Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Keikutsertaan

Keikutsertaan berasal dari kata “ikut” yang artinya melakukan sesuatu

sebagaimana yang dilakukan orang lain. Jadi keikutsertaan adalah perilaku

ikut serta atau tindakan ikut serta. Keikutsertaan suami menjadi akseptor

KB adalah tindakan ikut serta berpartisipasi dalam program Keluarga

Berencana (Dep.Pen.Nas, 2007).

2. Suami

Suami adalah pemimpin tertinggi keluarga dalam keluarga lengkap,

pemimpin tertinggi adalah suami (istilah manajemen dinamakan top

manager). Kemudian pemimpin kedua adalah istri yang dapat disebut

middle manager atau sekaligus lower manager. Dan aplikasinya cukuplah

dengan pembagian tugas. Suami sebagai kepala keluarga (yang memimpin

istrinya) dan istri sebagai ibu rumah tangga (Sujiyatini, 2009). Suami

adalah seseorang yang mempunyai ikatan lahir dan batin melalui

perkawinan yang syah, bertanggung jawab terhadap istri dan anak-

anaknya karena yang bersangkutan adalah kepala keluarga (BKKBN,

1999).

9
10

Peranan kepemimpinan dalam membina rumah tangga menduduki

tempat yang strategis dan menentukan dapat tidaknya keluarga itu

mencapai kesejahteraannya. Karenanya, disini diperlukan perilaku

keteladanan dari orang tua. Artinya, sikap dan tindakan seorang kepala

keluarga atau ibu rumah tangga akan memberikan pengaruh besar

terhadap anggota keluarganya (Sujiyatini, 2009).

3. Pasangan Usia Subur

Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan usia subur dengan usia

15-49 tahun. Sasaran pelayanan alat kontrasepsi adalah PUS yang dapat

dibedakan menurut ciri demografi, sosial ekonomi dan budaya. Menurut

Hanafi 2004, segi pelayanan kontrasepsi adalah PUS dengan prioritas

sasaran sebagai berikut :

a. Pemilihan prioritas sasaran peserta KB baru dalam rangka penurunan

angka fertilitas PUS usia muda, paritas rendah.

1) PUS muda yang baru mengandung (ibu hamil).

2) PUS yang mempunyai anak.

3) PUS muda yang berpendidikan SD ke bawah. Karena

kemungkinan besar tidak atau belum ber-KB serta kurangnya

pengetahuan tentang KB dan alat kontrasepsi.


11

4) PUS muda yang berdomisili di daerah miskin, pantai, terpencil,

kumuh, dengan prevalensi rendah dan kepadatan penduduk tinggi

serta jauh dengan fasilitas kesehatan, sekolah dan sebagainya.

5) PUS muda yang baru menikah.

b. Pemilihan prioritas sasaran dalam rangka penurunan Morbodity dan

Mortality Rate, antara lain PUS yang sangat muda (usia < 20 tahun).

c. Pembinaan peserta KB lama.

Pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan melihat pembagian sasaran

menurut usia istri PUS:

1) Fase menunda perkawinan/kehamilan, yang ditujukan kepada

pasangan yang berusia <20 tahun bagi wanita/istri.

2) Fase menjarangkan/mengatur kehamilan, bagi istri yang berusia

antara 20-30 tahun.

3) Fase menghentikan kehamilan, setelah istri berusia 30 tahun.

Menurut Hartanto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi PUS dalam

memilih dan menggunakan alat kontrasepsi yaitu :

a. Faktor pasangan (Motivasi dan Rehabilitas)

1) Umur

2) Gaya hidup

3) Frekuensi senggama
12

4) Jumlah keluarga yang diinginkan

5) Pengalaman dengan kontasepsi yang lalu

6) Sikap kewanitaan, dan

7) Sikap kepriaan

b. Faktor kesehatan (kontraindikasi Absolut atau Relatif)

1) Status kesehatan

2) Riwayat haid

3) Pemeriksaan fisik

4) Pemeriksaan panggul

c. Faktor metode kontrasepsi (penerimaan dan pemakaian)

1) Efektivitas

2) Efek samping

3) Kerugian

4) Komplikasi-komplikasi yang potensial

d. Faktor medis/ petugas KB ( Bidan atau dokter)

Pemberian informasi, konseling dan pembinaan oleh tenaga

medis/petugas KB juga sangat menentukan bagi akseptor dalam

memilih dan menggunakan alat kontrasepsi (Ratnasari, 2010).

Menurut Ratnasari (2010) secara umum faktor-faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk menggunakan kontrasepsi adalah :


13

1) Umur

Usia istri sangat berpengaruh dalam pemilihan kontap, sedang

usia laki-laki tidak ada batasan umur. Umur anak termuda akan

mempengaruhi pemilihan kontrasepsi atau menunda kontap sampai

yakin anaknya dewasa (Hartanto, 2003).

2) Jumlah anak

Jumlah anak dan jarak kelahiran anak seharusnya dibicarakan

antara suami dan istri berdasarkan berbagai pertimbangan seperti

kondisi kesehatan suami dan istri, serta kesiapan mental dan

kemampuan ekonomi untuk menjamin kesehatan, pendidikan dan

masa depan anak (BKKBN, 2003).

4. Akseptor

a. Pengertian

Akseptor adalah orang yang menerima serta mengikuti program

Keluarga Berencana (KB) dengan melaksanakan penggunaan alat

kontrasepsi. Keluarga Berencana merupakan suatu upaya untuk

mengatur jumlah penduduk. Keluarga Berencana adalah penggunaan

cara-cara pengaturan fertilisasi untuk membantu seseorang atau

keluarga mencapai tujuan tertentu, tujuan disini adalah suatu

pengaturan pengetahuan secara sengaja jumlah keluarga tersebut, yang


14

tidak melawan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan juga

moral pancasila untuk kesejahteraan keluarga. Tujuan umum

pelayanan medis KB adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu

dan anak serta keluarga dalam rangka mewujudkan NKKBS (Hartanto,

2004).

Untuk mencapai keberhasilan pelayanan KB perlu anggota

masyarakat sebagai pendukung gerakan KB dengan partisipasi aktif

sebagai peserta KB ataupun akseptor KB. Akseptor KB adalah

anggota masyarakat yang ikut gerakan KB dengan melaksanankan

penggunaan alat kontrasepsi.

Akseptor KB disarankan untuk pasangan usia subur (PUS) yang

dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi, karena pada PUS

berpeluang besar menghasilkan keturunan dan dapat menimbulkan

angka kelahiran.

b. Macam-macam Akseptor KB

Pasangan usia subur sebagai peserta akseptor KB dapat dibagi

dalam tiga macam,yaitu :

1) Akseptor/peserta KB baru
15

Adalah PUS yang pertama kali menggunakan kontrasepsi setelah

mengalami kehamilan yang berakhir dengan keguguran atau

persalinan.

2) Akseptor/peserta KB lama

Adalah peserta yang masih menggunakan kontrasepsi secara terus-

menerus tanpa diselingi kehamilan.

3) Akseptor/peserta KB ganti cara

Adalah akseptor yang berganti pemakaian dari suatu metode

kontrasepsi ke metode kontrasepsi lainnya, misalnya sebelumnya

menggunakan suntik kemudian beralih menggunakan AKBK

(Hartanto, 2004).

5. Keluarga Berencana

a. Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga Berencana (family planning, planned parenthood) adalah

suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak

kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1998).

Pengertian Keluarga Berencana menurut UU No. 10 Tahun 1992

tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan keluarga

Sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta

masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,


16

pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil,

bahagia dan sejahtera (Sujiyatini, 2009).

Menurut WHO (World Health Organisatio) (2009), Expert Commite

1970 : adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri

untuk:

1) Mendapatkan obyek – obyek tertentu.

2) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.

3) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.

4) Mengatur interval diantara kehamilan. Mengontrol waktu saat

kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri.

5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

b. Tujuan Keluarga Berencana

Menurut Mochtar (1998), tujuan keluarga berencana ada 2 yaitu :

1) Tujuan Umum Keluarga Berencana

Tujuannya adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan

kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur

kelahiran anak, supaya memperoleh suatu keluarga bahagia dan

sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

2) Tujuan Khusus Keluarga Berencana

Tujuannya adalah menurunkan angka kelahiran.


17

6. Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi

untuk pengaturan kehamilan, merupakan hak setiap individu sebagai

makhluk seksual (BKKBN, 2006). Menurut Sarwono (2006), Kontrasepsi

adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu bisa

bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen.

7. Jenis-jenis Metode Kontrasepsi pada Laki-laki

a. Metode Sederhana

1) Coitus Interruptus

Adalah suatu metode kontrasepsi dimana senggama diakhiri

sebelum terjadi ejakulasi intra-vaginal. Ejakulasi terjadi jauh dari

genitalia eksterna wanita (Hartanto, 2004).

a) Cara kerja

Alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga

sperma tidak masuk ke dalam vagina sehingga tidak ada

pertemuan antara sperma dan ovum, dan kehamilan dapat

dicegah (BKKBN, 2006).

b) Manfaat

(1) Kontrasepsi

(a) Efektif bila dilaksanakan dengan benar.


18

(b) Tidak mengganggu produksi ASI.

(c) Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB.

(d) Tidak ada efek samping.

(e) Dapat digunakan setiap waktu.

(f) Tidak membutuhkan biaya.

(2) Nonkontrasepsi

(a) Meningkatkan keterlibatan suami dalam Keluarga

Berencana.

(b) Untuk pasangan memungkinkan hubungan lebih dekat

dan pengertian yang sangat dalam.

(3) Keterbatasan

(a) Efektifitas sangat tergantung pada kesediaan pasangan

untuk melakukan senggama terputus setiap

melaksanakannya (angka kegagalan 4-27 kehamilan

per 100 perempuan per tahun).

(b) Efektifitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24

jam sejak ejakulasi masih melekat pada penis.

(c) Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual.


19

(4) Indikasi

(a) Suami yang ingin berpartisipasi aktif dalam Keluarga

Berencana.

(b) Pasangan yang taat beragama atau yang mempunyai

alasan filosofi untuk tidak memakai metode-metode

lain.

(c) Pasangan yang memerlukan kontrasepsi dengan segera.

(d) Pasangan yang memerlukan metode sementara, sambil

menunggu metode yang lain.

(e) Pasangan yang melakukan hubungan seksual yang

tidak teratur.

(5) Kontraindikasi

(a) Suami dengan pengalaman ejekulasi dini.

(b) Suami yang sulit melakukan senggama terputus.

(c) Suami yang memiliki kelainan fisik atau psikologis.

(d) Istri yang mempunyai pasangan yang sulit bekerja

sama.

(e) Pasangan yang kurang dapat saling berkomunikasi.

(f) Pasangan yang tidak bersedia melakukan senggama

terputus.
20

(6) Hal-hal penting yang harus diketahui oleh Akseptor

(a) Meningkatkan kerja sama dan membangun saling

pengertian sebelum melakukan hubungan seksual dan

pasangan harus mendiskusikan dan menyepakati

menggunaan metode senggama terputus.

(b) Sebelum berhubungan pria terlebih dahulu

mengosongkan kandung kemih dan membersihkan

ujung penis untuk menghilangkan sperma dari ejakulasi

sebelumnya.

(c) Apabila merasa akan ejakulasi, pria segera

mengeluarkan penisnya dari vagina pasangannya dan

mengeluarkan sperma di luar vagina.

(d) Pastikan pria tidak terlambat melaksanakannya

(e) Sanggama tidak dianjurkan pada masa subur.

b. Metode Modern

1) Kondom

Kondom merupakan suatu selubung atau sarung karet yang

terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik

(vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada

penis disaat berhubungan seksual (Handayani, 2010). Kondom


21

merupakan bahan karet (lateks), polyuretan (plastik), atau bahan

sejenis yang kuat, tipis, dan elastis. Benda tersebut ditarik

menutupi penis yang sedang ereksi untuk menangkap semen

selama ejakulasi dan mencegah sperma masuk ke dalam vagina

(Varney, 2003).

a) Macam-macam kondom

(1) Kulit

(a) Dibuat dari membran usus biri-biri (caecum)

(b) Tidak meregang atau mengkerut

(c) Menjalarkan panas tubuh, sehingga dianggap tidak

mengurangi sensivitas selama senggama

(d) Lebih mahal

(e) Jumlahnya kurang dari 1% dari semua jenis kondom

(2) Lateks

(a) Paling banyak dipakai

(b) Elastis

(c) Murah

(d) Plastik

(e) Sangat tipis (0,025-0,035 mm)

(f) Juga menghantar panas tubuh


22

(g) Lebih mahal dari kondom lateks

b) Cara Kerja

(1) Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel

telur dengan cara mengemas sperma di ujung karet

selubung yang dipasang pada penis sehingga sperma

tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi

perempuan.

(2) Khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil dapat

mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV

dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang

lainnya.

c) Efektivitas

Efektivitas kondom cukup baik apabila dipakai secara benar

pada setiap kali berhubungan seksual. Secara ilmiah

didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2-12

kehamilan per 100 perempuan per tahun.

d) Manfaat

(1) Kontrasepsi

(a) Efektif bila digunakan dengan benar.

(b) Tidak mengganggu produksi ASI saat menyusui.


23

(c) Tidak berpengaruh pada kesehatan klien.

(d) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.

(e) Dapat dibeli dimanapun dan harganya relatif murah.

(f) Tidak memerlukan resep dokter atau pemeriksaan

kesehatan khusus.

(g) Dapat dijadikan metode kontrasepsi sementara jika

metode yang lainnya harus ditunda.

(2) Non kontrasepsi

(a) Memberikan dorongan pada suami untuk ikut ber-KB.

(b) Dapat mencegah penularan dari penyakit IMS.

(c) Mencegah ejakulasi dini.

(d) Membantu mencegah terjadinya kanker serviks

(mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada

serviks).

(e) Saling berinteraksi antara sesama pasangan.

(f) Mencegah imuno infertilitas.

e) Keterbatasan

(1) Efektifitas tidak terlalu tinggi

(2) Keberhasilan kontrasepsi sangat dipengaruhi cara

penggunaannya.
24

(3) Sedikit mengganggu hubungan seksual (dapat mengurangi

sentuhan langsung).

(4) Pada beberapa klien dapat menyebabkan kesulitan untuk

mempertahankan ejakulasi.

(5) Harus selalu tersedia setiap kali melakukan hubungan

seksual.

(6) Beberapa klien merasa malu jika membeli kondom

ditempat umum.

(7) Dapat menimbulkan masalah dalam hal limbah karena

pembuangan kondom bekas.

2) Metode Operasi Pria (MOP)

Metode Operasi Pria (MOP) merupakan metode kontrasepsi

sangat efektif dan permanen, tidak menimbulkan efek samping

jangka panjang, hanya saja pada saat tindakan memerlukan

pembedahan sederhana tetapi aman. Metode kontrasepsi ini efektif

setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.

a) Batasan

Metode Operasi Pria (MOP) merupakan prosedur klinik

untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan

melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi


25

sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan

ovum) tidak terjadi.

b) Indikasi

Metode Operasi Pria (MOP) merupakan tindakan untuk

menghentikan fertilitas di mana fungsi reproduksi dapat

menjadi ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan

pasangannya serta dapat melemahkan ketahanan dan kualitas

keluarga.

c) Kontraindikasi

(1) Infeksi kulit pada daerah operasi

(2) Infeksi sistemik yang mengganggu kondisi kesehatan klien

(3) Hidrokel atau varikokel yang besar

(4) Hernia inguinalis

(5) Filariasis

(6) Undesensus testikularis

(7) Massa intraskrotalis

(8) Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang

menggunakan antikoa-gulansia.
26

d) Keuntungan

(1) Efektif, aman dengan morbiditas rendah dan hampir tidak

ada mortalitas

(2) Sederhana dan cepat hanya memerlukan waktu kira-kira 5-

10 menit

(3) Biaya relative rendah

(4) Dapat membantu perempuan yang tidak mau ditangani oleh

tenaga kesehatan medis laki-laki atau daerah yang kurang

tersedia tenaga medis wanita

e) Kerugian

(1) Diperlukan tindakan operatif

(2) Kadang dapat menyebabkan komplikasi seperti perdarahan

dan infeksi

(3) MOP belum bekerja dengan efektif sebelum semua

spermatozoa yang ada dalam sistem reproduksi distal dari

tempat dilakukan oklusi dikeluarkan.

8. Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Suami Dalam Ber-KB

Menurut Madya (2008) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

Partisipasi pria dalam program KB, antara lain : pengetahuan terhadap

KB, sikap terhadap KB, faktor demografi (umur, pendidikan, jumlah anak,
27

pendapatan), nilai anak dan keinginan memilikinya, sosial budaya

terhadap KB dan akses pelayanan KB.

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2010).

Tingkat pengetahuan, menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan

yang mencakup dalam domain kognitif ada enam tingkat, yaitu :

1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu rangsangan

yang telah lama diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Pengukurannya hanya dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami (Comprehension) yaitu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, dapat

menyimpulkan.
28

3) Aplikasi (aplication) merupakan kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi kondisi

riil atau pengalaman yang sesungguhnya.

4) Analisis (Analysis) kemampuan untuk menjabarkan materi atau

subyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam

struktur organisasi tersebut.

5) Sintesis (Syntesis) suatu kemempuan untuk menilai terhadap

suatu materi atau subyek. Penilaian ini berdasarkan kriteria yang

telah ada atau kriteria yang ditentukan sendiri.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi, penilaian ini berdasarkan kriteria yang

ditentukan sendiri, penilaian ini dapat diukur melalui

kuesioner. Jadi apabila perilaku seseorang disadari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka akan berlangsung lama,

dengan tingkat pengetahuan yang lebih baik diharapkan dapat

lebih mengetahui tentang senang (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2002). Untuk


29

mengukur pengetahuan dalam penelitian ini menggunakan kriteria dari

Arikunto (2010) yaitu :

1) Tinggi : Apabila skor 76%-100%

2) Cukup : Apabila skor 56 %-75%

3) Rendah : Apabila skor < 56%

b. Faktor Demografi

1) Umur

Umur atau usia adalah lama waktu hidup atau adanya sesorang

(sejak lahir) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007). Seseorang

yang menjalani hidup secara normal dapat diasumsikan bahwa

semakin tua semakin banyak juga pengalaman, pengetahuannya,

semakin luas, semakin dalam keahliannya dan semakin

kearifannya semakin mantap dalam pengambilan keputusan dan

tindakan (Prananjaya, 2000 cit Refina, 2010).

Kesehatan pasangan usia subur sangat mempengaruhi

kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga waktu melahirkan, jumlah

kelahiran atau banyaknya anak yang dimiliki dan jarak anak tiap

kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu faktor

seseorang untuk menjadi akseptor kontap, sebab umur

berhubungan dengan potensi reproduksi dan juga untuk


30

menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan vasektomi dan

tubektomi sebagai cara kontrasepsi.

2) Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan

sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

Tingkat pendidikan menunjukan korelasi dengan terjadinya

perubahan perilaku positif yang meningkat dan dengan demikian

pengetahuan juga meningkat (Notoatmodjo, 2005).

3) Jumlah anak

Jumlah dan jarak kelahiran anak seharusnya dibicarakan antara

suami–istri berdasarkan berbagai pertimbangan seperti kondisi

kesehatan suami-istri, serta kesiapan mental dan kemampuan

ekonomi untuk menjamin kesehatan, pendidikan, dan masa depan

anak-anaknya (BKKBN, 2002).

c. Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang tumbuh di masyarakat beranggapan

bahwa KB adalah urusan perempuan sehingga pria tidak perlu

berperan. Jika istri tidak menggunakan alat kontrasepsi barulah suami

yang merasa perlu untuk menjadi akseptor sama sekali (BKKBN,

2005).
31

d. Sikap suami terhadap KB

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu

stimulasi atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat

dan emosi yang bersangkutan, senang tidak senang, setuju dan tidak

setuju, baik tidak baik menifestasi sikap tidak langsung dapat

dilihat,tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulasi sosial

(Notoatmodjo, 2010). Sikap suami terhadap KB menggambarkan suka

atau tidak suka seseorang terhadap suatu program tentang pelayanan

KB.

e. Akses pelayanan terhadap KB

Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak

positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Dimana

keterjangkauan pria/suami dalam memperoleh informasi dan

pelayanan KB yang memuaskan (BKKBN, 2005).

9. Partisipasi Suami dalam ber-KB

Partisipasi pria/suami adalah bentuk nyata dari kepedulian dan

tanggung jawab para pria atau suami dalam pelaksanaan program KB


32

(BKKBN, 2003). Partisipasi yang dimaksudkan dalam penelitian adalah

keterlibatan/keikutsertaan suami atau pria dalam pelayanan KB.

Partisipasi pria dalam program KB terbagi menjadi empat (4), yaitu

sebagai berikut :

a. Sebagai peserta KB

Partisipasi suami dalam program KB dapat bersifat langsung

maupun tidak langsung. Partisipasi secara langsung adalah

menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan,

seperti : kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggama

terputus/metode pantang berkala dan kontrasepsi lain yang sedang

dikembangkan. Metode pantang berkala atau senggama terputus

dilaksanakan atas dasar komunikasi mendalam antara suami istri.

Sedangkan partisipasi pria/suami secara tidak langsung dalam program

KB yaitu menganjurkan, mendukung atau memberikan kebebasan

kepada pasangan (istri) untuk menggunakan kontrasepsi (BKKBN,

2002).

b. Mendukung untuk ber-KB

Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peranan suami adalah

mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk

menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB, diawali sejak pria


33

tersebut melakukan akad nikah dengan wanita pasangannya dalam

merencanakan jumlah anak yang akan dimiliki sampai dengan masa

reproduksi.

Dukungan tersebut antara lain meliputi : memilih kontrasepsi yang

cocok, membantu pasangannya menggunakan kontrasepsi secara

benar, membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping

maupun komplikasi, mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan

untuk kontrol atau rujukan, mencari alternative lain bila kontrasepsi

yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan, menggantikan

pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istrinya tidak

memungkinkan, dan membantu menghitung waktu subur jika

menggunakan metode pantang berkala (BKKBN, 2002).

c. Sebagai motivator (Mengajarkan )

Suami dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota

keluarga atau saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat

disekitarnya untuk menjadi peserta KB, dengan menggunakan salah

satu kontrasepsi. Untuk memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia

sendiri harus sudah menjadi seorang motivator. Dengan telah menjadi

peserta KB dia sendiri telah mengetahui tentang keuntungan dan

kelemahan memakai salah satu alat kontrasepsi, karena persyaratan


34

lain dipunyai oleh seorang suami sebagi motivator minimal dia

mempunyai pengetahuan tentang keuntungan dan kelemahan

kontrasepsi pria (BKKBN, 2002).

d. Merencanakan jumlah anak

Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu dibicarakan

antara suami istri dengan mempertimbangakan berbagai aspek, antara

lain kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan

kehidupan yang layak (BKKBN, 2002).

Uraian diatas juga dikaitkan dengan permasalahan kesertaan pria

dalam ber-KB, berarti perlu adanya suatu pengetahuan yang cukup

berdasarkan informasi yang lengkap tentang pentingnya peran suami

dalam pemakaian salah satu metode kontrasepsi untuk menciptakan

kesehatan reproduksi, keadilan gender, dan peningkatan kesejahteraan

rumah tangga.

Partisipasi suami dalam KB adalah bentuk nyata dari kepedulian

dan keikutsertaan pria/suami dalam pelaksanaan program KB dan

kesehatan produksi yaitu sebagai peserta KB, mendukung

(memutuskan bersama) isteri dalam penggunaan kontrasepsi, memberi

pelayanan kesehatan, dan merencanakan jumlah anak dalam keluarga

bersama pasangannya (BKKBN, 2000).


35

B. Kerangka Teori

Partisipasi suami terhadap


penggunaan alat kontrasepsi:

1. Sebagai peserta KB.


2. Mendukung dalam ber-

Keikutsertaan suami KB.

dalam ber-KB 3. Motivator.


4. Merencanakan jumlah
anak.

1
Faktor-faktor yang
memengaruhi :
1. Pengetahuan
terhadap KB
2. Faktor demografi
(umur, pendidikan,
jumlah anak)
3. Sosial budaya
4. Sikap terhadap KB
5. Akses pelayanan
terhadap KB

Gambar 2.1 : Kerangka Teori

Faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya suami menjadi akseptor KB menurut

Madya (2008) dan BKKBN (2003)

Anda mungkin juga menyukai