Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nikel merupakan logam berharga yang banyak ditemukan di alam dalam

bentuk senyawa dengan unsur kimia lain (mineral) yang digolongkan dalam dua

kelompok utama yaitu nikel laterit dan nikel sulfida dengan kandungan nikel yang

masih rendah. Oleh karena itu untuk memperoleh nikel dengan kadar tinggi, maka

diperlukan rangkaian proses pengolahan yang cukup panjang dalam suatu industri.

Pengolahan biji nikel secara umum dilakukan dengan tiga cara yaitu proses

Pirometallurgy, Vapometallurgy, dan Hidrometallurgy. Pada PT. Vale Indonesia,

Tbk pengolahan biji menggunakan Pirometallurgy.

PT. Vale Indonesia, Tbk (dulunya bernama PT. International Nickel

Indonesia), sebagai salah satu perusahaan tambang nikel di Indonesia

mengoperasikan tambang nikel open-pit dan pabrik pengolahan di Sorowako,

Sulawesi Selatan, hingga tahun 2019 kapasitas produksi 77.000 ton nikel per

tahun. Bahan galian yang ditambang oleh perusahaan ini adalah nikel laterit yang

berasal dari empat wilayah dengan total luasnya sebesar 118.017 hektar, empat

wilayah tersebut di Sorowako (Sulawesi Selatan) 70.566 hektar, Bahodopi

(Sulawesi Tengah) 22.699 hektar, Pomalaa (Sulawesi Tenggara) 20.286 hektar,

dan Suasua (Sulawesi Tenggara) 4.466 hektar. Bahan nikel laterit tersebut

kemudian diolah menjadi nikel matte dengan kadar nikel di atas 75%.

Tahap proses pengolahan nikel laterit menjadi nikel matte meliputi: persiapan,

pengeringan bijih, proses reduksi dan kalsinasi, sulfidasi, peleburan, dan

pemurnian. Dari tahap-tahap tersebut salah satu tahap yang penting yaitu tahap

1
sulfidasi yang terjadi dalam reduction kiln, yang dimana reduction kiln merupakan

sebuah bejana berbentuk silinder yang memiliki kemiringan rendah pada arah

horizontal dan berputar mengikuti sumbunya. Pada proses sulfidasi terjadi pada

produk kiln yang disebut calsine yang mengandung logam-logam bebas. Karena

logam yang terbentuk tidak stabil dan mudah teroksidasi dengan udara luar maka

untuk menghindari hal tersebut calsine ditambahkan sulfur. Diharapkan sulfur

yang ditambahkan dapat memenuhi kebutuhan calsine yang dikeluarkan reduction

kiln.

Jumlah sulfur yang ditambahkan di reduction kiln akan berpengaruh pada

kadar sulfur di matte, jika tidak memenuhi standar mengakibatkan udara sulit

menembus ke dalam converter sehingga akan diolah kembali melalui

pencampuran dengan slurry dalam pugmill untuk masuk kembali sebagai umpan

dryer. Sehingga didapatkan tujuan dari kerja praktek yaitu menentukan jumlah

total sulfur yang ditambahkan pada reduction kiln dan jumlah sulfur yang terikat

pada FeS2 dan NiS.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, selanjutnya dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1) Berapakah jumlah total sulfur yang ditambahkan sesuai standar ISO 9001

pada reduction kiln di PT. Vale Indonesia, Tbk?

2) Berapakah jumlah sulfur yang terikat pada FeS2 dan NiS pada reduction

kiln sesuai standar ISO 9001 di PT. Vale Indonesia, Tbk?

2
1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Sulfur yang dianalisa adalah sulfur yang berada pada reduction kiln yang

dibatasi dari tanggal 11 Februari 2019 sampai tanggal 14 Maret 2019. Adapun

data yang kami ambil setiap harinya pada pukul 09.00 WITA, 13.30 WITA, dan

15.00 WITA.

1.4 Tujuan Kegiatan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari kerja praktik ini adalah:

1) Menentukan jumlah total sulfur yang ditambahkan sesuai standar ISO

pada reduction kiln di PT. Vale Indonesia, Tbk.

2) Menetukan jumlah sulfur yang terikat pada FeS2 dan NiS pada reduction

kiln sesuai standar ISO di PT. Vale Indonesia, Tbk.

1.5 Manfaat Kegiatan

Berdasarkan hasil kegiatan kerja praktek ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap penambahan sulfur yang sesuai untuk reduction kiln sehingga

dapat meningkatkan nilai ekonomis bagi perusahaan maupun konsumen.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PT Vale Indonesia Tbk

PT Vale Indonesia Tbk merupakan anak perusahaan dari Vale, sebuah

perusahaan multitambang global yang berkantor pusat di Brazil. Pabrik

pengolahan PT Vale Indonesia Tbk bertempat di Blok Sorowako, Kabupaten

Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah operasi perseroan

118.017 hektar meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi

Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar). PT Vale

Indonesia Tbk mengoperasikan tambang nikel open pit untuk menghasilkan nikel

matte yaitu produk setengah jadi dari bijih laterite, dimana rata-rata volume

produksi nikel di PT Vale Indonesia Tbk per tahun mencapai 75.000 metrik ton.

Produksi nikel di PT Vale Indonesia Tbk menggunakan teknologi pyrometalurgi

(meleburkan bijih nikel laterit) untuk mendapatkan nikel matte yang memenuhi

standar mutu sertifikasi ISO 9001.

Ada tujuh tahap utama pengolahan di PT.Vale Indonesia Tbk, sebagai

berikut:

1. Drying (Pengeringan)

Bertujuan untuk menurunkan kadar air bijih laterit yang dipasok dari

bagian tambang dan memisahkan bijih yang berukuran +19 mm dengan -

18 mm.

4
2. Kalsinasi dan Reduksi

Untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih dan mereduksi

sebagian nikel oksida menjadi nikel logam. Umpan hasil reduksinya

disebut sebagai calcine.

3. Smelting (Peleburan)

Untuk melelehkan calcine hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fase

lelehan terak atau matte.

4. Pemurnian

Untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari ±27% menjadi >75%.

5. Granulasi dan Penanganan Produk

Untuk mengubah bentuk matte dari lelehan menjadi butiran-butiran yang

siap diekspor setelah dikeringkan dan dikemas.

Hasil reduksi yang disebut calsine mengandung logam-logam bebas. Karena

logam yang terbentuk tidak stabil dan mudah teroksidasi dengan udara luar maka

untuk menghindari hal tersebut calsine dicampur dengan sulfur cair sebelum

masuk dalam surge bin calsine, proses ini disebut sulfidasi. Proses sulfidasi ini

terjadi di reduction kiln.

Reduction Kiln adalah sebuah bejana berbentuk silinder yang memiliki

kemiringan rendah pada arah horizontal dan berputar mengikuti sumbunya.

Material yang akan diproses dalam kiln diumpankan melalui bagian atas silinder,

sedangkan bahan bakarnya diumpankan arah yang berlawanan dari umpan

material, proses ini disebut counter current.Hal ini bertujuan agar temperature

material semakin meningkat seiring bergeraknya material (Wahyu, 2016).

5
2.2 Nikel

Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang

disebut kupfernickel (nikolit). Nikel memiliki kimia metalik dalam tabel periodik

yang memiliki simbol Ni dan nomor atom 28. Dalam keadaan murni, nikel

bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya,

dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Nikel termasuk logam berwarna

putih keperak-perakan yang mengkilat, keras dan mulur, tergolong dalam logam

peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap oksidasi dan

kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim. (Cotton

dan Wilkinson, 1989)

Nikel adalah salah satu elemen utama dari inti bumi yang diperkirakan

sebagian besar terbuat dari campuran nikel dan besi. Nikel logam yang sangat

keras dan putih mengkilap yang ditemukan dalam kerak bumi merupakan unsur ke

dua puluh dua yang paling berlimpah. Secara umum bijih nikel yang ada dialam

terbagi atas dua, yaitu bijih nikel sulfida dan bijih nikel oksida. Masing-masing

mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak sama.

Pada PT. Vale Indonesia Tbk., bijih nikel yang digunakan adalah bijih nikel dari

mineral oksida. Bijih nikel dari mineral oksida (laterite) ada dua jenis yang

umumnya ditemui yaitu saprolit dan limonit dengan berbagai variasi kadar.

(Puguh Prasetyo:2009)

Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg

(Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi

sedangkan limonit sebaliknya. Bijih saprolit dibagi dalam 2 jenis berdasarkan

6
kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit Ore) dan LGSO (Low Grade Saprolit

Ore), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni ≥ 2% sedangkan LGSO mempunyai

kadar Ni <2%. (Butt, 2005; Mcdonald & Whittington, 2008)

2.3 Proses Pengolahan Biji Nikel Laterit

Secara umum proses pengolahan biji nikel laterit dapat dilakukan dengan tiga

cara yaitu :

1. Pirometallurgy

Proses dilakukan berdasarkan perbedaan sifat unsur-unsur penyusun besi

secara termodinamika, dimana terdapat proses pengeringan, reduksi, dan

peleburan bijih yang membutuhkan energi panas yang tinggi.

2. Vapometallurgy

Proses ini menggunakan gas CO yang dikontakkan dengan aktif pada

tekanan atmosfer dengan suhu 100-120 oF, sehingga terbentuk nikel

tetrakarbonil Ni(CO)4 yang akan terurai menjadi nikel dan gas CO pada

suhu 300-600 oF. Senyawa nikel tetrakarbonil yang terbentuk lebih

volatil dari senyawa logam karbonil lainnya.

3. Hidrometallurgy

Proses ini menggunakan proses ekstraksi logam dengan larutan kimia.

Larutan kimia yang sering digunakan adalah NH3 dan H2SO4 untuk

ekstraksi pada suhu dan tekanan yang tinggi. Proses ini dikenal dengan

nama Leaching.

Pengolahan bijih nikel di PT. Vale Indonesia Tbk. menggunakan proses

pyrometallurgy. Dalam proses pyrometallurgy digunakan temperatur tinggi untuk

7
mengubah sifat fisik maupun kimia suatu mineral sehingga diperoleh suatu logam

tertentu. Pengolahan bijih nikel tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan matte

dengan kadar Ni 75-78%, Fe <0,7%, S 18,5-22% dan Co <1%. Tahapan proses

pengolahan bijih nikel menjadi nikel matte yang dilakukan di PT Vale Indonesia

Tbk dapat dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu proses penambangan dan

proses pengolahan bijih.

2.3.1 Proses Penambangan

Penambangan yang dilakukan PT. Vale Indonesia adalah secara open mining.

Operasi ini dilakukan pada pegunungan Verbeek dengan ketinggian 500-700 m

dari permukaan laut, sekitar 10 Km dari pusat kota Sorowako. Luas daerah

penambangan bijih nikel yang dikontrak oleh PT. Vale adalah 218.000 ha dan

hanya 1/9 bagian yang ditambang.

Daerah penambangan bijih nikel tersebut dibagi atas dua tipe geologi yang

berbeda, yaitu daerah timur (east block) dan daerah barat (west block). Daerah

timur rata-rata mengandung 1,85% nikel dengan kadar silika rendah. Daerah barat

rata-rata mengandung 0,15% nikel dengan kadar silika yang tinggi.

Ongkos penambangan daerah timur jauh lebih murah dibandingkan di barat.

Hal ini disebabkan karena daerahnya lebih lunak dibandingkan di barat yang

banyak mengandung batu-batuan yang besar, sehingga terkadang memerlukan

bantuan peledak untuk menambangnya.

Komposisi material yang terkandung di dalam mineral tambang masing-

masing blok juga berbeda satu sama lain pada tabel berikut:

8
Tabel 2.1 Komposisi batuan pada eastblock dan west block
West
No Komposisi East Block
Block
1. % Ni 1,85 0,15
2. % Co 0,07 0,1
3. % Fe 21,2 9,6
4. % SiO2 20 14
5. % MgO 31 35
%
6. 1,6 2,4
SiO2/MgO
% Air
7. 35-38 28-32
bebas
Jenis
Serpenti Olivi
mineral
8. n n
dominan
Sifat
9. Lunak Keras
batuan
Sumber: Yohan Agnes. 2018

Kegiatan utama operasi penambangan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kegiatan Utama Penambangan


Sumber: www.vale.com

9
1) Land Clearing

Tahapan ini meliputi pembersihan tanaman/tumbuhan dengan menggunakan

bulldozer. Pohon-pohon berukuran besar ditebang dan kayunya dimanfaatkan

sebagai bahan bangunan.

2) Stripping

Pada tahap ini dilakukan proses pengupasan lapisan tanah penutup atau over

burden, yaitu tanah dengan lapisan nikel rendah. Tanah ini diangkut ke tempat

pembuangan (disposal) atau digunakan untuk menutupi daerah purna tambang

(post mining) sebagai dasar bagi tanaman penghijauan.

3) Ore Mining (Penambangan Bijih)

Pada tahap ini dilakukan pengambilan lapisan tanah yang mengandung nikel

dengan kadar sedang menjadi kadar tinggi yang ekonomis untuk ditambang. Bijih

nikel untuk kadar sedang, yang biasa disebut medium grade limonite (kadar

nikelnya ±1.8%) diangkut dan ditumpuk pada daerah tertentu. Untuk bijih nikel

dengan kadar tinggi (saprolite ore) yaitu ±2.1% diangkut ke tempat penyaringan

bijih (screening station).

4) Screening (Pengayakan)

Pengayakan dilakukan di screening station untuk memperoleh bijih dengan

ukuran yang diinginkan pabrik. Di sini akan dipisahkan batuan -6 inch dan +6

inch. Untuk material dari blok barat, batuan +6 inch langsung dibawa ke rock

disposal atau dihancurkan untuk pembuatan jalan. Sedangkan untuk material blok

timur, batuan -18 inch dan +6 inch dimasukkan ke dalam crusher untuk kemudian

dicampur hingga -6 inch. Material hasil penyaringan ini disebut SSP (Screening

10
Station Product) yang kemudian dikumpulkan dan dikirim ke tempat

penampungan bijih basah (wet orestockpile).

2.3.2 Proses Pengolahan Bijih Nikel

Pengolahan bahan bijih nikel merupakan proses pemisahan mineral berharga

dari mineral tidak berharga, yang dilakukan secara mekanis, menghasilkan produk

yang kaya mineral berharga (konsentrat) dan produk yang mineralnya berkadar

rendah (tailing). Proses pemisahan ini didasarkan atas sifat fisik mineral maupun

sifat kimia fisika permukaan mineral dan diupayakan menguntungkan.

Pada saat ini umumnya endapan bahan galian yang ditemukan di alam sudah

jarang yang mempunyai mutu atau kadar mineral berharga yang tinggi dan siap

untuk dilebur atau dimanfaatkan. Oleh sebab itu bahan galian tersebut perlu

menjalani pengolahan bahan galian agar mutu atau kadarnya dapat ditingkatkan

sampai memenuhi kriteria pemasaran atau peleburan.

Pengolahan dimulai dengan mengeringkan bijih hasil penambangan dalam

dryer, bijih yang telah dikeringkan kemudian mengalami proses reduksi dalam

reduction kiln. Setelah itu, hasil reduksi dileburkan dalam electric furnance dan

dimurnikan dalam converter sehingga diperoleh produk yang disebut nickel matte.

11
Pengolahan tersebut diperoleh melalui beberapa proses, sebagai berikut:

Gambar 2.2 Proses Pengolahan Biji Nikel


Sumber: Reduction Kiln - Basic Metallurgy for CRO PT.Vale
1) Drying (Pengeringan)

Pengeringan bijih nikel dilakukan dalam suatu unit rotary dryer. Tujuan dari

proses pengeringan bijih laterit adalah untuk mengurangi kadar air dalam bijih

basah yang semula berkisar 30-33% menjadi 20%. Hal ini dilakukan agar bijih

tidak terlalu basah atau terlalu kering. Jika produk dryer terlalu kering, akan

memunculkan debu yang mengakibatkan banyaknya nikel yang terbuang, juga

mempersulit penangannya. Bila terlalu basah material akan cenderung melekat

serta mempersulit penyaringan dan pengolahan selanjutnya.

Bahan baku yang akan diproses dalam dryer yang utama adalah ore hasil dari

Screening Station Product (SSP) yang kemudian dimasukkan ke dalam stock pile

(wet ore stockpile). Ore ini diangkut ke hopper untuk umpan ke apron feeder

bersama-sama dengan bahan revert yang antara lain berupa :

1. Debu dari dryer dan Kiln yang berasal dari 500 ton dust bin.

2. Slurry dari thickener dan dust pond.

3. Calcine Oversize dari kiln, namun tidak dapat diproses di furnace.

12
Dalam dryer ada 2 tahapan proses yaitu :

a) Pengeringan

Terdapat dua jenis bijih stockpile, yaitu bijih stockpile west block (WB) dan

east block (EB). Pengeringan untuk kedua jenis bijih tersebut dilakukan secara

terpisah karena komposisi kimia kedua jenis stockpile tersebut berbeda. Proses

pengeringan diperhatikan dengan adanya penguapan air bebas yang terkandung

dalam material umpan akibat adanya kontak langsung material tersebut dengan

gas panas. Proses pengeringan berlangsung dalam arah aliran searah (co-current)

sehingga baik ore maupun gas panas masuk melalui ujung yang sama. Tekanan

operasi adalah 10 mm H2O di bawah tekanan atmosfer, hal ini dilakukan supaya

tidak terjadi ledakan ataupun kebocoran alat. Dryer dilengkapi lifter untuk

memperbesar permukaan kontak antara umpan dengan gas panas. Feed akan

keluar dari dryer secara perlahan karena adanya putaran dan kemiringan dryer

sekitar 3o.

Pada dryer ini terdapat dua burner, yaitu :

1. Main burner, digunakan untuk memanaskan udara masuk dengan menaikkan

suhu inlet 890-910 oC.

2. Secondary burner/auxiliary burner berfungsi untuk memanaskan feed secara

langsung sekaligus manambah efisiensi pembakaran.

Panas yang digunakan dalam pengeringan ini berasal dari fuel oil HSFO

(High Sulfur Fuel Oil) yang terlebih dahulu mengalami proses pemanasan oleh

steam hingga ± 100 oC dan proses pengabutan HSFO oleh steam agar pembakaran

dapat berlangsung dengan baik. Untuk pembakaran awal digunakan bahan bakar

13
HSD. Udara untuk pembakaran berasal dari blower dan diatur sedemikian rupa

sehingga pembakaran berlangsung dengan sempurna. Pembakaran yang sempurna

mengurangi jumlah polutan yang keluar bersama gas buang.

b) Penyaringan

Pada bagian pengeluaran (discharge end) rotary dryer terdapat trommel

screen dengan ukuran -3/4 inchi. Bijih west block yang di-reject (oversize)

dimasukkan dalam secondary trommel screen untuk mendapatkan bijih dengan

ukuran -3/4 inchi yang lolos saringan pertama dan sisanya yaitu bijih +3/4 inchi

dibuang ketempat pembuangan. Sedangkan bijih east block yang di-reject

dihancurkan oleh symons crusher dan digabungkan kembali dengan produk dryer.

DKP ini kemudian dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan bijih kering (DOS,

Dry Ore Strorage). Di dalam DOS, bijih west block dan east block ditempatkan

secara terpisah.

Debu yang terbawa oleh gas buang dilewatkan melalui unit multiclone.

Berdasarkan gaya gravitasi dan sentrifugal, partikel debu yang besar akan jatuh

dan kemudian disatukan kembali dengan DKP (Dryer Kiln Product). Debu-debu

halus yang tidak berhasil disaring dalam multiclone ditahan oleh unit ESP dan

dicampur dengan slurry dalam pugmill untuk kemudian masuk kembali sebagai

umpan dryer.

Selain bertugas untuk mengeringkan bijih basah dari stockpile, dryer juga

dipergunakan untuk mengeringkan pasir silika yang akan digunakan oleh unit

converter.

14
2) Reduksi dan Sulfidasi

Gambar 2.3 Reduction Kiln


Sumber: www.vale.com
Proses reduksi bertujuan untuk membentuk Ni dan Fe bebas yang terpisah

dari persenyawaan oksidanya dan dilanjutkan dengan proses sulfidasi untuk

mengikat logam bebas menjadi logam sulfide. Produk rotary dryer yang terdiri

dari west block dan east block di campur dengan perbandingan tertentu kemudian

diumpankan dalam reduction kiln. Perbandingan tersebut didasarkan pada

kandungan silica dan magnesia yang terdapat pada kedua blok. Perbandingan

silica-magnesia tersebut berpengaruh besar terhadap proses electric furnace.

Beberapa proses yang terjadi selama material berada dalam reduction kiln,

sebagai berikut:

a) Proses pengeringan lanjut dan kalsinasi

Proses pengeringan lanjutan, terjadi penghilangan kandungan air bebas yang

terdapat dalam umpan sedangkan air Kristal dapat dihilangkan dengan proses

kalsinasi. Diharapkan kandungan air Kristal yang boleh berada dalam produk kiln

kurang dari 1%. Hal ini dilakukan untuk mnghindari tekanan di dalam furnace.

b) Proses Reduksi

Panas untuk reduction kiln diperoleh melalui HSFO yang dikabutkan oleh

steam pada main burner sedangkan gas pereduksi terdiri dari Karbon monoksida

15
(CO), Hidrogen (H2) dan Karbon (C) diperoleh dari pembakaran tidak sempurna

minyak bakar oil lance dengan udara. Berikut adalah reaksi pembakaran HSFO:

4C71H105OS + 249O2(g) → 284CO(g) + 210H2O(g) + 4SO2(g)

Gas CO yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna HSFO dalam

proses pembakaran bahan bakar HSFO akan digunakan untuk mereduksi NiO

dan Fe2O3 menjadi logamnya mengikuti reaksi berikut:

NiO(s) + CO(g) → Ni(s) + CO2(g)

Fe2O3(s) + 3CO(g) → 2Fe(s) + 3CO2(g)

Terbentuknya Ni dan Fe dari senyawanya hanya terjadi sebagian sedangkan

sisanya terjadi di dapur listrik. Oleh sebab itu harus tersedia karbon yang cukup

untuk menyempurnakan reaksi reduksi di dalam dapur listrik.

c) Proses Sulfidasi

Produk kiln yang disebut calsine mengandung logam-logam bebas. Karena

logam yang terbentuk tidak stabil dan mudah teroksidasi dengan udara luar maka

untuk menghindari hal tersebut calsine dicampur dengan sulfur cair sebelum

masuk dalam surge bin calsine.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

6Ni + 2S2 2 Ni3S2

2Ni3S + S2 6NiS

2Fe + S2 2FeS

2FeS + S2 2FeS2

Pada proses sulfidasi digunakan sulfur cair yang diperoleh melalui pemanasan

sulfur padat di dalam smelter. Pencairan tersebut menggunakan kumparan dengan

16
media steam coil. Sulfur cair yang terbentuk dipompa menuju sulfur kiln yang

dilengkapi dengan uap pemanas kemudian diumpankan ke sulfur lance. Dengan

adanya pemakaian sulfur cair ini, polusi dilingkungan pabrik dapat dikurangi dan

penggunaannya lebih efisien jika dibandingkan dengan sulfur padat. Selain

calcine yang merupakan produk utama kiln, juga terdapat produk samping berupa

debu dan gas yang berbahaya seperti gas CO dan H2.

3) Smelting (Peleburan)

Proses peleburan merupakan lanjutan dari proses reduksi dan sulfidasi. Proses

ini terjadi dalam electric furnace. Proses ini dapat memisahkan bagian yang kaya

nikel berdasarkan perbedaan berat jenis.

Beberapa proses yang terjadi dalam electric furnace, yaitu:

a) Penghilangan air kristal yang masih tertinggal dalam calcine.

b) Reaksi reduksi lebih lanjut dengan menggunakan karbon dalam batubara yang

tercampur dalam calcine.

c) Peleburan calcine menjadi matte dan slag.

Kandungan matte yang merupakan produk electric furnace diatur berdasarkan

tingkat reduksi dalam reduction kiln dan kandungan karbon dalam calcine. Produk

matte electric furnace diharapkan mempunyai komposisi sebagai berikut:

17
Tabel 2.2 Komposisi Produk Matte Electric Furnace
Nama
Senyawa Komposisi (%)
Nikel 23-30%

Besi 35-69%

Sulfur 6-10%

Kobalt 0,6-0,7%

sumber: Process technology process plant department, 2013

4) Pemurnian (Converting)

Proses pemurnian merupakan proses akhir yang menentukan kualitas produk

nikel matte sebelum dipasarkan. Proses ini bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di

dalam matte dari sekitar 27% menjadi di atas 75%. PT. Vale Indonesia melakukan

proses pemurnian dalam converter jenis Pierce Smith, melalui operasi batch.

a) Charging

Proses ini dilakukan dengan cara memasukkan furnace matte ke dalam

converter dengan menggunakan metal crane.

b) Blowing

Proses ini dilakukan setelah converter menerima umpan, dengan cara

menghembuskan udara bebas bertekanan tinggi sehingga terjadi kontak langsung

antara udara dengan matte. Dengan demikian efisiensi reaksi oksida besi oleh

udara dapat ditingkatkan.

Jumlah udara yang masuk dibatasi hanya untuk mengoksidasi besi dan unsur

lain sehingga nikel tetap berada dalam keadaan nikel sulfida . Besi oksida akan

segera terikat oleh silica fluks (SiO2 ±68-70%) membentuk slag.

18
Reaksi :

2FeS + 3O2 2FeO + 2SO2

2FeO + SiO2 2FeO + SiO2

NiS + O2 Ni + SO2

NiS + 2NiO 3Ni + SO2

Proses pembentukan terak dilakukan terus-menerus sampai seluruh besi dan

pengotor lainnya terpisah. Operasi converting dihentikan dan hasilnya dikeluarkan

jika kadar nikel sulfida > 78% dan kadar besi <0,7%.

c) Dry Up

Proses ini dilakukan untuk memperoleh matte yang komposisinya memenuhi

syarat untuk proses selanjutnya. Sasarannya adalah dengan menurunkan kadar

besi hingga <0,75% sehingga kadar nikel sulfida menjadi >78%. Apabila kadar

besi dalam matte sudah rendah (<5%) pemisahan besi menjadi slag dengan cara

blowing tidak dapat dilakukan lagi karena akan mempertinggi kadar nikel dalam

slag.

d) Skimming

Terak dari campuran matte dipisahkan berdasarkan perbedaan berat jenis

terak dan matte. Berat jenis matte lebih besar daripada slag sehingga proses

pemisahannya dilakukan dengan cara dekantasi, yaitu dengan cara memiringkan

converter, sehingga terak akan keluar dan ditampung di dalam ladle. Nikel matte

yang merupakan produk converter dibentuk menjadi butiran (granule) kering yang

siap dipasarkan.

19
1) Penanganan Produk

Nikel matte yang merupakan produk converter dibentuk menjadi butiran

(granule) kering yang siap dipasarkan. Beberapa tahap operasi yang dilakukan

sebelum produksi tersebut adalah:

a) Granulasi Nikel Matte

Tujuan granulasi adalah untuk menghasilkan produk berbentuk butiran

dengan ukuran tertentu. Proses ini dilakukan dengan cara menuangkan matte cair

pada semburan air bertekanan tinggi. Penurunan temperatur yang cepat dan

tekanan air yang tinggi, membuat matte cair berubah menjadi butiran-butiran.

Matte cair dituang melalui tundish ke dalam arus air yang disemprotkan melalui

susunan nozzle. Sumber air berasal dari kolam pengendap yang dipompakan

menuju susunan nozzle. Dengan pengaturan tekanan air, diharapkan butiran yang

terbentuk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, yaitu +10 mesh sejumlah 0%

untuk ukuran halus -10 mesh maksimal 100%. Butiran matte yang terbentuk

ditampung bersama air granulasi pada sebuah bak penampung (Granulation pit).

Kelebihan air pada bak penampung dialirkan ke kolam pengendap (matte settling

pond) di mana airnya dapat digunakan kembali untuk proses granulasi. Pada

kolam pengendap, butiran yang terbawa oleh granulasi diendapkan dan setelah

mencapai ketinggian tertentu endapan tersebut diambil untuk diproses kembali ke

converter.

b) Pengeringan Nikel Matte

Butiran matte yang tertampung dalam granulation pit, diangkat dengan

clampshekk menuju hopper/screen. Dalam keadaan basah, butiran akan jatuh ke

20
dewatering belt dan air akan dihisap dengan vaccum pump hingga kandungan

airnya sekitar 5%. Selanjtunya, butiran nikel matte diumpankan menuju dryer

melalui transfer conveyor. Dryer ini berdiameter 1,58 m, panjang 9,8 m dan

kecepatan putaran 6,7 rpm dengan kemiringan 1,20. Sepanjang dryer dilengkapi

lifter agar proses pengeringan berjalan baik. Panas untuk pengeringan diperoleh

dari pembakaran minyak solar dalam combustion chamber, dengan aliran gas

pemanas (co-current). Dalam dryer ini butiran nikel dikeringkan sampai

kandungan air sekitar 0.64%.

c) Pengepakan dan Penimbangan Nikel Matte

Produk yang dikeringkan di masukkan ke dalam bucket elevator dan dibawa

ketempat pengayak getar dengan ukuran -10 mesh. Oversize hasil pengayakan

akan dikembalikan ke converter, sedangkan produk nikel matte yang lolos dari

screening dimasukkan ke dalam bin penampungan produk. Bin ini dilengkapi

dengan pendingin agar produk tidak terlalu panas dan tidak merusak kantong

berkapasitas tiga ton saat nikel matte dimasukkan. Setelah analisa terakhir

menyatakan bahwa produk tersebut sesuai dengan standar yang diinginkan, maka

kantong-kantong berisi nikel matte siap dipasarkan.

2.4 Reduction Kiln

Reduction Kiln adalah sebuah bejana berbentuk silinder yang memiliki

kemiringan rendah pada arah horizontal dan berputar mengikuti sumbunya.

Material yang akan diproses dalam kiln diumpankan melalui bagian atas silinder,

sedangkan bahan bakarnya diumpankan arah yang berlawanan dari umpan

21
material, proses ini disebut counter current. Hal ini bertujuan agar temperature

material semakin meningkat seiring bergeraknya material (Wahyu, 2016).

Umpan kiln terdiri atas bijih nikel dari Dried Ore Storage (DOS) dan coal.

Bijih yang masuk kiln terdiri dari campuran west block dan east block dengan

perbandingan sedemikian rupa agar rasio SiO2/MgO tidak lebih dari 2,25. Coal

ditambahkan untuk mendukung proses reduksi lanjut yang akan berlangsung di

dalam furnace, karena kiln hanya melakukan partial reduction (reduksi sebagian).

Produk kiln ini disebut dengan calcine atau reduction kiln product (RKP) yang

diharapkan memiliki kandungan C sekitar 2%.

Saat kiln berputar, material akan bergerak menurun mengitari kiln menuju sisi

yang lebih rendah dengan ditahan oleh beberapa penopang yang berada di bagian

dasar dalam Reduction Kiln yang disebut Brick Damring. Brick Damring ini

berfungsi agar laju aliran material tidak terlalu cepat agar waktu agar waktu

proses yang diinginkan dapat tercapai. Sumber udara panas dapat berasal dari

tanur diluar kiln, atau dihasilkan melalui reaksi pembakaran dalam kiln. Bahan

bakar untuk menghasilkan panas ini, dapat berasal dari gas, minyak, pulverized

petroleum coke atau pulverized coke (Syafiq, 2017).

Dibeberapa bagian dari reduction kiln yang ada di PT. Vale Indonesia Tbk,

terdapat beberapa lubang/bukaan tempat udara masuk, yaitu primary air,

secondary air, dan air pipe. Primary air adalah udara yang tercampur dengan

bahan bakar di dalam burner. Secondary air merupakan udara yang berada di

sekitar burner, dimana udaranya langsung mengenai material. Lalu air pipe

dipasang dengan jumlah 4 air pipe. Air pipe ini dipasang di sepanjang reduction

22
kiln untuk tetap membakar bahan bakar yang tidak terbakar sempurna dan

menjaga temperatur operasi yang diinginkan.

Dalam proses pengolahan nikel laterit di PT. Vale Indonesia Tbk, reduction

kiln memiliki peranan untuk proses pengeringan lanjutan dan kalsinasi bijih

kering hasil dari dryer, proses reduksi logam, dan proses sulfidasi untuk

mencegah logam teroksidasi kembali. Proses pengeringan dan kalsinasi terjadi

karena udara panas hasil pembakaran bahan bakar dalam kiln, langsung

berinteraksi dengan bijih yang berputar dalam kiln. Proses reduksi terjadi karena

hadirnya gas pereduksi CO yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna High

Sulphur Fuel Oil (HSFO) (Syafiq, 2017).

Bahan bakar yang digunakan dalam reduction kiln memiliki wujud cair, maka

dari itu dibutuhkan pipa untuk menginjeksikan bahan bakar tersebut. Terdapat 2

jenis pipa untuk menginjeksikan bahan bakar, yaitu main burner dan oil

lance.Adapun kegunaan dari main burner adalah untuk membuat panas pada

chamber area reduksi, sedangkan oil lance untuk memberikan panas langsung

pada material. Selain menginjeksikan bahan bakar, pada reduction kiln juga

terdapat pipa untuk menginjeksikan sulfur cair pada tahap sulfidasi di akhir proses

reduction kiln agar nikel yang telah tereduksi tidak teroksidasi kembali (Syafiq,

2017).

23
Gambar 2.4 Flowsheet proses pada Reduction Kiln
Sumber: Reduction Kiln - Basic Metallurgy for CRO PT.Vale
Proses yang terjadi didalam kiln melalui beberapa tahap. Tahap-

tahap tersebut terbagi menjadi 3 zona yang memiliki fungi yang

berbeda-beda.

2.1 Proses Pengeringan Lanjutan (Pre Heating)

Proses ini mulai dari feed end hingga ±25 m dari feed end. Pada zona ini

umpan yang masuk melalui feed end masih mengandung 20 % kadar air bebas

sehingga pada zona ini umpan akan mengalami proses pengeringan lebih lanjut

untuk menghilangkan air bebas yang masih terkandung dalam dryer kiln product

(DKP). dimana kadar air akan menguap karena temperature pada zona ini yaitu

100-200oC dan temperature gas panas dalam zona ini adalah 4000C.

2.2 Zona Kalsinasi

Proses ini terjadi sesudah proses pengeringan lanjut dan terbentang sejauh ±8

m. Di sini terjadi pemanasan dan penghilangan air Kristal (x.H2O) yang masih

terdapat dalam umpan. Pada Zona ini umpan akan mengalami peningkatan suhu

24
menjadi 7000C, pada temperature tersebut maka air kristal x.H2O akan hilang atau

yang sering dikenal dengan Loss On Ignition (LOI). Penghilangan air Kristal ini

menyebabkan bijih menjadi porous atau berpori sehingga memudahkan terjadinya

reduksi. Apabila temperature bijih tidak mencapai temperature disosiasi, maka air

Kristal akan tetap tertinggal dalam calcine dan akan berubah menjadi uap air di

dalam tanur listrik yang dapat menimbulkan tekanan berlebih (over pressure) di

dalam tanur listrik dan ketidakstabilan pada operasi tanur listrik.

2.3 Proses Reduksi dan Sulfidasi

Pada Zona ini umpan mengalami proses reduksi dimana Fe, Co, dan Ni

oksida akan tereduksi oleh gas CO yang dihasilkan dari pembakaran tidak

sempurna, reaksi reduksi akan berjalan dengan baik jika temperatur dari umpan

tersebut minimal mencapai 700oC. Reaksi reduksi yang terjadi adalah sebagai

berikut :

NiO + CO Nio + CO2

CoO + CO Coo + CO2

Fe2O3 + 3CO 2Feo + 3CO2

Proses reduksi tersebut terjadi hanya sebagian saja tidak semua umpan

tereduksi, proses reduksi secara total terjadi ketika di tanur pereduksi. Umpan

yang telah mengalami reduksi disebut sebagai calcine. Secara teori ketika suatu

umpan memiliki temperature yang tinggi maka akan semakin mudah untuk

dilakukan reduksi sehingga untuk itulah temperature calcine di naikkan menjadi

7000C. Temperature calcine yang rendah mengakibatkan tanur listrik harus

bekerja lebih keras, hal ini dikarenakan dibutuhkan panas untuk menaikkan

25
temperature dan juga untuk panas reduksi. Namun, bila pengoperasian berada

pada temperature jauh di atas 8000C dapat menimbulkan terjadinya penggumpalan

(sintering atau chunk) yang dapat menghambat operasi tanur. Oleh karena itu,

temperature optimum calcine dijaga antara 700-8000C.

Selama melalui kiln maka diharapkan umpan yang dihasilkan atau disebut

calcine memiliki spesifikasi yang pas sesuai dengan operasional electric furnace,

diantaranya: temperatur calcine harus mencapai 7000C, kandungan air kristal 1%,

kandungan carbon 1-2%, dan S/M ratio mencapai 2-2,25.

Karena sifat nikel yang tidak stabil dan mudah teroksidasi kembali, proses

sulfidasi perlu dilakukan pada bagian akhir reduction kiln. Pada proses ini

digunakan sulfur cair yang diperoleh melalui pemanasan sulfur padat di dalam

smelter. Proses sulfidasi dilakukan dengan cara mencampurkan sulfur cair

sebelum calcine memasuki surge bin calcine, sehingga logam stabil dalam bentuk

sulfidanya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

3Ni + 2S(l) Ni3S2

D
us
t

Gambar 2.5 Pembagian zona di Reduction Kiln


Sumber: Jurnal Geomine, Vol. 5, No. 1: April 2017

26
2.4 Rumus Dasar Perhitungan

2.4.1 Penentuan Persamaan Reaksi

Persamaan reaksi kimia adalah pernyataan yang ditulis dengan rumus kimia

yang memberikan informasi identitas dan kuantitas zat-zat yang terlibat dalam

suatu perubahan kimia ataupun fisika. Semua zat yang terlibat dalam reaksi yang

di mana jumlahnya berkurang setelah reaksi, disebut pereaksi (reaktan),

ditempatkan di sebelah kiri tanda panah yang mengarah ke kanan. Pada sebelah

kanan tanda panah terdapat hasil reaksi (produk), yakni semua zat yang dihasilkan

dari reaksi. Penyetaraan persamaan reaksi kimia umumnya dapat dilakukan

dengan metode trial and error (coba-coba). Namun, sebenarnya penyetaraan reaksi

dapat dilakukan dengan cara yang lebih sistematis dengan menyusun dan

menyelesaikan persamaan matematis. Berikut langkah-langkah dalam

menyetarakan persamaan reaksi dengan cara menyusun persamaan matematis.

1. memberikan koefisien reaksi yang dinyatakan dengan variabel (misalnya

a, b, c, dan d) pada setiap zat;

2. menyusun persamaan matematis berdasarkan kesamaan jumlah atom unsur

yang sama di ruas kiri maupun kanan, di mana jumlah atom = koefisien ×

indeks; dan

3. menyelesaikan persamaan-persamaan matematis yang diperoleh dari

langkah 2 dengan sebelumnya menetapkan koefisien salah satu zat sama

dengan 1, di mana zat yang dipilih biasanya adalah zat dengan rumus

kimia paling kompleks.

27
2.4.2 Perhitungan Mol pada Penambahan Sulfur

mol merupakan unit dasar yang digunakan dalam sistem satuan

internasional (SI) sehingga secara internasional perhitungan untuk mengukur

jumlah zat menggunakan satuan mol. Kuantitas ini juga terkadang disebut

sebagai jumlah bahan kimia. Perhitungan jumlah mol pada penambahan

sulfur ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah sulfur yang terikat pada

NiS dan FeS 2. Untuk menghitung mol, kita dapat mengkonversinya dari

jumlah zat awal yang diketahui baik dengan satuan konsentrasi (untuk

larutan), volume (untuk gas), massa (untuk padatan), atau jumlah partikel.

Konsep mol untuk perhitungan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut :

28
BAB III METODE KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan

Kerja praktek ini dilaksanakan di PT. Vale Indonesia Tbk, Sorowako,

Sulawesi Selatan yang dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2020.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pelaksanaan kerja praktek

dan penyusunan laporan kerja praktek ini adalah:

Minggu ke 1 2 3 4 5 6 7 8

Observasi

Pengambilan data di CCR *)

Pengambilan data di Lab **)

Studi Literatur

Presentasi

Keterangan:

*) Data yang diambil di Central Control Room (CCR) yaitu:

 Reduction Kiln Feed (RKF)

 Reduction Kiln Product (RKP)

**) Data yang diambil di Laboratorium yaitu:

 % Ni

 % FeS2

 % Nis

29
3.3 Teknik Analisis Data

Dari data yang diperoleh akan dilakukan analisa data tersebut dengan

menghitung:

1) Jumlah total sulfur yang ditambahkan sesuai standar ISO 9001 pada reduction

kiln

2) jumlah sulfur yang terikat pada FeS2 dan NiS pada reduction kiln sesuai

standar ISO 9001

30

Anda mungkin juga menyukai