PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
NIKEN PUSPITA NINGRUM
135130101111054
PROPOSAL SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
NIKEN PUSPITA NINGRUM
135130101111054
i
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
NIKEN PUSPITA NINGRUM
NIM. 135130101111054
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
Efek Terapi Salep Kitosan Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa) Pada
Hewan Model Luka Insisi Nosokomial Pasca Operasi Berdasarkan
Kadar Relatif TGF- β dan Ketebalan Jaringan Ikat
ABSTRAK
iv
Therapeutic Effect of Chitosan from Blood Cockle Shell (Anadara granosa)
In Animal Model Wounds Incision Nosocomial Post Operation Based
Relative Levels Tgf-Β and Thickness of Connective tissue
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya
sehingga penulis dapat meneyelesaikan proposal Skripsi yang berjudul “Efek
Terapi Salep Kitosan Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa) pada Hewan
Model Luka Insisi Nosokomial Pasca Operasi Berdasarkan Kadar Relatif TGF-β
Dan Ketebalan Jaringan Ikat”. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurahkan
kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam penyusunan proposal Skripsi ini tidak lepas akan adanya bantuan
serta dukungan moril dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis berterima
kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Sri Murwani, drh., MP selaku dosen pembimbing I tugas akhir ini atas
segala bantuan, kesempatan, nasihat, bimbingan dan arahan yang diberikan
kepada penulis.
2. drh. Dahliatul Qosimah, M. Kes selaku dosen pembimbing II akhir ini atas
segala bantuan, kesempatan, nasihat, bimbingan dan arahan yang diberikan
kepada penulis.
3. drh. Indah Amalia Amri, M.Si selaku dosen penguji I yang telah
memberikan kritik, saran dan masukan yang sangat membangun.
4. drh. Dodik Prasetyo, M.Vet selaku dosen penguji II yang telah memberikan
kritik, saran dan masukan yang sangat membangun.
5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.
6. drh Dyah Ayu Oktavianie A.P. M.Biotech selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
7. Secara khusus penulis ingin mengucapkan beribu terimakasih kepada Ayah
Yazid Nasir, Ibuk Nurul Afifah, dan adik Arsila Mustika Ninghapsari atas
doa, kasih sayang, semangat dan dukungan dalam bentuk moril maupun
materil tiada henti kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang.
vi
8. Kitosan squad Faradina, Katrin, Ardhi dan Dendra yang selalu ada dalam
kondisi apapun.
9. Keluarga besar Angkatan CAVITAS 2013 atas cinta, persahabatan,
semangat, inspirasi, keceriaan dan mimpi-mimpi yang luar biasa.
10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya angkatan 2013 yang telah memberikan semangat dan
saran yang membangun.
11. Seluruh staf dan karyawan FKH, yang telah membantu jalannya proses
administrasi dalam membuat tugas akhir.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan
proposal ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan
laporan praktek kerja lapangan ini. Oleh karena itu, penulis sangat menerima
kritik atau saran yang membangun. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan
manfaat karena pengalaman adalah guru terbaik.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
2.5.1. Salep.................................................................................................... 18
2.6 Kerang Darah ............................................................................................... 20
2.7 Kitosan dan Manfaat terhadap Luka ............................................................ 22
2.8 Transforming Growth Factor-Beta (TGF-β)................................................ 23
2.9 Jaringan Ikat................................................................................................. 24
2.10 Staphylococcus aureus .............................................................................. 26
2.11 Hewan Coba Mencit (Mus musculus) ....................................................... 26
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .. 29
3.1 Kerangka Konseptual .................................................................................. 29
3.2 Hipotesa Penelitian ...................................................................................... 32
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 33
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 33
4.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 33
4.3 Tahapan Penelitian....................................................................................... 34
4.3.1. Rancangan Penelitian .......................................................................... 35
4.3.2. Penetapan Sampel Penelitian .............................................................. 36
4.3.3. Variabel Penelitian .............................................................................. 36
4.4 Prosedur Kerja ............................................................................................. 37
4.4.1. Persiapan Hewan Coba ....................................................................... 37
4.4.2. Prosedur Sintesis Kitosan Cangkang Kerang Darah........................... 37
4.4.3. Pembuatan Salep Kitosan Cangkang Kerang Darah........................... 39
4.4.4. Pembuatan Suspensi Bakteri ............................................................... 39
4.4.5. Identifikasi Kemurnian Bakteri Staphylococcus aureus ..................... 40
4.4.6. Pembuatan Benang Dikontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus .. 40
4.4.7. Pembuatan Luka Model Nosokomial pada Mencit............................. 41
4.4.8. Terapi Salep Kitosan Cangkang Kerang Darah .................................. 41
4.4.9. Pengambilan Jaringan Kulit ................................................................ 42
4.4.10. Pembuatan Preparat Histopatologi Kulit ............................................ 42
4.4.11. Pengukuran Kadar Relatif TGF-β menggunakan Flowcytometry ..... 45
4.5 Analisa Data................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47
LAMPIRAN ......................................................................................................... 52
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Histologi Kulit............................................................................................... 10
2.2 Kerang Darah ................................................................................................ 21
2.3 Mencit Mus musculus ................................................................................... 27
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
α : Alfa
g : Gram
o
C : Derajat celcius
% : Persen
μL : Mikroliter
ml : Mililiter
mm : Milimeter
cm : Centimeter
ECM : Extraceluler Matrix
TGF β : Transforming Growt Factor Beta
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
MMP : Matrix Metalloproteinase
CFU : Colony Forming Unit
RAL : Rancangan Acak Lengkap
M : Molar
pH : Potential of Hydrogen
BNF : Buffer Neural Formalin
NB : Nutrient Broth
MT : Masson’s Trichrome
PBS : Phosphate Buffer Saline
rpm : Revolutions per minute
NA slant : Nutrient Agar slant
PMN : Polymorphonuclear
BNJ : Beda Nyata Jujur
ANOVA : One Way Analysis of Variance
NaOH : Natrium Hidrosida
HCl : Hydrogen Chlorida
NaCl : Natrium Chlorida
MSA : Mannitol Salt Agar
xii
BAB I PENDAHULUAN
sistemik akibat agen infeksi atau toksin yang didapat di rumah sakit, termasuk
rumah sakit hewan (Milton et al., 2015). Selain itu infeksi luka pasca operasi
termasuk dalam infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial pada luka operasi terjadi
ketika mikroorganisme dari kulit, bagian tubuh lain atau lingkungan, alat
kesehatan dan tenaga medis masuk kedalam insisi yang ditandai adanya discharge
purulen disekitar luka, abses atau selulitis yang meluas dari luka (WHO, 2002).
Staphylococcus aureus. Bakteri patogen ini termasuk dalam flora normal pada
kulit pasien dan dapat ditularkan dari petugas kesehatan ke pasien selama
perawatan selain ituinfeksi organisme tersebut sulit untuk diobati (Shrestha et al.,
tinggi dan durasi pengobatan lama akibat sulitnya mengeliminasi bakteri dari
manusia saat perawatan di rumah sakit, dan infeksi nosokomial pasca operasi
menyebabkan 77% kematian pada pasien (Singhal dkk., 2009). Sedangkan faktor
risiko di rumah sakit hewan sebanding dengan yang ada pada rumah sakit
1
2
manusia. Studi prevalensi telah menunjukkan bahwa 4-9% pasien dapat bertahan
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu fase hemostasis,
fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi atau fase remodeling. Menurut
fase inflamasi dimulai segera setelah terjadinya suatu cidera, dengan tujuan untuk
dan regenerasi jaringan. Fase yang paling akhir yaitu fase remodeling yang
merupakan salah satu komponen penyembuhan luka berupa sel yang terdistribusi
fibroblas yang ditandai oleh sintesis kolagen. Fungsi TGF β (Transforming growt
semakin tinggi TGF β maka produksi kolagen oleh fibroblas akan semakin
3
berbagai jenis sel imun, termasuk sel polimorfonuklear (PMN) (basofil, eosinofil,
neutrofil dimulai 24-48 jam setelah terjadi luka) dan monosit (dimulai 48-96 jam
setelah terjadi luka). TGF β berpartisipasi dalam kedua proses untuk merangsang
respon imun awal sebagai sitokin proinflamasi, melalui perekrutan PMN, dan
al., 2016).
Indonesia. Hasil produksi yang tinggi juga diikuti dengan timbulnya limbah
Cangkang kerang darah memiliki kandungan kitin. Salah satu senyawa kitin yang
banyak dikembangkan adalah kitosan (Afranita dkk, 2014). Kitosan memiliki sifat
sintesis asam hialuronik alami di lokasi luka (Paul dan Sharma, 2004). Kitosan
dan sekresi siokin seperti TGF β selama proses penyembuhan luka (Anggraeni,
2012). Dengan sifat-sifat kitosan tersebut dapat digunakan sebagai obat alternatif
4
bentuk sediaan salep karena salep memiliki beberapa kelebihan seperti stabilitas
yang baik, berupa sediaan halus, mudah terdistribusi merata, mudah digunakan,
mudah disimpan mampu menjaga kelembaban kulit, tidak mengiritasi kulit dan
yang telah mendapatkan persetujuan layak etik dari Komisi Etik Penelitian
intramuscular dengan dosis 0.1 ml/10 gBB (Clouthier dan Luther, 2015;
Nurina, 2015).
konsentrasi 2%, 4%, 8% dan setiap konsentrasi salep dibuat sebanyak 140
g. Salep diberikan secara topikal pada luka dua kali sehari selama 7 hari
(Febram, dkk, 2010) dan peningkatan kadar relatif TGF-β yang diamati
sebagai terapi luka pada hewan model luka insisi nosokomial pasca
operasi.
granosa).
8
2.1 Kulit
pertahanan pertama terhadap mikroorganisme, bahan kimia, dan radiasi, selain itu
temperatur (panas dan dingin), dapat mengubah pro vitamin D menjadi vitamin D
dengan bantuan sinar matahari, penyimpanan air, lemak, protein, dan karbohidrat
(Pavletic, 2010). Kulit secara embriologis berasal dari dua laipisan, yaitu lapisan
luar adalah epidermis yang merupakan epitel berasal dari ektoderm, sedangkan
lapisan dalam berasal dari mesoderm yaitu dermis atau korium yang merupakan
2.1) dan penjelasan dari masing-masing bagian kulit adalah sebagai berikut :
a. Epidermis
Epidermis terdiri dari epitel squamos komplex ber keratin, terdapat sel melanosit,
setiap bagian tubuh, tetapi yang paling tebal terdapat pada telapak tangan dan
Epidermis memilili lima lapisan yaitu dari lapisan terluar sampai ke dalam
proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
b. Dermis
Dermis terdiri dari dua lapisan dengan batas yang tidak terlalu nyata yaitu
stratum papilare bagian luar dan stratum retikular bagian dalam. Berikut
Lapisan papiler terdiri dari jaringan ikat longgar, fibroblas, dan sel jaringan
ikat lain seperti sel mast dan makrofag. Lapisan ini memiliki serabut kolagen
yang menyelip ke dalam lamina basalis dan meluar ke dalam dermis. Serabut
Lapisan retikuler terdiri dari jaringan ikat padat tidak teratur (terutama
serabut kolagen tipe I), memiliki lebih banyak serat, dan lebih sedikit sel
rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Kualitas kulit dapat didasarkan
pada jumlah derivat epidermis di dalam dermis. Dermis memiliki fungsi sebagai
dari lapisan lemak, jaringan ikat yang menghubungkan kulit dengan jaringan di
daerah di tubuh dan kualitas nutrisi setiap individu. Lapisan subkutis memiliki
melekatkan kulit pada daerah di bawah, isolasi panas, sebagai cadangan kalori,
(Perdanakusuma, 2007).
2.2 Luka
adalah suatu cedera dimana kulit robek, terpotong atau tertusuk, atau trauma
benda tumpul yang menyebabkan kontusi. Luka dikategorikan dua jenis yaitu luka
11
luka antara lain: luka insisi, luka laserasi, luka abrasi, luka tusuk, luka penetrasi,
dan luka tembak. Luka tertutup dibagi menjadi tiga: kontusi, hematoma dan luka
tekan. Luka tertutup memiliki bahaya yang sama dengan luka terbuka. Selain itu
terdapat pula beberapa jenis luka lainnya seperti luka bakar, luka sengatan listrik,
luka akibat zat kimia, cedera suhu dingin, luka radiasi dan ionisasi serta luka gigit
Respon tubuh apabila integritas kulit mengalami kerusakan berupa fase yang
saling tumpang tindih, tetapi secara biologis dapat dibedakan. Setelah terjadi luka,
yang terjadi akibat luka. Lalu terjadi fase inflamasi yang bertujuan untuk
pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan. Pada fase yang terakhir,
kontraksi otot polos dinding pembuluh darah, sehingga dalam beberapa menit,
aliran darah akan berkurang dimediasi oleh penyempitan arteriol akibat dari
agreasi platelet yang menyebabkan hipoksis jaringan dan asidosis. Hal tersebut
secara bersamaan histamin akan keluar dari sel mast untuk meningkatkan
inflamasi masuk ke ruang ekstraseluler luka. Dalam fase ini trombosit memiliki
peran penting untuk pembekuan darah sehingga darah yang keluar berkurang
(Harper, 2014).
mencegah terjadinya infeksi invasif oleh mikroba patogen Jaringan yang rusak
dan sel mast akan melepascan histamin dan mediator lain, sehingga menyebabkan
penyediaan darah ke daerah tersebut. Hal ini menyebabkan daerah di sekitar luka
menjadi merah dan hangat. Permeabilitas kapiler darah meningkat dan cairan yang
Leukosit kemudian berpindah secara aktif dari sel endotel ke jaringan yang
luka. Leukosit yang terdapat pada luka di dua hari pertama adalah neutrofil. Sel
ini membuang jaringan mati dan bakteri dengan fagositosis. Neutrofil juga
13
makrofag atau mati. Meskipun neutrofil memiliki peran dalam mencegah infeksi,
keberadaan neutrofil yang persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk
mengalami proses penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi
menjadi luka kronis. Makrofag sebagai sel yang sangat penting dalam
dan penting untuk membuang material asing, merangsang pergerakan sel, dan
Fase proliferasi terjadi pada hari ke- 3-14, apabila tidak terjadi infeksi atau
angiogenetik, sehingga akan menstimulus proliferasi sel endotel dan sel radang.
Faktor tersebut memiliki target sel endotel yaitu Vascular Endothelial Growth
untuk berkembang biak oleh faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh faktor
pembekuan hemostatik dan kemudian bermigrasi ke luka. Pada hari ketiga, luka
yang berfungsi untuk membentuk kekuatan pada jaringan parut. Selanjutnya akan
terjadi proses deposisi kolagen yang pertama kali didteksi pada hari ketiga setalh
luka, menigkat sampai minggu ketiga, dan akan terus menumpuk sampai tiga
akan bergerak menyeberangi permukaan luka. Kemudian luka akan menutup, fase
ini akan selesai setelah 24 jam. Proses retraksi luka terjadi pada hari ketujuh
seletah luka, proses ini dimediasi oleh myofibroblas. Proses ini akan
menyebabkan aktin dan myosin saling menarik tubuh dari sel untuk mengurangi
luas area luka. Kontraksi tersebut dapat terjadi 0,75 mm per hari (Harper, 2014).
penyembuhan. Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Fase ini
dimulai segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan granulasi dan proses
reepitelialisasi usai. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel dan
15
(Gurtner, 2007).
Pada fase ini terjadi keseimbangan antara proses sistesis dan degradasi
kemudian diserap. Sisanya akan mengerut sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir
dari fase ini berupa jaringan ikat yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan
dari dasarnya. Sehingga pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil.
dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan luka
secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen
tipe I. Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ketiga hingga
minggu keenam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai
yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun
sistemik (Potter dan Perry, 2005). Infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai
infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit. Infeksi yang timbul dalam kurun
waktu 48 jam setelah dirawat sampai dengan 30 hari setelah selesai dirawat di
rumah sakit (Nasution, 2012). Menurut WHO (2002), infeksi nosokomial juga
Faktor predisposisi dari infeksi nosokomial adalah kualitas imun pasien yang
pemasangan kateter, endotrakeal tube, dan trakeotomi, serta transfusi darah yang
non aseptis. Infeksi nosokomial dapat ditularkan melalui kontak langsung, kontak
Penularan oleh agen infeksius dari rumah sakit dapat melalui beberapa
a. Penularan secara kontak, yang terbagi menjadi tiga bentuk yaitu : penularan
melalui kontak langsung yang melibatkan kontak tubuh yang terinfeksi dengan
tubuh yang rentan, penularan melalui kontak tidak langsung yang melibatkan
tubuh yang rentan dengan alat rumah sakit yang terkontaminasi, dan penularan
melalui droplet yang terjadi ketika individu terinfeksi batuk, bersin, berbicara,
terkontaminasi.
waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis
infeksi, pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa
sejak mulai perawatan, infeksi tersebut bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya.
Infeksi nosokomial yang terjadi di kulit ditandai dengan pengelupasan kulit yang
dapat meyebabkan kerugian lain seperti rasa tidak nyaman bagi pasien,
perpanjangan hari rawat inap (length of stay), menambah biaya perawatan dan
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu
zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan
topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian
inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan
aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah
bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepascan
2.5.1. Salep
semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan mukosa. Dasar salep
yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar salep
senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air
dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu
dasar salep tersebut. Berikut ini merupakan dasar kelompok salep diantaranya
yaitu :
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti vaselin album
diperoleh dari minyak bumi, titik cair sekitar 10-50°C, mengikat 30% air, tidak
berbau, transparan, konsistensi lunak. Hanya sejumlah kecil komponen air dapat
mengering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup
Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafin
hidrofilik dan lanolin anhidrat (adeps lanae) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold
cream) yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan tambahan. Adeps lanae
ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat sehingga sukar
dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hydrosue atau lanolin ialah adeps
lanae dengan akua 25-27%. Salep ini dapat dicuci namun kemungkinan bahan
sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah dicuci dengan air, sehingga tidak
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air misalnya salep hidrofilik.
Dasar salep ini dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit, sehingga
lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini tampilannya
menyerupai krim karena fase terluarnya adalah air. Keuntungan lain dari dasar
salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang
Kelompok ini disebut juga dengan dasar salep tak berlemak terdiri dari
komponen cair. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti
halnya dasar salep yang dapat dicuci dengan air karena tidak mengandung bahan
20
tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat. Contoh dasar salep ini ialah
daerah pantai berpasir atau berlumpur. Kerang darah merupakan kelompok kerang
yang memiliki belahan cangkang yang melekat satu sama lain pada batas
memiliki kandungan kitin. Salah satu senyawa kitin yang banyak dikembangkan
memiliki garis palial pada cangkang sebelah dalam lengkap dan garis palial
bagian luar beralur, bagian dalam halus dengan warna putih mengkilat, warna
dasar yaitu kemerahan atau merah darah, bagian daging berwarna merah dan
ukuran lebar cangkang dapat mencapai 4 cm (Gambar 2.2). Disebut kerang darah
karena kelompok kerang ini memiliki pigmen darah merah atau haemoglobin
yang disebut bloody cockles, sehingga kerang ini dapat hidup pada kondisi kadar
Filum : Moluska
Kelas : Pelecypoda
Ordo : Arcoida
Famili : Arcoidae
Genus : Anadara
glikolat, dan kitosan (Afranita dkk, 2014 dan Arita, 2014). Asam suksinat disebut
juga asam butanadioat adalah substansi stabil berupa padatan yang larut dalam air
dengan bobot molekul 118 g/mol dengan titik didih 235 oC, titik leleh 185 oC, titik
nyala 206 oC, dan memiliki kelarutan 1,56 g/cm3 dalam air. Asam suksinat banyak
digunakan sebagai perasa pada makanan dan minuman, obat penghilang rasa
sakit, sebagai antioksidan, dan antiflek pada kosmetik (Siregar, 2006). Asam
glikolat dapat berperan dalam melindungi kulit dari paparan kimia ataupun sinar
asetilglukosamin yang diperoleh dari turunan kitin melalui reaksi deasetilasi, yang
dari kitosan. Kitosan tidak berbau, berupa serbuk atau serpihan berwarna putih
atau krem. (Rowe, dkk, 2009). Sifat kitosan tidak dapat larut dalam air atau
larutan alkali di atas pH 6,5. Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik cair
seperti asam formiat, asam sitrat, dan mineral lain, kecuali sulfur. Kitosan aman
bagi lingkungan karena dapat mengalami degradasi secara biologis dan tidak
sehingga mengurangi darah yang keluar, sebagai anti inflamasi yaitu dengan
sitokin pro inflamasi secara berlebihan seperti IL-4 dan akan menghambat PGE2
COX-2 dan PGE2 makan akan mempercepat proses inflamasi, dan sebagai anti
mikroba dengan cara berikatan dengan dinding sel mikroba dan membran
dapat menembus nukleus dari bakteri untuk menghambat sintesis mRNA dan
protein dengan cara berikatan pada DNA mikroba, dan yang terakhir kitosan dapat
23
migrasi sel PMN, makrofag, dan memediasi proses fagositosis pada jaringan yang
memberikan efek dingin, nyaman, dan sejuk. Kitosan juga mengatur fungsi
makrofag dan sekresi sejumlah enzim (seperti kolagenase) dan sitokin (seperti
(Anggraeni, 2012).
multifungsional yang disekresikan oleh berbagai sel dalam tubuh seperti platelet,
eosinofil, dan fibroblas. TGF-β memiliki sifat kemotaktik mirip dengan PDGF
(platelet derived growth factor) dan limfosit. TGF-β juga memiliki efek mitogenik
kuat pada makrofag, sel-sel otot polos, dan osteoblas. Seperti PDGF, TGF-β juga
keratinosit, pertumbuhan sel endotel, limfosit, dan sel-sel epitel. (Pavletic, 2010).
Ekspresi TGF-β dipicu oleh adanya infeksi atau keadaan hipoksia dan iskemia
Menurut Ester dan Troef (2012), TGF-β memiliki fungsi penting dalam
luka.
penting pada proses perbaikan jaringan dan pembentukan jaringan parut. Bila
sekresinya terhambat maka akan terbentuk jaringan parut yang meluas, yang
dikenal dengan sebutan keloid (scar). Tetapi bila sekresinya meningkat maka
kolagen sebagai unsur jaringan ikat pada penyembuhan luka akan turut
meningkat, sehingga luka akan sembuh lebih cepat dan lebih baik. TGF-β ini
dapat terekspresi pada sel radang, fibroblast dan sel endotel dan intensitasnya
Jaringan ikat adalah salah satu tanda bahwa penyembuhan luka sedang
berjalan. Fibroblas merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam
proses penyembuhan luka. Setelah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari
baru (Febram, dkk, 2010). Dalam tahapan penyembuhan luka, fibroblas berperan
kolagen. Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun tidak
akan mencapai puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesi kolagen
Bentuk ini selanjutnya membelah diri pada segmen terminal dan disebut
kolagen. Bentuk filamen, fibril dan serat erjadi di dalam matrik glikosamiglikan,
asam hialuronidase, chondroitin sulfat, dermatan sulfat dan heparin sulfat yang
(Novriansyah, 2008).
kolagen sementara sintesis kolagen yang baru tetap berlanjut. Selanjutnya selama
proteoglikan. Kolagen tipe III digantikan oleh kolagen tipe I, air akan diserap dari
jaringan parut. Pada saat yang sama serat-serat kolagen menutup bersama,
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna
berkilau. Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada kulit dan selaput
piogenik (sifat bakteri menghasilkan nanah pada luka yang mengalami infeksi).
Bakteri ini dapat masuk dalam kulit melalui folikel-folikel rambut, muara kelenjar
keringat dan luka-luka kecil. Staphylococcus aureus dikenal sebagai bakteri yang
merupakan omnivora alami, sehat, kuat, dan jinak. Mencit memiliki keunggulan
sebagai hewan percobaan, yaitu jumlah anak banyak yaitu 4-13 ekor dengan
27
durasi beranak 5-10 kali per tahun (Gambar 2.3) (Muliani, 2011), siklus hidup
pendek, variasi sifat yang tinggi, mudah dihandling, harga relatif murah, dan
Mencit memiliki ciri yaitu bentuk tubuh kecil (Akbar, 2010), berwarna
putih keabu-abuan, warna abdomen sedikit lebih pucat, mata berwarna hitam,
kulit berpigmen, dan memiliki berat badan pada mencit jantan dewasa 20-40
gram, sedangkan betina dewasa 18-35 gram dengan umur dewasa yaitu 35-60 hari
serta dikawinkan pada umur delapan minggu. Lama hidup mencit mencapai satu
sampai tiga tahun, dengan masa kebuntingan 18-21 hari dan masa aktifitas
reproduksi 2-14 bulan. Mencit dapat hidup pada temperatur 30oC (Muliani, 2011).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Klas : Mamalia
Ordo : Rotentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
digunakan hewan coba mencit (Mus musculus) jantan strain BALB/c (Umar, dkk.,
2012). Menurut Dao and Kazin (2007), mencit jantan memiliki ketebalan kulit
40% lebih tebal dari pada kulit mencit betina. Sedangkan pada penelitian
luka dihari ke-0, penyempitan luka pada hari ke-2, dan mempercepat pelepasan
jaringan parut di hari ke-4 setelah perlakuan. Secara mikroskopik kitosan pada
hari ke-2 dapat mempercepat infiltrasi sel radang seperti neutrofil, limfosit dan
serta dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan ikat pada hari ke-4. Kitosan juga
pembekuan darah.
29
Keterangan:
darah
30
Selanjutnya luka akan memasuki fase inflamasi akut, yang berfungsi untuk
menyingkirkan jaringan mati, dan melawan infeksi oleh bakteri patogen. Sel
berfungsi sebagai faktor kemotaktik dari sel radang sebagai respon inflamasi.
kronis yang dapat merusak jaringan sehingga luka sembuh lebih lama.
pembuluh darah baru. Pembentukan pembuluh darah yang banyak pada area
31
respon inflamasi selesai, maka ekspresi sitokin proimflamasi dan jumlah sel
adalah fase remodeling atau maturasi. Pada fase ini fibroblas mulai
berkurang karena pembuluh darah mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen
juga dapat membantu dalam sekresi enzim kolagenase yang dapat memecah
kolagen muda yang terbentuk pada fase proliferasi menjadi kolagen yng lebih
matang sehingga kekuatan dari struktur jaringan dapat menjadi lebih kuat dan
sebagai berikut:
granosa) dapat meningkatkan kadar relatif TGF-β pada luka hewan model
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2017
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kandang tikus,
restrainer, spuit 1 ml, dissecting set, oven, tumbukan , magnetic stirrer, labu
alas, desikator, mikroskop, glove, masker, autoclave, jarum tapper 1/2 GT,
mikrotom, serta alat untuk uji flowcytometri seperti yellow tip, blue tip,
34
mortir, sentrifuge tube, alat uji flowcytometry dan software pembaca hasil
flowcytometry.
Bahan yang dipersiapkan dalam penelitian ini antara lain mencit (Mus
cangkang kerang darah, NaOH, HCl, vaselin album, benang silk 4/0, alkohol
interrupted suture
Masson Trichrome.
9. Analisis data.
35
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan post control design only.
1) Kelompok 1 adalah mencit yang diinsisi dan dijahit dengan benang silk
2) Kelompok 2 adalah mencit yang diinsisi, dijahit dengan benang silk 4/0
3) Kelompok 3 adalah mencit diinsisi dan dijahit dengan benang silk 4/0
4) Kelompok 4 adalah mencit diinsisi dan dijahit dengan benang silk 4/0
5) Kelompok 5 adalah mencit yang telah dilakukan insisi dan dijahit dengan
serta dilakukan terapi salep kitosan dari cangkang kerang darah (Anadara
t (n-1) ≥ 15 Keterangan :
5n ≥ 20
n≥4
a. Variabel bebas : dosis terapi salep kitosan cangkang kerang darah (Anadara
insisi nosokomial.
37
Mencit yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Mus musculus
minum secara ad libitum dan pakan berbentuk pelet sebanyak 10% berat
badan setiap pagi dan sore. Mencit kemudian dibagi menjadi lima
plastik dibagi empat bagian dengan menggunakan sekat berupa kawat dan
dilengkapi tutup kawat serta diberi alas berupa sekam kayu agar kandang
a. Deproteinasi
b. Demineralisasi
pada suhu kamar. setelah itu endapan disaring dan residu dicuci dengan
dengan menggunakan oven bersuhu 80ᴼC selama 3 jam. Hasil endapan ini
c. Deasetilasi
ml NaOH 50% (b/v), kemudian direfluks didalam labu alas bulat selama 8
jam pada suhu 100ᴼC. Hasil refluks didinginkan, disaring lalu dicuci dengan
oven dengan suhu 80ᴼC selama 3 jam dan lalu endapan yang telah kering
album karena sifatnya yang dapat menutup luka dengan baik serta dapat
menyerap air dalam luka sehingga dapat meningkatkan hidrasi pada kulit
(Naibaho dkk., 2013). Efek hidrasi pada stratum korneum akan membuka
struktur lapisan tanduk yang kompak dan juga benang-benang keratin dari
yang dapat menghidrasi kulit maka dapat meningkatkan absorpsi zat aktif
vaselin album menggunakan mortar. Setelah itu disimpan dalam tube dan
diberi label.
media MSA (Mannitol Salt Agar). Identifikasi bakteri dengan media MSA
(Mannitol Salt Agar) dapat dilakukan dengan cara yaitu koloni bakteri dari
media NA (Nutrient Agar) slant diambil dan digoreskan pada media MSA
Produk yang dihasilkan bakteri ini adalah asam organik yang mengubah
cerah dan hasil negatif tidak ada perubahan warna (Tambayong, 2009).
dalam suspensi selama 30 menit. Selama periode ini, sekitar 105 sel
dicampur dengan 20 ml aqua pro injeksi dan Ketamine HCl 100 mg/ml
dosis 0.1 ml/10 gBB (Clouthier dan Luther, 2015; Plumb, 2008).
dengan teknik pemberian dua kali sehari setiap 12 jam dengan cara
BALB/c jantan dilakukan pada hari ke-15 dan dilakukan eutanasi pada
dorsal. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya dibersihkan dari bulu
sampai dengan subcutan dan panjang 2,3 ± 0,2 cm. Bagian kulit insisi
diisolasi dan dibilas dengan NaCl fisiologis 0,9%. Kulit yang diperoleh
Formalin atau BNF 10% dibiarkan pada suhu kamar selama 48 jam
Neutral Formalin atau BNF 10% lalu dilakukan trimming jaringan dan
2010).
(ribbon) tersebut dibentangkan di atas air hangat yang bersuhu 460C dan
selama lima menit, dalam alkohol 95%, dan 80% masing-masing selama
0,5% hidrogen klorida (HCl) dalam alkohol 70% dan direndam dalam air
keran sampai warna hematoksilin berubah biru ungu cerah, lalu dicuci
pewarna Anilin Blue dengan merendam slide dalam 1 menit dan dicuci
dengan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 5 menit dan
rpm, pada suhu 20oC selama 5 menit. Pellet yang dihasilkan disuspensi
kecepatan 1500 rpm selama 5 menit pada suhu 20oC. Hasil supernatan
berdasarkan pola ekspresi sel yang terlihat dalam layar komputer (Hefni,
dkk., 2013).
46
DAFTAR PUSTAKA
Afranita, G., S. Anita, dan T. A. Hanifah. 2014. Potensi Abu Cangkang Kerang
Darah (Anadara granosa) sebagai Adsorben Ion Timah Putih. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kampus Binawidya. Pekanbaru.
Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press. Jakarta
Anggraeni, Yuni. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Film Sambung Silang
Kitosan-Tripolifosfat yang Mengandung Asiatikosida sebagai Pembalut
bioaktif untuk Luka.[Skripsi]. Depok. Universitas Indonesia.
Arita, S., Adelia, S.A., dan Deasy P.S. 2014. Pembuatan Katalis Heterogen Dari
Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa) dan Diaplikasikan pada Reaksi
Transesterifikasi dari Crude Palm Oil. Fakultas Teknik. Universitas
Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014.
Arrington, L. R. 2002. Introductory Animal Science, the Breeding Care and
Management of Experimental Animal. The Interstate Printers and Publisher,
Inc. Denville.
Boerlin, P., Kuhnert, P., Hussy, D., and Schaellibaum, M. 2003. Methods for
Identification of Staphylococcus aureus Isolates in Case of Bovine Mastitis.
American Society for Microbiology. Journal of Clinical Microbiology, Vol.
41, No. 2, Februari 2003, Pages 767-771.
Clouthier, S. & Luther, T., 2015. SOP-BCR-6.3 Ketamine/Xylazine Containing
Anesthesia for Mouse Surgery Preparation.
http://www.med.umich.edu/wicha-lab/SOP/SOP%206%203-
%20Ketamine%20Xylazine%20Anesthesia%204-2-2015.pdf [Diakses 23
Februari 2017].
Dai, T., Kharkwal, G. B., Tanaka,M., Huang, Y., de Arce, V.C.B., dan Hamblin,
M. 2011. Animal models of external traumatic wound infections. Virulence
2(4): 296-315.
Dao, H. Jr., and Kazin, R. A. 2010. Gender Differences in Skin: A Review of the
Literature. Gend Med. 2007;4:308-328.
DeLeo, F.R., Diep, B.A., Otto, M. 2009. Host Defense and Pathogenesis in
Staphylococcus aureus Infections. J Dent, vol. 23, no. 1, hlm. 17-34.
Gurtner, G. C. 2007. Wound Healing: Normal and Abnormal. Dalam: Thorne CH,
penyunting. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. Edisi ke-6.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Hanifah, N. dan Endang D. 2015. Efek Anti Inflamasi Kitosan Dari Cangkang
Udang Pantai Trisik Pada Tikus Model Rheumatoid Arthritis. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi. Universitas Ahmad Dahlan. Jurnal Pharmaciana, Vol. 5,
No. 2, 2015: 177-184
Harper, D., Young A., and McNaught C,E. 2014. The Physiology Of Wound
Healing. Elsevier Surgery.
Hastuti, B., dan N. Tulus. 2015. Sntesis Kitosan dari Cangkang Kerang Bulu
(Anadara inflata) sebagai Absorben Ion CU2+. ISBN :978-602-73159-0-7.
Hefni, M., M. Rifa’i., dan Widodo. 2013. Aktivitas Ekstrak Daun Kelor Terhadap
Respons Imun Humoral Pada Mencit Yang Diinfeksi Salmonella Typhi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya.
Malang.
Junqueira, L.C. 2007. Persiapan Jaringan Untuk Pemeriksaan Mikroskopik.
Histology Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC. 3 – 5.
49
Naibaho, O.H., V.Y.Y Paulina, dan W. Weny. 2013. Pengaruh Basis Salep
terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Omicum
sanctum L.) pada Kulit Punggung Kelinci yang Dibuat Infeksi
Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSTRAT Vol. 2 No. 02.
Nasution, L H. 2012. Infeksi Nosokomial. Sumatera Utara. FK Universitas
Sumatera Utara. Vol. 39. No.1 Tahun 2012: 36-41.
Novriansyah, R. 2008. Perbedaan kepadatan kolagen di Sekitar lua Insisi Tikus
Wistar yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penuup Oklusif Hodrokoloid
Selama 2 dan 14 Hari. [Tesis]. Program Pendidikan Dokter Spesalis Ilmu.
Paul, W. dan Sharma, C.P. 2004. Chitosan and Alginate Wound Dressings: A
Short Review. Trends Biomater. Artif. Organs.
Pavletic, M. M. 2010. Atlas of Small Animal Wound Management and
Reconstructive Surgery. Third Edition. Wiley Blackwell. Massachusetts.
Perdanakusuma, D.S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.
Surabaya. 1-8.
Plumb, D. C., 2008. Plumb’s Veterinary Drug Handbook. 6th ed. Wisconsin:
PharmaVet Inc.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4 volume 1. EGC. Jakarta.
Ratnawati, A., Djoni, I.R., dan Adri, S. 2014. Sintesis Dan Karakterisasi Kolagen
dari Teripang-Kitosan sebagai Aplikasipembalut Luka. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipient. 6 Edition. Pharmaceutical Press. London.
Sahara, R. 2011. Karakteristik Kerang Darah (Anadara granosa). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sari, M., N., Wahyuni2, S., Hamny, Jalaluddin, M., Sugito, dan Masyitha, D.
2016. Efek Penambahan Ampas Kedelai yang Difermentasi dengan
Aspergillus niger dalam Ransum Terhadap Histomorfometri Vili Usus
Halus Ayam Kampung (Gallus domesticus). Jurnal Medika Veterinaria
Masyitah Nafli Sari, dkk P-ISSN : 0853-1943; E-ISSN : 2503-1600.
Shrestha, B., Pokhrel, B., and Mohapatra, T. 2009. Study of nosocomial isolates
of Staphylococcus aureus with special reference to methicillin resistant S.
aureus in a tertiary care hospital in Nepal. Nepal Med Coll J 2009; 11(2): 123-126.
Triyono, B. 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi pada Tikus
Wistar yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang
Tidak Diberi Levobupivakain. [Thesis]. Universitas Diponegoro.
Umar, A., Krihariyani, D., dan Mutiarawati, D. T. 2012. Pengaruh Pemberian
Ekstrak daun Binahong (Adrederacordifolia (TEN) steenesis) Terhadap
Kesembuhab Luka Infeksi Staphylocccus aureus pada Mencit. Analis
Kesehatan sains Vol 01 No 02 2012. ISSN 2302-3635.
Vasudeva, N., and Mishra, S. 2014. Inderbir Singh’s Textbook of Human
Histology With Colour Atlas and Practical Guide. Seventh Edition. The
Health Sciences Publishers. London.
World Health Organization. 2002. Prevention Of Hospital-Acquired Infections A
Practical Guide 2nd Edition. World Health Organization.
Yanhendri, dan Yenny, S.W. 2012. Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam
Dermatologi. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Andala. CDK-194/Vol.39 No. 6.
52
LAMPIRAN
53
LAMPIRAN
Aklimatisasi selama 7 hari
Insisi dan dijahit Insisi dan dijahit Insisi dan dijahit Insisi dan dijahit Insisi dan dijahit
benang + benang secara benang + benang + benang +
Stapylococcus aseptis Stapylococcus Stapylococcus Stapylococcus
aureus hari ke-8 hari ke-8 aureus hari ke-8 aureus hari ke-8 aureus hari ke-8
Analisa data
54
memiliki konsentrasi kitosan cangkang kerang darah yaitu 2%, 4%, 8% dan dibuat
sebanyak 140 gram yang dioleskan dua kali sehari pada luka selama tujuh hari.
Perhitungan:
1 𝑚𝑙 𝑥
=
105 3 × 108
𝑥
105 × 𝑥 =
3 × 108
3 × 108
𝑥 =
105
𝑥 (1𝑚𝑙) = 3 × 103 𝑚𝑙
Dimana jika x dijadikan dalam satuan mikroliter maka 1 mikroliter adalah 3 ml.
individu
Hasil
Deproteinasi
jam
Demineralisasi
- 200 g serbuk hasil deproteinasi ditambah 2000 ml HCL
1M
suhu kamar
disaring endapan
100 oC
Hasil
c. Pembuatan Salep Kitosan Cangkang Kerang Darah
Mortar
Hasil
CFU/ml
Hasil
Hasil
59
menit
Hasil
Hasil
60
tujuh hari
Hasil
Hasil
Kulit
cassete tissue
selama 2 menit
mikroskop).
ungu cerah
15 menit
Entellan®
Hasil
k. Pengukuran Kadar Relatif TGF-β Menggunakan Flocytometry
-
Kulit
- dicuci dengan PBS sebanyak dua kali
menit
mikrosentrifus
20oC
64
Hasil