PENDAHULUAN
1. Apa itu tenaga kesehatan dan apa saja persyaratan tenaga kesehatan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
2
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah
memenuhi persyaratan.
(5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meliputi:
3
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Sumpah/Janji
Pasal 2
4
Implementasi – Jabaran Kode Etik :
Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan kode etik apoteker
Indonesia dinilai dari : ada tidaknya laporan masyarakat, ada tidaknya
laporan dari sejawat apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain, serta
tidak ada laporan dari sejawat apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain,
serta tidak ada laporan dari dinas kesehatan. Pengaturan pemberian sanksi
ditetapkan dalam peraturan organisasi (PO).
Pasal 3
5
Pasal 4
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
6
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
7
Pasal 7
Pasal 8
9
BAB II
Pasal 9
10
BAB III
Pasal 10
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
11
Pasal 12
BAB IV
Pasal 13
12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati Sejawat Petugas Kesehatan.
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengak ibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada
sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
13
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib
mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi
Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya
14
1. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagian pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu.
2. Sebagai penanggungjawab fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu di apotek,
rumah sakit, puskesmas, klinik obat atau praktek bersama.
3. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merek dagang lainnya atas persetujuan dokter
dan/atau pasien.
4. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seseorang apoteker pendamping
yang memiliki SIPA.
2.3.2 Bidang Pelayanan Kefarmasian
1. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini diperlukan dalam upaya penggunaan obat
yang rasional oleh pasien. Informasi yang perlu diberikan kepada pasien adalah
kapan obat digunakan dan berapa banyak; lama pemakaian obat yang dianjurkan;
cara penggunaan obat; dosis obat; efek samping obat; obat yang berinteraksi
dengan kontrasepsi oral; dan cara menyimpan obat
a) Pelayanan Konseling Obat
Konseling obat adalah suatu proses komunikasi dua arah yang
sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan
memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan obat. Apoteker perlu
memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah, terutama untuk
penderita penyakit kronis seperti kardiovaskular, diabetes, tuberkulosis dan
asma
b) Home Care
Pelayanan Residensial (home care) adalah pelayanan apoteker
sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah pasien,
khususnya untuk kelompok lansia, pasien kardiovaskular, diabetes,
15
tuberkulosis, asma, dan penyakit kronis lainnya. Untuk kegiatan ini
apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (patient medication
record).
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 disebutkan
pelayanan resep atau penyerahan obat resep dokter di pelayanan
kefarmasian (salah satunya puskesmas) harus dilakukan oleh apoteker.1
Menurut Uyung Pramudiarja (2011) hanya 10% puskesmas yang memiliki
apoteker.4 Masalah penelitian adalah belum diketahui bagaimana peran
apoteker di puskesmas dan permasalahan pelayanan kefarmasi-an di
puskesmas. Tujuan penelitian adalah mendapatkan informasi tentang peran
apoteker dan permasalahannya dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas
perawatan. Hasil penelitian diharapkan sebagai masukan bagi pihak yang
terkait untuk meningkatkan ketersediaan apoteker dalam pelayanan
kefarmasian di puskesmas.
2.3.3 Interaksi Farmasis (Apoteker) dengan tenaga kesehatan lain.
Dalam kode etik apoteker Indonesia pada Bab IV. Kewajiban Apoteker
terhadap sejawat petugas kesehatan lain.disebutkan Pasal 13 “Setiap Apoteker
harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan
hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat
Petugas Kesehatan” dan Pasal 14 “Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri
dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya”.
Hubungan apoteker dengan sejawat petugas kesehatan lainnya adalah
hubungan harmonis yang saling memahami hak dan kewajiban masing-masing
profesi tenaga kesehatan. Adapun tenaga kesehatan lain yang dimaksud antara
lain:
a) Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi
b) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan (Depkes, 1996)
c) Tenaga kefarmasian, dalam hal ini selain apoteker yakni tenaga teknis
kefarmasian meliputi sarjana farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah
farmasi/asisten apoteker (Depkes, 1996; Depkes, 2009)
16
d) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikribiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian
e) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
f) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasioterapis, dan terapis
wicara
g) Tenaga keteknisan medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik
prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis (Depkes, 1996)
Dalam Pasal 13 disebutkan “Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling
mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat Petugas Kesehatan” dalam
penjabaran implementasinya dijelaskan bahwa seorang apoteker harus mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan tenaga profesi kesehatan lainnya secara
seimbang dan bermartabat. Begitupula apoteker dalam menjalankan profesinya
dapat dibantu oleh asisten apoteker atau tenaga lainnya yang kompeten. Untuk itu
apoteker harus menghargai dan memperlakukan teman kerja tersebut dengan baik.
Pencapaian hubungan harmonis dalam bentuk kemitraan dengan keharusan
seorang apoteker menghargai dan memperlakukan teman kerja tersebut dengan
baik perlu dilakukan dengan keterampilan komunikasi seorang apoteker. . Tanpa
komunikasi maka tidak ada kemitraan, karena Apoteker yang mengharapkan
untuk dapat diterima sebagai mitra oleh staf medik lain (dokter, perawat, bidan
dan dokter gigi) maka haruslah apoteker yang aktif memulai / menyambung
komunikasi. Harus diakui hambatan / barriers untuk berkomunikasi selama ini
harus ditinggalkan dan mulai melangkah. Apoteker tidak dapat meminta profesi
lain untuk menunggu, Tetapi haruslah apoteker yang berlari untuk mengejar
ketinggalan.
17