Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Banyak sekali batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang fraktur. Fraktur menurut
smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Demikian pula menurut sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. Sementara doenges (2000) memberikan batasan, fraktur adalah pemisahan atau
patahnya tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price, 1995). Sedangkan fraktur menurut reeves (2001), adalah setiap retak atau patah
pada tulang yang utuh.
Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa , fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.
B. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan
bahkan kontraksi otot eksterm (smeltzer, 2002). Umunnya fraktur disebabkan oleh trauma di
mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,
biasanya fraktur terjadi pada umur 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada
orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
menopause (Reeves, 2001)
C. Patofisiologi

Daya

Resiko fraktur :
Tulang
Emboli paru
Emboli lemak
Fraktur

Gas
Terbuka Tertutup
Gangren
p

Infeksi Reduksi

Pemulihan Imobilisasi
Debdrimen Delayed
n
union

Debdriden Union Mobilisasi


Malunion
Union

D. Manifestasi klins
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,pemendekan ekstremitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna (smeltzer, 2002). Gejala umum fraktur
menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi .
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas
normal. Ektermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kedaruratan
Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk melakukan imobilisasi bagian tubuh segera
sebelum klien dipindahkan. Bila klien mengalami cedera, sebelum dapat dilakukan
pembidaian, ekstermitas harus disangga di atas sampai di bawah tempat patahan untuk
mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Pembidaian sangat penting untuk mencegah
kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang,
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri, kerusakan
jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri yang terjadi karena fraktur yang sangat
berat dapat dikurangi dengan menghindari fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi
dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, dan kemudian dibebat
dengan kencang namun tetap harus memperhatikan nadi perifer. Imobilisasi tulang panjang
ekstermitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat ke dua tungkai bersama, dengan
ektermitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ektermitas yang cedera.
Luka ditutup dengan pembalit steril (bersih) untuk mencegah kontaminasi jaringan
yang lebih dalam pada luka terbuka. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan
bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka/menembus kulit. Evaluasi klien dengan
lengkap. Pakaian dilepas dengan lembut, diawali dari bagian tubuh yang sehat dan dilanjutkan
pada sisi yang cedera. Pakaian mungkin harus dipotong pada sisi yang cedera. Ekstermitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakan untuk mencegah kerusakan jaringan lunak lebih
lanjut.
Pertolongan pertama pada penderita patah tulang di luar rumah sakit adalah sebagai
berikut.
a. Jalan napas
Bila penderita tak sadar, jalan napas dapat tersumbar karena lidahnya sendiri yang jatuh
ke dalam faring, sehingga menutup jalan napas atau adanya sumbatan oleh lendir, darah
muntahan atau benda asing. Untuk mengatasi keadaan ini, penderita dimiringkan sampai
tengkurap. Rahang dan lidah ditarik ke depan dan bersihkan faring dengan jari-jari.
b. Perdarahan pada luka
Cara yang paling efektif dan paling aman adalah dengan meletakan kain yang bersih
(kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan tangan atau dibalut
dengan verban yang cukup menekan. Torniket sendiri mempunyai kelemahan dan bahaya.
Kalau dipasang terlalu kendur menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Dalam
melakukan penekanan atau pembebatan pada daerah yang mengalami perdarahan, harus
diperhatikan denyut nadi perifer, serta pengisian kapiler untuk mencegah terjadinya
kematian jaringan.
c. Syok
Pada suatu kecelakaan kebanyakan syok yang terjadi adalah syok hemoragik. Syok bisa
terjadi bila orang kehilangan darahnya ±30% dari volume darahnya. Pada fraktur femur
tertutup orang dapat kehilangan darah 1000-1500 cc.
F. Penatalaksanaan fraktur terbuka
Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan segera. Penundaan waktu dalam memberikan
pertolongan akan mengakibatkan komplikasi infeksi karena adanya pemaparan dari
lingkungan luar. Waktu yang optimal untuk melaksanakan tindakan sebelum 6-7 jam sejak
kecelakaan, disebut golden period.
Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat (Pusponegoro
A.D,2007), yaitu:
Derajat I : Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari tusukan
fragmen-fragmen tulang dari dalam.
Derajar II : Luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis. Kadang-kadang
ditemukan adanya benda-benda asing di sekitar kita.
Derajat III : Luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II. Kerusakan lebih
hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi.

Anda mungkin juga menyukai