PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan eliminasi merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis (Maslow,1950)
dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa (zat racun) yang tidak diperlukan oleh tubuh.
Contohnya BAB, BAK, dan pengeluaran keringat. Jika zat-zat tersebut tidak dikeluarkan,
maka zat akan mempengaruhi sistem dan fungsi organ lainnya. Oleh sebab itu proses
eliminasi sangat diperlukan guna mengeluarkan zat racun yang masih ada dalam tubuh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut :
Apa yang dimaksud dengan eliminasi?
Masalah apa saja yang dapat terjadi pada proses eliminasi?
Apa saja faktor yang mempengaruhi eliminasi?
Bagaimana cara membantu pasien eliminasi?
C. Tujuan
Mengetahui pengertian eliminasi
Mengetahui masalah yang dapat terjadi pada proses eliminasi
Mengetahui faktor yang mempengaruhi eliminasi
Mengetahui cara membantu pasien untuk eliminasi baik di tempat tidur
maupun di toilet
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Eliminasi Bowel
Eleminasi bowel adalah pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh
yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan
dalam pembuangan eleminasai bowel adalah Saluran Gastrointestinal yang dimulai dari
mulut sampai anus.
1. Anatomi Fisiologi saluran pencernaan bawah
Saluran pencernaan bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus
terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Sedangkan usus besar
terdiri atas empat bagian yaitu sekum, kolon, apendiks, dan rektum.
a. Usus Halus
Panjang usus halus kira-kira 6 meter, dengan diameter 2,5 cm. Usus
merupakan lumen muskular yang dilapisi membran mukosa yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Serat dan ototnya berbentuk sirkuler dan longitudinal, yang
memungkinkan terjadinya segmentasi (motilitas usus dalam mencampur dan
mendorong kimus). Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan makanan
berlangsung di sini. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jejenum, dan
ileum.
Usus besar,atau intestinum mayor, memiliki panjang kurang lebih 1,5 m dan
diameter 5-6 cm. Usus menerima makanan yang sudah berbentuk kimus
( makanan setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrien dan
elektrolit.
Usus mensekresi mucus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Fungsi usus besar
adalah untuk menyerap air dan makanan, sebagai tempat tinggal bakteri coli, dan
tempat penampungan feses (Syaifuddin, 1994). Bagian-bagian usus besar meliputi
sekum, apendiks, kolon (asendens, tranversus, desendens, sigmoid), rectum, dan anus.
Kolon yang merupakan bagian terbesar usus besar berfungsi mengabsorpsi air
dan nutrient, member perlindungan dengan mensekresi mucus yang akan melindungi
dinding usus dari trauma akibat feses dan aktivitas bakteri, serta menghantarkan sisa
makanan sampai ke anus melalui kontraksi. Kolon bergerak dalam 3 cara, yaitu :
1. Haustral shuffling, yakni gerakan mencampur kimus untuk membantu absorpsi air.
2. Kontraksi haustral, yakni gerakan mendorong materi cair dan semi padat di sepanjang
kolon.
3. Peristaltik, yakni gerakan berupa gelombang menuju anus.
2. Fisiologi defekasi
Sewaktu makanan masuk ke lambung, terjadi gerakan massa di kolon yang
disebabkan oleh refleks gastrokolon. Refleks ini biasanya paling jelas terlihat setelah
sarapan dan sering diikuti oleh keinginan kuat untuk buang air besar. Ketika gerakan
massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rectum, terjadi peregangan rectum yang
memicu refleks defekasi.
Terdapat 3 refleks defekasi yg terjadi:
1. Refleks Defekasi Intrinsik
Menurut Syaifuddin (1994), refleks deefekasi intrinsic berlangsung seperti
diuraikan pada gambar 4.3.
Sfingfer internal
Didahului dengan melemas, tetapi
transpor feses ke
sfingferdalam
eksternal (m. levator)
rektum
Ototrelaksasi
usus lain
secra
berkontraksi,
volunteer, terjadi
dan
Rektum
Terjadi
tekanan
peristaltic
rangsangan
yang
dihasilkan
penuh
di kolon
reflex
oleh
mengakibatkan
asendens,
otot-otot
defekasi
Feses
ketegangan
pada
sigmoid,
akan
pleksus
abdomen.
terdorong
(distensi
dan
mesentrikus
rektum
rectum)
ke anus
2. Refleks Defekasi Parasimpatis
Refleks defekasi parasimpatis berlangsung seperti pada gambar 4.4 (John Gibson,
2002).
Selanjutnya rangsangan
ditransmisikan di sepanjang saraf
parasimpatis aferen menuju pars
sakralis medulla spinalis
3. Upaya Volunter
Selain kedua mekanisme reflex di atas, defekasi juga bisa terjadi karena
upaya volunter seperti yang terlihat pada gambar 4.5 :
Terjadi defekasi
Dipermudah dengan :
a. Konstipasi
Gangguan eleminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras
melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak
teratur, penggunaan laksatif yang lama, stres, psikologis, obat-obatan,
kurang aktivitas, usia.
b.Fecal Infaction
Masa keras yang dilipatan rektum yang mengakibatkan oleh retensi dan
akumulasi material feses yang berkepanjangan.
c.Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi BAB akibat cepatnya
chyme melewati usus, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang
cukup untuk menyerap air.
d.Inkontinensia Alvi
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas
yang melalui saraf spinter anus
e.Kembung
Flatus yang berlebihan didaerah intestinal sehingga menyebabkan
disetnsi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan
obat-obatan dan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
gas.
f.Hemorroid
Pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan
didaerah tersebut.
5. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Eliminasi Bowel
a. Pengkajian
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), pengkajian pada pasien dengan gangguan
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak
e) Cairan : jumlah dan jenis minuman per hari
f) Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g) Kegiatan yang spesifik
h) Penggunaan medikasi : obat-obatan yang mempengaruhi defekasi
i) Stres : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana
menerima
j) Pembedahan atau penyakit menetap
2) Pemeriksaan fisik
a) Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, tenderness
b) Rectum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemoroid, adanya
massa, tenderness
3) Keadaan feses
Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses, lendir
4) Pemeriksaan diagnostik
a) Anuskopi
b) Proktosigmoidoskopi
c) Rontgen dengan kontras
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi bowel adalah sebagai
berikut :
c. Perencanaan
Tujuan :
d. Implementasi
Hindari makanan yang mengandung bicarbonat dan permen karet karena dapt
meningktkan masuknya udara
Hindari kol, buncis, bawang merah dan kembang kol
Barikan latihan :
Pada klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvik, lakukan latihan isometrik :
Pada posis supine, kencangkan otot perut dan tarik kedalam, tahan selama 10 detik
Lakukan 5-10 kali pada setiap latihan
Lakukan latihan 4x /hari
Penggunaan obat : katartik/laksatif/pencahar, supposituria dan antidiare :
Katartik/laksatif :
Antidiare :
Supposituria :
9 ml NaCl dalam 1000 ml air atau 1 sdt garam meja dalam 500 ml air. Cocok untuk bayi
dan anak-anak karena dapat menjaga keseimbangan cairan
Untuk klien yang tidak toleran dengan cairan yang banyak dan tidak cocok untu anak-
anak
Cairan sabun
5 ml sabun (1sdt) dalam 1000 ml air hangat atau normal salin (perry & potter, 1994) atau
20 ml sabun dalam 1000 ml air ( kozier 1991).
Carminative
Perhatian :
o Frekuens enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi normal
o Cairan hipertonik seperti phospat akan mengiritasi mukosa dan menarik cairan
disekitar jaringan kolon (osmosis)
o Cairan hipotonik seperti air dapt diserap masuk kealiran darah, akibatnya bisa
terjadi keracunan air. Cairan ini tidak aman bagi klien dengan gangguan ginjal
dan jantung (gagal jantung akut)
o Jenis enem ayang akan diberikan harus dikolaborasikan dengan dokter
o Persiapan alat
Sarung tangan
Kontainer enema, tube dan klem, kanul rektal
Cairan enema :
Termometer
Jelly, perlak
Selimut mandi
Tissue dan bengkok
Bedpan
Baskom, waslap
Sabun, handuk
Paket enema :
Sarung tangan
Paket enem adengan rektal tip
Jelly
Perlak
Handuk mandi
Tissue dan bengkok
Bedpan
Baskom, waslap, handuk dan sabun
Pelaksanaan
o Persiapan klien : jelaskan tujuan dan prosedur
o Jaga privacy klien : usahakan hanya membuka daerah rektal dengan memaki
penutup/handuk, pasang sampiran, pasang pengaman tempat tidur, dan atur
tinggi tempat tidur
o Atur posisi klien : miring kiri dan kaki kanan ditekukkearah umbilikus
o Menentukan letak anus dengan mencari celah antara kedua bikong dengan
tangan nondominan
o Menganjurkan klien relaks dan nafas dalam
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (di belakang selaput perut), terdiri atas ginjal
sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan
volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai
zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-
zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih
satu juta) yang merupakan unit dari struktur ginjal. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam
bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
2. Kandung Kemih
Kandung kemih (buli-buli—bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot
halus, berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan
otot yang paling panjang, memanjang ditengah dan melingkar yang disebut sebagai detrusor,
berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung kemih
terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai
otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga
uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar
bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi
kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam
kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan
rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan
terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter.
C. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra
pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai
tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri
atas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada
wanita, uretra memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan
urine kebagian luar tubuh.
C. Proses Berkemih
Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses pengosongan
vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika
urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian
reseptor). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-
450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol
berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan impuls/rangsangan
melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot
detrusor dan relaksasi otot sfingter internal.
Komposisi urine :
1. Air (96%)
2. Larutan (4%)
a. Larutan Organik
Urea, amonia, kreatin, dan uric acid.
b. Larutan Anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium, dan fosfor. Natrium
klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
C. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam
kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
D. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih. Hal
ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi.
E. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
F. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk
mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia,
kemampuan untuk mengontrol buang air kecil meningkat.
G. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, dapat memengaruhi produksi urine.
H. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
I. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit.
J. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalan membantu proses berkemih adalah
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontrolan pengeluaran urine.
K. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi.
L. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. Misalnya,
pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran
kemihseperti intravenouspyelogram (IVP), dengan membatasi jumlah asupan dapat
memengaruhi produksi urine. Kemudian, tindakan sistokopi dapat menimbulkan edema lokal
pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.
F. Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
1. Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga menyebabkan distensi dari vesika
urinaria. Atau, retensi urine dapat pula merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Kandungan urine normal dalam vesika
urinaria adalah sebesar 250-450 ml, dan sampai batas jumlah tersebut urine merangsang
refleks untuk berkemih. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung sebanyak
3000-4000 ml urine.
Penyebabnya yaitu :
a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
b. Trauma sumsum tulang belakang
c. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
d. Sfingter yang kuat
e. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
2. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia yaitu :
proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat
narkotik atau sedatif. Inkontinensia urine terdiri dari :
a. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine tanpa sadar, tetapi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih.
Kemungkinan penyababnya yaitu :
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (infeksi saluran
kemih.
c. Minum alkohol atau kafein
d. Peningkatan cairan
e. Peningkatan konsentrasi urine
f. Distensi kamdung kemih yang berlebihan
b. Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
d. Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume
kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Kemungkinan penyebab :
a. Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)
e. Inkontinensia Fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran
urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab :
a. Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia fungsional :
a. Adanya dorongan untuk berkemih
b. Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Enuresis biasanya terjadi pada anak
atau orang jompo, umumnya pada malam hari.
Faktor penyebab enuresis yaitu :
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
b. Anak-anak yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak
diketahui yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi.
c. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah
besar.
d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara
kandung atau cekcok dengan orang tua).
e. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa
dibantu untuk mendidiknya.
f. Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologis sistem perkemihan.
g. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan pemedas.
4. Ureterotomi
Ureterotomi adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma pada dinding
perut untuk drainase urine. Operasi ini dilakukan karena adanya penyakit atau disfungsi pada
kandung kemih.
2. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinensia
jika tidak berkemih. Pada umunya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam
mengontrol sfingter eksternal dan perasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada
mereka.
3. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan
pada penyakit infeksi saluran kemih (ISK), trauma, dan striktur uretra.
4. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besra oleh ginjal tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes
melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.
5. Urinaria Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal,
urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.
m. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti tanda retensi urine, inkontinensia ujrine,
enuresis dll.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomaly saluran urinaria.
b. Penurunan kapasitas/iritasi kandung kemih akibat penyakit.
c. Kerusakan pada saluran kemih.
d. Efek pembedahan saluran kemih.
e. Hambatan lingkungan ke kamar mandi.
2. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan :
a. Kerusakan mobilitas.
b. Hambatan lingkungan.
c. Kehilangan kemampuan motoris dan sensoris (lansia).
3. Inkontinensia refleks berhubungan dengan :
Gagalnya konduksi rangsangan di atas tingkatan arkus refleks akibat cedera pada medulla
spinalis.
4. Inkontinensia stress berhubungan dengan :
a. Penurunan tonus otot (pada lansia)
b. Ketidakmampuan kandung kemih mengeluarkan urine akibat kelainan kongenital.
5. Inkonteninsia total berhubungan dengan :
a. Defisit komunikasi/persepsi.
6. Inkontinensia dorongan berhubungan dengan :’
a. Penurunan kapasitas kandung kemih akibat penyakit infeksi, trauma, faktor penuaan dll.
b. Iritasi pada reseptor peregang kandung kemih akibat penggunaan alkhohol dll.
7. Retensi urine berhubungan dengan :
a. Adanya hambatan pada afingter akibat penyakit struktur, BPH, dll.
b. Strss/ketidaknyamanan.
8. Perubahan body image berhubungan dengan inkontinensia, ureterostami, eneuresis.
C. Perencanaan Keperawatan.
Tujuan :
1. Memahami arti eliminasi urine.
2. embantu mengosongkan kandung kemih secara penuh.
3. Mencegah infeksi.
4. Mempertahankan integritas kulit.
5. Memberi rasa nyaman.
6. Mengembalikan fungsi kandung kemih.
7. Memberikan asupan cairan secara cepat.
8. Mencegah kerusakan kulit.
9. Memulihkan self esteem/ mencegah tekanan emosional.
Rencana Tindakan :
1. Monitor / observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah perubahan eliminasi
urine, retursi dan inkontinensia.
2. Kurangi faktor yang memengaruhi masalah.
3. Monitor terus perubahan retensi urine.
4. Lakukan kateterisasi.
E. Evaluasi Keperawatan.
1. Miksi secara normal,ditunjukan dengan kemampuan pasien berkemih sesuai dengan asupan
cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat kompresi pada kandung
kemih, /kateter.
2. Menggosaokan kandung kemih, ditunjukan dengan berkurangnya distensi, volume urine
residu dan lancarnya kepatenan drainase.
3. Mencegah infeksi ,ditunjukan dengan tidak adanya tanda infeksi,tidak ditemukan adanya
disurya, urginsi, frekuensi, rasa terbakar.
4. Mempertahankan intregitas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi
dan kulit sekitar uriterostomi kering.
5. Melakukan bladden training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi inkontinensia dan
mampu berkemih di saat ingin berkemih.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan ringkasan Asuhan Keperawatan yang dilakukan kepada Tn. B
dengan Gangguan Eliminasi Urine yaitu Batu Ginjal, yang dilaksanakan pada tanggal
15-17 Juni 2016. Asuhan Keperawatan ini di mulai dari pengkajian keperawatan, diagnose
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 15 Juni 2016
Nomor Register : 627622
Diagnosa Medis : Batu Ginjal.
Tanggal Masuk : 13 Juni 2016
1 . IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. B
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tingkat Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Warakas No.4
Sumber Biaya : BPJS
Sumber Informasi : Klien dankeluarga.
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri pada pinggang bagian sebelah kiri dan
muncul secara berulang-ulang. Nyeri muncul dari pinggang sebelah kiri dan rasanya sampai
ujung penis. Klien merasakan nyeri sejak 5 hari yang lalu.
b. Kronologis Keluhan :
5 hari yang lalu klien mengalami nyeri pinggang yang hebat, akhirnya keluarga klien di
bawah ke RSUD KOJA.
1. Faktor pencetus :kekurangan minum air putih
2. Timbulnya keluhan : Mendadak
3. Lamanya : 5 hari.
4. Upaya mengatasi : Dibawa ke rumah sakit.
b. Pola eliminasi
1. BAK
a. Frekwensi : 7-8 x/hari
b. Warna : kuning jernih
c. Keluhan yang berhubungan dengan BAK : Tidak ada
2. BAB
a. Frekwensi : 2-3 x/hari
b. Warna : kecoklatan
c. Bau : khas
d. Konsistensi : lembek
e. Keluhan : tidak ada
f. Pencahar : tidak ada.
2. Oral Hygiene :
a. frekwensi : 2x sehari
b. waktu : pagi dan sore
c. pasta gigi : Ya
3. Cuci Rambut
a. Frekwensi : 1x sehari
b. Waktu : sore hari
c. Shampo : Ya
2. Oral hygiene :
Frekwensi : tidak ada
Waktu : tidak ada
Pasta gigi : tidak ada
C. PENGKAJIAN FISIK
1. Kepala
a. Bentuk : simetris
b. Keluhan : tidak ada
2. Mata
a. Posisi mata : simetris
b. Kelopak mata : normal
c. Pergerakan bola mata : normal
d. Konjungtiva normal
e. Kornea : normal
f. Sklera : normal
g. Pupil : isokor
h. Otot-otot mata : normal
i. Fungsi penglihatan : baik
j. Tanda-tanda radang : tidak ada
k. Pemakaian kaca mata : tidak ada
l. Pemakaian lensa kotak : tidak ada
3. Hidung
a. Reaksi alergi : tidak ada
b. Cara mengatasi : tidak ada
c. Pernah mengalami flu : pernah
d. Ada sinus : tidak ada
4. Telinga
a. Daun telinga : normal
b. Karakteristik serumen : tidak ada
c. Kondisi telinga : normal
d. Cairan dalam telinga : tidak ada
e. Perasaan penuh di telinga : tidak ada
f. Tinitus : tidak ada
g. Fungsi pendengaran : normal
h. Bantu pendengaran : tidak ada
7. Sirkulasi
a. Sirkulasi perifer
1. Nadi : 90x/menit, Irama : teratur, Denyut : kuat
2. Tekanan Darah :140/90 mmHg
3. Temperatur kulit : dingin
4. Warna kulit : pucat
5. Pengisian kapiler : 2/detik
b. Sirkulasi jantung
1. Kecepatan denyut apical : 81 kali/menit
2. Irama : teratur
3. Sakit dada : tidak ada
8. Sistem Hematologi
a. Hb : 13 Gr/dl
b. Ht : 23,1 vol%
c. Leukosit : tidak ada
d. Hematokrit : 23,1%
e. Trombosit : 249 Ribu/ul
f. Mengeluh kesakitan : tidak ada
9. Neurologis
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis
b. Orientasi :
1. Waktu : Klien mengenal waktu.
2. Tempat : Klien mengenal tempat.
3. Orang : Kien mengenal orang
c. Nilai GCS : E = 4. V=5, M=6
d. Riwayat kejang : tidak ada
e. Kekuatan menggenggam : kuat
f. Pergerakan ekstremitas : aktif
9. Eliminasi
a. BAB
1. Frekwensi : 1x sehari
2. Diare : tidak ada
3. Warna feces : coklat
4. Konsistensi feces : setengah padat
5. Konstipasi : tidak ada.
b. BAK
1. Pola rutin : 6X/hari (terkontrol)
2. Jumlah/24 jam : 400 ml
3. Warna : kuning pekat
4. Distensi : tidak ada
10. Kulit
a. Turgor kulit : elastis/baik
b. Warna kulit : normal.
c. Keadaan kulit : baik
d. Keadaan rambut
1. Tekstur : baik
2. Kebersihan : Ya
13. Muskuloskeletal
a. Kesulitan dalam pergerakan : Ya
b. Sakit pada tulang, sendi, kulit : tidak
c. Fraktur : tidak ada
d. Kelainan bentuk tulang sendi : normal
15. Penatalaksanaan
No. Nama Obat Dosis Untuk diagnosa Jam pemberian Cara
pemberian
1. Ketorolac 2x30mg Rasa nyaman: 11.00 wib dan 23.00 wib Injeksi IV
nyeri
6. Aspirin 3x500mg Rasa nyaman 08.00, 13.00, 17.00 wib Obat Oral
nyeri
RESUME
Tn. B berumur 44th datang ke IGD RSUD. Koja diantar oleh keluarganya pada tanggal 15
Juni 2016 pada pukul 11.05 wib dengan keluhan utama klien mengeluh nyeri pinggang kiri
hilang timbul. Selanjutnya klien di periksa oleh tenaga medis dan dilakukan tindakan
memasang infus ke pasien.Klien dinyatakan terdiagnosa penyakit batu ginjal. Kemudian klien
dipindahkan ke ruang perawatan lantai 8 Blok D pada pukul 13.05 wib. Pada tanggal 15 Juni
2016 saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri muncul dari pinggang sebelah kiri
dan rasanya sampai penis. Klien mengatakan nyerinya sejak 5 hari yang lalu. Klien
mengatakan kurang minum. Klien mengatakan sakit saat buang air kecil.
TTV klien TD :140/90mmHg.
Suhu : 36,5 oC,
RR: 22x/menit.
Nadi : 90x/menit.
Setelah dilakukan pengkajian, klien ditemukan masalah keperawatan yaitu gangguan rasa
nyaman nyeri, gangguan elimininasi urine dan gangguan personal hygiene. Klien terpasang
infus RL 500ml 20 t/m.
DATA FOKUS
Nama Klien/Umur :Tn.B/44th
No. Kamar/Ruang : 805/Tenggiri
Diagnosa Medis :Batu Ginjal
RR :
14. Klien mengatakan tidak cuci
22x/menit.
rambut selama dirawat.
Suhu : 36,5
derajat celcius.
Intake :
Infus : 500 cc
Minum : 600 cc
Makan : 400 cc +
1500 cc
Output :
Urine : 400 cc
BAB : 50 cc
Keringat :50 cc
IWL : 810 cc +
1310 cc
=
1500cc-1310cc
= 190 cc
ANALISA DATA
Nama Klien/Umur :Tn.B/44th
No. Kamar/Ruang : 805/Tenggiri
Diagnosa Medis : Batu Ginjal
No Tanggal Data Masalah Etiologi
Kien mengatakan
nyerinya dari pinggang
sebelah kiri menjalar sampai daerah
penis.
DO :
2. TTV Klien :
TD : 140/90mmHg.
Nadi : 90x/menit.
RR : 22x/menit.
Suhu : 36,5◦ᴄ.
DS :
5. Klien mengatakan
urinnya berwana kuning pekat
DO :
kuning pekat.
6. Balance Cairan
Intake :
Infus : 500 cc
Minum : 600 cc
Makan : 400 cc +
1500 cc
Output :
Urine : 400 cc
BAB : 50 cc
Keringat : 50 cc
IWL : 810 cc +
1310 cc
IWL : (15XBB)
24 jam
= (15x54kg)
24 jam
= 33,75 x 24
= 810cc/24jam
=1500cc-1310cc
= 190 cc
ANALISA DATA
Nama Klien/Umur :Tn.B/44th
No. Kamar/Ruang : 805/Tenggiri
Diagnosa Medis :Batu Ginjal
3.
15 JuniDS : Personal Keterbatasan
2016 Klien mengatakan Hygiene Fisik
selama dirawat belum
mandi (hanya dilap)
Klien mengatakan
badannya gatal.
Klien mengatakan
badannya lesuh.
DO:
RENCANA KEPERAWATAN
DO :
4. Klien dapat dan
istirahat
1. Klien tampak memegangi perutnya
TTV Klien :
TD : 140/90mmHg.
Nadi : 90x/menit.
Dx
Kolaborasi :
1. Berikan injeksi
Batugin 30 mg
2. Berikan injeksi
DO :
Natrium
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien/Umur :Tn.B/44th
No. Kamar/Ruang : 805/Tenggiri
Diagnosa Medis : Batu Ginjal
Dx
DO:
IMPLEMENTASI
NamaKlien/Umur :Tn.B/44th
No. Kamar/Ruang : 805/Tenggiri
DiagnosaMedis : Batu Ginjal.
1. Rabu, Mandiri :
15 Juni 2016
1. Mengobservasi TTV klien.
10.00 wib
R:
TD : 140/90 mmHg.
Nadi : 90x/menit.
RR : 22x/menit.
13.00 wib
Kamis,
R:
TD : 140/90 mmHg.
Nadi : 92x/menit.
RR : 22x/menit.
Suhu : 36 derajatcelcius.
nyeri.
13.00 wib
Jum`at,
17 Juni 2016
Mandiri :
R:
TD : 130/80 mmHg.
Nadi : 90x/menit.
RR : 22x/menit.
Suhu : 36,5 derajatcelcius.
Kolaborasi :
IMPLEMENTASI
3-4 liter.
Intake :
Infus : 500 cc
Minum : 600 cc
Makan : 400 cc +
1500 cc
Output :
Urine : 400 cc
BAB : 50 cc
Keringat : 50 cc
IWL : 810 cc +
1310 cc
IWL : (15XBB)
24 jam
= (15x54kg)
24 jam
= 810cc/24jam
=1500cc-1310cc
= 190 cc
yang keluar.
Kolaborasi :
Memberikan injeksi Batugin 30mg.
11.00 wib
Mandiri :
16 Juni 2016
R : Intake :
Infus : 500 cc
Minum : 600 cc
Makan : 400 cc +
1500 cc
Output :
Urine : 450 cc
BAB : 50 cc
Keringat : 50 cc
IWL : 810 cc +
1360 cc
IWL : (15XBB)
24 jam
= (15x54kg)
24 jam
= 810cc/24jam
= 140 cc
: klien tampak mau dilihat urinnya dan belum ada batu yang keluar.
Kolaborasi :
Mandiri :
Infus : 500 cc
Minum : 600 cc
Makan : 400 cc +
1500 cc
Output :
Urine : 440 cc
BAB : 50 cc
Keringat : 50 cc
IWL : 810 cc +
1350 cc
IWL : (15XBB)
24 jam
= (15x54kg)
24 jam
=1500cc-1350cc
= 150 cc
: klien tampak mau dilihat urinnya dan belum ada batu yang keluar.
Kolaborasi :
11.00 wib
IMPLEMENTASI
3. Rabu, Mandiri :
diri.
diri.
diri.
Mandiri :
10.00 wib
diri.
3. Memberitahu klien tentang penkes kebersihan diri.
EVALUASI
P : LanjutkanIntervensi
P :Lanjutkan Intervensi.
Jum`at, 17 JuniS : - Klien mengatakan nyerinya masih terasa.
2016
- Klien mengatakan nyeri pada daerah perut sebelah kiri
Juni 2016
menjalar sampai penis.
P :Lanjutkan Intervensi.
EVALUASI
- Klien tampak
kesakitan saat miksi.
Kamis,
P : Lanjutkan Intervensi.
16 Juni 2016
O : - Klien tampak
kesakitan saat miksi.
Jum`at,
P : Lanjutkan Intervensi.
- Klien mengatakan
minumnya hanya sedikit.
P : Lanjutkan Intervensi.
EVALUASI
- Klien mengatakan
badannya gatal.
- Klien mengatakan
badannya lesuh.
A :Tujuan tercapai,
masalah teratasi.
Kamis,
16 Juni 2016 P : pertahankan Intervensi.
- Klien mengatakan
badannya gatal.
- Klien mengatakan
badannya lesuh.
O : - Klien tampak belum
mandi selama dirawat.
A :Tujuan tercapai,
masalah teratasi.
P : Pertahankan Intervensi
- Klien mengatakan
badannya gatal.
- Klien mengatakan
badannya lesuh.
P : Pertahankan Intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada klien Tn.B dengan Gangguan Eliminasi Urine
yaitu Batu Ginjal di ruangan 805 Lantai 8 RSUD Koja Jakarta Utara. Maka bab ini penulis
akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus. Adapun pembahasan ini meliputi
proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksaan keperawatan dan evaluasi.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses kepeawatan yang dilakukan dimana penulisan
berusaha mengkaji klien secara menyeluruh melalui aspek bio-psikososial dan spritual. Hasil
dari pengkajian berupa data dasar, data khusus, data penunjang pemeriksaan fisik, membaca
catatan medis dan catatan perawatan. Pada tahap pengkajian tidak ada kesenjangan antara
teori dan kasus. Penyebab eliminasi urine dengan gangguan batu ginjal disebabkan oleh
kurangnya minum.
Faktor pendukung adalah dimana klien dan keluarga klien sangat koperatif, adapun faktor
penghambat adalah kurangnya buku referensi yang tersedia dan alternatif permasalahan
adalah lebih sring lagi untuk membaca buku referensi-referensi yang lain.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan terhadap kesenjangan antara teori dan kasus jika pada teori
terhadap 8 diagnosa keperawatan yaitu:
1. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan ketidakmampuan saluran kemih akibat
anomaly saluran urinaria.
2. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan kerusakan mobilitas.
3. Inkontinensia refleks berhubungan dengan gagalnya konduksi rangsangan di atas tingkatan
arkus refleks akibat cedera pada medulla spinalis.
4. Inkontinensia stress berhubungan dengan penurunan tonus otot (pada lansia)
5. Inkonteninsia total berhubungan dengan defisit komunikasi/persepsi.
6. Inkontinensia dorongan berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih akibat
penyakit infeksi, trauma, faktor penuaan dll.
7. Retensi urine berhubungan dengan adanya hambatan pada afingter akibat penyakit struktur
8. Perubahan body image berhubungan dengan inkontinensia, ureterostami, eneuresis.
Sedangkan pada kasus terdapat 3 diagnosa yaitu: diagnosa pertama: Gangguan rasa nyaman
nyeri b.d inflamasi sekunder terhadap iritasi batu, kedua: Perubahan eliminasi urine b.d
sumbatan di daerah uretral, ketiga: personal hygiene yang berhubungan dengan keterbatan
fisik. Ada 7 diagnosa secara teori yang tidak ditemukan pada kasus. Karena pada kasus tidak
ditemukan tidak ada data-data yang menunjang untuk diagnose tersebut. Sedangkan ada 2
diagnosa yang diangkat pada kasus tetapi tidak terdapat pada teori yaitu diagnosa Gangguan
Rasa Nyaman Nyeri dan diagnosa Personal Hygiene. Penulis dapat mengangkat diagnose
tersebut karena penulis dapat menemukan data-data yang menunjang untuk diagnose tersebut.
C. Intervensi / Perencanaan
Setelah masalah keperawatan dapat diterapkan maka perlu penetapan rencana keperawatan
untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut.Kegiatan perencanaan
ini meliputi : memperioritaskan masalah, merumuskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria
hasil serta tindakan.
perumusan tujun pada asuhan keperawatan berdasarkan pada merode SMART (spesifik,
measurable, asureble, reality dan time) yaitu secara spesifik dapat diukur maupun diatasi
dengan tindakan keperawatan.
Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus penulis berusaha
memperiotaskan berdasarkan kebutuhan menurut maslow. Intervensi yang dilakukan sesuai
pada teori pada waktu pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang seharusnya
perencanaan waktu melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari
Kriteria hasil yang ada pada tujuan perencanaan, ketika hari terakir pelaksaan belum
terpenuhi dikarenakan keterbatasan waktu, keterbatasan perawat.
Penulisan menemukan faktor penghambat dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan
karena kurangnya faktor pendukung buku referensi untuk menetapkan rencana asuhan
keperawatan sesuai dengan teori.
D. Impementasi / Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang dilaksanakan
untuk mencapai tujuan dari rencana tindakan yang telah disusun.Setiap tindakan keperawatan
yang dilakukan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap
klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan
pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk serta tindakan yang
diberikan kepada klien.
Melakukan tindakan keperawatan penggunaan tiga tahap yaitu independent, dependent dan
interpendent.Tindakan keperawatan secara independent adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh perawat tanpa penunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan yang
lainnya. Dependen adalah tindakan yang sehubung dengan pelaksanaan rencana tindakan
medis. Interpendent adalah tindak keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang
memerlukan suatu kerja samadengan tenaga kesehatan yang lain, misalnya tenaga social, ahli
gizi, dan dokter, ketrampilan yang harus dimiliki oleh perawat dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu kognitif, dan sikap psikomator.
Dari beberapa perencanaan keperawatan yang sudah direncanakan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang muncul sudah tercapai.
E. Evaluasi
Ada tahap evauasi merupakan tahap akhir dan alat ukur untuk memulai kebersihan pemberian
asuhan keperawatan.
Apakah tujuan keperawatan berhasil. Evaluasi dilakukan sesuai dengan konsep pada diagnosa
pertama : gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan inflamasi sekunder
terhadap iritasi batu, kedua : sumbatan di daerah uretral berhubung dengan eliminasi urine.
Ketiga resiko personal hygine yang berhubungan dengan keterbatasan fisik.
Adapun faktor pendukung adalah adanya kerjasama yang baik antara penulis dengan perawat
ruangan dengan keluarga klien cukup kooperatif.Faktor penghambat adalah kurangnya buku
referensi yang tersedia, alternatif permasalahan adalah lebih giat dalam mencari buku
referensi dan lebih giat lagi membaca.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eleminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat
bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder, dan
uretra.Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke
bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian
dikeluarkan melalui uretra.
Masalah- masalah pada eliminasi urin yaitu retensi urin, inkontinensia urin,
dan enuresis. Sedangkan masalah-masalah eliminasi bowel yaitu konstipasi, fecal
infaction, diare, inkontinensia alvi, kembung, dan hemorroid.
B. Saran
Saran kami agar dengan penulisan makalah ini adalah perawat dapat menerapkan cara
membantu pasien untuk eliminasi dengan tetap menjaga kenyamanan dan privasi pasien,
sehingga pasien akan tetap terjaga pola eliminasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta: EGC