Anda di halaman 1dari 18

KOMPLIKASI ANESTESI LOKAL

Oleh:

Mita Junita Putri 04101004021

Yenita Adetama 04101004030

Maria Sri Murni 04101004053

Fitria Afriani 04101004055

Vivi Fitria 04101004063

Rilya Afriza 04101004062

Amira Shafuria 04101004064

Endita Widya Chastrena 04101004080

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2012

0
A. Definisi Anestesi

Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-“tidak, tanpa” dan


aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah Anestesia
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi
adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran pasien.
Beberapa tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan fasilitas anestesi
lokal dengan beberapa pertimbangan yaitu tekniknya sederhana dan biaya relatif
murah. Pemilihan teknik dan obat anestesi lokal ditentukan oleh jenis tindakan
pembedahan, indikasi dan kontraindikasi , kondisi pasien dan yang paling utama
adalah keinginan atau pilihan pasien. Bagi pasien yang akan menjalani
pembedahan dengan psikis tak stabil, teknik anestesi lokal cukup menakutkan dan
mengganggu kenyamanan. Dari segi keamanan, teknik ini tidak kalah bahayanya
dengan anestesi umum, berbagai komplikasi dari yang ringan dan bersifat lokal
hingga komplikasi sistemik yang fatal dapat terjadi.

Pengetahuan tentang farmakologi obat anestesi lokal dan patofisiologi


terjadinya komplikasi serta resusitasi mutlak diperlukan agar dapat
meminimalisasi atau mengelola komplikasi anestesi lokal, bila itu terjadi.

B. Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu


menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh
yang spesifik. Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya
kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga diistilahkan
dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang
bersifat setempat (lokal).
Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal.

1
Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti
sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka yang
disertai tindakan penjahitan.
Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang
hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu
dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari
itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa
nyeri.
Pemakaian anestesi lokal pada praktek kedokteran gigi merupakan suatu
hal yang tidak mungkin dapat dihindari. Tuntutan mengerjakan suatu kasus tanpa
disertai rasa sakit sehingga memberikan kenyamanan baik untuk pasien dan
operator merupakan kebutuhan dasar saat melakukan pembedahan maupun
pencabutan gigi. Anestesi lokal yang digunakan dalam kedokteran gigi dianggap
sangat aman dan memiliki efek samping yang rendah terkait dengan
penggunaannya. Namun, masih terdapat reaksi tidak menguntungkan akibat
anestesi lokal berupa reaksi lokal maupun sistemik. Reaksi yang tidak
menguntungkan dan bahkan membahayakan inilah yang disebut sebagai
komplikasi.
Dokter gigi harus tetap mengingat bahwa dalam setiap suntikan anestesi
yang dilakukan, dapat menimbulkan komplikasi anestesi dan harus diambil
langkah-langkah tertentu untuk memastikan bahwa praktisi kedokeran gigi benar-
benar mengenali macam-macam, peyebab, dan penanganan komplikasi tersebut.

C. Kontraindikasi Anestesi Lokal

Kontraindikasi absolut :

1. Pasien menolak
2. Ada riwayat alergi terhadap obat anestesi lokal
3. Infeksi ditempat suntikan
4. Pasien dengan terapi antikoagulan
5. Pasien dengan gangguan perdarahan

2
6. Pemakaian adrenalin pada pembedahan daerah end organ ( jari, penis),
atau pasien dengan terapi MAO inhibitor

Kontraindikasi relatif :

1. Pasien tidak kooperatif


2. Pasien dengan kelainan neurologis

D. Komplikasi Anestesi Lokal


Komplikasi anestesi lokal maupun anestesi umum dapat terjadi tanpa
diduga sebelumnya, untuk itu kita harus melakukan persiapan yang matang guna
menghadapi kemungkinan terburuk serta bertindak secara hati-hati untuk
meminimalisasi kemungkinan timbulnya komplikasi. Obat-obat emergensi, obat
anestesi umum dan perlengkapan gawat darurat lain harus selalu tersedia serta
mudah dijangkau.
Pada dasarnya obat anestesi lokal relatif aman bila diberikan dalam dosis
yang sesuai dan pada tempat yang tepat . Meski demikian, reaksi toksik baik yang
bersifat lokal maupun sistemik dapat terjadi.

Komplikasi anestesi dapat berakhir dengan kematian atau tidak diduga


walaupun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Menurut
Ellis & Campbell (1986), secara umum komplikasi anestesi yang sering
dijumpai antara lain kerusakan fisik, kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai
komplikasi anestesi antara lain: pembuluh darah, intubasi, dan saraf superfisialis.
a. Pembuluh Darah
Kesalahan teknik dalam venapunksi dapat menyebabkan memar,
eksavasasi obat yang dapat menyebabkan ulserasi kulit di atasnya, infeksi lokal,
tromboflebitis serta kerusakan struktur berdekatan, terutama arteri dan saraf.
Beberapa obat yang mencakup Benzodiazepin dan Propanidid menyebabkan
tromboflebitis. Kanulasi vena yang lama lebih mungkin menyebabkan
tromboflebitis dan infeksi.
b. Intubasi
Kerusakan sering terjadi pada bibir dan gusi akibat intubasi trachea oleh
orang yang tidak berpengalaman. Kerusakan gigi geligi akan terjadi lebih serius

3
jika disertai kemungkinan inhalasi fragmen yang diikuti oleh abses paru. Jika
dibiarkan tidak terdeteksi, intubasi nasotrachea dapat menyebabkan epistaksis
yang tak menyenangkan dan kadang–kadang sonde dapat membentuk saluran di
bawah mukosa hidung, intubasi hidung sering memfraktura concha (Ellis &
Campbell, 1986). Kerusakan pada struktur tonsila dan larynx (terutama pita
suara) untungnya sering terjadi, tetapi penanganan mulut posterior struktur yang
kasar menyokong sakit tenggorokan pasca bedah.
c. Saraf Superfisialis
Tekanan langsung terus menerus akan merusak saraf, seperti poplitea
lateralis sewaktu mengelilingi caput fibulae, yang menyebabkan “foot drop”,
fasialis sewaktu ia menyilang mandibula, yang menyebabkan paralisis otot
wajah, ulnaris sewaktu ia menyilang epicondylus medialis, yang menyebabkan
paralisis dan kehilangan sensasi dalam tangan serta nervus radialis sewaktu ia
mengelilingi humerus di posterior, yang menyebabkan “wrist drop”. Pleksus
brachialis dapat dirusak dengan meregangnya di atas caput humeri, jika lengan
diabduksi atau rotasi eksternal terlalu jauh (Ellis & Campbell, 1986).
Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu
dipastikan bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposibel berkualitas
tinggi yang dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan
tegang dan ujung yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa,
penetrasi dapat terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak
enak yaitu menghangatkan larutan dan menyuntikannya perlahan-lahan.
Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan
yang sudah terkontaminasi. Penggunaan catridge yang tepat akan dapat
menghilangkan kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-
kadang menyebabkan pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan
yang disuplai oleh saraf tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum
sudah menembus selubung saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi
tetap bersikeras untuk mendepositkan larutan anestesi pada situasi seperti ini, akan
terjadi gangguan sensasi labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya
tekanan yang cukup besar untuk mendepositkan larutan pada jaringan resisten
juga akan menimbulkan rasa sakit, dan karena itu harus dihindari sebisa mungkin.

4
Sedangkan menurut jenisnya komplikasi anestesi dapat dibedakan menjadi
komplikasi lokal dan komplikasi sistemik,
1. Komplikasi Lokal

Komplikasi dapat terjadi bila saat penyuntikan tertusuk pembuluh darah


yang cukup besar atau pada pasien dengan kelainan perdarahan atau yang
mendapat terapi antikoagulan sehingga membentuk hematom, infiltrasi dan abses.
Untuk mencegah komplikasi kita harus selalu menanyakan riwayat
penyakit dan riwayat pengobatan pada setiap pasien, menghindari daerah yang
kaya pembuluh darah serta melakukan aspirasi pada saat menyuntikan obat.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah kompres hangat, atau insisi disertai
pemberian antibiotika apabila telah terjadi abses. Nekrose jaringan dapat terjadi
apabila suatu arteri organ dilakukan anestesi lokal dengan agent yang
mengandung adrenalin, dalam hal ini kadang diperlukan nekrotomi disertai
pemberian antibiotika yang sesuai.
Beberapa komplikasi lokal dari anestesi lokal,
a. Patah Jarum

 Penyebab: gerakan tiba-tiba jarum gauge (ukuran) kecil, jarum yang


dibengkokan .
 Pencegahan: kenalilah anatomi daerah yang akan dianestesi, gunakan
jarum gauge besar, jangan gunakan jarum sampai porosnya, pake jarum
sekali saja, jangan mengubah arah jarum, beritahu pasien sebelum
penyuntikan.
 Penaganan: tenang, jangan panik, pasien jangan bergerak, mulut harus
tetap terbuka jika fragmennya kelihatan, angkat dengan hemostat keal, jika
tidak terlihat diinsisi, beritahu pasien, kirim ke ahli bedah mulut.
b. Rasa Terbakar Pada Injeksi.
 Penyebab: pH larutan melampaui batas, injeksi larutan cepat, kontaminasi
larutan catridge dengan larutan sterilisasi, larutan anestesi yang hangat.
 Masalah: bisa terjadi iritasi jaringan, jaringan menjadi rusak.

5
 Pencegahan: gunakan anestetik lokal yang pH kira-kira 5, injeksi larutan
perlahan-lahan (1ml/menit), cartridge disimpan pada suhu kamar, lokal
anestetik tetap steril.

c. Rasa Sakit pada Injeksi

 Penyebab: teknik injeksi salah, jarum tumpul, deposit larutan cepat, jarum
mengenai periosteum.
 Pencegahan: penyuntikan yang benar, pakai jarum yang tajam, pakai
larutan anestesi yang steril, injeksikan jarum perlahan-lahan, hindari
penyuntikan yang berulang-ulang.
 Penanganan: tidak perlu penangana khusus.

d. Parastesi (kelainan saraf akibat anestesi): tidak terasa

 Penyebab: trauma (iritasi mekanis pada nervus akibat injeksi jarum/


larutan anestetik sendiri.)
 Masalah: dapat terjadi selamanya, luka jaringan, parestesia sebagai suatu
fenomena sensorik berupa kebas, rasa terbakar dari kulit tanpa adanya stimulus
yang jelas.
 Pencegahan: injeksi yang tepat, penggunaan cartridge yang baik.
 Penanganan: tenangkan pasien, pemeriksaan pasien (lamanya parastesia),
pemeriksaan ulang sampai gejala hilang, konsul keahli bedah, mulut atau
neurologi.

e. Trismus (gangguan membuka mulut)

 Penyebab: trauma pada otot untuk membuka mulut, iritasi, larutan,


pendarahan, infeksi rendah pada otot.
 Masalah: rasa sakit, hemobility (kemampuan mandibula untuk bergerak
menurun).
 Pencegahan: pakai jarum suntik tajam, asepsis saat melakukan suntikan,
hindari injeksi berulang-ulang, volume anestesi minimal.

6
 Penanganan: terapi panas (kompres daerah trismus 15-20 menit) setiap
jam. Analgetik obat relaksasi otot, fisioterapi (buka mulut 5- 10 menit tiap
3 jam), megunyah permen karet, bila ada infeksi beri antibiotik alat yang
digunakan untuk membuka mulut saat trismus.

f. Hematoma (efusi darah kedalam ruang vaskuler)

 Penyebab: robeknya pembuluh darah vena/ arteri akibat penyuntikan,


tertusuknya arteri/ vena, dan efusi darah.
 Pencegahan: anatomi dan cara injeksi harus diketahui sesuai dengan
indikasi, jumlah penetrasi jarum seminimal mungkin.
 Penanganan: penekanan pada pembuluh darah yang terkena, analgetik bila
nyeri, aplikasi pada pada hari berikutnya.

g. Infeksi.

 Penyebab: jarum dan daerah operasi tidak steril, infeksi mukosa masuk
kedalam jaringan, teknik pemakaian alat yang salah
 Pencegahan: jarum steril, aseptik, hindari indikasi berulang-ulang.
 Penanganan: terapi panas, analgesik, antibiotik.

h. Udema (Pembengkakan Jaringan)

 Penyebab: trauma selama injekasi, infeksi, alergi, pendarahan, irirtasi


larutan analgesik.
 Pencegahan: pemakaian alat anestesi lokal yang benar, injeksi atraumatik,
teliti pasien sebelum pemberian larutan analgesik.
 Penanganan: mengurangi pembengkakan secepat mungkin, bila udema
berhubungan dengan pernafasan maka dirawat dengan epinefrin 8,3 mg
IV/Im, antihistramin IV/im. Kortikosteroid IV/ IM, supinasi, berikan basic
life support, tracheastomi, bila sumbat nafas, evaluasi pasien.

i. Bibir Tergigit

 Penyebab: pemakaian long acting anestesi lokal.

7
 Masalah: bengkak dan sakit.
 Pencegahan: pilih anastetik durasi pendek, jangan makan/minum yang
panas, jangan mengigit bibir.
 Peanganan: analgesik, antibiotik, kumur air hangat beri vaselin lipstik.

j. Paralyse N. Facialis (N. Facialis ter anestesi)

 Penyebab: masuknya larutan anestesi ke daam kapsul/ substransi grandula


parotid.
 Masalah: kehilangan fungsi motoris otot ekspersi wajah. Mata tidak bisa
mengedip.
 Pencegahan: blok yang benar untuk n. Alveaolaris inferior, jarum jangan
menyimpang lebih kepost waktu blok n. alveolaris inferior.
 Penanganan: beritahu pasien, bahan ini bersifat sementara, anjurkan secara
periodik membuka dan menutup mata.

k. Lesi Intra Oral Pasca Anestesi

 Penyebab: stomatitis apthosa rekuren, herpes simpleks.


 Masalah: pasein mengeluh sensitivitas akut pada daerah uslerasi.
 Penanganan: simptomatik, kumur-kumur dengan larutan dipenhidramin
dan susu magnesium.

l. Sloughing pada Jaringan

 Penyebab: epitel desquamasi, abses steril.


 Masalah: sakit hebat.
 Pencegahan: pakai topical anestesi, bila memakai vasokonstriktor jangan
berlebihan.
 Penanganan: secara simptomatik, rasa sakit diobati dengan analgesik
(aspirin/ kodein secara topikal)

8
m. Syncope (fainting)

Sinkope atau kolaps merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dari
penggunaan anestesi lokal di kedokteran gigi. Kolaps merupakan bentuk dari syok
neurogenik yang disebabkan oleh iskeminya jaringan serebral sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah perifer disertai penurunan tekanan darah.

 Penyebab: isohemia cereoral sekunder, penurunan volume darah ke otak,


trauma psikologi.
 Masalah: kehilangan kesadaran.
 Pencegahan: fentilasi yang cukup, posisi kepala lebih rendah dari tubuh,
hentikan bila terjadi perubahan wajah pasien.
 Penanganan: posisikan kepala lebih rendah dari tubuh, kaki sedikit
diangkat, bila sadar anjurkan tarik nafas dalam-dalam, rangsang
pernapasan dengan wangi-wangian.

2. Komplikasi Sistemik
Komplikasi sistemik biasanya terjadi akibat keteledoran saat menyuntikan
obat anestesi lokal sehingga masuk kedalam sirkulasi sistemik atau intratekhal

Secara garis besar hal ini dapat terjadi oleh karena 4 hal, yaitu,
a. Hipersensitif.
Dengan dosis yang masih jauh dari dosis maksimal sudah timbul tanda-
tanda komplikasi sistemik. Hal ini dapat dihindari dengan anamnesa yang teliti
serta tes sensitifivas.
b. Over dosis
Penyuntikan yang berulang tanpa memperhatikan volume dan konsentrasi
obat yang dipakai merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya over dosis.
Hal ini sering terjadi pada pasien yang menjalani operasi yang cukup luas dan
tidak kooperatif, dimana operator tanpa disadari sering menambah suntikan
anestesi lokal. Pada umumnya semakin potensialnya suatu anestetikum semakin
besar pula memberikan efek toksik. Dosis toksik bagi kebanyakan anestetikum
yang digunakan dalam bedah mulut yaitu berkisar 300-500mg

9
c. Intravasasi
Obat anestesi lokal dapat langsung masuk kedalam pembuluh darah
sehingga disamping tujuan anestesi tidak tercapai, juga dapat timbul penyulit
sistemik dengan segera. Hal ini dapat dicegah dengan cara melakukan aspirasi
sebelum kita memasukan obat.
d. Hiperabsorbsi
Absorbsi obat yang berlebihan dapat terjadi pada penyuntikan obat di
daerah wajah, leher, aksila dan inguinal serta daerah yang mengalami peradangan
yang merupakan daerah kaya pembuluh darah. Pencampuran epinefrin dapat
mengurangi bsorbsi obat anestesi lokal, disamping juga akan memperpanjang
aksinya.
e. Gejala komplikasi sistemik
Terutama melibatkan susunan saraf pusat dan system kardiovaskuler.
Secara umum SSP lebih rentan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan
sistema kardio-vaskuler, sehingga oleh karenanya dosis dan kadar plasma anestesi
lokal yang diperlukan untuk menimbulkan gejala toksisitas SSP lebih kecil
daripada yang diperlukan untuk membuat kolaps sirkulasi.
f. Susunan Saraf Pusat
Manifestasi sentral dari obat anestesi lokal dapat berbeda-beda tergantung
dari kadar obat dalam plasma, bila kadar obat dalam plasma hanya sedikit diatas
dosis toksis maka akan timbul gejala stimulasi, sedang bila jauh melampaui dosis
toksis akan terjadi depresi SSP.
Gejala awalnya berupa perasaan kepala terasa ringan, dizziness, kemudian
diikuti dengan gangguan visus dan pendengaran berupa penglihatan kabur dan
telinga berdenging atau tinistus.
Stimulasi SSP pada tingkat kortek serebri dapat berupa gelisah, agitasi
hingga kejang. Tindakan untuk mengatasi penyulit ini adalah dengan memberikan
obat anti konvulsi, misalnya diazepam 0,2 mg/kg.bb atau tiopental 2 mg/kg.bb,
secara intravena. Depresi pada tingkat ini bermanifestasi sebagai kantuk, lemah
hingga kesadaran menurun. Berikan Oksigen 100% dan segera pasang infus cairan
kritaloid dan tindakan lain yang perlu dilakukan.

10
Pada tingkat medula, stimulasi pusat kardiovaskuler bermanifestasi
sebagai hipertensi dan takikardi. Gejala ini dapat diatasi dengan pemberian
oksigen dan obat penghambat beta, seperti propanolol. Depresi pada tingkat ini
menimbulkan gejala hipotensi dan bradikardi. Untuk mengatasi hal ini segera
rubah posisi pasien jadi Trendelenburg, pasang infus cairan kristaloid, berikan
oksigen dan bila perlu obat vasopresor. Pada pusat respirasi, stimulasi dapat
menimbulkan takipnu yang dapat diatasi dengan pemberian opiat, seperti petidin
atau morpin. Depresi pada pusat ini dapat menimbulkan hipoventilasi yang harus
diatasi segera dengan nafas bantuan dan oksigen. Stimulasi pada pusat muntah
akan menimbulkan muntah yang potensial menyebabkan aspirasi paru.

g. Efek kardiovaskuler
Anestesi lokal dapat beraksi langsung pada serabut purkinye otot ventrikel
jantung sehingga dapat menimbulkan bradikardi, sedangkan aksi langsung pada
pembuluh darah akan menyebabkan vasodilatasi dan akhirnya hipotensi. Efek ini
dapat diatasi dengan pemberian sulfas atropin, pemberian infus cairan atau obat
vasopresor.

h. Reaksi alergi
Dapat hanya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok
anafilaktik yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tanda dan gejala
yang timbul, mulai dari pemberian obat anti histamin, kortikosteroid hingga terapi
definitif untuk syok anafilaktik.

i. Lain-lain
Komplikasi lain yang kadang dapat terjadi adalah menggigil yang harus
diatasi dengan selimut hangat, pemberian oksigen dan bila perlu dengan
pemberian klorpromazin 10-25 mg atau petidin 10 mg.

E. Bahaya Anestesi
Bahaya utama anestesi dapat disebabkan banyak penyebab. Sebagian
penyebab pada mulanya tidak berarti, tetapi jika bahaya tersebut tidak
diperhatikan sama sekali, atau tidak diatasi dengan baik, maka bencana dapat
terjadi (Bulto & Blogg, 1994). Bahaya lain mungkin tidak berbahaya tetapi

11
merupakan sumber utama ketidak nyamanan, nyeri, atau iritasi terhadap
penderita. Bahaya anestesi yang mungkin dapat terjadi antara lain:
1. Kematian “dalam keadaan” atau “akibat anestesi”
Kematian dalam keadaan “teranestesi” mungkin tidak sepenting
kematian akibat anestesi, atau komplikasinya. Jika perdarahan masif yang terjadi
selama pembedahan tidak dapat dikontrol, hal ini tentu saja termasuk kematian
dalam keadaan teranestesi tetapi bukan akibat anestesi walaupun ahli anestesi
telah mempunyai peran yang penting untuk berusaha mempertahankan hidup
penderita dengan secepatnya melakukan transfusi darah.
2. Bahaya anestesi yang dapat mematikan
Kematian akibat anestesi mungkin disebabkan oleh hipoksia dan henti
jantung yang saling terkait, pada kedua kasus kematian dapat disebabkan
oleh gangguan penyediaan oksigen otak dan /atau jantung baik primer (yang
disebabkan oleh hipoksia respiratorik) maupun sekunder (sebagai akibat
terhentinya sirkulasi setelah henti jantung). Bahaya lain akibat anestesi yang
dapat mematikan karena anestesi adalah anafilaksis akut karena obat yang
digunakan pada anestesi, dan hipertermia yang ganas.
3. Hipoksia atau anoksia respiratorik selama anestesi
Hipoksia atau anoksia terjadi selama anestesi akibat kegagalan sebagian
atau total maupun hambatan terhadap penyediaan oksigen ke otak.
Keadaan seperti ini dapat terjadi pada semua titik mulai dari sumber penyediaan
oksigen, mesin anestesi, saluran pernapasan atas dan bawah, paru–paru,
pembuluh darah utama sampai kapiler, dan akhirnya sampai kepada pemindahan
oksigen ke dan dalam sel. Sebagian sel akan pulih dari hipoksia atau bahkan
anoksia yang berlangsung dalam beberapa menit, tetapi pada otak akan terjadi
kerusakan yang irreversibel setelah 4–6 menit kekurangan oksigen, demikian
juga yang terjadi jika jantung berhenti dengan efektif (henti jantung).

E. Pencegahan dan Persiapan

Persiapan dan antisipasi untuk timbulnya komplikasi hendaknya selalu


diperhatian,

12
1. Persiapkanlah alat dan obat seperti anestesi umum. Dengan demikian apabila
terjadi komplikasi, semua obat dan alat yang diperlukan untuk terapi dan
resusitasi sudah tersedia ditempat yang mudah dicapai.
2. Hindari over dosis. Dosis yang berlebihan dapat dihindari dengan cara,
a. Menggunakan anestetik lokal yang paling dikenal sifat
farmakologinya misalnya lidokain atau prokain saja.
b. Tidak melebihi dosis yang dianjurkan.
c. Menggunakan konsentrasi yang paling kecil yang masih efekt if
lidokain 1% atau prokain2%.
d. Memberikan suntikan dengan hati-hati selalu melakukan aspirasi setiap
memasukkan 2 ml bat anestesi akan mencegah kemungkinan masuknya
obat ke pembuluh darah.
3. Anamnesa yang baik untuk menentukan anestetik lokal yang dipilih.
4. M o n i t o r s e l a l u k e a d a a n p a s i e n . Bercakap-cakap denga penderita
selama operasi bermanfaat untuk mengetahui perubahan sensorium
secara dini.Seorang penderita yang mula-mula tidak kooperatif
kemudian mendadak tenang, dapat merupakan tanda awal dari
reaksi sistemik.
5. Pakai anestetik lokal yang t elah dicampur dengan adrenalin
1:200.000 apabila tidak adakontraindikasi. Selain dapat memperpanjang
durasi, dapat pula mengurangi perdarahan sertamemperlambat absorbs
obat.Segera hentikan suntikan bila dijumpai gejala reaksi yang paling ringan
sekalipun. Segeraminta bantuan bila reaksi berat.

G. Farmakologi

Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam, yaitu golongan ester dan
golongan amide ( tabel 1 ). Perbedaan kimia dua golongan besar ini direfleksikan
dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama
dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan
amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini juga berkaitan
dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana golongan ester turunan
dari p-amino-benzoic acid memiliki frekuensi kecenderungan alergi lebih besar.

13
Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan potensi
dan lama kerjanya menjadi 3 group. Group I meliputi prokain dan kloroprokain
yang memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat. Group II meliputi
lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang.
Group III meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang memiliki potensi kuat
dengan lama kerja panjang. Anestesi lokal juga dibedakan berdasar pada mula
kerjanya. Kloroprokain, lidokain, mepevakain, prilokain dan etidokain memiliki
mula kerja yang relatif cepat. Bupivakain memiliki mula kerja sedang, sedangkan
prokain dan tetrakain bermula kerja lambat.

Tabel 1. Dua Golongan Besar Obat Anestesi Lokal


Maximum single dose (mg )
Agent With Clinical use
Without Epinephrine Epinephrine
Ester-linked
Cocaine 150 Topikal
Benzocaine Tidak Diketahui Topikal
Procaine 800 1000 Infiltration, spinal
Tetracaine 100 Topikal, spinal
Choroprocaine 800 1000 Infiltation,
block

Amide-linked
Lidocaine 400 500 All
Prilocaine 500 600 Infil, block, epid
Mepivacaine 300 500 Infil, block, epid
Bupivacaine 175 250 Infil, block, epid
Ropivacaine 250 Block, epidural
Etidocaine 300 400 Infil, block, epid

14
Miscellaneous 50 Spinal
Dibucaine Infil, epidural
Articaine

Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester
adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain.
Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai berikut :
Tabel 2. Obat anestesi lokal golongan ester

Prokain Lidokain Bupivakain


Golongan Ester Amide Amide
Mula kerja 2 menit 5 menit 15 menit
Lama kerja 30-45 45-90 2-4jam
metabolisme Plasma Hepar Hepar
Dosis 12 mg/kg 6mg/kg 2mg/kg
maksimal
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10

Untuk menghindari keracunan, dokter gigi harus diingatkan batas aman


maksimum dosis anestesi.
Tabel 3. Dosis Anestesi

Nama Produk Dosis Maksimum


Xylocain Dental Lidocaine hydrochloride Dewasa 10 ml (5.5
Adrenalin 20 mg/ml + adrenaline cartridges).
12.5 g/ml (1: 80 000) Anak-anak 4.4 mg/kg
(20 kg; < 2.5
cartridges)
Ultracain D Suprarenin Articaine hydrochloride Dewasa 12.5 ml (7
40 mg/ml + adrenaline 5 cartridges).
μg/ml (1: 200 000) Anak-anak 5.0 mg/kg

15
(20kg; <1.5
cartridges)
Ubistesin Forte Articaine hydrochloride Dewasa 12.5 ml. Anak-
40 mg/ml + adrenaline anak 0.175 ml/kg
10 μg/ml
Citanest Dental Prilocaine hydrochloride Dewasa 10 ml (5.5
Oktapressin 30 mg/ml + felypressin cartridges).
0.54 μg/ml Anak-anak 6.0 mg/kg
(20 kg; 2 cartridges)

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Howe, G.L, Whitehead, F.I.1994. Anestesi Lokal.Edisi 3th. Jakarta :


Hipokrates
2. Pedersen, G.W.1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC
3. Tjiptono, T.R dkk. 1980. Ilmu Bedah Mulut.Edisi 2nd.Medan : Cahaya Sukma
4. Stanley F, Malamed. Handbook of Local Anesthesia. 4th ed. Mosby
Publishing Company. Chapters 17 and 18.p.246-286. Chapter 20.p.303-310.
5. Purwanto. 1993. Petunjuk Praktis Anestesi Lokal [Atlas of Local Anaesthesia
inDentistry]. Jakarta: EGC
6. Sakkinen, Johanna., M, Huppunen., R, Suuronen. 2005. Complication
Followings Local Anesthesia. Nor Tannlegeforentid.

17

Anda mungkin juga menyukai