Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dalam perjalanan kesana saya dan teman kelas lainnya beranda tawa untuk mengisi
kekosongan waktu selama perjalanan. Di sela-sela canda tawa kami tidak disangka ada
beberapa teman kami yang mengalami mabuk karena perjalanan. Tentunya cukup
mengejutkan kami yang sedang bercanda tawa. Setelah ditangani, kami pun melanjutkan
canda tawa kami. Setelah keasyikkan bercanda tawa kami banyak yang terlihat lelah dan
akhirnya sebagian dari kami tertidur dalam bus namun ada juga yang hanya melihat-lihat
pemandangan disekitar sambil mendengarkan musik selama perjalanan ke tempat tujuan.
Setelah menempuh beberapa jam perjalanan, akhirnya kami tiba di tempat tujuan
pertama kami, yaitu MUSEUM SANGIRAN. Tapi sebelum ke tempat tersebut kami
mengunjungi Menara Pandang untuk melihat lingkungan-lingkungan sekitar di daerah dekat
museum tersebut dan melihat pemutaran film tentang sejarah kehidupan manusia purba atau
nenek moyang kita di Indonesia maupun dunia. Ternyata dari film tersebut kita tahu bahwa
70% dari manusia purba di dunia ditemukan di negara kita yaitu Indonesia yang salah satu
tempat penemuannya tersebut terletak di tempat yang kita kunjungi sekarang ini di Situs
Sangiran, kota Sragen, Jawa tengah.
Di Museum Sangiran juga dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar dua juta
tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir
Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan
situs manusia purba berdiri tegak (hominid) yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat
dipamerkan fosil berbagai hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil
tumbuhan laut, serta alat-alat batu.
Di dalam Museum Sangiran banyak sekali macam-macam jenis manusia purba yang
pernah hidup di Indonesia. Selain contoh jenisnya, juga dipertontonkan alat-alat yang
digunakan pada masa dahulu untuk berburu atau lainnya, seperti : kapak lonjong, gurdi,
kapak perimbas, dan masih banyak lagi. Di sana juga diberikan gambaran bagaimana caranya
manusiapurba memenuhi kebutuhan
-nya sehari-hari seperti berburu,
meramu dan lain sebagainya. Selain
itu juga dilihatkan hewan apa saja
yang hidup pada zaman tersebut atau
hewan yang menjadi buruan manusia
purba pada saat itu. Tentunya ukuran
tubuh dari hewan-hewan tersebut
seperti apa yang kita lihat pada film-
film tentang zaman dahulu, ukurannya
jauh lebih besar dan tinggi dari jenis
hewan yang hidup pada zaman
sekarang.
Potret Pesona Keartistikan Sendra Tari Ramayana
Tidak terasa kami sudah tiba di Kota Yogyakarta sekitar pukul 15.00 WIB dengan
cuaca yang mendung diiringi hujan rintik-rintik. Acara Sendra Tari Ramayana dimulai sekitar
pukul 15.30 WIB. Acara tersebut dilaksanakan di dalam ruangan (indoor). Sendratari
Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi.
Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik
dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos
legendaris karya Walmiki yang ditulis
dalam bahasa Sanskerta.
Dalam pertunjukan ini tidak hanya musik dan tarian saja yang dipersiapkan secara
seksama, tata lampu juga telah dipersiapkan secara mendetail. Hal ini memberikan nilai lebih,
karena cahaya tidak hanya menjadi sinar penerang yang bisu, melainkan mampu
menggambarkan kejadian dan suasana hati
para tokoh.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan
kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg
khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering
mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art,
pantomim, dan lain-lain di sepanjang jalan ini.
Selain berjalan-jalan kita juga dapat berwisata kuliner malam tanpa harus bingung-
bingung menahan lapar. Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari
sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton
Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung
pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah
budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik
dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari
mendengarkan pengamen jalanan
mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik
Kla Project akan menjadi pengalaman
yang sangat membekas di hati.
Setelah mengunjungi tempat tujuan ketiga, kami melanjutkan study lingkungan kami
ke tempat tujuan keempat, yaitu ke Pantai Indrayanti yang letaknya di Gunung Kidul. Medan
yang ditempuh untuk menuju Pantai Indrayanti cukup sulit. Kami harus melewati jalan miring
dan berkelok-kelok dengan tebing yang tinggi-tinggi di sampingnya. Laju bus cukup pelan
agar menghindari hal yang tidak diinginkan. Setelah berjuang menempuh medan yang sulit,
akhirnya kami tiba di Pantai Indrayanti.
Pantai Indrayanti merupakan
bagian dari pantai selatan Laut Jawa
yang terkenal akan deru ombaknya yang
tinggi dan besar. Pantai tersebut teletak
di sebelah selatan Pantai Sundak. Pantai
yang dibatasi bukit karang ini
merupakan salah satu pantai yang
menyajikan pemandangan berbeda
dibandingkan pantai-pantai lain yang ada
di Gunung kidul. Tidak hanya
berhiaskan pasir putih, bukit karang, dan
air biru jernih yang seolah memanggil –
manggil wisatawan untuk menceburkan
diri ke dalamnya, Pantai Indrayanti juga
dilengkapi restoran dan cafe serta
deretan penginapan yang akan
memanjakan wisatawan.