Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

KEPERAWATAN JIWA I

( SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA )

DIBUAT OLEH

NAMA : YANSYE NOYA

NPM : 12114201180005

KELAS : C

SEMESTER : IV

ANGKATAN 2018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaan dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Sejarah perkembangan keperawatan jiwa”

Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan


makalah ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Ambon, 26 Januari 2020

Penulis

Yansye Noya
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang............................................................................................1

1.2.Rumusan Masalah.......................................................................................2

1.3.Tujuan Penulisan .......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Sejarah perkembangan keperawatan jiwa di dunia...................................3

2.2.Sejarah keperawatan jiwa di Indonesia ....................................................5

2.3. Upaya kesehatan jiwa di Indonesia .........................................................8

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan................................................................................................10

3.2.Saran..........................................................................................................10

Daftar Pustaka ................................................................................................11


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa Dalam sejarah evolusi keperawatan
jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model keperawatan yang menjadi core
keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode. Pada awalnya
perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas kesehatan
(Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan bersifat isolasi dan
penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian
berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care.
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Keperawatan jiwa dimulai antara tahun 1770 dan 1880 seiring dengan
kejadian penanganan pada seorang penyakit mental. Sebelumnya, pada masa
peradaban dimana roh-roh dipercaya sebagai penyebab gangguan dan
mengusirnya agar sembuh. Para leluhur Yunani, Romawi dan Arab percaya
bahwa gangguan emosional diakibatkan tidak berfungsinya organ pada otak.
Mereka menggunakan berbagai pendekatan tindakan seperti : ketenangan, gizi
yang baik, kebersihan badan yang baik, musik dan aktivitas rekreasi.Selama abad
7 sebelum masehi, Hippocrates menjelaskan perubahan perilaku atau watak dan
gangguan mental disebabkan oleh perubahan 4 cairan tubuh atauhormon, yang
dapat menghasilkan panas, dingin, kering dan kelembaban. Aristotle melengkapi
dengan hati, dan Seorang Dokter Yunani, Galen :menyatakan emosi atau
kerusakan mental dihubungkan dengan otak. Orang Yunani menggunakan kuil
sebagai rumah sakit dan memberikan lingkungan udara bersih, sinar matahari
dan air bersih untuk menyembuhkan penyakit jiwa/mental. Bersepeda, Jalan-
jalan, dan mendengarkan suara air terjun ini sebagai contoh penyembuhan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Sejarah perkembangan keperawatan jiwa di dunia
2. Sejarah usaha keperawatan jiwa di Indonesia
3. Usaha keperawatan jiwa di Indonesia

1.3. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana perkembangan sejarah keperawatan
jiwa di Dunia dan Indonesia
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja upaya yang dilakukan pada
perkembangan sejarah keperawatan jiwa di Dunia dan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Sejarah perkembangan keperawatan jiwa di dunia


a. Zaman Mesir Kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang
bersarang diotak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya dengan membuat lubang
pada tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang diotak tersebut.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya lubang dikepala pada orang yang pernah
mengalami gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir Kuno tentang
siapa saja yang pernah kena roh jahat dan sudah dilubangi kepalanya. Tahun-tahun
berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa diobati dengan dibakar, dipukuli,
atau dimasukkan dalam air dingin dengan cara diajak jalan melewati sebuah jembatan
lalu diceburkan dalam air dingin dengan maksud agar terkejut, yakni semacam syok
terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang. Hasil pengamatan berikutnya
diketahui ternyata orang yang menderita skizofrenia tidak ada yang mengalami
epilepsi (kejang atau hyperplasia). Padahal penderita epilepsi setelah kejangnya
hilang dapat pulih kembali. Oleh karenanya, pada orang skizofrenia dicoba buat
hyperplasia dengan membuat terapi kejang listrik (elektro convulsive theraphy)
b. Zaman Yunani (Hypocrates)
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Upaya pengobatannya
dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat. Pada
waktu itu, orang sakit jiwa yang miskin dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah
sakit jiwa. Jadi, rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat
penampungan orang gangguan jiwa yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor
dan jorok. Sementara orang kaya yang mengalami gangguan jiwa dirawat dirumah
sendiri. Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan gangguan
jiwa. Ia tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan kesehatan jiwa.
Bersamaan dengan itu, Herophillus dan Erasitratus memikirkan apa yang ada dalam
otak, sehingga ia mempelajari anatomi otak pada bintang. Khale kurang puas hanya
mempelajari otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh system utuh hewan
(Notosoedirjo, 2001).

c. Zaman Vasalius
Vasalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga ia
ingin mempelajari otak dan system tubuh manusia. Namun, membelah kepala
manusia untuk dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari system
tubuh manusia. Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari.
Sayangnya kegiatannya tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili,
dan diancam hukuman mati (pancung).

d. Revolusi Prancis I
Philipe Pinel, seorang direktur RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan revolusi
perancis untuk membebaskan belenggu pada pasien jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal
dengan revolusi humanism dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality,
Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien
gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, pinel menggunakan alasan
revolusi, yaitu “jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang berwajah
manusia”. Perjuangan ini diteruskan oleh murid-murid pinel sampai Revolusi ke 2.

e. Revolusi Kesehatan Jiwa II


Dengan diterimanya gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah
perubahan orientasi pada argono biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar
gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, gangguan jiwa
dituntut mengikuti paradigma natural sciences, yaitu adalah taksonomi
(penggolongan penyakit) dan nosologi (ada tanda atau gejala penyakit).

d. Revolusi Kesehatan Jiwa III


Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih berorientasi pada
berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada perkembangan berikutnya
dikembangkanlah basis komunitas (community base) dengan adanya upaya pusat
kesehatan mental komunitas (community mental health centre) yang dipelopori oleh
J.F. Kennedy pada saat inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.

2.2.Sejarah keperawatan jiwa di Indonesia


Diperkirakan bahwa 2-3% dari jumlah penduduk indonesia menderita gangguan
jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan dirumah sakit dan
jika penduduk indonesia berjumlah 120 juta orang maka ini berarti bahwa 120
juta orang dengan gangguan jiwa berat memerlukan perawatan di rumah ssakit.
Padahal yang tersedia searang hanya kira- kira 10.000 tempat tidur. Di Indonesia
sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiwa, misalnya dalam cerita
Mahabrata dan Ramayana dikenal adanya “Srikandi Edan”, ‘Gantot Gaca
Gandrung”. Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperlakukan pada zaman
dahulu kala di Indonesia tidak diketahui dengan jelas. Bila beberapa tindakan
terhadap penderita gangguan jiwa sekarang dianggap sebagai warisan dari nenek
moyang kita, maka kita dapat membayangkan sedikit bagaimanakah kiranya
paling sedikit sebagaian dari jumlah penderita gangguan jiwa itu ditangani pada
jaman dulu
a.Zaman Kolonial
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para gangguan jiwa ditampung di
RS sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang, Surabaya. Yang ditampung pada
umumnya penderita gangguan jiwa berat. Ternyata tempat RS yang disediakan
tidak cukup. Tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus
terhadap penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, hasilnya ada kira-
kira 600 orang penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, 200 orang
lagi didaerah- daerah lain.

b.Pemerintah Hindia
Belanda mengenal 4 macam tempat perawatan penderita psikiatrik yaitu: a. RS
Jiwa (kranzinnigengestichten) Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang, RSJ
terus penuh, sehingga terjadi penumpukan pasien di RS sementara, tempat
tahanan sementara kepolisian dan penjara-penjara. Maka dibangunlah
“aanexinrichtingen” pada RS Jiwa yang sudah ada seperti di Semplak (Bogor)
tahun 1931 dan Pasuruan (dekat Lawang) tahun 1932. b. RS Sementara
(Doorgangshuizen) Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang
akut, dipulangkan setelah sembuh, yang perlu perawatan lebih lama dikirim ke
RS Jiwa yang didirikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang,
Palembag, Bali, Padang, Banjarmasin, Manado, dan Medan.
c. Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
Berfungsi sebagai RS jiwa tetapi dikepalai seorang perawat berijazah dibawah
pengawasan dokter umum. d. Koloni Tempat penampungan pasien psikiatrik
yang sudah tenang pasien dapat berkerja dalam bidang pertanian serta tinggal di
rumah penduduk, tuan rumah diberi uang kos, dan masih berada dibawah
pengawasan. Rumah-rumah semacam ini dibangun jauh dari kota dan masyarakat
umum. Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan (custodial care).
Teori dasar (yang sekarang tidak dianut lagi):
1) Pasien harus keluar dari rumah dan lingkungan yang menyebabkan ia sakit,
oleh sebab itu harus dirawat disuatu tempat yang tenang, sehingga terbiasa
dengan suasana rumah sakit.
2) Menghindari stigma (cap yang tidak baik).
- Dewasa ini pemerintah hanya memiliki satu jenis rumah sakit jiwa yaitu RSJ
pemerintah, untuk menyederhanakan dan memperkuat struktur organisasi serta
sekaligus menghapus kecenderungan pada diskriminasi pelayanan.
- Terdapat pula kecenderungan membangun rumah sakit yang tidak besar lagi
tetapi berkapasitas 250-300 tempat tidur, karena lebih efektif dan efisien. RS juga
sebaiknya tidak terpencil tetapi berada ditengah-tengah masyarakat agar kegiatan
dan hubungan lebih dijamin.
- Cara pengobatan yang dahulu sering dipakai RSJ adalah isolasi dan penjagaan
(custodial care) sejak 1910 telah dicoba untuk meninggalkan penjagaan yang
terlalu ketat terhadap pasien dengan memberikan kebebasan yang lebih besar (no
restrin). Kemudian pada tahun 1930 di coba terapi kerja.
- Semua RSJ dan fasilitasnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda, yang
akhirnya membentuk Dienstvan het krankzinnigenwezen untuk mengurus hal ini.
Dari pihak swasta atas prakarsa Van Wullffen Palthe didirikan koloni di Lenteng
Agung yang mendapat subsidi dari pemerintah. Witte Kruis Kolonie suatu usaha
swasta untuk menampung pengemis didaerah Jawa Tengah tetapi juga bersedia
menerima orang bekas pasien gangguan jiwa yang sudah tenang, dirawat cuma-
cuma.
d.Zaman Setelah Kemerdekaan
Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesehatan jiwa, Oktober 1947
Pemerintah RI membentuk jawatan Urusan Penyakit Jiwa, karena masih terjadi
revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik. Pada tahun 1950
pemerintahan RI menugaskan untuk melaksanakan halhal yang dianggap penting
bagi penyelenggaraan dan pembinaan kesehatan jiwa di Indonesia. Jawatan ini
bernaung dibawah Departemen Kesehatan; tahun 1958 diubah menjadi Urusan
Penyakit Jiwa; 1960 menjadi Bagian Kesehatan Jiwa; pada tahun 1966 menjadi
Direktorat Kesehatan Jiwa yang sampai sekarang dipimpin oleh Direktur
Kesehatan Jiwa atau Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa. Direktorat Kesehatan
Jiwa menyempurnakan struktur organisasinya menjadi Dinas, yang diubah
menjadi Subdirektorat Peningkatan (promosi), Subdirektorat pelayanan dan
pemulihan, Subdirektorat Rehabilitasi serta Subdirektorat pengembanga
Program. Dengan ditetapkannya UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 oleh
pemerintah, maka lebih terbuka untuk menghimpun semua potensi guna secara
bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas
kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa mengadakan kerjasama
dengan berbagai instansi pemerintah dan dengan fakultas kedokteran, badan
kedokteran, badan internasional, seminar nasional dan regional asia serta rapat
kerja nasional serta daerah. Adanya pembinaan sistem pelaporan, tersusunnya
PPDGJ I tahun 1973 dan diterbitkan tahun 1975 serta integrasi dalam pelayanan
kesehatan dipuskesmas.
Metode pengobatan penderita gangguan jiwa telah banyak mengalami kemajuan
dari jaman ke jaman. Evolusi ini merupakan cerminan dari perubahan dasar-dasar
filosofi dan teori tentang pengobatan.

2.3. Upaya kesehatan jiwa di Indonesia


Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperlakukan pada jaman dahulu di
Indonesia, tidak diketahui secara pasti. Namun, pada masa jaman kolonial
Belanda, para penderita ganguan jiwa ditampung di rumah sakitrumah sakit sipil
atau militer. Semakin banyak jumlah penderita gangguan jiwa, mendorong
pemerintah pada saat itu untuk mendirikan Rumah Sakit Jiwa pertama di Bogor
pada tanggal 1 Juli 1882 (sekarang RSJ Marzoeki Mahdi). Selanjutnya di
Lawang (23 Juni 1902), RSJ Magelang (1923), RSJ Sabang (1927). Namun
sangat disayangkan, setelah Jepang menduduki Indonesia perkembangan
kesehatan jiwa sempat mengalami kemunduran, bahkan RSJ yang berada di
Sabang hancur. Selama tahun 1940 sampai dengan 1990 terjadi berbagai gerakan
perubahan kesehatan mental, diantaranya:
1. Tahun 1946: peluncuran Undang-Undang Kesehatan Mental; Perubahan yang
terjadi: Terbentuknya farmasi institut nasional kesehatan mental yang
mendukung penelitian tentang intervensi, diagnosa psikiatri, dan pencegahan
serta pengobatan gangguan jiwa.
2. Tahun 1961: Komisi Presiden kesehatan dan gangguan jiwa. Perubahan yang
terjadi: Dukungan legislatif untuk pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan jiwa
termasuk perawat, pekerja sosial, psikiatri, dah psikolog.
3. Tahun 1963: Peluncuran Undang-Undang tentang pusat kesehatan jiwa
masyarakat. Perubahan yang terjadi: Deinstitusionalisasi klien gangguan jiwa
kronik pindah dari institusi (RSJ) ke pusat rehabilitasi masyarakat.
4. Tahun 1970-1980: munculnya minat pada aspek biologi dan neurobiologi daari
gangguan jiwa dan pengobataannya. Perubahan yang terjadi: Munculnya generasi
ketiga obat psikotropika popularitas terapi biologi meningkat.
5. Tahun 1990-an: dekade otak.
Perubahan yang terjadi:
- Semakin berkembangnya neurobiologi dan teknologi.
- Identifikasi penelitian-penelitian diagnostik yang inovatif khususnya untuk
skizoprenia dan gangguan mood.
6. Tahun 1990-awal abad ke-20: terjadinya perubahan pada ekonomi dan sosial
reformasi pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi:
- Meningkatnya jumlah tunawisma.
- Kurangnya dukungan dana legislatif untuk pencegahan primer, sekunder dan
tersier. - Epidemik global AIDS.
- Perlunya pemberian pelayanan kesehatan yang sistematis.
- Berkembangnya resiko tinggi gangguan jiwa pada wanita hamil.
- Kekerasan pada wanita anak-anak, orang tua, dan pengguna obat-obat terlarang.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Keperawatan jiwa di dunia dimulai pada zaman mesir kuno, dimana gangguan
jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang bersarang diotak.
Perkembangan keperawatan jiwa didunia terus berkembang dengan menggali dari
beberbagai teori dasar yang telah dibuat oleh ilmuan dibidang psikologi dan lebih
menerapkan pelayanan prefentif. Dimasa ini juga ditemukan kencenderungan
seorang anak yang terlahir dari orang tua mengalami gangguan jiwa cenderung
akan untuk mengalami gangguan jiwa pula dimasa mendatang. Perkembangan
keperwatan jiwa di Indonesia tidak diketahui secara pasti diperlakukan seperti apa.
Namun, pada masa jaman kolonial Belanda, para penderita ganguan jiwa
ditampung di rumah sakit-rumah sakit sipil atau militer. Semakin tahun penderita
gangguan jiwa terus bertambah sehingga mengharuskan untuk pemerintah
membangun rumah sakit jiwa yang pertama di Bogor pada tanggal 1 Juli 1882
(sekarang RSJ Marzoeki Mahdi). Selanjutnya di Lawang (23 Juni 1902), RSJ
Magelang (1923), RSJ Sabang (1927).Namun sangat disayangkan, setelah Jepang
menduduki Indonesia perkembangan kesehatan jiwa sempat mengalami
kemunduran. Pemerintah Indonesia terus memperbaiki pelayanan penderita
gangguan jiwa terbukti dengan adanya UU Kesehatan Mental dan memberi
dukungan dengan memberikan pendidikan bagi tenaga kesehatan jiwa.

3.2.Saran
Saran Dengan adanya makalah ini penyusun berharap agar pembaca khususnya
tenaga kesehatan lebih memahami Sejarah Keperawatan Jiwa baik di dunia
maupun di Indonesia sendiri. Selain itu diharapkan dengan adanya makalah ini
dapat membantu teman-teman sejawat dalam mengenal dan memahami
keperawatan jiwa secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.


Ed.2. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai