghilang. Pasien lalu mendatangi Puskesmas II
Cilongok dengan diantar guru dari sekolahnya karena dikhawatirkan
bercak semakin bertambah banyak.
3
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
E. Usulan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lampu Wood
2. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
3. Histopatologi
F. Resume
Pasien An.S, laki-laki 13 tahun, datang ke Poliklinik Puskesmas II
Cilongok pada tanggal 17 September 2017 pukul 10.00 WIB dengan
keluhan muncul bercak-bercak putih pada wajah sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien baru menyadari munculnya bercak-bercak putih tersebut saat ada
pemeriksaan kesehatan di sekolahnya pada 1 bulan yang lalu. Awalnya
bercak putih tampak samar dan hanya muncul sebanyak 3 buah di pipi
kanan, lalu warna bercak semakin jelas dan jumlahnya semakin bertambah
banyak dalam satu bulan ini. Bercak terkadang terasa gatal jika terkena
panas matahari namun tidak dirasa mengganggu. Keluhan gatal jika
berkeringat disangkal. Keluhan baal pada lesi disangkal. Pasien sudah
pernah mendapatkan obat salep Daktarin dari hasil pemeriksaan kesehatan
di sekolahnya namun keluhan tidak membaik. Pasien lalu mendatangi
6
3. Edukasi
a. Memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita pasien.
b. Memberi informasi untuk menghindari pemicu yang dapat
memperparah keadaan seperti terpapar cahaya matahari dan
trauma.
J. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Qua ad comesticam : dubia ad bonam
8
A. Definisi
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan adanya
makula berwarna putih yang dapat meluas. Vitiligo dapat mengenai
seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit (Soepardiman,
2010).
Vitiligo diklasifikasikan menjadi 2 bentuk, yaitu (Soepardiman, 2010):
1. Lokalisata
a. Fokal: Terdapat satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak
segmental.
b. Segmental: Terdapat satu atau lebih mkula pada satu area, dengan
distribusi menurut dermatom.
c. Mukosal: Hanya terdapat pada membran mukosa.
2. Generalisata
a. Akrofasial: Depigmentasi hanya terjadi pada bagian distal
ekstremitas dan muka, merupakan stadium awal dari vitiligo
generalisata.
b. Vulgaris: Makula tanpa pola tertentu di banyak tempat.
c. Campuran: Depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir
menyeluruh merupakan vitiligo total.
B. Epidemiologi
Prevalensi vitiligo di seluruh dunia yaitu sekitar 0,1-2% dari populasi.
Vitiligo dapat terjadi pada semua usia, mumnya berawal pada masa anak-
anak atau dewasa muda, dengan onset puncak 10-30 tahun. Penyakit kulit
9
ini tidak dipengaruhi ras tertentu atau jenis kelamin, namun pasien lebih
banyak mencari pengobatan dengan alasan osmetik khususnya pada kaum
perempuan. Pasien dengan riwayat keluarga vitiligo mempunyai rerata
onset lebih dini untuk menderita vitiligo. (Lukas & Sibero, 2015).
Kemungkinan penderita vitiligo akan memiliki anak dengan vitiligo
sebanyak 5% (Soepardiman, 2010).
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit autoimun, termasuk
penyakit tiroid autoimun, SLE (systemic lupus erythematosus) dan IBD,
berkelompok pada keluarga penderita vitiligo. Vitiligo juga terkait erat
dengan berbagai penyakit autoimun organ spesifik, seperti: penyakit tiroid,
tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, diabetes melitus tipe 1,
hipotiroidisme primer, anemia pernisiosa, dan alopesia aerata (Anurogo &
Ikrar, 2014).
C. Etiologi
Penyebab dari vitiligo masih belum diketahui (Soepardiman, 2010).
Etiopatogenesis vitiligo multifaktorial. Misalnya: faktor defek genetik
(pola poligenetik, multifactorial inheritance), beragai jenis stres (stres
emosional, stres oksidatif dengan akumulasi radikal bebas), kerusakan
melanosit karena mekanisme autoimmunity (kekebalan tubuh), self-
destructive, sitotoksik (keracunan tingkat seluler), ketidakseimbangan
kalsium, peningkatan ROS (reactive oxygen species), oksidan-antioksidan,
autotoksik/metabolik, penyakit autoimun, dan mekanisme biokimiawi
yang diperantarai saraf (Anurogo & Ikrar, 2014).
D. Patogenesis
Walaupun penyebab vitiligo masih belum diketahui, namun ada tiga
hipotesis untuk menjelaskan patogenesisnya yaitu biokimiawi/sitotoksik,
neural dan autoimun (Ghafourian et al., 2014).
1. Biokimiawi/sitotoksik
Hipotesis biokimiawi/sitotoksik menekankan bahwa vitiligo terjadi
ketika melanosit dibunuh oleh prekursor sitotoksik terhadap sintesis
melanin (Ghafourian et al, 2014). Menurut teori biokimia, menyatakan
disregulasi biopterin merupakan faktor pencetus sitotoksik melanosit
10
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik vitiligo didapatkan berupa makula
amelanotik berwarna putih susu atau seperti kapur, biasanya berbatas
tegas dan tepi padat berlekuk. Lesi meluas secara sentrifugal dan dapat
timbul di semua area tubuh, termasuk membran mukosa. Lesi awal
sering timbul di area kulityang terpajan sinar matahari, tangan, lengan
bawah, kaki, dan wajah, serta area kulit yang sering terjadi gesekan
dan trauma. Perioral dan periokular merupakan area wajah yang paling
sering terkena pada vitiligo. Pada ekstremitas, lesi sering terdapat pada
siku, lutut, jari, dan pergelangan tangan fleksor (Lukas & Sibero,
2015).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan histopatologi
Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tidak ditemukan
melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi makula.
Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi, dan
meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi (Soepardiman, 2010).
b. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan
dopa menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma
dan kulit normal (Soepardiman, 2010).
G. Diagnosis Banding
1. Morbus Hansen
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae. Lesi diawali dengan bercak putih bersisik
halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian membesar dan meluas.
Jika sudah mengenai saraf, penderita dapat mengeluh kesemutan/baal
pada bagian tertentu, ataupun kesukaran untuk menggerakkan anggota
badan yang berlanjut dengan kesukaran sendi. Rambut alis dapat
rontok (Siregar, 2005).
2. Pitiriasis Versikolor
13
5. Depigmentasi
Pada kasus vitiligo yang luas pilihan depigmentasi kulit yang tidak
terkena dipertimbangkan untuk membuat warna kulit yang rata.
Depigmentasi dilakukan dengan obat topikal seperti monobenzene,
mequinol, atau hydroquinone. Penghilangan seluruh pigmen kulit
dengan monobenzene bersifat permanen. Perlindungan matahari harus
dipatuhi seumur hidup untuk menghindari sengatan sinar matahari
yang parah dan melanoma. Depigmentasi membutuhkan waktu sekitar
satu tahun hingga selesai (Ghafourian et al., 2014).
6. Transplantasi melanosit
Pada bulan Oktober 1992, sebuah laporan ilmiah mengenai
transplantasi melanosit pada vitiligo dipublikasi. Prosedur dilakukan
dengan mengambil lapisan tipis kulit berpigmen dari regio gluteal.
Melanosit kemudia dipisahkan menjadi suspensi seluler yang diperluas
dalam kultur. Area yang akan dirawat kemudian digunduli dengan
dermabrader dan graft melanosit diterapkan. Sekitar 70-85% pasien
akan mengalami repigmentasi yang sempurna. Lamanya repigmentasi
berbeda pada setiap orang (Ghafourian et al., 2014).
I. Prognosis
Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan, tetapi
prognosisnya masih meragukan dan tergantung pada kesabaran dan
kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan. Repigmentasi
spontan dapat terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang
memuaskan secara kosmetik (Herperian, 2016).
16
IV. PEMBAHASAN
A. Penegakan Diagnosis
Kelainan kulit yang terjadi pada kasus adalah vitiligo. Vitiligo
merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan adanya makula
berwarna putih yang dapat meluas. Vitiligo dapat mengenai seluruh bagian
tubuh yang mengandung sel melanosit (Soepardiman, 2010). Alasan
penegakan diagnosis vitiligo yaitu:
1. Anamnesis
a. Keluhan bercak-bercak putih pada wajah sejak satu bulan yang
lalu.
b. Awalnya bercak hanya muncul 3 buah dan tampak samar, lalu
warna bercak semakin jelas dan jumlahnya bertambah banyak
dalam waktu satu bulan ini.
c. Pasien sudah pernah mendapatkan obat topikal antijamur namun
keluhan tidak membaik.
d. Keluhan gatal jika berkeringat disangkal.
e. Keluhan rasa baal pada area lesi disangkal.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Lokasi: Regio facialis dan oksipitalis
b. Efloresensi: Makula hipopigmentasi berbatas tegas, tepi rata,
multiple di regio facialis dan oksipitalis.
B. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari vitiligo pada kasus adalah:
1. Morbus Hansen
Morbus hansen tipe pausi basiler (PB) biasanya terjadi di daerah
endemis, warna lesi hipopigmentasi tidak terlalu putih dan biasanya
terdapat makula anestesi yang berbatas tidak tegas (Herperia, 2016).
2. Pitiriasis Versikolor
Pada pitiriasis versikolor dapat ditemukan sisik halus dengan
warna fluoresensi kuning kehijauan di bawah lampu Wood dan hasil
17
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Allam, M. dan H. Riad. 2013. "Concise review of recent studies in vitiligo", Qatar
Medical Journal, 2013(10): 1-19.
Budimulja, Unandar. 2010. Mikosis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Lukas, R. dan H.T. Sibero. 2015. "Vitiligo", JuKe Unila, 5(9): 94-103.
Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Kulit, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Soepardiman, Lily. 2010. Kelainan Pigmen. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.