BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Suspect TB
berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk dapat diikuti gejala tambahan seperti
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, malaise, berkeringat di malam hari walaupun tanpa
melakukan kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis
kronis, asma, kanker paru dan lain-lain. Mengingat, seperti bronkiektasis, bronchitis
kronis, asma, kanker paru dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini
masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala-gejala
tersebut, dianggap sebagai seorang terduga (suspect) pasien TB dan perlu dilakukan
kesehatan; didukung dengan promosi secara akif oleh petugas kesehatan bersama
mempunyai pengetahuan yang memadai tentang penyakit Tb dan sikap yang positif
penjaringan suspect pasien Tb dilakukan secara pasif (passive case finding) dan aktif.
Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap kelompok khusus yang rentan atau
penampungan pengungsi, daerah kumuh, tempat kerja, asrama dan panti jompo, anak
dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB, kontak erat dengan pasien
diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka
penjaringan suspek ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam
Angka penjaringan suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa diantara 100.
000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun (Romandhani & Wahyu,
2011). Angka Penjaringan Suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya
diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka ini
digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu,
Rumus yang digunakan adalah jumlah suspek yang diperiksa dibagi jumlah penduduk
dikali dengan 100%. Penjaringan suspect Tb merupakan salah satu variabel penting
artinya semakin besar jumlah suspek yang didapat dan diperiksa maka peluang untuk
16
ditemukannya penderita TB diantara suspect juga semakin besar (Ariyanto & Ramani,
2012).
penyakit tuberkulosis dibagi menjadi 3 faktor yaitu faktor petugas pemegang program
jawab dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, dan
Dalam Nizar (2010) menyatakan bahwa kinerja daripada petugas pemegang program
pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan pasien suspek TB paru
penemuan penderita dilakukan secara pasif (pasive case finding) dengan promosi aktif
2.2.1.1 Pengetahuan
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan dibagi menjadi dua tingkat yaitu
pengetahuan baik dan pengetahuan tidak baik (buruk) (Pasek, Suryani & Murdani
2013). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010 : 27). Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan, yakni :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang yang telah ada
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
d. Analisis (analysis)
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
telah ada.
f. Evaluasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
Departemen Kesehatan RI tahun 2008, bahwa tugas serta tanggung jawab Petugas
laboratorium dengan mengisi formulir TB, mengisi kartu penderita TB paru dan
paru BTA positif, dan memantau jumlah penderita TB paru yang ditemukan (Depkes
RI, 2008). Petugas pemegang program TB Puskesmas memiliki tugas dan tanggung
keberhasilan suatu pencapain”, dalam hal ini adalah pencapaian suspek TB (Nugraini,
Cahyati dan Farida, 2015). Seorang Petugas pemegang program TB harus memiliki
pengetahuan yang baik mengenai tugas dan tanggung jawab, maupun tentang
penyakit TB itu sendiri agar dapat melakukan tugasnya dengan baik pula, hal ini
Tb paru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pengetahuan yang baik dari petugas
2.2.1.2 Motivasi
suatu tujuan. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan (needs atau want).
Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusian yang perlu ditanggapi atau
tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, dan hasilnya adalah orang yang
atau dipenuhi maka akan selalu berpotensi untuk muncul kembali sampai dengan
terhadap suatu jenis perilaku. Beberapa ahli mengelompokkan dua cara atau metode
Materiil
Alat motivasi materiil adalah apa yang diberikan kepada masyarakat dapat
Nonmateri
Alat motivasi non materi adalah pemberian tersebut tidak dapat dinilai
Alat motivasi ini adalah kedua-duanya, baik materiil maupun non materiil
Motivasi terbagi dua kategori yaitu motivasi tinggi dan motivasi rendah
motivasi harus menjadi bagian yang ada pada diri seseorang untuk dapat mendukung
segala keinginan yang dicapainya. Demikian juga dalam melakukan tugas atau
pekerjaan, seorang individu harus mempunyai motivasi agar dapat meyelesaikan tugas
dan pekerjaannya dengan baik dan sesuai terget atau standar (Kusumawardani, 2012).
tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari masyarakat yang bertugas mengembangkan
kader, bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh
masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Tujuan daripada pembentukan kader
bukanlah sebagai objek tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada
kesehatan, akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan dengan
terbentuknya kader kesehatan, maka pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan
oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Selanjutnya dengan
adanya kader kesehatan, maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan
sempurna (Efendi & Makhfudli, 2009 : 288). Menurut K. Santoso (1979, dalam
Efendi & Makhfudli, 2009 : 288), kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata
tingkat desa ternyata mampu melaksanakan beberapa kegiatan yang sederhaan tetapi
merupakan tenaga non-profesional yang berasal dari masyarakat yang secara langsung
berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat dan ikut serta dalam pengendalian
pencapaian suspect tuberkulosis paru karena salah satu dari tugas seorang kader
kesehatan adalah melakukan pencarian kasus yang secara langsung berdampak pada
2.2.2.1 Pengetahuan
dari proses belajar selama hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat
kebenaran, prinsip dan kaidah suatu objek dan merupakan hasil stimulasi informasi
untuk terjadinya perubahan perilaku (Rizani, Hakimi & Ismail, 2009). Seorang kader
kesehatan yang mempunyai pengetahuan yang baik akan dapat melakukan tugasnya
23
dalam pengendalian kasus tuberkulosis, dan salah satu tugas seorang kader kesehatan
adalah melakukan pencarian kasus, selain itu dengan pengetahuan yang baik akan
menjadikan kader kesehatan mempunyai kemungkinan untuk aktif 18 kali lebih besar
daripada kader dengan pengetahuan rendah (Wijaya, 2012). Fadhilah, et al. (2014)
TB. Kader yang berpengetahuan baik berdampak pada perilaku penemuan suspek
yang baik (72,3%), tetapi kader dengan tingkat pengetahuan kurang akan berperilaku
penemuan suspek pun kurang (4,0%). Menurut penelitian Wahyudi (2010), terdapat
hubungan yang positip dan signifikan antara pengetahuan, sikap dan motivasi kader
Kesehatan untuk melibatkan peran serta kader dalam penemuan suspek Tuberkulosis
manusia dikenalkan dengan pendidikan meski dalam bentuk sederhana oleh orang tua
disebut sebagai khas manusia, karena tidak ada makhluk lain yang memerlukan
pendidikan selain manusia (Maryono, 2011). Pendidikan adalah suatu usaha dalam
belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah orang
pendidikan penting untuk dikaji karena hal tersebut merupakan bagian dari faktor
24
individu dari teori kinerja Gibson yang merupakan faktor yang berpengaruh langsung
terhadap kinerja (Maryun, 2007). Menurut Wahyuni dan Artanti (2013) tingkat
Pendidikan yang makin tinggi lebih mudah untuk menerima materi yang diberikan
dalam pelatihan penemuan suspek TB paru. Menurut Gibson (1987, dalam Wahyuni
2.2.2.3 Motivasi
kepuasan atau mencapai suatu tujuan, atau dengan kata lain motivasi adalah suatu
tindakan, atau bersikap tertentu. Sebenarnya, motivasi merupakan istilah yang lebih
umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang
mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang
ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu, bisa
gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam
rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sobur, 2013 : 268). Seorang kader
kesehatan yang mempunyai pengetahuan dan motivasi yang baik akan menjadikannya
semakin aktif dalam melaksanakan tugasnya, hal ini didukung dengan penelitan yang
signifikan antara pengetahuan, sikap, dan motivasi dengan keaktifan kader kesehatan
dalam pengendalian kasus tuberkulosis. Motivasi terbagi dalam dua kategori yaitu
motivasi tinggi dan motivasi rendah (Wijaya, 2012). Motivasi berhubungan dengan
perilaku penemuan suspek TB, motivasi yang tinggi berdampak terhadap perilaku
25
penemuan suspek yang baik (63,5%) sebaliknya dengan motivasi yang rendah
timbul apabila diberi kesempatan dan mendapatkan umpan balik dari hasil yang
atau kemanusiaan (Fadhilah, et al. 2014). Menurut Gopalan, Mohanty dan Das (2012)
menyatakan bahwa “the level of performance motivation was the highest for individual factor,,”,
yaitu motivasi yang paling tinggi adalah dari diri individu pekerja kesehatan atau kader
itu sendiri.
Sosial adalah cara tentang bagaimana individu saling berhubungan satu sama
lain (Enda, 2010). Sosial dalam arti masyarakat atau kemasyarakatan berarti segala
sesuatu yang berkaitan dengan sistem hidup bermasyarakat dari orang atau
sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya (Ranjabar, 2006). Budaya atau
sistem konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolis yang dengan cara
dan sikap mereka terhadap kehidupan (Geertz, 1973 dalam Tumanggor, 2010).
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
26
seseorang sebagai anggota masyarakat (Isniati, 2013). Sehingga sosial budaya dapat
disimpulkan sebagai berbagai hal diciptakan dan dipercayai oleh manusia dengan
sosial manusia mempelajari sikap dan perilaku dari orang lain di lingkungan sosialnya.
Hampir segala sesuatu yang dilakukannya bahkan apa yang dipikirkan berhubungan
dengan orang lain dan dipelajari dari lingkungan sosial budaya. Menurut Media
(2011), sosial budaya adalah lingkungan non fisik yang merupakan faktor eksternal
yang mempengaruhi kesehatan seorang individu atau kelompok. Faktor sosial budaya
kesehatan.
dikembangkan dari teori lapangan (Field theory, Lewin, 1954) menjadi model
kepercayaan kesehatan (health belief model) yang menyatakan bahwa, ketika seorang
individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakit yang dideritanya, maka
Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan
dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan
(pengobatan).
dianggap serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini kan
penyakit tersebut. Salah satu strategi yang bisa dilakukan untuk merubah perilaku
terhadap penyakit TB Paru terbatas atau kurang, maka akan menimbulkan persepsi
yang salah sehingga terbentuk stigma negatif yang pada akhirnya akan menyebabkan
merupakan gejala yang ringan, untuk itu tidak diperlukan untuk dilakukan
penanganan ataupun pengobatan (Duan, et al. 2013). Pengetahuan yang buruk pasien
dilakukan dengan baik dapat berdampak pada tingkat pengetahuan dan menghasilkan
sikap dan pemahaman yang baik terhadap penyakit Tb (Khan, et al. 2006).
dialaminya adalah bukan penyakit berbahaya, melainkan penyakit batuk biasa, dapat
29
dapat ditimbulkan oleh penyakit TB Paru. Selain itu sebagian masyarakat sudah
berbahaya yang sangat memalukan, sehingga penyakit itu perlu untuk dirahasiakan.
berbahaya dan merupakan penyakit biasa yang pada akhirnya dibiarkan tidak
setan. Lebih dari itu perilaku dan kesadaran sebagian masyarakat untuk
karena mereka malu dan takut divonis menderita TB Paru (Media, 2011). Oleh
tersangka tuberkulosis (suspect Tb) tersebut tidak dapat terjaring di fasilitas kesehatan
2.2.3.2 Persepsi
Dalam buku Pengantar Psikologi Umum dijelaskan, persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak
berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya
merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses
30
menerima stimulus melalui alat indera, yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan,
telinga sebagai alat pendengar, hidung seabgai alat pembauan, lidah sebagai alat
pengecapan, kulit pada telapak tangan sebagai alat perabaan; yang kesemuanya
merupakan alat indera yang digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu.
Alat indera tersebut merupakan alat penghubung antara individu dengaan dunia
luarnya (Branca, 1964; Woodworth dan Marquis, 1957 dalam Walgito, 2010 : 100).
diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, megerti tentang apa yang diindera itu,
dan proses ini disebut persepsi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
stimulus diterima oleh alat indera, yaitu yang dimaksud dengan penginderaan, dan
melalui proses penginderaan tersebut stimulus itu menjadi sesuatu yang berarti
merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang intergrated dalam diri
individu. Karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus,
sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan objek (Branca, 1964 dalam
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, kita
memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat
31
berkomunikasi (Sobur, 2013 : 446). Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar,
tetapi juga dapat datang dalam diri individu sendiri. Namun demikian sebagian
terbesar stimulus datang dari luar individu yang bersangkutan. Sekalipun persepsi
dapat melalui macam-macam alat indera yang ada pada diri individu, tetapi sebagian
besar persepsi melalui alat indera penglihatan. Karean itulah banyak penelitian
mengenai persepsi adalah persepsi yang berkaitan dengan alat penglihatan. Karena
persepsi merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu, maka apa yang ada
dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka
stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu
stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan demikian
dapat dikemukakan bahwa stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam persepsi. Berkaitan dengan faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat
Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat
datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai
32
samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan
stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai
motoris.
3. Perhatian
konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau
sekumpulan objek.
persepsi adanya beberapa faktor yang berperan, yang merupakan syarat agar terjadi
persepsi, yaitu (1) objek atau stimulus yang dipersepsi; (2) alat indera dan syaraf-
syaraf serta pusat susunan syaraf, yang merupakan syarat fisiologis; dan (3) perhatian,
Proses Persepsi :
Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi
dari cara dia mamandang. Oleh karena itu, untuk megubah tingkah laku seseorang,
harus dimulai dengan mengubah persepsinya. Sobur (2013 : 447) memaparkan bahwa
(1) Seleksi, yaitu proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar,
pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan
(3) Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
pada cara penularan penyakit tuberkulosis adalah sesuai dengan penelitian serupa
yang dilakukan di Pakistan. Didapatkan bahwa dari 170 pasien yang dilakukan
paru bukanlah penyakit yang menular dan 18 responden (10,6%) menganggap bahwa
bahwa trauma emosi atau stress merupakan penyebab penyebab penyakit Tb paru
(Khan, et al. 2006). Memahami kesalahpahaman atau persepsi yang salah sangatlah
pengobatan yang benar dan penolakan untuk melakukan pengobatan dan kepatuhan
persepsi salah yang secara umum terjadi di masyarakat (Gelaw, 2016). Menurut
Robbins dan Judge (2008), persepsi ada dua bentuk yaitu positif dan negatif. Persepsi
positif yaitu pandangan yang sesuai dengan pribadinya, sedangkan persepsi negatif
masyarakat harus dibangun atau diciptakan, informasi tentang penyakit terkait, dan
berdampak pada tingkat pengetahuan dan menghasilkan sikap dan pemahaman yang
2.2.3.3 Kebiasaan
merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa
terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon
tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal
35
Alasan lain yang kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan
sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak
responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi
alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan
ini adalah karena orang atau masayrakat tersebut sudah percaya kepada
diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu
diri sendiri yang dilakukan masyarakat melalui berbagai cara antara lain :
yang dibeli dari warung, minum obat yang dibeli bebas di warung obat
dan sebagainya yang masih asing bagi meraka, seperti juga pengobatan
untuk memilih pencarian pengobatan juga dipengaruhi oleh kebiasaan dan istiadat
masyarakat setempat (Media, 2011). Salah satu cara membentuk perilaku agar sesuai
seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Cara ini
didasarkan atas teori belajar kondisioning baik yang dikemukakan oleh Pavlov
atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila konsep
sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas
masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan. Cara
yang tepat untuk melakukan pembetulan konsep sehat-sakit masyarakat ini adalah
37
masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas
kesehatan, klinik swasta, atau rumah sakit maka dianggap telah mengunjungi fasilitas
obat tradisional (jamu), berkunjung ke “Holy Water” (dukun), dan tidak melakukan
(Engeda, et al. 2016). Kebiasaan masyarakat yang biasanya cenderung untuk membeli
obat di warung ketika merasakan adanya gejala batuk dan sebagian kecil lainnya
datang ke dukun, kondisi seperti ini antara lain dipengaruhi oleh kebiasaan keluarga
yang turun temurun (Media, 2011). Pada penelitian yang dilakukan di distrik Lay
gejala atau penyakit Tb paru yang dideritanya merupakan masalah serius atau
2.2.3.4 Keyakinan
dikembangkan dari teori lapangan (Field theory, Lewin, 1954) menjadi model
kepercayaan kesehatan (health belief model) yang menyatakan bahwa, ketika seorang
38
individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakit yang dideritanya, maka
Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan
dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan
(pengobatan).
dianggap serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini kan
fasilitas kesehatan modern dabanding mereka yang merasakan bahwa mereka baik-
baik saja (perceived wellness). Penjelasan yang paling mungkin untuk penemuan ini
adalah persepsi yang tinggi mengenai resiko pada orang dengan suspek Tb paru dapat
Dampaknya adalah terjadi proses penyakit yang rumit, meningkatnya pasien yang
2016).
membeli obat warung ketika merasakan adanya gejala batuk, dengan alasan mereka
beranggapan bahwa penyakit TB tersebut hanya bisa dan cepat disembuhkan melalui
Kondisi seperti ini antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya karena
40
kebiasaan keluarga yang turun temurun, dan keyakinan mereka kepada pengobat
tradisional karena pelayanan yang diberikan oleh tenaga pengobat tradisional lebih
obat tradisional (jamu), berkunjung ke “Holy Water” (dukun), dan tidak melakukan
(Engeda, et al. 2016). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa, masyarakat dengan
2.2.3.5 Ekonomi
kesehatan individu dengan status ekonomi yang rendah dapat mempersulit akses
(Effendi & Makhfudli, 2009). Kemiskinan mempunyai kaitan yang erat dengan
Yuste & Pasicatan, 2012). Seperti penelitian yang dilakukan di Puskesmas Padang
masyarakat yang mengalami penyakit TB Paru adalah berasal dari golongan ekonomi
penyakit TB Paru dilakukan selama lebih kurang 6 (enam) bulan menjadi hambatan
41
relatif terbatas (Media, 2011). Sama halnya penelitian yang dilakukan di Puskesmas
sputum-positive Case Notification Rate (CNR) (Wong, et al. 2013). Faktor rendahnya
level pengetahuan pada orang-orang miskin juga diperburuk dengan rendahnya level
kondisi hidup yang kekurangan, malnutrisi, dan terpapar penyakit menular lain.
masyarakat ini akan memperburuk situasi dikarenakan mereka tidak mengetahui cara
melindungi di mereka dari penyakit ini, ketika pencarian tempat pengobatan, ketika
penyakit tuberkulosis yang efektif. Orang yang memiliki ekonomi yang rendah ini,
harus dituju atau dijadikan target pada pendidikan kesehatan dan informasi mengenai
yang masih rendah diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan.
Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya
geografis yang sulit untuk menjangkau sarana kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam
penelitian Media (2011), kondisi sulitnya masyarakat untuk mencapai akses pelayanan
kesehatan (puskesmas) karena jarak yang relative jauh dan beratnya biaya
hal ini pengobatan atau penanganan TB paru, sehingga secara tidak langsung akan
granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan
dapat menular dari penderita kepada orang lain (Manurung, 2009 : 105). Darmanto
peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium
kuman M. Tuberculosis.
tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh yang lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Dalam tubuh manusia tuberkulosis
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB; terjadi pada infeksi yang
pertama kali
penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal (Somantri, 2009 : 67).
perkiraan sepertiga populasi terinfeksi dan 2,5 juta orang meniggal setiap tahun
22 negara High Burden Country (HBC) dengan beban tuberkulosis paru tertinggi di
dunia 50%-nya berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika (Brasil).
Dari seluruh kasus tuberkulosis paru di dunia, India menyumbang 30%, China
sebagai kedaruratan kesehatan dunia sejak dua dekade terakhir. Dengan estimasi 9
juta kasus baru dan 1,4 juta terjadi kematian setiap tahunnya, TB masih menjadi
44
resiko utama kesehatan global meskipun telah diusahakan dengan keras untuk
efektif (Haque, et al 2014). Pada tahun 2014, Estimasi sejumlah kasus TB yang paling
banyak terjadi di wilayah Asia (58%) dan wilayah Afrika (28%), proporsi kasus yang
lebih sedikit terjadi di wilayah Mediterania Timur (8%), wilayah Eropa (3%), dan
wilayah Amerika (3%) (WHO, 2015). Berdasarkan laporan global tuberculosis WHO
tahum 2015, penyakit TB masih menjadi masalah utama kesehatan global yang
menewaskan 1,5 juta orang hanya pada tahun 2014. Laporan ini juga menunjukkan
perkiraan 9,6 juta kasus tuberculosis baru yang didiagnosa pada tahun yang sama
(range 9,1 juta-10,0 juta): 5,4 juta diantaranya laki-laki, 3,2 juta diantaranya
beban penyakit TB dapat disimpulkan bahwa penyakit ini merupakan masalah utama
2.3.2 Etiologi
(Somantri, 2009 : 67). Bakteri ini merupakan kelompok dari Mycobacterium. Terdapat
beberapa spesies Mycobacterium yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA),
pada saluran nafas di kenal sebagai Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT) yang
terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu
tuberculosis menjadi saran diagnosis ideal untuk TB (Kemenkes, 2014). Sifat dari
kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan kandungan oksigen yang
banyak, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru.
45
Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberkulosis. (Somantri, 2009 : 67).
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain berbentuk batang
dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron. Bersifat tahan asam dalam
kuman akan tampak berbentuk batang berwarna merah. Tahan terhadap suhu
rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara
4oC sampai minus 70oC. Sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar
ultraviolet sehingga jika terpapar langsung terhadap sinar ultraviolet sebagian besar
kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Pada suhu antara 30 - 37oC kuman
dalam dahak akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu. Kuman dapat bersifat
sampai hampir 60% dari berat seluruhnya, sehingga sangat sukar diwarnai dan perlu
cara khusus agar penetrasi zat warna dapat terjadi. Ada beberapa tehnik pewarnaan
tahan asam untuk bakteri ini. Pewarnaan Ziehl-Neelsen adalah satu jenis pewarnaan
pewarnaan Than Thiam Hok. Pada pewarnaan tersebut bakteri tampak berwarna
pada dinding sel menyebabkan bakteri ini sangat tahan terhadap asam, basa, dan kerja
penetrasi melaui dinding selnya sehingga untuk pertumbuhannya perlu waktu yang
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan sangat berperan atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya
terjadi secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling
sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi
basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru
dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA)
(Amin & Bahar, 2009 : 2232). Pasien dengan tuberkulosis paru aktif adalah sumber
daripada penularan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Lebih dari 90% orang yang
terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, patogen akan berbentuk infeksi laten yang
aktif adalah sebesar 5% selama 18 bulan setelah infeksi awal terjadi, dan diperkirakan
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB
dengan pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal
tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh
uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis langsung. Pasien tuberkulosis dengan BTA negatif juga masih memiliki
positif adalah 65%, pasien tuberkulosis BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah
26% sedangkan pasien tuberkulosis dengan hasil kultur negatif dan foto Thoraks
positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau
47
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei / percik renik). Dalam sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
Pada saat seorang klien dengan tuberkulosis paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah,
lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas,
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet
nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang yang sehat, maka
orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkulosis. Penularan bakteri lewat
udara disebut dengan istilah air-borne infection (Muttaqin, 2008 : 72-73). Infeksi diawali
karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri meyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan bertumpuk pada daerah tersebut.
Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-
paru (lobus atas). Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, korteks serebri dan area lain dari paru-paru
(lobus atas) (Somantri, 2008 : 60). Bakteri tuberkulosis dan fokus ini disebut fokus
primer atau lesi primer atau fokus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe
regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam
waktu 3-6 minggu, inang atau tubuh yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif
terhadap protein yang dibuat bakteri tuberkulosis dan bereaksi positif terhadap tes
1. Percabangan bronkhus
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau
pada akhirnya dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut
dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah
akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan
tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif
kembali. Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca-
primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.
Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri
tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman
49
yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-
primer terutama berada di daerah apeks paru (Muttaqin, 2008 : 73). Ali (2007
kasus TB pada orang dewasa populasi non- infeksi HIV dan merupakan hasil
reaktivasi dormant yang sebelumnya ada ketika terjadi infeksi primer. Segmen
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan eksudat
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri
atas kumpulan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
Bagian tengah dari jaringan tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan berubah menjadi
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit
akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang
atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
mejadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis
dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan
respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi oleh tuberkel (Somantri, 2008 : 60). Setelah tubuh terinfeksi oleh bakteri
adalah sangat kecil. Kurang dari 10% dari semua infeksi tersebut berkembang gejala-
gejala dan tanda menjadi penyakit yang aktif, tergantung dari pada lokasi georgrafis
seseorang tinggal , tipe strain bakteri M. tuberculosis, riwayat genetik, pemakaian obat
imunosupresan dan faktor resiko lainnya. Sebagian besar respon sistem kekebalan
tubuh individu adalah salah satu dari dua yakni mengeliminasi atau membunuh
laten adalah kondisi klinis yang terjadi setelah seseorang terinfeksi bakteri M.
tuberculosis, imun dari host/tubuh merespon terhadap basil M. tuberculosis dengan cara
membuat basil tidak dapat bergerak, dengan seperti itu basil dari bakteri tidak dapat
Gejala klinis yang klasik dari TB paru adalah batuk kronis, produksi sputum,
nafsu makan menurun, berat badan turun, demam, Keringat di malam hari, dan
hemoptysis (Zumla, et al. 2013). Gejala utama pasien dengan tuberkulosis paru adalah
51
batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Kemenkes, 2014).
Penyakit TB paru stadium awal tidak menunjukkan tanda dan gejala yang
dahak. Selain itu klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada malam hari dan
mengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci tanda dan gejala TB paru
ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Demam
pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza
yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman,
serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan.
Demam seperti influenza ini hilang timbul dan semakin lama semakin
pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40o-41oC. Hal lainnya yang
juga mempengaruhi keadaan ini adalah daya tahan tubuh daripada penderita
serta berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk (Amin & Bahar,
2009 : 2234).
52
b. Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak
enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit
kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan
pada siklus haid (Manurung, 2009 : 107). Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, berat badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringan malam dan lain-lain.
Gejala malaise ini semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul
a. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi pada bronkhus; selanjutnya akibat adanya
berupa mukoid atau purulen (Manurung, 2009 : 107). Sifat batuk dimulai dari
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Sebagian besar batuk
darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
b. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
53
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada
dinding kavitas, selain itu batuk darah dapat juga terjadi karena ulserasi pada
mukosa bronkhus. Batuk darah inilah yang paling sering membawa penderita
berobat ke dokter.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit lanjut dengan kerusakan paru yang cukup
d. Nyeri dada
Gejala ini akan timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura
terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik (Manurung, 2009 : 107-
108).
Terdapat klasifikasi
Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru
54
Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang
Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi di segmen apikal dan posterior
lobus atas serta segmen apikal lobus bawah. Umumnya lesi tuberkulosis bersifat
multiform, yaitu terdapat membran beberapa stadium pada saat yang sama misalnya
Lokasi lesi umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen
apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru (Amin & Bahar, 2009 : 2235).
Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium penyakit.
Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pneumonia terdapat gambaran bercak
seperti awan dengan batas yang tidak jelas. Kemudian pada fase berikutnya bayang
akan lebih padat dan batas lebih jelas. Apabila lesi diliputi oleh jaringan ikat maka
akan terlihat bayangan bulat berbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila lesi
tuberkulosis meluas maka akan terjadi perkijuan, yang apabila dibatukan akan
“multiloculatied”, dinding tebal dan sklerotik. Bisa juga ditemukan atelektasis pada satu
lobus bahkan pada satu paru, kadang-kadang kerusakan yang luas ditemukan pada
kedua paru. Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang padat, sedangkan
kalsifikasi terlihat sebagai bercak dengan densitas tinggi. Sering juga ditemui
penebalan yang tersebar merata dikedua paru. Gambaran efusi pleura dan
hasilnya penting sekali untuk dilakukan, untuk mengentahui apakah ada kemajuan,
perburukan atau terdapat kelainan yang menetap (Manurung, 2009 : 110). Foto
rontgen dada dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru
bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada efusi
b. Pemeriksaan laboratorium
yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat
pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif.
Untuk itu dianjurkan pada pasien, satu hari sebelum pemeriksaan sputum
minur air sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan reflek batuk. Dapat juga
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit (Amin & Bahar, 2009 :
2236)
2. Urine. Urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang
dikumpulkan selama 12-24 jam. Jika klien menggunakan kateter maka urine
yang tertampung di dalam urine bag dapat diambil. Diagnosis berdasarkan tes
terdapat pada urine pada pasien dengan tuberculosis, dimana LAM adalah
dan diwarnai dengan pewarnaan tahan asam serta diperiksa dengan lensa rendam
Bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan bakteri tahan
asam, maka diberikan label (penanda) : “ Bakteri tahan asam negatif atau
BTA (-)”.
57
Bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka
jumlah yang ditemukan harus disebut, dan sebaiknya dibuat sediaan ulangan.
Bila ditemukan bakteri-bakteri tahan asam maka harus diberi label : “Bakteri
Selain itu meskipun tidak sensitif dan tidak spesifik, pemeriksaan darah dapat
peningkatan leukosit dan laju endap darah (LED). Amin dan Bahar (2009 : 2236),
juga menambahkan, hasil pemeriksaan darah didapatkan juga anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium
darah menurun.
patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat (Amin &
bahar, 2009 : 2237). Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnosa
terutama pada anak-anak. Biasanya dengan diberikan suntikan PPD (Protein Perified
Derivation) secara intara cutan 0,1 cc. Lokasi penyuntikan umumnya pada ½ bagian
atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberkulosis dilakukan
(indurasi) yang terjadi pada lokasi suntikan. Indurasi berupa kemerahan dengan hasil
sebagai berikut :
Test tuberculin negatif berarti bahwa secara klinis tidak ada infeksi
d. Pemeriksaan CT Scan
pemeriksaan rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat.
Gambaran adanya kavitas sering ditemukan pada klien dengan TB paru dan
sering tampak pada gambaran Rontgen karena kavitas tersebut membentuk lingkaran
yang nyata atau bentuk oval radiolucent dengan dinding yang cukup tipis. Jika
scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih
dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa (Muttaqin, 2008 : 92).
CT scan merupakan pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini
sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan (Amin & Bahar, 2009 : 2235). Selain itu
pasien yang dicurigai menderita spinal TB, dimana CT scan dapat menunjukkan lesi
dari basal ganglia, midbrain dan brain sterm (Ali, 2007 : 100).
yang menyebar lengan lesi yang menyerupai biji padi-padian (Ali, 2007 : 95).
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
seperti pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal di atas
pemeriksaan sputum hampir selalu negatif (Amin & Bahar, 2009 : 2235). Tb paru
milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut
(kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh
yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT.
Pada bayi dan anak-anak, penyakit dapat disebabkan oleh penyebaran dari TB
primer dan mengakibatkan manifestasi klinis yang berat. Keadaan ini biasa terjadi
pada bayi-bayi dengan gizi buruk atau penyakit kronis yang biasanya sangat rentan.
Pada sebagian besar anak-anak, jumlah bakteri hanya sedikit dalam tubuhnya
(hospes), namun cukup resisten untuk mencegah penyebaran milier sehingga tidak
menimbulkan manifestasi klinis. Pada orang dewasa, khususnya orang tua, angka
kejadian penyakit ini cukup tinggi dan sulit sekali untuk diidentifikasi. Hasil
60
pemeriksaan Rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier.
Nodul-nodul dapat terlihat pada Rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi
parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beebrapa klien,
didapatkan bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul sangat kecil yang
menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat
berupa garis-garis tajam. Pada klien lain, nodul-nodul tersebut dapat berupa garis
tebal yang tidak begitu tajam dengan daerah-daerah yang kabur di sekitarnya. Pada
beberapa klien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil Rontgen thoraks,
tetapi pada beberapa kasus, bentuk milier klasik berkembang seiring dengan
tuberkulosis paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan
tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan
radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih
negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
yang terinfeksi oleh pasien yang sama dengan atau tanpa bukti penyakit, dan
61
orang yang berkontak erat harus mendapatkan BCG (Mandal, et al. 2008 :
227).
3. Vaksinasi BCG
selama 10-15 tahun dan merupakan yang paling baik untuk mencegah
primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif,
Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko
Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif
menjadi positif,
jangka panjang
yang kuat dengan organisasi masyarakat dan komunitas adalah satu satu dari
Streptomisin (S)
Isoniazid (INH/H)
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan
kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat
Kategori I
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan
masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis; dan penderita dengan
sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan
sebagainya.
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan setiap hari selama dua bulan.
Bial selama dua bulan sputum menjadi negatif, maka dimulai fase lanjutan. Bila
setelah dua bulan sputum masih tetap positif, maka fase intensif diperpanjang 2-4
64
minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai
obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apaakah
sputum sudah negatif atau belum. Fase lanjutannya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada
diberikan lebih lama, yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan 8-9 bulan.Sebagai
Kategori II
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase intensif sputum
menjadi negatif, baru diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah tiga bulan sputum
masih tetap positif, maka fase intensif diperpanjang satu bulan lagi dengan HRZE
(juga dikenal sebagai obat sisipan). Bila setelah empat bulan sputum masih tetap
positif, maka pengobatan dihentikan 2-3 hari. Kemudian, periksa biakan dan uji
masih sensitif terhadap semua obat dan setelah fase intensif sputum menjadi
negatifmaka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan ketat.
Bila data menunjukkan resistensi terhadap H atau R, maka fase lanjutan harus diawasi
dengan ketat. Tetapi jika data menunjukkan resistensi terhadap H dan R, maka
dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasan.
65
Kategori III
Kategori III adalah kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya
tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I. Pengobatan
yang diberikan :
2HRZ/6 HE
2 HRZ/4 HR
2 HRZ/4 H3R3
Kategori IV
kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu dari
segi kesehatan masyarakat, dapat diberikan H saja seumur hidup. Untuk negara maju
atau pengobatan secara individu (penderita mampu), dapat dicoba pemberian obat
berdasarkan uji resisten atau obat lapis kedua seperti Quinolon, Ethioamide,
kelangsungan atau kontinuitas pengobatan sampai selesai. Selain itu penyediaan OAT
dalam bentuk paket KDT mempuyai beberapa keuntungan, yaitu: 1) Dosis obat
dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
penulisan resep; 3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru, pasien baru tuberkulosis paru BTA
positif, pasien tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif dan pasien
Tabel 2.1
Dosis untuk kategori OAT KDT kategori – 1
Berat Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Badan Tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
> 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya, pasien kambuh, pasien gagal dan pasien dengan pengobatan setelah
putus berobat.
Tabel 2.2
Dosis untuk kategori OAT KDT kategori – 2
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Tiap hari 3 kali seminggu
Berat Badan RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150 + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. + 2 tab Etambutol
38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT
+750 mg Streptomisin inj. + 3 tab Etambutol
55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tab 4 KDT 4 tab 2 KDT
+1000 mg Streptomisin inj. + 4 tab Etambutol
> 70 kg 5 tablet 4 KDT 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT
67
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
Tabel 2.3
Dosis KDT untuk sisipan
Berat badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT
> 70 kg 5 tablet 4 KDT
serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan
tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain. Menurut Rye, Saleh dan Hadiwijoyo
(2009) penemuan penderita Tb paru merupakan salah satu indikator penting yang
DOTS. Namun dengan metode pasive case finding dan promosi yang aktif tidak dapat
menjaring suspek Tb paru secara maksimal. Untuk itu penemuan pasien TB juga
dilakukan secara intensif pada kelompok populasi terdampak TB dan populasi rentan,
dan harus didukung dengan kegiatan promosi aktif sehingga semua terduga TB dapat
Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit Tb seperti pada
2014).
digunakan beberapa indikator sebagai alat ukur kemajuan program (marker of progress).
jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang ditemukan dibanding jumlah pasien
baru TB paru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case detection
rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru TB Paru BTA positif secara
nasional. Indikator ini masih digunakan untuk evaluasi pencapaian MDGs 2015
untuk program pengendalian TB. Setelah tahun 2015, indikator ini tidak akan
digunakan lagi dan akan diganti dengan Case Notification Rate (CNR) sebagai indikator
yang menggambarkan cakupan penemuan pasien TB. Perkiraan jumlah pasien baru
TB paru BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus baru
TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate
(Kemenkes, 2014). Case detection rate adalah indikator yang digunakan untuk
69
mengevaluasi rangka kerja millennium development goal (MDG) dalam pengendalian Tb.
CDR merupakan kalkulasi daripada sejumlah kasus baru atau kasus Tb relaps yang
dinotifikasi oleh program tuberkulosi nasional, dibagi dengan estimasi jumlah insiden
kasus Tb pada tahun tahun itu. CDR dinyatakan dalam presentase; presentase ini
pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis yang sembuh setelah selesai masa
Angka minimal pencapaian Cure Rate adalah 85% (Kemenkes, 2014). Definisi cured
atau cure adalah pasien dengan Tb paru dengan bakteriologi terkonfirmasi Tb pada
awal pengobatan yang smear atau kultur negatif pada akhir bulan masa pengobatan
penderita Tb BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara