Anda di halaman 1dari 49

MODUL PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA 1

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


TEKNIK KIMIA POLIMER
POLITEKNIK STMI JAKARTA
2018
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

KATA PENGANTAR

Praktikum Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1) merupakan mata kuliah yang


termasuk dalam kelompok ilmu terapan pada program D-IV Teknik Kimia
Polimer dengan beban 3 SKS. Praktikum ini bertujuan untuk memperkuat
pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah Operasi Teknik Kimia 1 yang telah
diberikan dalam perkuliahan di kelas.

Penyusunan Modul Praktikum Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1) ini disusun


dengan mempedomani beberapa penuntun praktikum Operasi Teknik Kimia
(OTK), prosedur kerja alat praktikum dan beberapa buku Operasi Teknik Kimia
(OTK) yang menjadi acuan perkuliahan Operasi Teknik Kimia (OTK).

Penulis menyadari modul praktikum Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1) ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran masukan demi
kesempurnaan Modul ini ke depannya. Mudah-mudahan penuntun praktikum ini
bermanfaat bagi kita semua terutama bagi mahasiswa yang mengikuti praktikum
Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1).

Jakarta, Oktober 2018


Penyusun

Reviana Inda Dwi Suyatmo, S.T., M.Eng.

ii
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

TATA TERTIB PRAKTIKUM


1. Mahasiswa yang boleh mengikuti praktikum Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1)
adalah mahasiswa yang telah mengambil atau sedang menempuh mata kuliah
Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1) serta telah mengisi KRS untuk mata kuliah
Praktikum Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1).
2. Praktikan wajib hadir minimal 15 menit sebelum praktikum dimulai dan
menandatangani daftar hadir praktikum.
a. Apabila terlambat ≤ 30 menit, praktikan diperbolehkan mengikuti
praktikum, tetapi nilai praktikum untuk modul pada hari itu dikurangi 10%.
b. Apabila terlambat > 30 menit, maka praktikan tidak diperbolehkan
mengikuti praktikum dan tidak ada bisa diganti ke hari lain.
3. Selama mengikuti praktikum, peserta harus memakai jas laboratorium, sarung
tangan, masker dan sepatu tertutup.
4. Praktikan mencatat semua hasil pengamatan dari percobaan yang dilakukan di
dalam Laporan Sementara Praktikum.
5. Setiap praktikan harus memeriksa alat praktikum sebelum dan sesudah
praktikum kemudian mengembalikan alat yang telah dipakai dalam keadaan
bersih dan kering. Botol bahan kimia yang telah selesai digunakan harus
ditutup rapat dan dikembalikan ke tempat semula. Tutup botol harus sesuai.
Peserta/kelompok praktikum yang memecahkan alat gelas wajib mengganti.
6. Setelah selesai praktikum, masing-masing kelompok mengumpulkan Laporan
Sementara Praktikum yang ditulis tangan pada kertas A4 sesuai dengan
format yang telah ditentukan di dalam modul, berisi data hasil pengamatan
dari percobaan yang telah dilakukan.
7. Laporan Praktikum:
a. Laporan praktikum ditulis tangan oleh masing-masing praktikan sesuai
dengan Format Laporan Praktikum yang telah ditentukan.
b. Untuk Grafik pada Laporan Praktikum diprint kemudian ditempel di
laporan masing - masing
c. Laporan praktikum dikumpulkan 1 minggu setelah praktikum dilakukan.
d. Apabila laporan dikumpulkan melebihi hari yang telah ditentukan, maka
laporan tidak diterima.
8. Praktikan dilarang makan dan minum di dalam laboratorium/ruang praktikum.
9. Praktikan harus menjaga kebersihan laboratorium, bekerja dengan tertib,
tenang dan teratur. Selama praktikum, praktikan harus bersikap sopan.
10. Praktikan harus mematuhi budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
dengan memakai APD (Alat Pelindung Diri) yang diperlukan dan membuang
limbah praktikum sesuai dengan kategorinya.
11. Apabila praktikum melanggar hal yang telah diatur di atas, maka peserta akan
dikeluarkan dari laboratorium dan tidak diperkenankan melanjutkan praktikum
pada hari itu.
12. Hal yang belum disebutkan di atas dan diperlukan untuk kelancaran praktikum
akan diatur kemudian.

iii
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Persentase Nilai Praktikum Operasi Teknik Kimia 1 (OTK 1)

Praktikum (Kebersihan, Kedisiplinan, Kerapian, Tanggungjawab) 40%


Laporan 30%
Ujian Akhir 30%

iv
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

COVER (ditulis dalam 1 lembar kertas A4)

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA (OTK)

JUDUL PERCOBAAN

Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Anggota Kelompok : 1.
2.
3.

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA (OTK)


TEKNIK KIMIA POLIMER
POLITEKNIK STMI JAKARTA
2018

1. Tujuan Percobaan
2. Dasar Teori (minimal 1 halaman)
3. Alat dan Bahan
a. Alat
b. Bahan
4. Prosedur Percobaan
5. Hasil Praktikum
6. Pembahasan (memuat apa saja yang dikerjakan selama praktikum dan hasil
yang diperoleh kemudian dibahas)
7. Jawaban Tugas
8. Kesimpulan
9. Saran
10. Daftar Pustaka
11. Lampiran A : Fotocopy Laporan Sementara yang dikumpul pada saat
praktikum
12. Lampiran B : Tulis lengkap semua perhitungan

v
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... ii

Tata Tertib Praktikum........................................................................................ iii

Format Laporan Praktikum..................................................................................v

Daftar Isi.............................................................................................................vi

Percobaan 1 : Distilasi......................................................................................... 1

Percobaan 2 : Ekstraksi ...................................................................................... 7

Percobaan 3 : Drying......................................................................................... 12

Percobaan 4 : Filtrasi......................................................................................... 20

Percobaan 5 : Pengosongan Tangki...................................................................28

Percobaan 6 : Sedimentasi.................................................................................35

vi
PERCOBAAN I
DISTILASI
I. Tujuan
1. Memahami proses distilasi etanol - air

II. Teori Dasar


Distilasi merupakan proses penting dalam bidang rekayasa (teknik) kimia. Pada
dasarnya distilasi merupakan proses pemisahan campuran dua komponen atau
lebih (banyak) komponen menjadi bagian-bagian atau komponen berdasarkan
pada perbedaan volatilitas (kemudahan menguap) atau perbedaan titik didih antara
masing-masing komponen.
Distilasi merupakan proses pemisahan komponen-komponen dalam larutan
cair dengan menggunakan panas sebagai separating agent. Proses distilasi dapat
digambarkan sebagai deretan tahap flashing yang disusun secara seri, sehingga
uap yang mengalir ke atas dan cairan yang mengalir ke bawah saling berkontak.
Dengan demikian, di setiap tahap aliran uap (V) dan cairan (L) akan berkontak
dan membentuk kesetimbangan. Agar kontak antara uap dan cairan dapat
berlangsung lebih sempurna, maka dipasang tray yang jumlahnya disesuaikan
dengan kebutuhan. Secara teoritis, satu tray dapat dianggap sebagai suatu tahap
kesetimbangan.
Cairan dan uap yang memasuki suatu tahap tidak berada dalam keadaan
setimbang. Cairan dan uap tersebut berkontakkan satu sama lain sehingga terjadi
perpindahan massa, sehingga uap cairan yang meninggalkan tahap tersebut berada
dalam keadaan setimbang. Uap yang meninggalkan tahap kesetimbangan ini
mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap (volatile) dari pada
uap yang memasuki tahap tersebut. Sebaliknya, cairan yang meninggalkan tahap
tersebut akan mengandung lebih sedikit volatile dari cairan yang memasuki tahap.
Jadi, uap di puncak kolom memiliki komponen yang lebih mudah menguap secara
dominan, sedangkan di dasar kolom cairan mengandung komponen yang sukar
menguap.
Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan komponen-
komponen dari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai perbedaan titik
didih dan tekanan uap yang cukup besar. Perbedaan tekanan uap tersebut akan
menyebabkan fasa uap yang ada dalam kesetimbangan dengan fasa cairnya
mempunyai komposisi yang perbedaannya cukup signifikan. Fasa uap
mengandung lebih banyak komponen yang memiliki tekanan uap rendah,
sedangkan fasa cair lebih banyak menggandung komponen yang memiliki tekanan
uap tinggi.
Kolom distilasi dapat berfungsi sebagai sarana pemisahan karena sistem
perangkat sebuah kolom distilasi memiliki bagian-bagian proses yang memiliki
fungsi-fungsi:
a) menguapkan campuran fasa cair (terjadi di reboiler)
b) mempertemukan fasa cair dan fasa uap yang berbeda komposisinya (terjadi di
kolom distilasi)
c) mengondensasikan fasa uap (terjadi di kondensor)

1
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

d) Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan


peristiwa-peristiwa:
1. kesetimbangan fasa
2. perpindahan massa
3. perpindahan panas
4. perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. perpindahan momentum
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa.
Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda.
Pertama dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan (equilibrium stage)
dan kedua atas dasar proses laju difusi (difusional forces). Distilasi dilaksanakan
dengan rangkaian alat berupa kolom/menara yang terdiri dari piring (plate
tower/tray) sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap, terkondensasi,
dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titik didihnya. Proses ini
memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan.
Batas perpindahan fasa tercapai apabila kedua fasa mencapai kesetimbangan
dan perpindahan makroskopik terhenti. Pada proses komersial yang dituntut
memiliki laju produksi besar, terjadinya kesetimbangan harus dihindari. Distilasi
pada satu tahapannya memisahkan dua komponen, yang terdapat dalam 2 fasa,
sehingga derajat kebebasannya 2 dan 4 variabel yaitu tekanan, suhu, dan
konsentrasi komponen A pada fasa cair dan fasa uap (konsentrasi komponen B
sama dengan 1 dikurangi konsentrasi komponen A). Jika telah ditetapkan
temperatur, hanya ada satu variabel saja yang dapat diubah secara bebas,
sedangkan temperatur dan konsentrasi fasa uap didapatkan sebagai hasil
perhitungan sesuai sifat-sifat fisik pada tahap kesetimbangan.
Keberhasilan suatu operasi distilasi tergantung pada keadaan setimbang
yang terjadi antara fasa uap dan fasa cairan dari suatu campuran. Dalam hal ini
akan ditinjau campuran biner yang terdiri dari kompoenen A (yang lebih mudah
menguap) dan komponen B (yang kurang mudah menguap).
Pada umumnya proses distilasi dilaksanakan dalam keadaan bubble
temperature dan dew temperature, dengan komposisi uap seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1.1, sedangkan komposisi uap dan cairan yang ada
dalam kesetimbangan ditunjukkan pada gambar 1.2.

2
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Gambar 1.1 Kesetimbangan upa-cair pada kondisi bubble dan dew temperature

Gambar 1.2 Komposisi uap dan cairan pada kesetimbangan (xA1 dan yA1 =
komposisi cairan dan uap pada kesetimbangan)

Dalam banyak campuran biner, titik didih campuran terletak di antara titik
didih komponen yang lebih mudah menguap (Ta) dan titik didih komponen yang
kurang mudah menguap (Tb). Untuk setiap suhu, harga yA selalu lebih besar dari
pada harga xA. Ada beberapa campuran biner yang titik didihnya di atas atau di
bawah titik didih kedua komponennya. Campuran pertama disebut azeotrop
maksimum seperti dapat dilihat pada gambar 1.3, sedangkan campuran kedua
disebut azeotrop minimum seperti pada gambar 1.4. Dalam kedua hal, yA tidak
selalu lebih besar dari pada harga xA, ada kesetimbangan uap cairan dengan yA
selalu lebih kecil dari pada xA. Pada titik azeotrop, yA sama dengan xA dan
campuran cairan dengan komposisi sama dengan titik azeotrop tidak dapat
dipisahkan dengan cara distilasi.

3
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Gambar 1.3 Titik azeotrop maksimum pada kesetimbangan

Gambar 1.4 Kurva azeotrop minimum pada kesetimbangan

Proses distilasi melibatkan kesetimbangan uap-cairan (vapour-liquid


equilibrium-VLE). Sistem kesetimbangan uap cairan yang ideal mengikuti hukum
Dalton dan hukum Raoult (Robert E. Treybal, 1981).
Hukum Dalton untuk gas ideal :
pi = yi P …………………………………………....1.1)
dimana : pi = tekanan uap komponen
yi = fraksi komponen di fasa uap (gas)
P = tekanan total
Hukum Raoult untuk larutan ideal :
pi = xi.pio……………………....................................1.2)
dimana : pi = tekanan uap komponen
xi = fraksi komponen di fasa cairan
pio = tekanan uap murni

III. Alat dan Bahan


A. Alat
1. 1 unit alat Distilasi
2. Gelas ukur
3. Gelas kimia
4. Alkoholmeter

B. Bahan
1. Etanol teknis 97% v/v
2. Aqua DM

4
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

IV. Prosedur Kerja


1. Ukur konsentrasi awal etanol murni menggunakan alkoholmeter
2. Umpan campuran sebanyak 300 ml terdiri dari 50% v/v etanol dan sisanya
adalah air
3. Ukur konsetrasi etanol dalam campuran umpan menggunakan alkoholmeter
(xF)
4. Masukkan umpan ke dalam labu didih kemudian rangkai alat distilasi secara
benar (pastikan tidak ada kebocoran)
5. Hidupkan pompa air pendingin
6. Hidupkan heating mantle
7. Tunggu sampai produk menetes, kemudian catat suhu saat produk pertama
kali menetes
8. Pertahankan suhu dan biarkan produk terus menetes
9. Matikan heating mantle ketika jumlah produk yang didapatkan telah sama
dengan jumlah etanol di dalam umpan
10. Ukur volume produk yang diperoleh dengan gelas ukur
11. Dinginkan labu didih dengan tetap membiarkan pompa air pendingin
tersambung ke listrik
12. Ukur konsentrasi etanol produk sebagai (xD) dengan alkoholmeter
13. Ukur konsentrasi etanol dalam campuran yang tertinggal di dalam labu didih
sebagai (xB) dengan alkoholmeter

Gambar 1.7 Rangkaian Alat Distilasi

V. Tugas
1. Hitung fraksi mol etanol dalam umpan (F) dan dalam produk (D) dengan
densitas etanol 0,789 g/cm3 dan densitas air 1 g/cm3 !

5
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

LAPORAN SEMENTARA
MODUL : DISTILASI

Kelompok : ..............................................................................................
Nama Anggota : 1. ..........................................................................................
2. ..........................................................................................
3. ..........................................................................................
4. ..........................................................................................
5. ..........................................................................................
Tanggal Praktikum : ..............................................................................................
Pukul : ..............................................................................................

Konsentrasi awal etanol murni = ..........% v/v


Volume etanol dalam campuran umpan = .......... ml
Konsentrasi etanol dalam campuran umpan = ..........% v/v
Suhu produk pertama kali menetes = ………….oC
Volume distilat yang diperoleh = .......... ml
Konsentrasi produk (xD) = ..........% v/v
Volume cairan yang tertinggal di dalam labu didih = …………….. ml
Konsentrasi etanol dalam campuran yang tertinggal di dalam labu didih (xB)
= ..........% v/v

Jakarta, ….....................2018
Praktikan

(...................................)

6
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

PERCOBAAN II
EKSTRAKSI CAIR - CAIR

I. Tujuan
1. Memahami proses ekstraksi cair-cair

II. Teori Dasar


Ekstraksi adalah proses pemisahan larutan menjadi komponen-komponen
penyusunnya berdasarkan beda daya larut komponen terhadap media pemisah atau
zat pelarut tertentu, baik yang bersifat saling melarutkan (miscible) ataupun yang
tidak saling melarutkan (immiscible). Larutan umpan terdiri dari zat yang terlarut
(solute) dan pelarut (diluent), sedang media pemisah yang berupa cairan yang
diharapkan dapat melarutkan solute tetapi tidak melarutkan diluent disebut solvent
(Brown, 1950).
Operasi pemisahan ekstraksi dipilih jika:
1. Larutan terdiri dari komponen-komponen yang kurang volatile.
2. Komponen-komponen penyusun larutan mempunyai volatilitas yang hampir
sama.
3. Larutan akan terdegradasi (rusak) pada suhu tinggi.
4. Larutan hanya mengandung sedikit komponen yang volatile.
Ekstraksi terdiri atas dua langkah proses:
1. Pencampuran (mixing)
Pada tahap ini terjadi perpindahan masssa solute dari umpan ke fase solvent.
Dalam waktu yang lama akan terjadi kesetimbangan atau kecepatan
perpindahan massa solute dari fase diluent ke fase solvent dan sebaliknya sama.
2. Pemisahan (settling)
Langkah pemisahan antara fase yang banyak mengandung diluent /rafinat
dengan fase yang banyak mengandung solvent/ekstrak (Brown,1950).
Gabungan dari dua proses tersebut dikenal dengan satu stage seimbang.
Agar diperoleh kemurnian yang sesuai, hasil yang diperoleh dari satu stage
seimbang dikontakkan dengan stage berikutnya.
Proses pengontakkan berulang pada operasi ekstraksi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu : cara arus lawan arah (counter-current multiple contact)
dan cara arus silang (cross- current multiple contact). Ekstraksi arus lawan arah
sering digunakan dalam industri karena pelarut yang digunakan relatif sedikit dan
konsentrasi solute dalam ekstrak cukup tinggi. Sedangkan ekstraksi arus silang
membutuhkan pelarut yang cukup banyak dan selalu segar, dan konsentrasi solute
dalam ekstrak sangat encer, lagi pula kebanyakan operasi arus silang dilakukan
secara batch sehingga dari segi penghematan waktu belum efisien (Treybal,
1981).
Ekstraksi dilakukan dalam suatu tempat yang disebut ekstraktor yang dapat
berupa mixer-settler, baffle plate column, spray column, perforated plate column
dan sieve plate column. Pemilihan jenis ekstraktor tergantung pada jenis bahan
yang diekstrak dan pada pertimbangan ekonomis (Brown,1950).

7
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Pada keadaan ideal, diluent dan solvent tidak saling melarutkan, namun
dalam kenyataannya ada sedikit diluent yang larut dalam solvent sehingga dalam
ekstrak sebenarnya terdapat juga diluent yang larut dalam jumlah sedikit. Karena
diluent dan solvent tidak saling melarut, maka akan terbentuk dua lapisan. Lapisan
atas merupakan diluent dengan solute yang tersisa disebut rafinat, lapisan bawah
mengandung solvent dengan solut yang terambil serta diluent dalam jumlah
sedikit (yang larut dalam solvent) disebut ekstrak layer. Diluent memiliki densitas
yang lebih kecil daripada solvent, sehingga fase rafinat terdapat di atas dan
ekstrak berada di bawah (Foust,1980).
Peralatan untuk ekstraksi dengan konsep stage ideal cair-cair adalah stage.
Stage adalah tempat dimana dua fase yaitu umpan dan solven dikontakkan pada
stage terjadinya transfer massa diantara fase-fase yang dikontakkan dan setelah itu
dipisahkan.
Konsep stage ideal dapat digunakan untuk memperkirakan hasil pemisahan
suatu campuran. Konsep stage ideal menggunakan dasar bahwa arus-arus yang
keluar dari stage dalam keadaan setimbang atau telah terjadi kesetimbangan fase.
Pada kenyataannya, untuk mencapai keadaan setimbang diperlukan waktu yang
lama sehingga ada kemungkinan fase-fase yang dikontakkan dipisahkan sebelum
keadaan seimbang tercapai.
Untuk mencapai hasil yang diinginkan, operasi ekstraksi dilakukan dalam
stage yang jumlahnya lebih dari satu (multistage) dalam susunan seri. Pada
ekstraksi multistage hasil yang diperoleh dari satu stage setimbang dikontakkan
dari stage berikutnya. Pengontakkan berulang pada proses ekstraksi dapat
dilakukan dengan cara arus lawan arah (counter current multiple contact) atau
arus silang (cross current multiple contact). Pada proses ekstraksi arus lawan arah,
solven dan umpan masuk pada ujung yang berlawanan dari rangkaian stage yang
berlawanan dan dikontakkan secara kontinyu. Pada proses ekstraksi arus
berlawanan akan didapatkan ekstraksi dengan konsentrasi yang tinggi, tetapi
ekstrak yang terambil sedikit. Pada ekstraksi arus silang rafinat dari suatu stage
dikontakkan dengan solven yang segar, demikian seterusnya untuk stage
berikutnya. Pada proses ini didapatkan ekstrak yang banyak tetapi kemurnian
tidak tinggi.
Pemilihan etanol sebagai solute didasarkan pada :
1. etanol dapat larut dalam aquadest dan benzene sehingga harus dipilih
kombinasi solvent dan diluent sedemikian rupa sehingga etanol lebih larut
dalam solvent daripada diluent.
2. etanol merupakan larutan yang kurang volatil dalam suhu lingkungan dan suhu
percobaan.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih solvent antara lain :
1. Selektivitas
Menyatakan efektivitas dari solvent dalam memisahkan komponen dari umpan.
Dengan selektivitas harus lebih dari satu, semakin besar semakin baik. Jika
selektivitas bernilai satu maka tidak ada pemisahan (plait point).
2. Koefisien Distribusi

8
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Menyatakan rasio fraksi berat solute dalam ekstrak dan rafinat pada
kesetimbangan. Nilai koefisien yang besar sangat diharapkan karena berarti
diperlukan solvent dalam jumlah sedikit.
3. Ketidaklarutan solvent
Solvent yang tidak larut akan lebih berguna, karena tidak akan terlarut dalam
campuran yang dipisahkan.
4. Recoverability
Solvent sebaiknya dapat diambil lagi untuk digunakan lagi (recover), biasanya
dilakukan dengan proses distilasi setelah ekstraksi.
5. Densitas
Semakin besar perbedaan densitas, semakin baik, karena pemisahan semakin
mudah dilakuakan antara ekstrak dan rafinat.
6. Tegangan antar muka
Antara fase ekstrak dan rafinat harus mempunyai tegangan yang besar,
sehingga masing-masing fase dapat menahan gaya tarik dan membentuk
lapisan pemisah antara ekstrak dan rafinat.
7. Kereaktifan
Solvent harus stabil (inert) terhadap komponen lain dalam sistem dan juga
terhadap bahan konstruksi dari tempat ekstraksi.
8. Viskositas, tekanan uap dan titik beku
Ketiganya harus bernilai rendah untuk memudahkan penanganan dan
penyimpanan. Viskositas yang rendah akan mempermudah transportasi zat,
tekanan uap rendah menandakan solvent tidak mudah menguap (titik didih
tinggi), dan titik beku yang rendah mempermudah penyimpanan dan
transportasi.
9. Murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun
Memperbesar efisiensi pemisah (terutama bila solvent diperlukan dalam jumlah
besar), mengurangi resiko terbakar, dan juga tidak mencemari hasil ekstraksi
(terutama dalam produksi makanan dan minuman (Treybal,1981).

III. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Corong pisah sebagai mixer dan settler

Keterangan :
1. Corong pemisah
2. Rafinat
3. Ekstrak
4. Gelas beker
5. Statif

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Ekstraksi

9
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Cholorofom
Etanol mempunyai rumus molekul CHCl3 dengan berat molekul 119,38 g/gmol.
Pada kondisi standar titik didihnya 61 oC.
2. Asam asetat glasial
Asam asetat glasial mempunyai rumus molekul CH3COOH dengan berat
molekul 60,05 g/gmol. Pada kondisi standar titik didihnya 118,1 oC.
3. Aquadest
Aquadest mempunyai rumus kimia H2O. Rapat massa pada suhu 25oC adalah
0,997045 g/ml (Perry, 1984). Pada kondisi standar (tekanan 1 atm) mempunyai
titik didih pada 100 oC dan titik beku 0 oC. Aquadest digunakan sebagai pelarut
(solvent).

IV. Prosedur Kerja


1. Membuat larutan umpan dengan cara mencampur asam asetat glasial dengan
chloroform dengan perbandingan 1 : 2 (75 ml asam asetat glasial dan 150 ml
chloroform).
2. Larutan umpan ditambah aquadest sebanyak 100 ml di dalam corong pemisah.
Kemudian dikocok selama 15 menit (saat ini corong pemisah sebagai mixer)
dan didiamkan selama 10 menit (saat ini corong pemisah sebagai settler)
sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan ekstrak (lapisan bawah) dan
lapisan rafinat (lapisan atas). Lapisan ekstrak dan rafinat dipisahkan.
3. Ukur volume lapisan ekstrak dan lapisan rafinat
4. Pada fase rafinat stage pertama ditambahkan lagi aquadest (solvent) sebanyak
100 ml. Dikocok, didiamkan, dan dipisahkan fase ekstrak dan fase rafinatnya.
5. Ukur volume lapisan ekstrak dan lapisan rafinat
6. Pada fase rafinat stage kedua, ditambahkan lagi aquadest sebanyak 100 ml.
Dikocok, didiamkan, dan dipisahkan fase ekstrak dan fase rafinatnya.
7. Ukur volume lapisan ekstrak dan lapisan rafinat.

V. Tugas
1. Buat neraca massa total (dalam mol) setiap stage!

VI. Daftar Pustaka


Brown, G.G., 1953, ”Unit Operations, 4 ed., John Wiley & Sons, New York.
Foust, A.S., 1979, “Principles of Unit Operations”, 2 ed., John Wiley & Sons,
New York.
Treybal, R. E., 1980, “Mass Transfer Operations”, 3 ed., McGraw Hill-Book
Company, New York.

10
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

LAPORAN SEMENTARA
MODUL : EKSTRAKSI

Kelompok : ..............................................................................................
Nama Anggota : 1. ..........................................................................................
2. ..........................................................................................
3. ..........................................................................................
4. ..........................................................................................
5. ..........................................................................................
Tanggal Praktikum : ..............................................................................................
Pukul : ..............................................................................................

Volume lapisan rafinat stage 1 : ………… ml


Volume lapisan ekstrak stage 1 : ………… ml
Volume lapisan rafinat stage 2 : ………… ml
Volume lapisan ekstrak stage 2 : ………… ml
Volume lapisan rafinat stage 3 : ………… ml
Volume lapisan ekstrak stage 3 : ………… ml

Jakarta, ….....................2018
Praktikan

(...................................)

11
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

PERCOBAAN III
DRYING
I. Tujuan
1. Menentukan kadar air pasir dan serbuk kayu
2. Menghitung laju pengeringan bahan
3. Mengetahui hubungan perbedaan bahan dengan laju pengeringan

II. Teori Dasar


Pengeringan, secara umum, biasanya berarti membuang air dalam jumlah
yang relatif sedikit dari bahan. Evaporasi mengacu pada penghilangan air dalam
jumlah yang relatif besar dari material. Dalam evaporasi air dihilangkan sebagai
uap pada titik didihnya. Dalam mengeringkan air biasanya dibuang sebagai uap
melalui udara.
Dalam beberapa kasus air dapat dihilangkan secara mekanis dari bahan
padat dengan menekan, sentrifugasi, dan metode lainnya. Ini lebih murah daripada
pengeringan dengan cara termal untuk menghilangkan air. Kadar air dari produk
kering akhir bervariasi tergantung pada jenis produk. Garam kering mengandung
sekitar 0,5% air, batu bara sekitar 4%, dan banyak produk makanan sekitar 5%.
Pengeringan biasanya merupakan langkah pemrosesan akhir sebelum pengemasan
dan membuat banyak bahan, seperti sabun padat dan zat warna.
Pengeringan atau dehidrasi bahan biologis, terutama makanan, digunakan
sebagai teknik pengawetan. Mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan
makanan dan pembusukan tidak dapat tumbuh dan berkembang biak dengan tidak
adanya air. Juga, banyak enzim yang menyebabkan perubahan kimia dalam
makanan dan bahan biologis lainnya tidak dapat berfungsi. Ketika kadar air
berkurang di bawah sekitar 10% berat, mikroorganisme tidak aktif. Namun,
biasanya diperlukan untuk menurunkan kadar air di bawah 5% berat dalam
makanan untuk mempertahankan aroma dan nutrisi. Makanan kering dapat
disimpan untuk waktu yang lama.
Metode dan proses pengeringan dapat diklasifikasikan dengan cara yang
berbeda. Proses pengeringan dapat diklasifikasikan menjadi batch, dimana bahan
dimasukkan ke dalam peralatan pengeringan dan hasil proses pengeringan untuk
jangka waktu tertentu, dan sebagai kontinu, dimana bahan tersebut terus
ditambahkan ke pengering dan bahan kering terus menerus dikeluarkan.
Proses pengeringan juga dapat dikategorikan sesuai dengan kondisi fisik
yang digunakan untuk menambahkan panas dan menghilangkan uap air: (1) dalam
kategori pertama, panas ditambahkan oleh kontak langsung dengan udara panas
pada tekanan atmosfer, dan uap air yang terbentuk dihilangkan oleh udara. ; (2)
dalam pengeringan vakum, penguapan air berlangsung lebih cepat pada tekanan
rendah dan panas ditambahkan secara tidak langsung dengan kontak dengan
dinding logam atau dengan radiasi (suhu rendah juga dapat digunakan di bawah
vakum untuk bahan-bahan tertentu yang dapat menghitam atau terurai pada suhu
yang lebih tinggi); dan (3) dalam pengeringan beku, air disublimasikan dari bahan
beku.
Drying : - final processing step

12
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

- lebih mudah dalam packaging, handling


- salah satu cara pengawetan
Drying : - batch
- kontinu
Berdasarkan cara penghilangan uap air :
 kontak langsung (bahan kontak dengan udara panas)
 vacuum drying, penguapan lebih cepat pada tekanan lebih kecil, panas secara
tidak langsung, yaitu kontak dengan dinding
 Freeze drying : air menyublim dari bahan yang membeku

Kandungan air keseimbangan


Seperti proses perpindahan massa lainnya, drying juga diperlakukan sama,
yaitu pendekatan dengan hubungan keseimbangan dan juga kecepatan
perpindahan – Bahan yang dikeringkan kontak dengan campuran udara uap, maka
diperlukan data keseimbangan antara udara – uap dengan bahan yang dikeringkan.
Variabel yang penting adalah humidity udara yang kontak dengan padatan
yang mempunyai kandungan air tertentu. Suatu padatan basah jika kontak dengan
udara dengan suhu dan kelembaban tetap, setelah lama akan diperoleh kandungan
air dalam bahan mencapai keseimbangan. Kandungan air disebut kandungan air
keseimbangan pada kelembaban suhu udara tertentu. Kandungan air dinyatakan
dalam : kg air/kg.bahan kering.
Untuk bahan padat tertentu, harga kandungan air keseimbangan tergantung
arah dicapainya keseimbangan, apakah desorpsi (bahan kontak dengan udara
kering) atau adsorpsi (bahan kering kontak dengan udara basah). Untuk drying
keseimbangan desorpsi lebih penting.

Contoh:
Padatan non porous yang tidak larut umumnya mempunyai kandungan air
kesetimbangan yang rendah, contoh glass wool, Kaolin, sedang bahan yang
berasal dari mahkluk hidup seperti wool, kulit, kayu mempunyai kandungan air
kesetimbangan yang tinggi.
Pengaruh suhu
Kandungan cairan keseimbangan akan berkurang dengan naiknya suhu.
Contoh : kapas pada kelembaban relatif 50%
 Pada suhu 311 K XC = 7,3 kg H2O/100 kg
 Pada suhu 366 K XC = 5,3 kg H2O/100 kg

Air terikat dan tidak terikat


Air terikat diperoleh dari kurva pada kelembaban relatif 100%, sedang
kelebihan air yang ada disebut air yang tidak terikat. Bahan yang mengandung air
yang terikat disebut material yang higroskopis.
Contoh : untuk kayu, memotong kurva humidity relatif 100% pada 30 kg H2O/100
kg maka kayu mempunyai kandungan air < 30 kg H2O/100kg hanya mengandung
air terikat. Jika mengandung 34 kg H2O/100 kg maka 4 kg air tidak terikat 30 kg
air terikat.

13
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Air bebas dan kandungan air kesetimbangan


Kandungan air bebas adalah kandungan air diatas kandungan air
kesetimbangan dan kandungan air bebas ini yang dapat dihilangkan dengan drying
pada suhu dan kelembaban udara tertentu.

Gambar 3.1 Diagram pengeringan


Kurva kecepatan pengeringan
Pada proses pengeringan suatu bahan dari X1 ke X2, diharapkan untuk
memperkirakan ukuran pengering yang diperlukan, kondisi (suhu dan kelembaban)
udara yang digunakan, waktu pengeringan. Seperti kandungan air keseimbangan
maka kecepatan pengeringan juga harus diperoleh dari eksperimen.
 Bahan diletakkan pada tray, dan memenuhi seluruh tray
 Jika mungkin digunakan timbangan dalam pengering atau timbangan di luar
 Pada interval waktu tertentu, bahan ditimbang sampai berat bahan konstan
 Agar data sesuai dengan skala sebenarnya :
Sampel jangan terlalu kecil/sedikit, dan harus diletakkan pada tray yang sejenis
(sama dengan skala sebenarnya). Rasio luas bahan yang kontak dengan udara
dan yang tidak, serta tebal bed sama dengan skala sebenarnya. Kecepatan,
humidity, suhu, arah aliran udara sama dan konstan, keadaan ini disebut
kondisi pengeringan tetap.

Gambar 3.2 Kurva kandungan air bebas vs waktu

14
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Gambar 3.3 Kurva kecepatan pengeringan vs kandungan air bebas

Ada 4 daerah/periode dari kurva pengeringan :


1. Daerah kecepatan pengeringan awal :
A’B : Jika suhu padatan mula-mula lebih tinggi dari suhu keseimbangan maka
kecepatan pengeringan akan turun
AB : Jika suhu padatan mula-mula lebih rendah dari suhu keseimbangan maka
kecepatan pengeringan akan naik.
2. Daerah pengeringan tetap
BC : permukaan luar bahan selalu basah oleh air, air merupakan air tak terikat,
sehingga pada saat ini seakan-akan tidak ada padatan. Periode ini berlangsung
selama kecepatan penyediaan (supply) air dari dalam bahan sama dengan
kecepatan penguapan air di permukaan.
3. Periode kecepatan pengeringan turun linier
CD : pada kandungan air kritis (Xc), tidak semua permukaan basah dan luas
permukaan basah akan berkurang linier sampai D (kering semua)
4. Kecepatan pengeringan turun tak beraturan
Mulai dari D, permukaan penguapan makin masuk ke dalam padatan, panas
harus ditransfer sampai daerah penguapan, dan uap terbentuk harus keluar dari
padatan ke permukaan. Jumlah cairan yang dapat dihilangkan pada periode ini
sedikit tapi perlu waktu lama. Yang mengontrol adalah kecepatan transfer air di
dalam bahan secara difusi ke bidang penguapan.

15
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

III. Alat dan Bahan


a. Alat
4. Oven
5. Tray
6. Timbangan analitik
b. Bahan
1. Pasir
2. Serbuk gergaji
3. Air

IV. Prosedur Kerja


1. Hidupkan oven kemudian atur suhu oven pada 110oC
2. “Tare” timbangan pada angka 0
3. Timbang tray dalam keadaan kosong dan bersih kemudian catat
angkanya
4. “Tare” kembali timbangan pada angka 0
5. Timbang 200 gram pasir
6. “Tare” kembali timbangan pada angka 0
7. Timbang tray beserta pasir kemudian catat angkanya
8. Tambahkan 100 ml air ke dalam pasir yang ditimbang, kemudian ratakan
pasir di atas tray
9. “Tare” kembali timbangan pada angka 0
10. Timbang tray beserta pasir yang telah ditambahkan air, kemudian catat
angkanya
11. Masukkan pasir ke dalam oven dan biarkan selama 10 menit
12. Setelah 10 menit, timbang berat tray beserta pasir kemudian catat
angkanya
13. Setelah ditimbang, masukkan kembali tray beserta pasirnya ke dalam
oven dan biarkan selama 10 menit
14. Setelah 10 menit, timbang berat tray beserta pasir kemudian catat
angkanya
15. Lakukan langkah 11 s/d 14 selang 10 menit sampai selisih beratnya +
0,005 gram
16. Lakukan langkah 1 s/d 15 untuk bahan serbuk kayu dengan menimbang
serbuk kayu 25 gram dan ditambah air 100 ml

V. Perhitungan
X = Xt - X*

W - Ws
Xt =
Ws

Ls ∆X
R= - .
A ∆t
Keterangan :
X = kadar air bebas (kg air bebas/kg bahan kering)

16
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Xt = kadar air total (kg air total/kg bahan kering)


X* = kadar air kesetimbangan (kg air kesetimbangan/kg bahan kering)
W = berat basah bahan (kg)
Ws = berat kering bahan (kg)
R = Laju pengeringan (kg H2O/h.m2)
Ls = berat kering bahan (kg)
A = Luas area pengeringan (m2)
t = waktu pengeringan (hour)

Catatan:
Kadar air kesetimbangan adalah kadar air saat tidak terjadi lagi perubahan
berat bahan (konstan)

VI. Tugas
1. Buat grafik hubungan antara waktu dengan kadar air untuk bahan pasir
seperti Gambar 3.2 kemudian bagaimana hubungannya!
2. Buat grafik hubungan antara kadar air dengan laju pengeringan untuk
bahan pasir seperti Gambar 3.3 kemudian bagaimana hubungannya!
3. Buat grafik hubungan antara waktu dengan kadar air untuk bahan serbuk
kayu seperti Gambar 3.2 kemudian bagaimana hubungannya!
4. Buat grafik hubungan antara kadar air dengan laju pengeringan untuk
bahan serbuk kayu Gambar 3.3 kemudian bagaimana hubungannya!
5. Jelaskan perbedaan waktu pengeringan untuk kedua bahan!

17
LAPORAN SEMENTARA
MODUL : DRYING

Kelompok : ..............................................................................................
Nama Anggota : 1. ..........................................................................................
2. ..........................................................................................
3. ..........................................................................................
4. ..........................................................................................
5. ..........................................................................................
Tanggal Praktikum : ..............................................................................................
Pukul : ..............................................................................................

Berat pasir kering = ………………. kg


Berat tray = ………………. kg
Luas tray = ………………. m2

Berat Pasir Basah Berat Pasir Basah


Waktu (menit) ΔW
+ Tray (kg) (kg), W
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150

18
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Berat serbuk kayu kering = ………………. kg


Berat tray = ………………. kg
Luas tray = ………………. m2

Berat Serbuk Kayu Berat Serbuk Kayu


Waktu (menit) ΔW
Basah + Tray (kg) Basah (kg), W
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150

Jakarta, ….....................2018
Praktikan

(...................................)

19
PERCOBAAN IV
FILTRASI
I. Tujuan
1. Menentukan volume ekivalen untuk berbagai konsentrasi slurry yang di
filtrasi
2. Menentukan hubungan volume ekivalen dengan konsentrasi slurry
3. Menghitung volume air pencuci untuk berbagai konsentrasi slurry yang di
filtrasi
4. Menentukan hubungan volume air pencuci dengan konsentrasi slurry

II. Dasar Teori


Filtrasi atau penyaringan merupakan pemisahan zat padat dari fluida dengan
jalan melewatkan fluida itu melalui suatu medium penyaring atau septum, dimana
zat padat tersebut tertahan. Operasi filtrasi dijalankan untuk memisahkan bahan-
bahan sehingga diperoleh bahan yang diinginkan. Operasi filtrasi sangat
diperlukan dalam industri kimia terutama yang menghasilkan campuran padat cair.
Di dalam industri, kandungan padatan suatu umpan mempunyai range dari hanya
sekedar jejak sampai persentase yang besar. Seringkali umpan dimodifikasi
melalui beberapa pengolahan awal untuk meningkatkan laju filtrasi, misal dengan
pemanasan, rekristalisasi, atau dengan penambahan filter aid yaitu suatu senyawa
yang dapat mengurangi kompresibililitas cake, mengurangi penetrasi partikel kecil
lain yang tidak diharapkan yang dapat menutupi pori-pori membran sehingga
mengurangi laju filtrasi.
Oleh karena banyaknya jenis bahan yang difiltrasi dan bermacam kondisi
operasi, jenis filter pun dapat dimodifikasi. Filtrasi sering diterapkan pada proses-
proses biologis seperti memisahkan ekstrak juice atau memisahkan
mikroorganisme dari medium fermentasinya. Pada proses-proses pemisahan yang
sulit, proses filtrasi konvesional harus didukung dengan teknologi lain agar filtrasi
lebih praktis, cepat, dan kualitas produk tidak terdegradasi.
Beberapa cara pemisahan mekanik fisik dapat diklasifikasikan menjadi
sebagai berikut (Geankoplis, 1993) :
1. Filtration
Pemisahan dapat dilakukan karena adanya media filtrasi seperti kain, kanvas,
pasir. Pemilihan media filtrasi didasarkan atas :
a. Jumlah padatan yang dipisahkan
b. Tipe padatan
c. Viskositas dari fluida
2. Settling and sedimentation
Pada settling and sedimantation, partikel dipisahkan dari fluida dengan adanya
perbedaan gaya gravitasi dan densitas dari partikel tersebut.
3. Centrifugal settling and sedimentation
Proses pemisahan partikel dari fluida karena adanya gaya sentrifugal pada
berbagai ukuran dan densitas fluida.

20
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

4. Centrifugal filtration
Proses pemisahan yang dilakukan dengan filtrasi tetapi gaya sentrifugal yang
digunakan menyebabkan perbedaan tekanan dapat diabaikan.
5. Mechanical size reduction and separation
Pemisahan dilakukan dengan cara mengubah diameter partikel, kemudian
dipisahkan dengan ayakan.
Operasi filtrasi dapat dijalankan dengan dua cara yaitu:
1. Filtrasi batch
Pada operasi batch, alat harus dibongkar untuk pengambilan cake kemudian
dipasang kembali, sehingga ada masalah waktu bongkar pasang. Hal ini
menyebabkan proses secara batch membutuhkan waktu yang lama. Operasi
batch ini juga lebih mahal karena terbatas untuk sekala kecil.
2. Filtrasi kontinu
Pada operasi secara kontinu, pengambilan cake dilakukan dengan
mengeruknya secara terus menerus menggunakan pisau. Proses filtrasi secara
kontinu ini banyak diterapkan pada industri kimia. Analisis operasi filtrasi ini
dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
a. Pembentukan cake,
b. Pencucian cake untuk membuang larutan
c. Pelepasan cake dari filter.
Berdasarkan gaya pendorong yang digunakan, dikenal bermacam-macam
filter yaitu gravity filters, plate and frame filter press dan continous rotary
vacuum filters (Brown, 1950). Tipe plate and frame filter press merupakan alat
filtrasi yang paling umum digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Plate and
frame filter press jenis ini yang diaplikasikan di industri umumnya terdiri atas
tujuh bagian medium filter dari logam yang saling menutupi secara renggang dan
tempat yang cukup untuk menampung cake sampai filtrasi selesai.

Gambar 4.1 Plate And Frame Filter Press


(sumber:www.parksanfilter.com)

Keuntungan filter jenis Plate And Frame Filter Press ini adalah:
1. Biaya relatif murah
2. Perawatan mudah

21
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

3. Sangat fleksibel
Jenis lain adalah rotary vacuum filter. Rotary Vacuum Filter adalah sebuah
filter yang bekerja secara berkelanjutan dimana bagian yang solid dari sebuah
campuran dipisahkan oleh filter yang hanya dapat dilalui oleh liquid atau gas,
dalam hal ini keadaan vakum diperlukan untuk mengakumulasi zat padat di
permukaan. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bentuk dari filter jenis ini. Filter ini
dilengkapi drum yang terus berputar. Tekanan diluar drum adalah tekanan
atmosferik tetapi di dalam drum mendekati vakum. Drum dimasukkan ke dalam
cairan yang mengandung suspensi padatan, lalu diputar dengan kecepatan rendah.
Cairan tertarik melewati filter cloth karena tekanan vakum, sedangkan padatan
tertinggal di permukaan luar drum membentuk cake. Jika cake akan diambil dari
drum, putaran drum dihentikan, drum dikeluarkan dari fasa cair, cake dicuci,
dikeringkan, dan kemudian diambil. Pengambilan padatan dari drum dilakukan
dengan sejenis pisau yang juga bermcam-macam jenis dan disainnya bergantung
jenis cake.

Gambar 4.2 Rotary Vacuum Filter


(sumber:www.numna.com)

Pada filtrasi dikenal dua media filter, yaitu :


1. Media primer
Yaitu filter pembantu dapat berupa kain, kanvas, kertas saring.
2. Media sekunder
Yaitu medium filter yang sesungguhnya, yang terbentuk karena adanya
padatan-padatan yang tertahan oleh medium filter primer.
Menurut prinsip kerjanya filtrasi dapat dibedakan atas beberapa cara, yaitu:
1. Pressure Filtration
Filtrasi yang dilakukan dengan menggunakan tekanan.
2. Gravity Filtration
Filtrasi yang cairannya mengalir karena gaya berat. Penyaringan secara
gravitasi merupakan cara yang tertua yang dilakukan untuk memurnikan suatu
suspensi. Gambar 4.3 di bawah ini secara luas telah digunakan seperti
pemurnian melalui sand filter.

22
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Gambar 4.3 Penyaringan Secara Gravitasi


(sumber: modul filtrasi)

3. Vacum Filtration
Merupakan filtrasi yang dilakukan dengan prinsip hampa udara untuk
mengalirkan cairan. Alat filtrasi dengan prinsip hampa udara dapat dilihat
pada Gambar 4.4. Filter ini dilengkapi drum yang terus berputar. Tekanan di
luar drum adalah tekanan atmosferik, tetapi didalam drum mendekati vakum.
Drum ini dimasukkan ke dalam cairan yang mengandung suspensi padatan
yang akan difilter, lalu drum diputar dengan kecepatan rendah selama operasi.
Cairan tertarik melewati filter cloth karena tekanan vakum, sedangkan padatan
akan tertinggal di permukaan luar drum membentuk cake pada proses.

Gambar 4.4 Drum Vacuum Filter


(sumber: abhishekfilter.com)

Jika cake akan diambil dari drum, putaran drum dihentikan, drum dikeluarkan
dari fasa cair, cake dicuci, dikeringkan, dan kemudian diambil. Pengambilan
padatan dari drum dilakukan dengan sejenis pisau yang juga bermcam-macam
jenis dan disainnya bergantung jenis cake.

23
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Septum atau medium penyaring pada setiap filter harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut :
1. Harus dapat menahan zat padat yang akan disaring dan menghasilkan filtrat
yang cukup jernih.
2. Tidak mudah tersumbat
3. Harus tahan secara kimia kuat secara fisik dalam kondisi proses.
4. Harus memungkinkan penumpukan ampas dan pengeluaran ampas secara total
dan bersih
5. Tidak boleh terlalu mahal (Mc. Cabe, 1993)
Dalam industri medium filter yang banyak dipakai adalah kain kanvas.
Masing-masing jenis kanvas dengan ketebalan dan pola anyaman tertentu juga
memiliki kegunaan tertentu. Untuk zat cair yang bersifat korosi digunakan
medium filter seperti kain wol, tenunan logam monel atau baja tahan karat,
tenunan gelas, atau kertas. Kain sintesis seperti nilon, polipropilena, dacron juga
tahan secara kimia.

III. Alat dan Bahan


a) Alat
1. Gelas ukur 500 ml
2. Spatula
3. Gelas kimia 600 ml
4. Corong
5. Stopwatch
6. Penggaris
b) Bahan
1. CaCO3
2. Pewarna
3. Kertas saring
4. Air

IV. Prosedur
a. Filtrasi
1. Timbang 25 gram CaCO3 di dalam gelas kimia
2. Campurkan CaCO3 dengan 500 ml air kemudian aduk sampai homogen
(slurry)
3. Tambahkan 2 ml pewarna, aduk sampai homogen
4. Pindahkan slurry ke dalam corong dan langsung saring slurry
menggunakan kertas saring
5. Hidupkan stopwatch, kemudian hitung waktu setiap 25 ml filtrat yang
tertampung sampai tidak ada lagi filtrat yang keluar

b. Pencucian
1. Cuci slurry yang menempel di kertas saring sampai warna air pencuci
jernih
2. Ukur volume air pencucian

24
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Lakukan langkah yang sama pada point a, b, dan c untuk 125 gram CaCO3
dalam 500 ml air dan ditambahkan 10 ml pewarna.

V. Perhitungan

∆tf 2 . CV 2 . CV
= 2 .V + 2 .Ve
∆V A . (-∆Pc ) A . (-∆Pc )

Persamaan garis : y = mx + c
m = slope
c = intersept
2 . CV
m= 2
A . (-∆Pc )
2 . CV
c= 2 .Ve
A . (-∆Pc )
c
Ve =
m

VI. Tugas
1. Buat grafik hubungan volume filtrat (V) dengan Δtf/ΔV untuk masing –
masing variasi konsentrasi slurry?
2. Dengan regresi linear, cari persamaan garis dan tentukan nilai Ve (volume
ekivalen) menggunakan rumus perhitungan di atas!
3. Bagaimana hubungan Ve dengan konsentrasi slurry?
4. Berapakah volume air pencuci untuk masing – masing variasi konsentrasi
slurry?
5. Bagaimana hubungan volume air pencuci dengan konsentrasi slurry?

25
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

LAPORAN SEMENTARA
MODUL : FILTRASI

Kelompok : ..............................................................................................
Nama Anggota : 1. ..........................................................................................
2. ..........................................................................................
3. ..........................................................................................
4. ..........................................................................................
5. ..........................................................................................
Tanggal Praktikum : ..............................................................................................
Pukul : ..............................................................................................

Konsentrasi Slurry = 25 gram/500 ml


No V (ml) tf (s) ΔV (ml) Δtf/ΔV (s/ml)
1 25
2 50
3 75
4 100
5 125
6 150
7 175
8 200
9 225
10 250
11 275
12 300
13 325
14 350
15 375
16 400
17 425
18 450
19 475
20 500

Volume air pencucian = ………… ml

26
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Konsentrasi Slurry = 125 gram/500 ml


No V (ml) tf (s) ΔV (ml) Δtf/ΔV (s/ml)
1 25
2 50
3 75
4 100
5 125
6 150
7 175
8 200
9 225
10 250
11 275
12 300
13 325
14 350
15 375
16 400
17 425
18 450
19 475
20 500

Volume air pencucian = ………… ml

Jakarta, ….....................2018
Praktikan

(...................................)

27
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

PERCOBAAN V
PENGOSONGAN TANGKI

I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan waktu pengosongan tangki teoritis
2. Menentukan faktor koreksi pengosongan tangki

II. Teori Dasar


Dalam industri kimia sering dijumpai proses perpindahan fluida cair dari
satu tempat ke tempat lain. Umumnya cairan-cairan di industri disimpan dalam
tangki sebagai penampung dan pipa-pipa sebagai alat transportasinya.
Transportasi cairan ini dapat dilakukan menggunakan pompa atau dengan
memanfaatkan gaya beratnya sendiri yang dapat dilakukan dengan menempatkan
cairan pada suatu ketinggian tertentu
Proses–proses dalam industri biasanya berlangsung secara kontinyu. Konsep
efflux time sangat bermanfaat untuk menghitung waktu pengosongan tangki dan
dapat memperkirakan tinggi permukaan cairan dalam tangki setiap saat.
Suatu cairan yang mengalir dalam pipa akan mengalami terjadinya friksi
dengan dinding pipa akibat gesekan antara lain jika suatu cairan dengan kecepatan
yang tertentu mengalir dari ruang yang besar atau entrance akan terjadi friksi
antara cairan yang mengalir dengan dinding pipa (Daugherty, 1954).
Adanya faktor gesekan akan mempengaruhi waktu yang diperlukan oleh zat
cair untuk melewati panjang pipa, friksi yang disebabkan oleh bentuk pipa
biasanya dinyatakan dalam panjang pipa terhadap sebuah pipa lurus (Streeter,
1962).
Bila ditinjau suatu aliran cairan yang bisa dianggap incompressible
(viskositas dan densitas tetap dan tidak dipengaruhi oleh tekanan), mengalir
melalui pipa dengan luas penampang tetap pada keadaan steady state atau ajeg,
seperti terlihat pada Gambar 1.
Pada permukaan pipa bekerja dua gaya yaitu Fs atau Fk. Gaya Fs akan selalu
ada meskipun fluida diam, sedangkan gaya Fk adalah gaya yang berhubungan
dengan sifat kinetika dari fluida.(Bird, 1960).
Fk = A.k.f ………………………..………….(1)

28
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Z=0

Fk

Fs
Z=L

Gambar 5.1 Faktor Gesekan untuk Aliran Fluida di Dalam Pipa

Untuk pipa dengan luas penampang tetap, berjari-jari Ro dan panjang L,


maka:
Fk = (2 π. Ro. L) (1/2. ρ.  2 ) f ……………(2)
Energi yang diperlukan oleh fluida untuk mengatasi gaya gesek pada
dinding pipa sepanjang L adalah : Fk. L. Energi ini akan mendorong sejumlah
massa fluida sebesar ρ π Ro2.L, sehingga energi yang diperlukan untuk mengatasi
gaya gesek untuk tiap unit massa aliran yang memasuki pipa adalah :

2. f .L. 2
Lwf = ……………(3)
Dp

atau dapat juga dituliskan dalam bentuk


f .L. 2
Lwf = h = ……………..(4)
2.g .Dp
Harga f tergantung jenis aliran yang terjadi di dalam pipa
a. Untuk aliran laminar, dengan nilai Re < 2100 nilai f dapat dicari dengan
pendekatan
64
f= ……………..(5)
Re
  .Do
dengan Re= ……………..(6)

29
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

b. Untuk aliran turbulen, dengan nilai Re > 4000 nilai f dapat dicari dengan
rumus Blasius (Perry, 1984)
f = 4. Co ……………..(7)
Persamaan di atas berlaku untuk pipa yang licin (Bird, 1960) dengan
 =0.00001
D
4x 0.0791
f= 1
……………..(8)
Re 4

c. Untuk aliran transisi, dengan 2100<Re<4000 menggunakan persamaan


seperti pada aliran turbulen.

Waktu pengosongan cairan dalam tangki dapat diperkirakan dengan


suatu rumus pendekatan yang kemudian dikenakan faktor koreksi untuk
mendapatkan waktu pengosongan cairan yang mendekati sesungguhnya.

Gambar 5.2 Pengosongan Cairan dalam Tangki

Persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2


P1 12 P2 2 2
+ z1 + - F12 - Ws = + z2 + ………….(9)
g 2g g 2g
dengan
P1 = 0 karena gauge pressure
1 = 2 karena diameter sama
F12 = 0 karena aliran lambat
Ws = 0 karena tidak ada pompa

30
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Persamaan berubah menjadi :


P2
= z1 - z2 = Z ………….(10)
g
Persamaan Bernoulli untuk titik 2 dan 3
P2 2 2 P3 3 2
+ z2 + - F23 - Ws = + z3+ ………….(11)
g 2g g 2g
dengan
P3 = 0 karena gauge pressure
2 =  3 karena diameter sama
-Ws = 0 karena tidak ada pompa
maka persamaan menjadi
P2
+ z2 - F23 = z3 ………….(12)
g
Friksi pada tangki dan entrance dari tangki masuk dianggap nol, maka persamaan
(10) digabung dengan persamaan (12) akan diperoleh :
2
f .L. z
Z= ………….(13)
2.g.Dp
Persamaan di atas merupakan dasar untuk perhitungan efflux time teoritis.

III. Alat dan Bahan


1. Alat
a) Botol plastik sebagai tangki dengan diameter rata-rata cm
b) Sedotan sebagai pipa pengeluaran dengan diameter 0,8 cm, 0,55 cm dan
panjang 15,5 cm, 24 cm
c) Mistar
d) Stopwatch
2. Bahan
a) Air

IV. Prosedur Kerja


1. Air dimasukkan ke dalam tangki sementara ujung pipa disumbat dengan
jari tangan.
2. Setelah mencapai ketinggian yang ditentukan yaitu 12 cm, pemasukan air
dihentikan.
3. Ujung pipa dibuka dan pada saat bersamaan, waktu penurunan permukaan
cairan dalam tangki diukur dengan menggunakan stop watch. Waktu
penurunan permukaan cairan dalam tangki diukur untuk setiap beda tinggi
2 cm, sampai tinggi permukaan cairan mencapai 2 cm.
4. Percobaaan dilakukan untuk variasi panjang pipa pada diameter pipa tetap
dan untuk variasi diameter pada panjang pipa tetap.

31
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

V. Data Pengamatan dan Perhitungan


1. Data Pengamatan
Diameter rata-rata tangki = 6,4 cm
Δh = 2 cm

Tabel 5.1 Data Hubungan antara Waktu Efflux (ts) dengan Variasi Diameter
Pipa (Dp) pada Panjang Pipa (L) Tetap.

Dp, ts, detik


No. L, cm
cm H1- H2 H2- H3 H3- H4 H4- H5 H5- H6
1 15,5 0,8
2 15,5 0.55

Tabel 5.2 Data Hubungan antara Waktu Efflux (ts) dengan Variasi Panjang
Pipa (L) pada Diameter Pipa (Dp) Tetap.

Dp, ts, detik


No. L, cm
cm H1 - H2 H2 - H3 H3 - H4 H4 - H5 H5 - H6
1 15,5 0.55
2 24 0.55

2. Perhitungan
Menghitung kecepatan aliran dalam pipa (ν)
Q
v
A
1 h
DT 2
4 ts
v
1
D p 2
4
2
DT h
v 2
…………(14)
Dp ts
Waktu pengosongan cairan dalam tangki dapat tangki dapat didekati
dengan persamaan :
1. Untuk aliran laminer
2
32. .L.DT  L  H1 
tt = 4
Ln   ………….(15)
 .g .Dp  L  H2 
2. Untuk aliran turbulen dan transisi
2
7 DT  3
3
 7 
tt = .c.   L  H 1 ) 7
 ( L  H 2  ………….(16)
3.Dp 4   

32
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

4
 1
4 
7

 0 . 0791 . L. 
dengan: c= 1
 2 4.g .Rp 5 4 . 14 
 
vD p
Re  ………….(17)

Faktor koreksi dapat dihitung dengan persamaan t
t
η= s ………….(18)
tt

VI. Pertanyaan
1. Bagaimanakah faktor koreksi data hasil percobaan ? Jika terjadi
penyimpangan, hal-hal apa sajakah yang menyebabkan?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efflux time?
3. Jelaskan mengenai vortex!
4. Jelaskan mengenai end effect !

Daftar Pustaka
Bird, R. B., Steward, W.E., and Lightfoot, E. N., 1960, “Transport
Phenomena”, pp. 181-187, John Wiley and Sons, Inc., New York.
Daugherty, R. L., 1954, “Fluid Mechanics with Engineering Application”,
5ed., p.168, Kawakusha co., Ltd., Tokyo.
Perry, R. H. and Green, D. W., 1984, “Perry’s Chemical Engineer’s
Handbook”, 6ed., pp. 3-75, 3-243, McGraw Hill Book Company, Inc., New York.
Streeteer, V. L., 1962, “Fluid Mechanics”, 3ed., pp. 221-224, McGraw Hill
Book Company, Inc., New York.

33
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

LAPORAN SEMENTARA
MODUL : PENGOSONGAN TANGKI

Kelompok : ..............................................................................................
Nama Anggota : 1. ..........................................................................................
2. ..........................................................................................
3. ..........................................................................................
4. ..........................................................................................
5. ..........................................................................................
Tanggal Praktikum : ..............................................................................................
Pukul : ..............................................................................................

Data Percobaan
Diameter rata-rata tangki = 6,4 cm
Δh = 2 cm
Tabel 1. Data Hubungan antara Waktu Efflux (ts) dengan Variasi Diameter Pipa
(Dp) pada Panjang Pipa (L) Tetap
Dp, ts, detik
No. L, cm
cm H1- H2 H2- H3 H3- H4 H4- H5 H5- H6
1 15,5 0,8
2 15,5 0.55

Tabel 2. Data Hubungan antara Waktu Efflux (ts) dengan Variasi Panjang Pipa (L)
pada Diameter Pipa (Dp) Tetap
Dp, ts, detik
No. L, cm
cm H1 - H2 H2 - H3 H3 - H4 H4 - H5 H5 - H6
1 15,5 0.55
2 24 0.55

Jakarta, ….....................2018
Praktikan

(...................................)

34
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

PERCOBAAN 6
SEDIMENTASI
I. Tujuan Percobaan
1. Membuat grafik hubungan antara kecepatan sedimentasi (vL) pada setiap
konsentrasi padatan (CL)
2. Membuat persamaan hubungan antara kecepatan sedimentasi (vL) pada setiap
konsentrasi padatan (CL)

II. Teori Dasar


Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi secara mekanik
menjadi dua bagian, yaitu slurry dan supernatant. Slurry adalah bagian dengan
konsentrasi partikel terbesar, dan supernatant adalah bagian cairan yang bening.
Proses ini memanfaatkan gaya gravitasi, yaitu dengan mendiamkan suspensi
hingga terbentuk endapan yang terpisah dari beningan (Foust, 1980).
Proses sedimentasi dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu batch,
semi batch, dan kontinyu. Pada percobaan, digunakan cara batch. Cara ini cocok
dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling mudah
dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah. Mekanisme sedimentasi
batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada gambar berikut :

Keterangan :

A = cairan bening

B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam

D = zona partikel padat terendapkan

Gambar 6.1. Mekanisme Sedimentasi Batch

Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi


seragam dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B). Partikel
mulai mengendap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum dengan cepat.
Zona D yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat
mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona
D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan
konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi seragam, dengan
komsentrasi dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah
zona A yang merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah
(gambar 2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya
zona B, C dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut

35
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

critical settling point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening
dan endapan (Foust, 1980).
Tujuan dari proses sedimentasi yaitu :
1. Thickening
Tujuan dari sedimentasi adalah untuk meningkatkan konsentrasi padatan pada
slurry. Contohnya adalah thickener untuk memekatkan konsentrasi pulp pada
pabrik kertas. Biasanya alat ini didesain untuk kuantitas yang cukup besar.
2. Clarifier
Tujuan dari sedimentasi adalah untuk menurunkan konsentrasi padatan
dengan jalan mengendapkan padatan terlarut dan hasil yang diinginkan
adalah beningan dengan konsentrasi padatan terlarut sekecil mungkin.
Biasanya alat clarifier ini dibuatsecara batch.
Pada proses pengendapan, maka dari endapan yang terbentuk dapat diukur
porositasyna dan kadar padatan dalam slurry (xs). Porositas merupakan
perbandingan ruang kosong dengan volume total kueh. Ruang kosong yang
dimaksud adalah ruang dalam suspensi yang terisi oleh cairan.
Penyebab porositas antara lain :
1. Terdapat kadar padatan yang tidak larut dalam suspensi
2. Adanya cairan yang mengisi ruang kosong dalam suspensi
Hal-hal yang mempengaruhi porositas :
1. Sifat bulk padatan
Semakin besar, porositas semakin kecil
2. Konduktivitas thermal effective
Semakin besar, porositasnya semakin kecil
3. Tahanan elektrik fase
Sebanding dengan nilai porositas
4. Pressure drop yang mengalir melalui fase
Berbanding terbalik dengan porositas

III. Alat dan Bahan


a) Alat
1. Gelas ukur 250 mL
2. Stopwatch
3. Gelas pengaduk
4. Neraca analisis digital
5. Mistar
b) Bahan
1. Air
2. CaCO3

IV. Prosedur Kerja


1. Membuat larutan CaCO3 dengan konsentrasi kapur tulis 40 g/l dan 60 g/l ,
yaitu dengan menimbang CaCO3 seberat 10 gram dan 15 gram
mengunakan neraca analitis digital, kemudian dimasukkan ke dalam 250
ml air dalam gelas ukur berskala dan diaduk hingga homogen.

36
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

2. Melakukan pengamatan terhadap turunnya interface pada larutan CaCO3.


Pencatatan tinggi awal slurry dilakukan pada saat perbedaan interface
sudah terlihat dan pada saat yang bersamaan stopwatch dinyalakan.
Pengamatan tinggi interface berikutnya dilakukan tiap selang waktu 1
menit, dan dicatat tingginya.
3. Pengamatan ini dilakukan dalam selang waktu 1 menit sampai tinggi
interface konstan sebanyak 2 kali data pengambilan. Pada saat ini
sedimentasi dianggap sudah selesai karena tinggi interface dianggap sudah
konstan.

V. Data Pengamatan dan Perhitungan


a. Data Pengamatan
Massa CaCO3 yang ditimbang :
1. Konsentrasi 40 gram/L : gram
2. Konsentrasi 60 gram/L : gram

Tabel 6.1 Data Hubungan antara Tinggi Lapisan Batas (ZL) dengan Waktu
Pengendapan (θL) untuk Konsentrasi CaCO3 40 g/L

Run ke-1 Run ke-2 Run ke-3


θL, θL, θL,
zL,cm zL,cm zL,cm
menit menit menit

37
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Tabel 6.2 Data Hubungan antara Tinggi Lapisan Batas (ZL) dengan Waktu
Pengendapan (θL) untuk Konsentrasi CaCO3 60 g/L
Run ke-1 Run ke-2 Run ke-3
θL, θL, θL,
zL,cm zL,cm zL,cm
menit menit menit

b. Perhitungan
Menentukan Kecepatan Sedimentasi dengan Cara Visualisasi

Keterangan:
C : Konsentrasi pada lapisan, g/L
V : kecepatan sedimentasi, , cm/s
vL : kecepatan naiknya lapisan, cm/s
c-dc : konsentrasi padatan masuk lapisan, g/L
v + v L :kecepatan padatan keluar terhadap
permukaan lapisan, cm/s
v+dv : kecepatan padatan masuk ke dalam lapisan
terhadap permukaan lapisan, cm/s

Gambar 6.2. Proses Sedimentasi untuk Sebuah Elemen Volum

Neraca massa elemen volum :


Input = output
(c-dc)( v+dv+ v L ).S.θ = c( v + v L ) S. θ ……….(1)
Dengan :
S = luas permukaan silinder, cm2
θ = waktu sedimentasi, s

38
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Persamaan (1) dapat diselesaikan :


[(v + v L )+cdv-( v+dv+ v L )]dc = c (v + v L )
v L dc = c.dv  v.dc  dv.dc
dv
v L = c  v  dv ……….(2)
dc
Karena dv sangat kecil, maka persamaan di atas menjadi:
dv
vL = c v ……….(3)
dc
Diasumsikan bahwa kecepatan sedimentasi merupakan fungsi konsetrasi
(Foust, 1960)
V = f(c)
dv
= f’(c)
dc
Sehingga :
v L = c. f’(c) – f(c) ……….(4)
Karena c konstan untuk percobaan ini, maka f’(c) dan f(c) juga konstan,
sehingga v L konstan. v L yang konstan ini dapat dipakai untuk menentukan
konsentrasi padatan pada batas atas dari suatu lapisan batas pada percobaan.

Neraca massa padatan pada proses sedimentasi batch :


Massa padatan sebelum sedimentasi : massa padatan sesudah sedimentasi
Co. Zo. S = CL. S.θ L (VL + v L ) ……….(5)
dengan :
C0= konsentrasi larutan mula-mula, g/L
CL= konsentrasi lapisan atas, g/L
Z0= tinggi slurry / larutan mula-mula, cm
S = luas permukaan, cm2
θ L = waktu pengendapan, detik
jika zL adalah tinggi interface pada saat θ L dan v L konstan sesuai dengan
persamaan (5) maka:
z
vL  L ……….(6)
L
Persamaan (6) disubstitusikan ke persamaan (5) diperoleh:
Z 0 .C0
CL  ……….(7)
Z L  VL . L

39
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Grafik Hubungan antara zL dan θ L dapat dibuat dari data percobaan :

Keterangan :
z0: tinggi slurry mula-mula, cm
zi: intersep garis singgung kurva pada titik
(θ L,zL)
zL: tinggi slurry saat mencapai cL, cm
θ L: waktu yang diperlukan untuk
mencapai zL, detik

Gambar 6.3. Hubungan antara Tinggi Lapisan Batas (zL) dengan Waktu
Sedimentasi (θ L), (Foust, 1980)

zi dicari dari grafik zL vs θ L dimana zi merupakan intersep garis singgung


kurva pada titik (θ L,zL)

Pada Gambar 3, vL merupakan slope kurva pada saatb θ L dan dinyatakan


dalam tangen α, diperoleh :
=′ ……….(8)
Zi  Z L
VL = tg α = ……….(9)
L
Persamaan (9) disubstitusikan ke persamaan (7) :
Z .C
CL = 0 0 ……….(10)
Zi
dengan zi = intersep dari garis singgung kurva pada titik (θ L,zL).
Perhitungan selanjutnya menghasilkan data untuk grafik hubungan vL dan cL.

Menentukan Hubungan antara Kecepatan Sedimentasi (VL) dengan


Konsentrasi Padatan pada Lapisan Batas (CL)

Persamaan yang digunakan :


VL  A.e B.CL ……….(10)
ln VL  ln A  B.CL ……….(11)
y  a  bx ……….(12)
dengan : y  ln VL
a  ln A
bB
x  CL

40
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Dengan metode Least Square a dan b dapat dihitung.


 x y  n xy
b ……….(13)
x 2  nx 2
 y  b x
a ……….(14)
n
Kesalahan relatif dihitung dengan :
CL  CLdata
Kesalahan Relatif  persamaan x100% ……….(15)
CL persamaan
Kesalahan Relatif
Kesalahan Relatif Rata  Rata  ……….(16)
n

VI. Pertanyaan
1. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengendapan
dan jelaskan bagaimana pengaruhnya?
2. Apakah kelebihan dan kelemahan perhitungan kecepatan sedimentasi
dengan cara visualisasi ?
3. Bagaimanakah kecepatan sedimentasi dari awal proses sedimentasi hingga
akhir proses ?

Daftar Pustaka
Brown, G. G., 1950, “Unit Operation”, Modern Asia Edition, pp. 74, 110-113,
John Wiley and Sons, Inc., New York.
Foust, A. S., 1980, “Principle of Unit Operations”, 2 ed., pp. 629-633, John Wiley
and Sons, Inc., New York.

41
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

LAPORAN SEMENTARA
MODUL : SEDIMENTASI

Kelompok : ..............................................................................................
Nama Anggota : 1. ..........................................................................................
2. ..........................................................................................
3. ..........................................................................................
4. ..........................................................................................
5. ..........................................................................................
Tanggal Praktikum : ..............................................................................................
Pukul : ..............................................................................................

Data Percobaan
Massa CaCO3 yang ditimbang :
1. Konsentrasi 40 gram/L : gram
2. Konsentrasi 60 gram/L : gram
Tabel 1. Data Hubungan antara Tinggi Lapisan Batas (ZL) dengan Waktu
Pengendapan (θL) untuk Konsentrasi CaCO3 40 g/L
Run ke-1 Run ke-2 Run ke-3
θL, θL, θL,
zL,cm zL,cm zL,cm
menit menit menit

42
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
TEKNIK KIMIA POLIMER, POLITEKNIK STMI JAKARTA

Tabel 2. Data Hubungan antara Tinggi Lapisan Batas (ZL) dengan Waktu
Pengendapan (θL) untuk Konsentrasi CaCO3 60 g/L
Run ke-1 Run ke-2 Run ke-3
θL, θL, θL,
zL,cm zL,cm zL,cm
menit menit menit

Jakarta, ….....................2018
Praktikan

(...................................)

43

Anda mungkin juga menyukai