KEPERAWATAN JIWA I
DIBUAT OLEH
NPM : 12114201180005
KELAS : C
SEMESTER : IV
ANGKATAN 2018
FAKULTAS KESEHATAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaan dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Sejarah perkembangan keperawatan jiwa”
Penulis
Yansye Noya
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang............................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
3.1.Kesimpulan................................................................................................10
3.2.Saran..........................................................................................................10
1.3. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana perkembangan sejarah keperawatan
jiwa di Dunia dan Indonesia
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja upaya yang dilakukan pada
perkembangan sejarah keperawatan jiwa di Dunia dan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
c. Zaman Vasalius
Vasalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga ia
ingin mempelajari otak dan system tubuh manusia. Namun, membelah kepala
manusia untuk dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari system
tubuh manusia. Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari.
Sayangnya kegiatannya tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili,
dan diancam hukuman mati (pancung).
d. Revolusi Prancis I
Philipe Pinel, seorang direktur RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan revolusi
perancis untuk membebaskan belenggu pada pasien jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal
dengan revolusi humanism dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality,
Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien
gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, pinel menggunakan alasan
revolusi, yaitu “jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang berwajah
manusia”. Perjuangan ini diteruskan oleh murid-murid pinel sampai Revolusi ke 2.
b.Pemerintah Hindia
Belanda mengenal 4 macam tempat perawatan penderita psikiatrik yaitu: a. RS
Jiwa (kranzinnigengestichten) Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang, RSJ
terus penuh, sehingga terjadi penumpukan pasien di RS sementara, tempat
tahanan sementara kepolisian dan penjara-penjara. Maka dibangunlah
“aanexinrichtingen” pada RS Jiwa yang sudah ada seperti di Semplak (Bogor)
tahun 1931 dan Pasuruan (dekat Lawang) tahun 1932. b. RS Sementara
(Doorgangshuizen) Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang
akut, dipulangkan setelah sembuh, yang perlu perawatan lebih lama dikirim ke
RS Jiwa yang didirikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang,
Palembag, Bali, Padang, Banjarmasin, Manado, dan Medan.
c. Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
Berfungsi sebagai RS jiwa tetapi dikepalai seorang perawat berijazah dibawah
pengawasan dokter umum. d. Koloni Tempat penampungan pasien psikiatrik
yang sudah tenang pasien dapat berkerja dalam bidang pertanian serta tinggal di
rumah penduduk, tuan rumah diberi uang kos, dan masih berada dibawah
pengawasan. Rumah-rumah semacam ini dibangun jauh dari kota dan masyarakat
umum. Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan (custodial care).
Teori dasar (yang sekarang tidak dianut lagi):
1) Pasien harus keluar dari rumah dan lingkungan yang menyebabkan ia sakit,
oleh sebab itu harus dirawat disuatu tempat yang tenang, sehingga terbiasa
dengan suasana rumah sakit.
2) Menghindari stigma (cap yang tidak baik).
- Dewasa ini pemerintah hanya memiliki satu jenis rumah sakit jiwa yaitu RSJ
pemerintah, untuk menyederhanakan dan memperkuat struktur organisasi serta
sekaligus menghapus kecenderungan pada diskriminasi pelayanan.
- Terdapat pula kecenderungan membangun rumah sakit yang tidak besar lagi
tetapi berkapasitas 250-300 tempat tidur, karena lebih efektif dan efisien. RS juga
sebaiknya tidak terpencil tetapi berada ditengah-tengah masyarakat agar kegiatan
dan hubungan lebih dijamin.
- Cara pengobatan yang dahulu sering dipakai RSJ adalah isolasi dan penjagaan
(custodial care) sejak 1910 telah dicoba untuk meninggalkan penjagaan yang
terlalu ketat terhadap pasien dengan memberikan kebebasan yang lebih besar (no
restrin). Kemudian pada tahun 1930 di coba terapi kerja.
- Semua RSJ dan fasilitasnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda, yang
akhirnya membentuk Dienstvan het krankzinnigenwezen untuk mengurus hal ini.
Dari pihak swasta atas prakarsa Van Wullffen Palthe didirikan koloni di Lenteng
Agung yang mendapat subsidi dari pemerintah. Witte Kruis Kolonie suatu usaha
swasta untuk menampung pengemis didaerah Jawa Tengah tetapi juga bersedia
menerima orang bekas pasien gangguan jiwa yang sudah tenang, dirawat cuma-
cuma.
d.Zaman Setelah Kemerdekaan
Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesehatan jiwa, Oktober 1947
Pemerintah RI membentuk jawatan Urusan Penyakit Jiwa, karena masih terjadi
revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik. Pada tahun 1950
pemerintahan RI menugaskan untuk melaksanakan halhal yang dianggap penting
bagi penyelenggaraan dan pembinaan kesehatan jiwa di Indonesia. Jawatan ini
bernaung dibawah Departemen Kesehatan; tahun 1958 diubah menjadi Urusan
Penyakit Jiwa; 1960 menjadi Bagian Kesehatan Jiwa; pada tahun 1966 menjadi
Direktorat Kesehatan Jiwa yang sampai sekarang dipimpin oleh Direktur
Kesehatan Jiwa atau Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa. Direktorat Kesehatan
Jiwa menyempurnakan struktur organisasinya menjadi Dinas, yang diubah
menjadi Subdirektorat Peningkatan (promosi), Subdirektorat pelayanan dan
pemulihan, Subdirektorat Rehabilitasi serta Subdirektorat pengembanga
Program. Dengan ditetapkannya UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 oleh
pemerintah, maka lebih terbuka untuk menghimpun semua potensi guna secara
bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas
kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa mengadakan kerjasama
dengan berbagai instansi pemerintah dan dengan fakultas kedokteran, badan
kedokteran, badan internasional, seminar nasional dan regional asia serta rapat
kerja nasional serta daerah. Adanya pembinaan sistem pelaporan, tersusunnya
PPDGJ I tahun 1973 dan diterbitkan tahun 1975 serta integrasi dalam pelayanan
kesehatan dipuskesmas.
Metode pengobatan penderita gangguan jiwa telah banyak mengalami kemajuan
dari jaman ke jaman. Evolusi ini merupakan cerminan dari perubahan dasar-dasar
filosofi dan teori tentang pengobatan.
3.1. Kesimpulan
Keperawatan jiwa di dunia dimulai pada zaman mesir kuno, dimana gangguan
jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang bersarang diotak.
Perkembangan keperawatan jiwa didunia terus berkembang dengan menggali dari
beberbagai teori dasar yang telah dibuat oleh ilmuan dibidang psikologi dan lebih
menerapkan pelayanan prefentif. Dimasa ini juga ditemukan kencenderungan
seorang anak yang terlahir dari orang tua mengalami gangguan jiwa cenderung
akan untuk mengalami gangguan jiwa pula dimasa mendatang. Perkembangan
keperwatan jiwa di Indonesia tidak diketahui secara pasti diperlakukan seperti apa.
Namun, pada masa jaman kolonial Belanda, para penderita ganguan jiwa
ditampung di rumah sakit-rumah sakit sipil atau militer. Semakin tahun penderita
gangguan jiwa terus bertambah sehingga mengharuskan untuk pemerintah
membangun rumah sakit jiwa yang pertama di Bogor pada tanggal 1 Juli 1882
(sekarang RSJ Marzoeki Mahdi). Selanjutnya di Lawang (23 Juni 1902), RSJ
Magelang (1923), RSJ Sabang (1927).Namun sangat disayangkan, setelah Jepang
menduduki Indonesia perkembangan kesehatan jiwa sempat mengalami
kemunduran. Pemerintah Indonesia terus memperbaiki pelayanan penderita
gangguan jiwa terbukti dengan adanya UU Kesehatan Mental dan memberi
dukungan dengan memberikan pendidikan bagi tenaga kesehatan jiwa.
3.2.Saran
Saran Dengan adanya makalah ini penyusun berharap agar pembaca khususnya
tenaga kesehatan lebih memahami Sejarah Keperawatan Jiwa baik di dunia
maupun di Indonesia sendiri. Selain itu diharapkan dengan adanya makalah ini
dapat membantu teman-teman sejawat dalam mengenal dan memahami
keperawatan jiwa secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA