Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dan kebebasan media merupakan tolok ukur
kemajuan informasi. Bangsa atau negara dikatakan maju jika mampu
mengembangkan teknologinya informasinya, termasuk Indonesia. Saat ini,
prestasi kemajuan keberhasilan hanya dilihat secara sekilas saja yang
bersifat value netral tanpa terikat dengan nilai-nilai yang ada. Orang
dalam individu atau komunalnya bebas memproduksi dan atau
menggunakan teknologi informasi. Termasuk diantaranya adalah
VCD/DVD, HP, internet, majalah elektronik dan sebagainya. Namun,
apakah kemajuan tetap bisa dikatakan sebagai kemajuan jika semua itu
mengandung hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada,
seperti penganiayaan, pornografi, eksploitasi manusia dan kekerasan.
Seringkali dijumpai pada era globalisasi ini adalah hal-hal yang berbau
seksualitas, merangsang birahi dan bersifat menggoda setiap individu
yang menjumpainya. Itulah pornografi/aksi, sebuah tirani yang berlindung
dibalik legitimasi kemajuan dan seni.
Islam dalam hal ini menuntun, membimbing mengarahkan dan menentukan manusia
dalam memperlakukan dan memanfaatkan tubuh, agar terjaga kehormatan, derajat, dan
martabat diri, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa, untuk mencapai kebahagiaan
hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Kiranya siapapun akan terhenyak lantas
bergairah ketika mendengar kata pornografi atapun pornoaksi. Karena begitu kompleksnya,
masalah yang menggugah image dan libido makhluk Adam yang tak kenal usia dan strata
sosial ini, masalah pornografi dan pornoaksi semakin memprihatinkan dan dampak
negatifnya pun semakin nyata, diantaranya sering terjadi perzinaan, perkosaan dan bahkan
pembunuhan maupun aborsi.
Apabila kehidupan masyarakat dihadapkan secara terus menerus dengan suguhan yang
tidak mengindahkan batas-batas nilai kesopanan dan kesusilaan, maka bisa jadi pornografi
dan pornoaksi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang asusila, akan tetapi menjadi sesuatu
yang biasa dalam masyarakat, sehingga perilaku masyarakat pun akan berubah. Maka dari
itu, pada maklah ini akan dikupas mengenai pornografi dan pornoaksi ditinjau dari perspektif
Islam.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat
diketahui beberapa rumusan masalahnya. Adapun rumusan masalahnya
yaitu sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi?
2. Bagaimanakah batasan atau kriteria pornografi dan pornoaksi?
3. Bagaimanakah bentuk-bentuk pornografi dan pornoaksi?
4. Apakah penyebab pornografi dan pornoaksi?
5. Bagaimankah Pandangan Islam terhadap pornografi dan pornoaksi?
6. Bagaimanakah dampak dari pornografi dan pornoaksi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian rumusan permasalahan di atas, maka dapat
diketahui beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini. Adapun tujuan
penulisannya yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah batasan atau kriteria pornografi dan
pornoaksi.
3. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk-bentuk pornografi dan
pornoaksi.
4. Untuk mengetahui apakah penyebab pornografi dan pornoaksi.
5. Untuk mengetahui bagaimankah pandangan Islam terhadap pornografi
dan pornoaksi.
6. Untuk mengetahui bagaimanakah dampak dari pornografi dan pornoaksi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
Secara etimologis kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
porne (pelacur), dan graphein (ungkapan) atau graphos (gambar atau
tulisan). Dan pada perkembangan selanjutnya kata porne itu melahirkan
kata porno yang berarti cabul, sehingga secara etimologi pornografi
berarti ungkapan atau gambar atau tulisan cabul. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pornografi diartikan sebagai: (1) penggambaran
tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau untuk membangkitkan
nafsu birahi, mempunyai kecenderungan merendahkan kaum wanita; (2)
bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk
membangkitkan nafsu seks.
Menurut Esther D. Reed sebagaimana yang dikutip oleh
Supartiningsih berpendapat bahwa pornografi secara material
menyatukan seks atau eksposur yang berhubungan dengan kelamin
sehingga dapat menurunkan martabat atau harga diri. Sedangkan
menurut Rowen Ogien pornografi dapat didefinisikan sebagai representasi
eksplisit (gambar, tulisan, lukisan dan foto) dari aktivitas seksual atau hal
yang tidak senonoh, mesum atau cabul yang dimaksudkan untuk
dikomunikasi ke publik.1[1]
Menurut istilah, pornografi adalah setiap gambar atau bacaan yang
dapat membangkitkan birahi dan menurut istilah fiqh dinamakan dengan
As-Shirah aw al-kitabah al-mutsirozaini li asy-syahwah (gambar atau
tulisan yang dapat membangkitkan syahwat). 2[2] Sementara itu di sisi
lain, “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau
bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau

1[1] Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: TERAS, 2004), hlm. 4-5.

2[2] Ahmad Idris, Buah Pikiran Untuk Umat (Telaah Fiqh Holistik). (Kediri: Lirboyo Press, 2008), hlm.
3.

3
pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.3[3]
Kemudian mengenai pengertian pornoaksi, sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan pengertian pornografi, hanya saja pada pengertian
pornoaksi lebih ditekankan pada penggambaran aksi gerakan lenggokan
dan liukan tubuh yang disengaja atau tidak sengaja untuk memancing
bangkitnya nafsu seksual. Pornoaksi adalah segala tingkah laku erotis
untuk membangkitkan nafsu birahi atau perilaku dan ucapan yang bersifat
cabul dan menimbulkan syahwat. Dalam bahasa fiqh pornoaksi
dikategorikan al-afal al mutsiroh li as-syahwah aw al-iftitan (perbuatan-
perbuatan yang dapat mengundang syahwat yang menimbulkan fitnah).4
[4] Kesimpulannya bahwa pornoaksi adalah yang dilakukan secara
langsung, sementara pornografi adalah yang ditampilkan melalui
perantara media.

B. Batasan Pornografi dan Pornoaksi


Berdasarkan kedudukannya dalam pandangan umum, pornografi dan
pornoaksi dapat kita tinjau dari dua sudut yaitu sudut social kultural dan
sudut etika. Jika keduanya dibawa dalam konteks Indoesia maka akan
melahirkan rumusan batasan tentang pornografi dan pornoaksi sebagai
berikut:5[5]
1. Batasan Agama dan Seni
Di tengah keberagaman yang ada, agama bertugas menyoroti pada
aspek moral etika pemeluknya. Kreteria baik yang lebih menekankan pada
masalah etis sangat diperlukan walaupun tekanannya bisa berbeda.
Dalam ilmu penghetahuan, yang benar mengenai arti seni adalah pada
arti yang indah estetika, dan dalam bidang etis tekannanya pada yang
baik. Penilaian yang bijaksana mengenai masalah seksualitas, kreteria
benar dan indah harus diikutsertakan sebagai landasan dasar untuk
menggapai suatu penilaian yang bijaksana. Pengalaman manusia dan
kebenaran agama, ilmu pengetahuan dapat sangat membantu manusia

3[3] Pasal 1 bab I Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.

4[4] Ahmad Idris, Opcit., hal. 5.

5[5] Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), hlm. 85

4
dalam membuat penilaian etis yang proporsional serta bertanggung jawab
tanpa harus terjebak dalam keputusan yang salah, seperti membuat
larangan-larangan moral yang irrasional atau sebaliknya justru lepas
kontrol moral etika.
2. Batasan Tempat dan Waktu
Pembagian penduduk Indonesia berdasarkan seting tempat
tinggalnya terbagi menjadi penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan.
Terjadi perbedaan yang mencolok dari keduanya berdasarkan segi
kehidupan social, adalah penduduk perkotaan mengalami kemajuan yang
sangat menonjol. Sementara penduduk pedesaan identik dengan
keteguhannya pada nilai-nilai tradisionalitasnya.
3. Batasan Budaya
Pembagian penduduk Indonesia berdasarkan adat dan budayanya,
tersebar dari Aceh sampai Papua, masing-masing memegang teguh
tradisi, adat istiadat, dan kultur yang ada, terutama yang diwarisi dari
para leluhurnya. Seperti masyarakat adat Papua dengan kotekanya dan
Jawa dengan “kembennya”.
Selanjutnya dalam menentukan kriteria pornografi/aksi didapati
keterkaitan antara sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan
sistem organis. Dengan demikian perubahan pada nilai atau sistem
budaya akan berakibat pada perubahan sistem sosial. Perubahan pada
tingkat ini akan berakibat tingkatnya sistem kepribadian dan organisme
aksi masyarakat. Melihat pergeseran tersebut terjadi perbedaan yang
sangat signifikan antara masyarakat Barat dan masyarkat Timur dalam
memandang kriteria pornografi dan pornoaksi.
a. Isolasi Seks
Seksualitas diciutkan kepada sekedar alat kelamin genital untuk
merangsang nafsu birahi terlepas dari nilai personal seperti cinta kasih
dan kemesraan. Daya-daya seksual yang menyeluruh tidak diceritakan
sebagai sarana ungkapan cinta dalam perkawinan dan cara untuk
melanjutkan keturunan dalam keluarga. Seks dilepaskan dari aspek yang
lain seperti aspek psikologis, sosial dan moral.
b. Perangsangan Nafsu Birahi
Menonjolkan kelamin genital untuk merangsang nafsu birahi yang
brutal, seolah-olah pria dan wanita adalah obyek yang harus dinikmati.
Orang lain adalah alat untuk melampiaskan nafsu birahi yang irasional.

5
Tidak dilihat bahwa dorongan seksual dapat dibudidayakan dan
disumblimasi (ditingkatkan derajatnya). Bahwa manusia juga memiliki
akal budi, kehendak dan cita-cita yang luhur.
c. Tiadanya Hormat terhadap Lingkungan Intim
Hal-hal yang berhubungan dengan seksual dalam keseluruhan hidup
disajikan secara terbuka. Itu berarti perendahan atau pelecehan nilai suci
perkawinan dan keluarga. Sekaligus tidak menghargai privasi di bidang
seksualitas manusiawi.
d. Membangkitkan Dunia Khayalan
Mempertontonkan gambar telanjang dengan tujuan tidak
menjelaskan secara benar fungsi alat kelamin, tetapi lebih untuk
membuat mereka berkhayal ke dunia fantasi seks.

C. Bentuk Pornografi dan Pornoaksi


Dalam kenyataannya, pornografi/aksi muncul dalam berbagai bentuk
dan medium, baik melalui media cetak, elektronik maupun secara
langsung. Berikut adalah bentuk-bentuk pornografi/aksi yang sering kita
temui dimasyarakat:6[6]
a. Pornografi dalam Bentuk Media Cetak
Tabloid, majalah, koran dan buku yang masuk dalam kategori ini
adalah mereka yang memuat gambar atau kata-kata yang
mengeksplisitasi seks, syahwat atau penyimpangan seksual serta gambar-
gambar telanjang atau setengah telanjang sehingga perhatian pembaca
terarah pada bagian-bagian tertentu yang bisa membangkitkan
rangsangan seksual.
b. Pornografi dalam Bentuk Media Elektronik
Musik dan film yang terdapat dalam TV, VCD/DVD, HP maupun
internet yang isinya mengesankan pria atau wanita telanjang, ciuman,
adegan, gerakan, suara persenggamaan atau kesan persenggamaan;
perilaku seksual yang tampil secara fisikal, kesan-kesan seksual yang

6[6] Ibid.., hlm. 87.

6
ditampilakan secara tidak langsung, missal lewat asosiasi, ilusi, sindiran
atau kata-kata simbol.
c. Pornoaksi dalam Bentuk Langsung
Tarian seronok dan striptease show, yaitu gerakan atau tindakan
yang dengan sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya untuk sekedar
menggoda nafsu dan atau membangkitkan nafsu birahi.

D. Penyebab Pornografi dan Pornoaksi


Diantara penyebab terjadinya perilaku pornografi antara lain:7[7]
1. Faktor politik dibidang keagamaan yang terlihat dalam politik pendidikan
agama disekolah-sekolahdasar sampai perguruan tinggi. Jumlah jam
pelajaran atau jam kuliah masih sangat tidak memadai dibanding jam
tayangan televisi yang mendominasi waktu belajar.
2. Pengaruh budaya asing yang masuk dalam negeri melalui jaringan
media komunikasi, baik cetak maupun elektronik.
3. Kurangnya pengawasan dari orangtua.
4. Frustasi ekonomi, yang ditandai dengan remutusa hubungan kerja (PHK)
dan banyaknya pengangguran. Dengan kondisi yang sulit itulah
menyebabkan orang mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan,
meskipun harus merugikan atau merusak moral orang banyak.
5. Kurangnya pengetahuan dan bahaya dari pornografi dan pornoaksi.

E. Pandangan Islam terhadap Pornografi dan Pornoaksi


Dalam perspektif Islam, pembicaraan tentang pornografi tidak dapat
dipisahkan dengan pembicaraan tentang aurat, tabarruj (berpenampilan
seronok), dan pakaian. Unsur yang terpenting dalam konsep pornografi
adalah melanggar kesusilaan dan membangkitkan nafsu seks. Sedangkan
dalam terminologi Islam persoalan tersebut erat kaitannya dengan
persoalan aurat dan pakaian. Karena yang disebut aurat dalam Islam
adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh diperlihatkan atau harus
ditutup karena dapat menimbulkan rasa malu. (QS. An-Nur: 58), dan
membangkitkan nafsu seks orang yang melihatnya (QS. Al-Ahzab: 59).
Sementara itu pakaian merupakan alay yang digunakan untuk menutup

7[7] Ibid.., hlm. 89.

7
aurat yang dimaksud. Sedangkan tabarruj menggambarkan seseorang
dalam berpakaian yang cenderung seronok atau mencirikan penampilan
yang tidak terhormat. Penampilan yang dimaksud merupakan gabungan
dari pemahaman seseorang tentang batasan aurat dan cara berpakaian. 8
[8]
1. Konsep Aurat dalam Islam
Aurat adalah anggota badan yang harus ditutup. Ketika dikatakan
“aurat perempuan atau wanita” maka maksudnya adalah anggota tubuh
wanita yang harus ditutup saat berada di depan laki-laki atau sesama
perempuan. Laki-laki juga memiliki anggota tubuh yang harus
disembunyikan dari pandangan wanita mahram, non-mahram atau dari
sesama pria.9[9] Barang siapa yang melihat aurat lawan jenis maka ia
berbuat dosa yang diharamkan agama. Allah SWT. berfirman:
‫ظوا فعروجهم ذ ىنل ب ن ن‬ ‫عقل ل لل صمؤ صمبنين يغعضوا م ن‬
‫صن نععون‬
‫ما ي ن ص‬
‫خببيرر ب ب ن‬ ‫ن الل ل ن‬
‫ه ن‬ ‫ى ل نهع ص‬
‫م إب ل‬ ‫ك أصزك ن ى‬ ‫ع ن ع ص‬ ‫ف ع‬
‫ح ن‬
‫م وني ن ص‬
‫صاربه ب ص‬
‫ن أب ص ن‬
‫ب ص‬ ‫ع ب ن ن ض‬
Artinya: Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki
yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada
memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang
demikian itu lebih suci bagi mereka; sesungguhnya Allah Amat Mendalam
PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan. (Q.S. An-Nur/24:30)
Di samping itu, dalam QS. An-Nur: 31, yang berbunyi:
‫ل ل بل صمؤ صمنات يغصضضن م ن‬
‫من صنها‬‫ما ظ نهننر ب‬ ‫ن بإلِ ن‬ ‫ن بزين نت نهع ل‬ ‫دي ن‬‫ن نولِ ي عب ص ب‬ ‫جهع ل‬ ‫ن فععرو ن‬‫فظ ص ن‬ ‫ح ن‬‫ن وني ن ص‬ ‫صاربه ب ل‬‫ن أب ص ن‬‫ع ب ن ب ن ع ص ن ب ص‬ ‫ونقع ص‬
‫خمرهن ع ننلى جيوبهن ولِ يبدين زينتهن إلِ ل ببعول نت بهن أ نو آبائ بهن أ نو آبابء بعول نت به ن‬
‫ن أو ص‬ ‫ب ل‬ ‫ب ل ص ن ب ل ص ن عع‬ ‫ع ع بب ل ن عص ب ن ب ننع ل ب ع ع‬ ‫ن بب ع ع ب ب ل‬ ‫ضربب ص ن‬‫ونل صي ن ص‬
‫خوات بهن أ نو ن بسائ به ن‬ ‫ن‬ ‫خوان به ن‬ ‫خوان به ن‬ ‫أ نبنائ بهن أ نو أ نبنابء بعول نت به ن‬
‫ت‬‫مل نك ن ص‬ ‫ما ن‬ ‫ن أو ص ن‬ ‫ن أوص ب نبنيِ أ ن ن ب ل ص ن ب ل‬ ‫ن أوص ب نبنيِ إ ب ص ن ب ل‬ ‫ن أو ص إ ب ص ن ب ل‬ ‫ب ل‬ ‫صن ب ل ص صن ع ع‬
‫ساءب‬
‫ت الن ل ن‬ ‫م ي نظ صهنعروا ع ننلى ع نوصنرا ب‬ ‫ن لن ص‬ ‫ذي ن‬ ‫ل ال ل ب‬
‫ف ب‬ ‫ل أ نوب الط ل ص‬‫جا ب‬ ‫ن اللر ن‬ ‫م ن‬
‫ع‬
‫ن غ ني صرب أوبليِ الصرب نةب ب‬
‫أ نيمانه ن‬
‫ن أوب اللتاب ببعي ن‬ ‫ص ن عع ل‬
‫ن‬ ‫ن‬
‫ن ل نعنل لك ع ص‬
‫م‬ ‫معنو ن‬ ‫مؤ ص ب‬‫ميععا أي ضنها ال ص ع‬ ‫ج ب‬ ‫ن ونعتوعبوا إ بنلى الل لهب ن‬ ‫ن بزين نت بهب ل‬ ‫م ص‬‫ن ب‬ ‫في ن‬‫خ ب‬
‫ما ي ع ص‬ ‫ن ل بي ععصل ن ن‬
‫م ن‬ ‫جل بهب ل‬
‫ن ب بأصر ع‬
‫ضربب ص ن‬ ‫نولِ ي ن ص‬
‫ن‬
‫حو ن‬ ‫فل ب ع‬‫تع ص‬
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,
dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami

8[8] Kutbuddin Aibak, Opcit.., hlm. 21

9 [9] Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer. (Jakarta Gema Insani, 1996), hlm. 362.

8
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung.(QS. An-Nur: 31)
Sementara itu dalam hadist-hadist:
a. Sesungguhnya Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia
akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan
melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan
gejolak syahwat... (H.R. Al-Bukhari: 5774)
b. Tujuh orang pada hari kiamat kelak Allah tidak mau memandangnya dan
mengampuni dosanya, yaitu ... orang yang menikahi tangannya
(masturbasi)... (H.R. Al-Baihaqi: 5232)
c. Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (H.R. At-Tabrani: 16881)

Sementara itu, dalam Surah An-Nur Ayat 2 yaitu:


‫ص‬
‫م‬ ‫ن الل لهب بإن ع‬
‫كنت ع ص‬ ‫ما نرأ صفن ر‬
‫ة بفيِ بدي ب‬ ‫كم ب بهب ن‬‫خذ ص ع‬ ‫جل صد نةة وننلِ ت نأ ع‬‫ة ن‬‫مئ ن ن‬‫ما ب‬ ‫من صهع ن‬
‫حد ة ل‬
‫ل نوا ب‬ ‫دوا ك ع ل‬ ‫ة نواللزابنيِ نفا ص‬
‫جل ب ع‬ ‫اللزان بي ن ع‬
‫ن‬
‫مبني ن‬‫مؤ ص ب‬‫ن ال ص ع‬‫م ن‬ ‫ة ل‬ ‫ف ر‬ ‫ما ن‬
‫طائ ب ن‬ ‫شهند ص ع ن ن‬
‫ذاب نهع ن‬ ‫خرب ونل صي ن ص‬ ‫ن ببالل لهب نوال صي نوصم ب اصل ب‬
‫معنو ن‬ ‫ت عؤ ص ب‬
Artinya: Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-
masing dari keduanya seratus kali. Dan janganlah rasa belas kasihan
kepada mereka keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
(hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian
orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nur/24: 2)
a. Aurat Perempuan
Aurat perempuan atau anggota tubuh yang harus ditutupi itu
berbeda sesuai dengan situasi atau kondisi dengan siapa dia berkumpul

9
atau bertemu. Apakah dengan sesama wanita, dengan laki-laki bukan
mahram, dengan pria yang mahram atau saat shalat. Penjelasan ini
berdasarkan pandangan ulama fiqih madzhab empat yaitu Syafi'i, Hanafi,
Maliki dan Hanbali.10[10]
1) Aurat Perempuan dengan Sesama Wanita Muslimah
Jumhur Ulama berpendapat bahwa aurat wanita di depan perempuan
lain sama dengan auratnya laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut.
Dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah dikatakan:
‫ذهب الفقهاء إلى أن عورة المرأة بالنسبة للمرأة هي كعورة الرجل إلى‬
‫ ولذا يجوز لها النظر إلى جميع بدنها عدا ما‬،‫ أي ما بين السرة والركبة‬،‫الرجل‬
‫ ولكن يحرم‬، ‫ وذلك لوجود المجانسة وانعدام الشهوة غالبا‬، ‫بين هذين العضوين‬
‫ذلك مع الشهوة وخوف الفتنة‬.

“Para ahli fiqih berpendapat bahwa aurat wanita dengan sesama


perempuan itu sama dengan aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai
lutut. Oleh karena itu wanita boleh memandang seluruh tubuh wanita lain
kecuali antara pusar dan lutut. Hal itu disebabkan karena sesama jenis
dan umumnya tidak ada syahwat. Akan tetapi haram hukumnya apabila
melihat disertai syahwat dan takut terjadi fitnah.”
Namun menurut suatu pendapat dalam madzhab Maliki dan Hanbali,
aurat wanita dengan wanita lain adalah kedua kemaluan depan dan
belakang saja. Menurut Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf mengtakan
bahwa ini adalah salah satu pendapat dalam madzhab Hanbali.
2) Aurat Anak Perempaun (Belum Baligh)
Anak kecil perempuan usia di bawah 4 (empat) tahun maka tidak ada
aurat baginya menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali. Sedangkan,
anak kecil perempuan usia di atas 4 (empat) tahun dan belum
mengundang syahwat maka auratnya adalah depan dan belakang (farji
dan dubur) menurut madzhab Hanafi. Apabila mengundang syahwat,
maka auratnya sama dengan perempuan dewasa walaupun usianya di
bawah 10 tahun menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan Maliki.
Anak perempuan usia 7 (tujuh) tahun ke atas, auratnya di depan laki-
laki bukan mahram adalah seluruh tubuh menurut madzhab Hanbali

10 [10] Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 43.

10
kecuali wajah, leher, kepala, tangan sampai siku dan kaki. Sedangkan,
anak perempuan usia 10 tahun auratnya sama dengan wanita usia
dewasa yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut
madzhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali.
3) Aurat Perempaun dengan Laki-laki Bukan Mahram
• Madzhab Syafi'i: Di depan laki-laki yang bukan mahram seluruh tubuh
wanita adalah aurat (harus ditutup) kecuali wajah, telapak tangan dan
telapak kaki. Dalam kiab al-Umm juz I halaman 89, Imam asy-Syafi'i
berkata:
‫ وظهر قدميها عورة‬.‫ إل كفيها ووجهها‬،‫وكل المرأة عورة‬
Artinya: “Seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali kedua telapak tangan dan
wajah. Sedang bagian atas kaki adalah aurat (telapak kaki bukan aurat).”
• Madzhab Maliki: Madzhab Maliki sama dengan Madzhab Syafi'i bahwa
aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Imam ‘Iyadh Rh. Berkata:
‫ول خلف أن فرض ستر الوجه مما اختص به أزواج النبي صلى الله عليه وسلم‬
Artinya: “Tidak ada perbedaan ulama mengenai wajibnya menutupi wajah
wanita, itu (wajibnya menutupi wajah) termasuk salah satu kekhususan
bagi para istri Nabi Saw.”
• Madzhab Hanafi: Seluruh ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa
wajah dan kedua tangan perempuan boleh terbuka/bukan aurat. Dan laki-
laki boleh memandang wajah perempuan asal tidak syahwat. Abu Ja’far
ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani al-Atsar juz II halaman 392 menyatakan:

‫ وحرم ذلك‬،‫أبيح للناس أن ينظروا إلى ما ليس بمحلرم عليهم من النساء إلى وجوههن وأكفهن‬
‫ وهو قول أبيِ حنيفة وأبيِ يوسف ومحمد رحمهم الله تعالى‬.ِ‫عليهم من أزواج النبي‬

Artinya: Diperbolehkan bagi seseorang untuk memandang sesuatu


dari perempuan yang tidak diharamkan atasnya, yakni wajah dan telapak
tangan mereka. Diharamkan yang demikian itu (memandangnya) adalah
bagi para istri Nabi Saw. Yang demikian itu adalah pendapat Abu Hanifah
dan Abu Yusuf dan Muhammad Saw.

• Madzhab Hanbali: Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam


masalah aurat wanita. Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini

11
berpendapat dalam salah satu riwayat bahwa seluruh tubuh wanita
adalah aurat termasuk kukunya, baik saat shalat maupun di luar shalat.
Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan
bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram. Imam al-Mardawi
dalam kitab al-Inshaf juz I halaman 452 berkata:

‫الصحيح من المذهب أن الوجه ليس من العورة‬

Artinya: Bahwa yang benar dari Madzhab Hanbali adalah


berpendapat wajah bukanlah aurat.
4) Aurat Perempaun dengan Laki-laki Mahram
• Madzhab Syafi'i: Aurat wanita saat bersama dengan laki-laki mahram
adalah antara pusar sampai lutut. Itu berarti sama dengan aurat wanita
dengan sesama wanita. Berdasarkan keterangan Imam Khatib asy-
Syarbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj juz I halaman 185 dan juz III
halaman 131.
• Madzhab Maliki: Ulama Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat
perempuan di depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar
wajah yakni kepala dan leher. Sebagaiman keterangan Imam Ibnu
Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V
halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.

• Madzhab Hanbali: Ulama Madzhab Hanbali berpendapat bahwa aurat


perempuan di depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar
wajah yakni kepala, leher, tangan dan saq (antara lutut sampai telapak
kaki). Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-
Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V halaman 11 dan ad-
Dasuqi juz III halaman 214.

• Madzhab Hanafi: Aurat wanita di depan laki-laki mahram adalah sama


dengan pendapat Madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain wajah, kepala
dan leher ditambah dada. Dalam Madzhab Hanafi laki-laki boleh
memandang dada wanita mahram apabila tidak syahwat. Berdasarkan
keterangan dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin juz I halaman 271.
5) Aurat Perempaun ketika Shalat

12
Menutupi aurat ketika shalat adalah wajib dilakukan sejak awal
sampai akhir shalat. Apabila aurat terbuka di tengah shalat tanpa sengaja,
maka shalatnya tidak batal asalkan sedikit dan segera ditutup. Apabila
tebrukanya secara sengaja maka shalatnya batal dan wajib mengulangi.
Batas aurat wanita saat shalat menurut madzhab yang 4 (empat) adalah:
 Madzhab Syafi'i: Ketika shalat seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali
wajah dan telapak tangan luar dan dalam.
 Madzhab Hanafi: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh
kecuali; telapak tangan bagian dalam (bagian luar telapak tangan
termasuk aurat) dan bagian luar telapak kaki (telapak kaki bagian dalam
adalah aurat).
 Madzhab Hanbali: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh
kecuali wajah.
 Madzhab Maliki: Dalam Madzhab Maliki membagi aurat wanita ketika
shalat menjadi 2 (dua) yaitu mughalladzah (berat) dan mukhaffafah
(ringan) dan masing-masing memiliki hukum tersendiri. Aurat
mughalladzah adalah seluruh anggota tubuh selain seputar kepala, dada
dan punggung atau antara pusar sampai lutut. Aurat mukhaffafah (ringan)
adalah seluruh tubuh selain dada, punggung, leher, lengan (antara siku
sampai pergelangan tangan) dan dari lutut sampai akhir telapak kaki atau
selain pusar sampai lutut kaki. Terbukanya aurat mughalladzah ketika
shalat dapat membatalkan shalat. Sedang terbukanya aurat mukhaffafah
tidak membatalkan shalat. Akan tetapi disunnahkan mengulangi shalat
apabila waktu mencukupi.
b. Aurat Laki-Laki
1) Aurat Laki-laki dengan Sesama Laki-laki
Aurat atau anggota tubuh yang wajib ditutupi bagi laki-laki dengan
sesama laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Oleh karena itu, laki-laki
tidak boleh membuka bagian tubuh yang termasuk aurat walaupun aman
dari syahwat. Hal ini berdasarkan pada hadits riwayat Imam Hakim:
‫عورة الرجل ما بين سرته إلى ركبته‬

Nabi Saw. Bersabda: “Auratnya laki-laki adalah antara pusar dan


lutut.”

13
Menurut pendapat Ibnu Hazm, paha laki-laki bukanlah termasuk
aurat. Pendapat ini menurut Jumhur Ulama dianggap lemah karena ada
hadits yang menyatakan: ‫( الفخذ عورة‬Paha itu aurat).
2) Aurat Laki-laki di Depan Perempuan
Aurat laki-laki di depan perempuan adalah anggota tubuh yang
berada di antara pusar dan lutut. Baik saat bersama dengan perempuan
mahram atau wanita yang bukan mahram.
2. Konsep Kepemilikan Tubuh dan Harta

‫ن‬
‫دو ن‬
‫م إ بلياه ع ت نعصب ع ع‬ ‫ت الل لهب إ ب ص‬
‫ن ك عن صت ع ص‬ ‫م ن‬ ‫حنلعلِ ط ني لعبا نوا ص‬
‫شك ععروا ن بعص ن‬ ‫م الل ل ع‬
‫ه ن‬ ‫ما نرنزقنك ع ع‬ ‫فنك ععلوا ب‬
‫م ل‬

Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu. (Q.S An-Nahl : 114)
Dalam konsepsi Islam sudah jelas bahwasannya untuk memperoleh
rizki harus melalui jalan yang halal sekaligus harus baik, karena kelak
akan dimintai pertanggungjawaban. Sementara itu menurut ajaran Islam,
tubuh manusia merupakan amanah Allah, yang wajib dipelihara dan
dijaga dari segala perbuatan dosa dan perbuatan yang merugikan diri
pemilik tubuh itu sendiri serta lingkungannya, hal itu demi keselamatan
dan kemaslahatan hidup dan kehidupan semua pihak, baik ketika masih
hidup di dunia maupun diakhirat kelak.
Hubungan antara pornografi/aksi dengan kepemilikan tubuh terletak
pada apa dan bagaimana perolehan sejumlah harta yang digunakan untuk
memenuhi atau merawat tubuh tersebut. Oleh karena itu, cara perolehan
harta melalui pemanfaatan tubuh untuk pornografi/aksi dari sudut
pandang apapun adalah cara yang tidak baik, karena melanggar norma-
norma yang ada apalagi norma agama, dan jauh dari nilai-nilai kehalalan
(dijelaskan pada bagian selanjutnya).11[11]
3. Pornografi dan Pornoaksi dalam Tujuan Hukum Islam
Menurut Imam Ghazali dan para penerusnya, tujuan hukum Islam
adalah tercapainya kemaslahatan dalam peringkat daruriyyah (primer),

11[11] Ibid.., hlm. 45.

14
hajiyyat (sekunder) dan tahsiniyyat (tersier), yang dirinci dalam al-
maqasid asy-syar’iyyah, yaitu:12[12]
a. Al-Muhafayah ala al-ddin (menjaga agama)
b. Al-Muhafazah ala an-nafs (memelihara jiwa)
c. Al-Muhafazah ala al-aql (memelihara akal)
d. Al-Muhafazah ala an-nasb (memelihara keturunan)
e. Al-Muhafazah ala al-mal (memelihara harta), dan menurut Muhammad
Muslehuddin ditambah dengan memelihara kehormatan
Tubuh manusia yang didalamnya terdapat ruh, jiwa, akal dan qalbu,
menurut ajaran Islam, merupakan amanah Allah yang berkaitan dengan
seluruh tujuan hukum Islam seperti tersebut diatas. Tujuan hukum Islam
yang terkandung dalam larangan perzinaan (termasuk pornografi/aksi)
adalah termasuk kemaslahatan dalam peringkat daruriyyah, karena
disana terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang kepadanya
bersandar kehidupan manusia dan eksistensi masyarakat. Jika
kemaslahatan itu tidak ada maka akan terjadi kerusakan di dunia dan
akhirat.
Pemeliharaan diri dari hal-hal yang bersifat pornografi/aksi berarti
merupakan pemeliharaan tubuh, yang meliputi pemeliharaan jiwa, akal
dan rohani yang menyatu terwujud dalam tubuh setiap manusia yang
sekaligus berarti memelihara agama, keturunan dan harta, serta
kehormatan diri.

4. Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Islam


Dari beberapa pemaparan diatas, maka menurut hukum Islam,
perbuatan pornografi/aksi dinilai sebagai sesuatu yang melanggar karena
menampakkan aurat yang wajib ditutup, sebagaimana dijelaskan dalam
Q.S An-Nur ayat 31 yang berbunyi:
‫ل ل بل صمؤ صمنات يغصضضن م ن‬
‫ما ظ نهننر ب‬
‫من صنها‬ ‫ن بإلِ ن‬
‫ن بزين نت نهع ل‬
‫دي ن‬
‫ن نولِ ي عب ص ب‬
‫جهع ل‬ ‫فظ ص ن‬
‫ن فععرو ن‬ ‫ح ن‬
‫ن وني ن ص‬‫صاربه ب ل‬
‫ن أب ص ن‬
‫ع ب ن ب ن ع ص ن ب ص‬ ‫ونقع ص‬
‫خمرهن ع ننلى جيوبهن ولِ يبدين زينتهن إلِ ل ببعول نت بهن أ نو آبائ بهن أ نو آبابء بعول نت به ن‬
‫ن أو ص‬‫ب ل‬ ‫ب ل ص ن ب ل ص ن عع‬ ‫ع ع بب ل ن عص ب ن ب ننع ل ب ع ع‬ ‫ن بب ع ع ب ب ل‬ ‫ونل صي ن ص‬
‫ضربب ص ن‬
‫خوات بهن أ نو ن بسائ به ن‬ ‫ن‬ ‫خوان به ن‬ ‫خوان به ن‬ ‫أ نبنائ بهن أ نو أ نبنابء بعول نت به ن‬
‫مل نك ن ص‬
‫ت‬ ‫ما ن‬‫ن أو ص ن‬‫ن أوص ب نبنيِ أ ن ن ب ل ص ن ب ل‬ ‫ن أوص ب نبنيِ إ ب ص ن ب ل‬ ‫ن أو ص إ ب ص ن ب ل‬
‫ب ل‬ ‫صن ب ل ص صن ع ع‬

12[12] Ibid.., hlm. 47.

15
‫سابء‬
‫ت الن ل ن‬ ‫م ي نظ صهنعروا ع ننلى ع نوصنرا ب‬ ‫ن لن ص‬
‫ذي ن‬ ‫ل ال ل ب‬ ‫ل أ نوب الط ل ص‬
‫ف ب‬ ‫جا ب‬ ‫ن اللر ن‬ ‫م ن‬
‫ع‬
‫ن غ ني صرب أوبليِ الصرب نةب ب‬
‫أ نيمانه ن‬
‫ن أوب اللتاب ببعي ن‬ ‫ص ن عع ل‬
‫ن‬ ‫ن‬
‫ن ل نعنل لك ع ص‬
‫م‬ ‫ميععا أي ضنها ال ص ع‬
‫مؤ ص ب‬
‫معنو ن‬ ‫ج ب‬ ‫ن ونعتوعبوا إ بنلى الل لهب ن‬ ‫ن بزين نت بهب ل‬
‫م ص‬‫ن ب‬‫في ن‬ ‫خ ب‬
‫ما ي ع ص‬ ‫ن ل بي ععصل ن ن‬
‫م ن‬ ‫جل بهب ل‬
‫ن ب بأصر ع‬
‫ضربب ص ن‬ ‫نولِ ي ن ص‬
‫ن‬
‫حو ن‬ ‫فل ب ع‬
‫تع ص‬
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-
putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-
laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.
Sementara itu dalam hadis-hadis Nabi juga banyak disebutkan
tentang larangan berpakaian transparan dan tembus pandang, erotis,
sensual serta berperilaku yang dapat menimbulkan rangsangan seks: 13
[13]
‫ن‬
‫ن اب ص ب‬
‫ل عن ب‬ ‫قي ة‬ ‫عن ب‬ ‫ن‬ ‫مد ب ب ص ب‬‫ح ل‬
‫م ن‬‫ن ع‬ ‫ن ع نب صد ب الل لهب ي نعصبنيِ اب ص ن‬ ‫مد ة ع ن ص‬‫ح ل‬ ‫م ن‬‫ن ع‬ ‫حد لث نننا عزهني صرر ي نعصبنيِ اب ص ن‬ ‫مرة ن‬ ‫حد لث نننا أ نعبو ن‬
‫عا ب‬ ‫ن‬
‫ع‬ ‫ة بن زيد أ ن ن‬ ‫ع‬
‫ت‬ ‫ة ن‬
‫كان ن ص‬ ‫ف ع‬‫ة ك نبثي ن‬
‫قعب صط بي ل ع‬ ‫م‬ ‫سل ل ن‬ ‫ه ع نل ني صهب ون ن‬ ‫صللى الل ل ع‬ ‫ل الل لهب ن‬ ‫سو ع‬ ‫سابنيِ نر ع‬ ‫ل كن ن‬ ‫ة نقا ن‬ ‫م ن‬
‫سا ن‬‫ن أنباه ع أ ن‬ ‫م ن ص ب ن ص ة ل‬ ‫سا ن‬ ‫أ ن‬
‫ك لن ص‬
‫م‬ ‫ما ل ن ن‬
‫م ن‬ ‫سل ل ن‬
‫ه ع نل ني صهب ون ن‬ ‫صللى الل ل ع‬ ‫ل الل لهب ن‬ ‫سو ع‬ ‫ل بليِ نر ع‬ ‫قا ن‬ ‫منرأ نبتيِ فن ن‬ ‫سوصت عنها ا ص‬ ‫يِ فنك ن ن‬ ‫ة ال صك نل صب ب ض‬ ‫حي ن ع‬‫ها د ب ص‬ ‫دا ن‬ ‫ن‬
‫ما أهص ن‬ ‫م ل‬ ‫ب‬
‫ن‬
‫م‬‫سل ل ن‬
‫ه ع نل ني صهب ون ن‬
‫صللى الل ل ع‬ ‫ل الل لهب ن‬ ‫سو ع‬ ‫ل بليِ نر ع‬ ‫قا ن‬‫منرأبتيِ فن ن‬ ‫سوصت عنها ا ص‬ ‫ل الل لهب ك ن ن‬ ‫سو ن‬ ‫ت نيا نر ع‬ ‫ة قعل ص ع‬ ‫قب صط بي ل ن‬‫س ال ص ع‬‫ت نل صب ن ص‬
‫ع ن‬ ‫خا ع ن‬ ‫ة إ بلنيِ أ ن ن‬‫حت ننها بغنلل ن ع‬
‫منها‬‫ظا ب‬ ‫م ب‬ ‫ج ن‬ ‫ح ص‬‫ف ن‬ ‫ص ن‬ ‫ن تن ب‬ ‫فأ ص‬ ‫ل تن ص‬ ‫جع ن ص‬‫ها فنل صت ن ص‬ ‫مصر ن‬ ‫ع‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Telah


menceritakan kepada kami Zuhair ibn Muhammad dari 'Abdullah bin
Muhammad bin 'Uqail dari Ibnu Usamah bin Zaid bahwa ayahnya berata:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengenakan baju dari Qibti yang

13 [13] Ibid.., hlm. 48.

16
tebal padaku yang pernah dihadiahkan kepada Dihyah Al-Kalbi, kemudian
saya mengenakannya pada istriku kemudian Rasulullah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Kenapa kau tidak
memakai baju dari Qibti?" saya menjawab: Wahai Rasulullah! saya
mengenakannya pada istri saya. Kemudian Rasulullah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Suruhlah dia untuk mengenakan
kain tipis dibawahnya karena saya khawatir (baju itu) memperlihatkan
setengah bentuk tulangnya (bentuk tubuhnya)." (H.R Ahmad dalam
Musnadnya, Hadis no. 20787)

‫ن‬ ‫ة عن ع‬ ‫ن أ نببيِ ع نل ص ن‬
‫ت ع نب صد ب‬ ‫ة ب بن ص ع‬
‫ص ع‬
‫ف ن‬
‫ح ص‬
‫ت ن‬ ‫خل ن ص‬‫ت دن ن‬‫مهب أن لنها نقال ن ص‬ ‫نأ ل‬ ‫ص‬ ‫م ن‬ ‫ق ن‬ ‫ة بص ب‬‫م ن‬ ‫ق ن‬‫ن ع نل ص ن‬ ‫مابلك ع ن ص‬ ‫حد لث نبنيِ ع ن ص‬
‫ن ن‬ ‫و ن‬
‫ة‬ ‫عائ ب ن‬
‫ش ع‬ ‫ه ن‬ ‫قت ص ع‬ ‫مارر نربقيقر فن ن‬
‫ش ل‬ ‫خ ن‬‫ة ب‬ ‫ص ن‬‫ف ن‬‫ح ص‬‫م ونع ننلى ن‬ ‫سل ل ن‬‫ه ع نل ني صهب ون ن‬ ‫صللى الل ل ع‬ ‫يِ ن‬ ‫ج الن لب ب ل‬ ‫ة نزوص ب‬‫ش ن‬ ‫ن ع ننلى ن‬
‫عائ ب ن‬ ‫م ب‬ ‫ح ن‬ ‫اللر ص‬
‫ماعرا ك نبثي ع‬
‫فا‬ ‫خ ن‬ ‫ونك ن ن‬
‫ست صنها ب‬
Artinya : Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Alqamah bin
Abu Alqamah dari Ibunya ia berkata; "Hafsah binti Abdurrahman menemui
Aisyah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengenakan
kerudung yang tipis, 'Aisyah kemudian menyobek dan memakaikan
untuknya kerudung yang lebih tebal." (H.R Malik bin Anas, Hadis no. 1420)

‫ل الل لهب‬ ‫سو ع‬ ‫ل نر ع‬ ‫ل نقا ن‬ ‫ن أ نببيِ هعنري صنرة ن نقا ن‬ ‫حدث نبنيِ زهنير بن حرب حدث ننا جرير ع نن سهيل ع ن ن‬
‫ن أببيهب ع ن ص‬‫ص‬ ‫ص ع ن ص ة‬ ‫ع صع ص ع ن ص ة ن ل ن ن ب ر‬ ‫ن ل‬
‫ب ال صب ن ن‬ ‫فان من أ نهل النار ل نم أ نرهما قنوم معهم سيا ر ن‬
‫ن‬
‫ضربعبو ن‬ ‫قرب ي ن ص‬ ‫ط ك نأذ صننا ب‬ ‫ص ر ن ن ع ص ب ن‬ ‫صن ص ن ب ب ص ص ب ل ب ص ن ع ن‬ ‫م ب‬ ‫سل ل ن‬‫ه ع نل ني صهب ون ن‬
‫صللى الل ل ع‬‫ن‬
‫ن‬
‫خل ص ن‬
‫ن‬ ‫مائ بل نةب نلِ ي ند ص ع‬‫ت ال ص ن‬‫خ ب‬ ‫مةب ال صب ع ص‬ ‫ن ك نأ ص‬
‫سن ب ن‬ ‫سهع ل‬
‫ت عرعءو ع‬ ‫مائ بنل ر‬‫ت ن‬ ‫مينل ر‬
‫م ب‬
‫ت ع‬‫عاربنيا ر‬
‫ت ن‬
‫سنيا ر‬‫كا ب‬‫سارء ن‬ ‫س ونن ب ن‬ ‫ب بنها اللنا ن‬
‫ذا ونك ن ن‬
‫ذا‬ ‫سينرةب ك ن ن‬
‫م ب‬
‫ن ن‬
‫م ص‬ ‫حنها ل نعيو ن‬
‫جد ع ب‬ ‫ن بري ن‬
‫حنها ونإ ب ل‬
‫ن بري ن‬ ‫ة وننلِ ي ن ب‬
‫جد ص ن‬ ‫ال ص ن‬
‫جن ل ن‬
Artinya : Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari Bapaknya dari Abu
Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku
lihat. (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang
dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita berpakaian,
tetapi sama juga dengan bertelanjang (karena pakaiannya terlalu minim,
terlalu tipis atau tembus pandang, terlalu ketat, atau pakaian yang
merangsang pria karena sebagian auratnya terbuka), berjalan dengan
berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka

17
(disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk
surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu
dapat tercium dari begini dan begini." (H.R Imam Muslim, Hadis no. 3971)

Ayat-ayat di atas membahas tentang aurat, tabarruj (berpenapilan seronok), dan


pakaian. Dan ketiganya berkaitan satu sama lain. Sedangkan pembahasan pornoagrafi dan
pornoasi tidak lepas dari pembahasan tentang aurat. Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai
lutut. Sedangkan kemaluan adalah aurat mughaladzoh (besar/berat) yang telah disepakati
akan keharaman membukanya di hadapan orang lain dan haram pula membukanya, kecuali
dalam kondisi darurat seperti berobat dan lain sebagainya. Bahkan kalau aurat ditutup
dengan pakaian tetpai tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga terlarang menurut
syara’.14[14]
Mayoritas fuqoha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat. Sebagian fuqoha
berpendapat bahwa paha laki-laki bukan aurat dengan berdalihkan hadits Anas bahwa
Rasulullah saw pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan. Pendapat ini
didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm. Adapun Al-Muhaqqiq Ibnul Qayyim mengatakan
dalam Tahdzib Sunan Abi Daud sebagai berikut: “jalan mengompromikan hadits-hadits
tersebut ialah dikemukakan oleh murid-murid Imam Ahmad dan lain-lain bahwa aurat itu ada
dua macam, yaitu mukhaffafah (ringan/kecil) dan mugholadzoh (berat/besar). Aurat besar
ialah qabul dan dubur, sedangkan aurat muhaffafah ialah paha, dan tidak ada pertentangan
antara perintah menundukkan pandangan dari melihat paha karena paha itu juga aurat dan
membukanya karena paha itu aurat mukhaffafah.15[15]
Berdasarkan nash-nash di atas, dapat disimpulkan bahwa membuka
aurat, berpakaian ketat atau tembus pandang, berpakaian tipis yang
dapat membangkitkan nafsu birahi untuk diambil gambarnya, baik untuk
dicetak, maupun untuk divisualisasikan dalam bentuk baik lukisan, foto,
video, suara, dan tulisan dimaknai sebagai pornografi/aksi karena
mendekatkan seseorang pada perzinaan, yang tegas dilarang Allah dalam
Q.S Al-Isra’ayat 32 yang berbunyi :
‫سببيعل‬
‫ساءن ن‬
‫ة ون ن‬
‫ش ع‬ ‫ن نفا ب‬
‫ح ن‬ ‫ه ن‬
‫كا ن‬ ‫وننلِ ت ن ص‬
‫قنرعبوا اللزننا إ بن ل ع‬

14[14] Yusuf Qardhawi, Opcit.., hlm. 364.

15[15] Ibid.., hlm. 365.

18
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al-Isra’:
32).
Sehingga pornografi/aksi haram hukumnya, karena didalam ayat
tersebut menggunakan ‫ لِناهية‬yang menunjukkan larangan. Dalam kaidah
‫ن‬
ushuliyyah dikatakan ‫حربصيم‬
‫يِ بللـــت ل ص‬
‫ل فبــى الن لهصــ ب‬ ‫ ا نصل ص‬artinya bahwa asal dalam
‫صــ ع‬
larangan adalah menunjukkan keharaman. Alasannya apabila ada kata-
kata larangan yang tidak disertai qarinah (kata-kata yang menyertai kata-
kata larangan, yang menyebabkan larangan itu tidak menunjukkan
haram), akal dapat mengerti keharusan yang diminta larangan itu. Apa
yang segera dapat dimengerti menunjukkan pengertian yang sebenarnya.

5. Pandangan MUI tentang Pornografi dan Pornoaksi


Terkait dengan masalah pornografi/aksi, sejak tahun 2001 Majelis
Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa No. 287 yang berisi
penolakan terhadap pornografi/aksi. Dasar-dasar yang digunakan MUI
dalam mengeluarkan fatwa tersebut adalah:16[16]
a. Q.S An-Nur : 30 yang mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana
kaum laki-laki.
b. Q.S An-Nur : 31 yang mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana
kaum perempuan.
c. Q.S Al-Ahzab : 59 yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW
agar kaum perempuan menulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya (tata
busana) agar mudah dikenal dan tidak diganggu.
d. Q.S Al-Maidah : 2 tentang perintah agar setiap orang saling tolong-
menolong dalam kebajikan dan takwa.
a. e. H.R. Ahmad Hadis No. 20787 dan H.R. Malik Hadis No. 1420 tentang
larangan pakaian tembus pandang, erotis, sensual, dan sejenisnya serta
H.R Abu Daud tentang aurat perempuan.
e. HR. Bukhari Hadis No. 2784 tentang larangan berduaan antara laki-laki
dengan perempuan bukan mahram serta H.R Muslim tentang penghuni

16[16] Neng Djubaedah, Opcit.., hlm. 92.

19
neraka diantaranya kaum perempuan berlenggak-lenggok menggoda
atau memikat.
f. Ka'idah ushul al-fiqh yang menyatakan bahwa semua hal yang dapat
menyebabkan terjadinya perbuatan haram adalah haram.
g. Ka'idah-qa’idah fiqh :
1) ‫( درء المفاسد أولى من جلب المنافع‬Menghindarkan mafsadat didahulukan atas
mendatangkan maslahat).
‫ضنرعري عنزا ع‬
2) ‫ل‬ ‫) ال ل‬Bahaya harus dihilangkan(
3) Melihat pada (sesuatu) yang haram adalah haram.
‫م‬
‫حنرا ر‬ ‫نالن لظ نعر أ بنلى ال ص ن‬
‫حنرم ب ن‬
4) Segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram adalah
haram.
‫ن ال ص ن‬
‫حنرام ب‬ ‫ما ب نت نونل لد ع ب‬
‫م ن‬ ‫كع ض‬
‫ل ن‬
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa No. 287 tahun 2001 tentang
Pornografi/aksi dengan keputusan hukum sebagai berikut:17[17]
a. Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku
secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan,
maupun ucapan, baik melalui media cetak maupun elektronik yang
dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
b. Membiarkan aurat terbuka dan atau berpakaian ketat atau tembus
pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak
maupun divisualisasikan adalah haram.
c. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2 diatas
adalah haram.
d. Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual dihadapan orang,
melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan seksual,
baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan
seksual atau adegan seksual adalah haram.
e. Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau
memperlihatkan gambar orang, baik cetak atau visual, yang terbuka
auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat

17[17] Ibid.., hlm. 10-13

20
membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau
adegan seksual adalah haram.
f. Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan
perempuan yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang
mendekati dan atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar
penikahan adalah haram.
g. Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi
laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan,dan telapak kaki
bagi perempuan, adalah haram, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan
secara syar'i.
h. Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan
lekuk tubuh adalah haram.
i. Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan dapat mendorong
terjadinya hubungan seksual diluar penikahan atau perbuatan
sebagaimana dimaksud angka 6 adalah haram.
j. Membantu dengan segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa
pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan diatas adalah
haram.
k. Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas perbuatan-perbuatan yang
diharamkan di atas adalah haram.

6. Tinjauan Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi


dan Pornoaksi
Secara sedarhana pokok-pokok pengaturan dan pembatasan yang
termuat dalam UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi adalah sebagai
berikut :18[18]
No Bab/Pasal/Ayat Isi
1 II/4/(1) Larangan memproduksi,

18[18] Ibid.., hlm. 367.

21
membuat, memperbanyak,
menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor,
menawarkan,
memperjualbelikan,
menyewakan, atau
menyediakan pornografi yang
secara eksplisit memuat produk
pornografi.
2 II/5 Larangan meminjamkan atau
mengunduh produk pornografi
3 II/6 Larangan memperdengarkan,
mempertontonkan, memanfaat
kan, memiliki, atau menyimpan
produk pornografi, kecuali
yang diberi kewenangan oleh
peraturan perundang-
undangan.
4 II/7 Larangan mendanai atau
memfasilitasi perbuatan
pornografi.
5 II/8 Larangan dengan sengaja atau
atas persetujuan dirinya
menjadi objek atau model yang
mengandung
muatan pornografi.
6 II/9 Larangan menjadikan orang lain
sebagai objek atau model yang
mengandung muatan
pornografi.
7 II/13/(1) Pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan pornografi
yang memuat selain
sebagaimana dimaksud produk

22
pornografi wajib mendasarkan
pada peraturan perundang-
undangan.
II/14 Ketentuan mengenai syarat dan
tata cara perizinan pembuatan,
penyebarluasan, dan
penggunaan produk pornografi
untuk tujuan dan kepentingan
pendidikan dan pelayanan
kesehatan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Keterangan :
Produk pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,
suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh,
atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat persenggamaan,
termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual;
masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.

F. Dampak Pornografi dan Pornoaksi


Tidak dipungkiri bahwa dari sudut pandang ekonomi pornografi/aksi
memang membawa “keuntungan” bagi segelintir pihak yang dengan
sengaja memanfaatkannya sebagai lahan berbisnis. Namun hal itu sangat
jauh perbandingannya dengan dampak negatif yang dilahirkannya: 19[19]
a. Melanggar Nilai-nilai Agama
Berdasarkan Q.S An-Nur: 30-31, Islam menghubungkan prilaku
sosiomoral, ruang sakral dan ajaran tentang pakaian. Dua poin yang
dapat diambil dari ayat tersebut adalah:
1) Konsep menundukkan pandangan dan menjaga atau menutupi organ
genital merupakan sesuatu yang sentral.
2) Laki-laki disebut terlebih dahulu agar mematuhi perintah-perintah
mengendalikan tatapan mereka pada wanita dan menekan hasrat mereka

19[19] Ibid.., hlm. 144-147.

23
pada saat berinteraksi dengan wanita yang bukan muhrimnya.
Selanjutnya dalam teks tersebut juga memerintahkan hal yang sama pada
wanita untuk menundukkan pandangan mereka dan menyembunyikan
genital mereka.
b. Melanggar Pancasila dan HAM
Pornografi/aksi bertentangan dengan sila ke dua Pancasila yang
menjunjung tinggi nilai-nilai “kemanusiaan yang adil dan beradab”,
karena dapat dilihat sebagai bentuk pelecehan seksual yang
merendahkan martabat bukan hanya wanita tetapi juga laki-laki,
bertentangan dengan persamaan hak antara wanita dan laki-laki, dan
juga bertentangan dengan kebebasan positif karena pornografi/aksi
mengarah ke politisnya kaum wanita yang disamakan seperti barang
komoditi.
c. Mengganggu Psikologi (sensasi dan presepsi negative) dan Perilaku
Perilaku manusia diawali dengan adanya pengindraan atau sensasi,
kemudian otak akan menerjemahkan stimulus dari proses pengindraan
tadi (presepsi). Kemudian presepsi yang ada pada seseorang akan
mempengaruhi bagaimana perilaku orang tersebut, termasuk
pornografi/aksi. Selanjutnya jika sudah mencapai pada tindakan seks
pranikah pada akhirnya dapat menyebabkan depresi dan kegoncangan
jiwa, si pelaku akan selalu dihantui perasaan bersalah (guility feeling).
Selain itu juga mengakibatkan lemahnya fungsi pengendalian diri,
terutama terhadap naluri agresifitas fisik maupun seksual.
d. Memicu Lahirnya Tindakan Pelanggaran Lain
Selain pornografi/aksi itu sendiri merupakan sebuah pelanggaran, dia
juga akan memicu lahirnya tindak pelanggaran lain, seperti perzinaan,
perkosaan, penyimpangan seksual, aborsi dan sebagainya.

24
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pornografi adalah setiap gambar atau bacaan yang dapat
membangkitkan birahi dan menurut istilah fiqh dinamakan dengan As-
Shirah aw al-kitabah al-mutsirozaini li asy-syahwah (gambar atau tulisan
yang dapat membangkitkan syahwat). Sedangkan pornoaksi adalah
segala tingkah laku erotis untuk membangkitkan nafsu birahi atau
perilaku dan ucapan yang bersifat cabul dan menimbulkan syahwat.
Dalam bahasa fiqh pornoaksi dikategorikan al-afal al mutsiroh li as-
syahwah aw al-iftitan (perbuatan-perbuatan yang dapat mengundang
syahwat yang menimbulkan fitnah)
Berdasarkan uraan diatas, dapat disimpulkan bahwa pornografi
adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan
di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang
melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

25
Berdasarkan penjelasan nash-nash di atas, dapat disimpulkan bahwa
membuka aurat, berpakaian ketat atau tembus pandang, berpakaian tipis
yang dapat membangkitkan nafsu birahi untuk diambil gambarnya, baik
untuk dicetak, maupun untuk divisualisasikan dalam bentuk baik lukisan,
foto, video, suara, dan tulisan dimaknai sebagai pornografi/aksi karena
mendekatkan seseorang pada perzinaan, yang tegas dilarang Allah dalam
Q.S Al-Isra’ayat 32 yang berbunyi :
‫سببيعل‬
‫ساءن ن‬
‫ة ون ن‬
‫ش ع‬ ‫ن نفا ب‬
‫ح ن‬ ‫ه ن‬
‫كا ن‬ ‫وننلِ ت ن ص‬
‫قنرعبوا اللزننا إ بن ل ع‬
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al-Isra’:
32).
Sehingga pornografi/aksi haram hukumnya, karena didalam ayat
tersebut menggunakan ‫ لِناهية‬yang menunjukkan larangan. Dalam kaidah
‫ن‬
ushuliyyah dikatakan ‫حربصيم‬
‫يِ بللـــت ل ص‬
‫ل فبــى الن لهصــ ب‬ ‫ ا نصل ص‬artinya bahwa asal dalam
‫صــ ع‬
larangan adalah menunjukkan keharaman. Alasannya apabila ada kata-
kata larangan yang tidak disertai qarinah (kata-kata yang menyertai kata-
kata larangan, yang menyebabkan larangan itu tidak menunjukkan
haram), akal dapat mengerti keharusan yang diminta larangan itu. Apa
yang segera dapat dimengerti menunjukkan pengertian yang sebenarnya.
Kemudian yang demikian itu (pornografi/aksi) dalam pandangan Islam
adalah haram hukumnya, karena melanggar baik aturan agama, undang-
undang dan norma kesusilaan.

a. Saran
Selama proses penulisan makalah ini, penulis melakukan perenungan
dalam pembuatan makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat mengajak
seluruh pembaca untuk lebih memahami tentang problematika hukum
Islam terbaru khususnya tentang Pornografi dan Pornoaksi ini. Dalam
penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan
yang menyebabkan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan.
Oleh karena itu, penulis mengharap sumbang kritik dan saran yang
membangun yang nantinya bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
seluruh pembaca.Wallauhua’lam

26
DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta : Teras.


Dahlan, Tamrin. 2010. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Malang : UIN Malang Pres
s.
Istibjaroh. 2007. Menimbang Hukum Pornografi, Pornoaksi dan Aborsi Dalam
Prespektif Islam (PDF). IAIN Sunan Ampel Press.
Djubaedah, Neng. 2003. Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum
Islam. Jakarta: Prenada Media.
Karim, Syafe’i. 2001. Fiqih-Ushul Fiqih. Bandung : CV PUSTAKA SETIA.
Qardhawi, Yusuf. 1996. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani.
Widodo, Ismu Gunadi. 2010. Aspek Yuridis Pornografi/aksi Memahami
Wewenang Diskresi Dalam Penyidikan Tindak Pidana. Surabaya: Airlangga
University Press.
Yanggo, Huzaemah Tahido. 2010. Fikih Perempuan Kontemporer. Bogor : Gha
lia Indonesia.

27
Majelis Ulama Indonesia Pusat, Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia, nomor 287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi, 22
Agustus 2001.
Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.

28

Anda mungkin juga menyukai