Anda di halaman 1dari 21

15

KEJAHATAN SEKSUAL
Soekry Erfan Kusuma, Ahmad Yudianto
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

PENDAHULUAN
Kejahatan seksual, sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang menyangkut
tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu kedokteran khususnya Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal mempunyai peranan penting dalam upaya pembuktian
kejahatan seksual ini.
Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensik, faktor keterbatasan di
dalam ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan, demikian halnya dengan
faktor waktu.
Angka kejadian kejahatan seksual yang diantaranya ialah perkosaan, dibeberapa
kota besar di Indonesia dalam kurun waktu dua terakhir ini meningkat. Di Jakarta angka
perkosaan pada tahun 2002 naik 20,22% (tahun 2001: 89 kasus dan tahun 2002: 107
kasus), Surabaya pada tahun 2002 sebanyak 165 kasus (naik 15,5%) dan korban
meninggal akibat kejahatan seksual di Instalasi Kedokteran Forensik RSU Dr.Soetomo
tahun 1998-2002 sebanyak 3 kasus. Di Amerika Serikat angka perkosaan pada tahun
2001 (1,7%) dan tahun 2002 (2,1%) dari tindak kejahatan yang ada.
Dalam pembuktian secara Kedokteran Forensik pada setiap kasus kejahatan
seksual sebenarnya terbatas didalam upaya pembuktian ada/tidak adanya tanda
kekerasan, tanda pergumulan atau tanda persetubuhan, disamping itu perlu juga
pembuktian terhadap perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang itu memang
sudah pantas atau mampu untuk dikawini atau tidak.
Pada pembuktian tersebut bantuan dokter sangat diperlukan, namun harus
disadari bahwa kamampuan dokter didalam rangka membantu mengungkap kasus
kejahatan seksual sangat terbatas sekali. sehingga tidak mungkin dokter dapat
membantu mengungkap adanya paksaan dan ancaman kekerasan mengingat kedua hal
itu tidak meninggalkan bukti-bukti medik.
Dokter hanya diminta bantuannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap
korban, suspek dan barang bukti medik tindak perkosaan, sehingga dalam pemeriksaan
tersebut dokter diharap bisa memperjelas kasus tindak pidana.
Dokter membutuhkan suatu pemeriksaan penunjang yang ada sangkut pautnya
dengan barang bukti medik.

GANGGUAN PSIKOSEKSUAL
Faktor penyebab utama pada gangguan-gangguan ini adalah faktor psikologis.
Gangguan Psikoseksual antara lain :

 Parafilia
Suatu gangguan psikoseksual dimana orang yang bersangkutan lebih memilih
kegiatan yang tidak lazim daripada yang lazim. Ciri utama parafilia ialah bahwa
fantasi atau tindakan yang tidak lazim diperlukan untuk mendapatkan kepuasan
seksual. Umumnya menyangkut: (1) kecenderungan menggunakan suatu obyek
bukan manusia untuk mendapatkan kepuasan seksual atau (2) kegiatan seksual

Kejahatan Seksual
16

dengan manusia disertai penderitaan atau penghinaan yang sungguh-sungguh atau


simboli atau (3) kegiatan seksual dengan partner yang tidak menyetujuinya.
Kegiatan ini cenderung diulangi.
Bayangan fantasi parafilia atau obyek pembangkit nafsu seksual dalam suatu
parafilia sering merupakan stimulus libido seseorang yang tidak menderita
gangguan psikoseksual.
Seorang parafilia dapat dipidana, jika terjadi luka atau kematian orang lain ( pasal
359 dan 360 KUHP) atau diharus ganti rugi jika perbuatannya telah menimbulkan
kerugian pada orang lain (pasal 1366 KUHPerdata). Penderita parafilia umumnya
tidak menganggap dirinya sakit, biasanya baru mendapatkan perhatian dokter
setelah perbuatannya menyebabkan konflik dengan masyarakat.

 Fetisyisme
Sejenis pemujaan erotis yang khas tertuju pada tubuh yang disukai, pakainnya atau
benda lainnya. Ciri utama fetisyisme adalah penggunaan benda mati sebagai cara
terpilih atau ekslusif untuk mencapai kepuasan seksual. Fetisy itu dapat berupa
bagian tubuh seorang wanita seperti rambut kepala, rambut kemaluan atau pakaian
milik seorang wanita seperti BH, kaos kaki. Dan bisa berkaitan dengan seorang
tertentu yang terlibat secara akrab (intim) dengan si-fetisyis dimasa kanak-kanak.
Pada fetisyisme ringan yang bersangkutan merupakan pusat daya tarik tetapi tidak
menyelubungi sama sekali pemilik benda itu. Sedangkan pada fetisyisme sejati telah
terjadi substitusi yang sempurna (pars pro toto), fetisy menggantikan sepenuhnya
wanita pemilik benda mati itu.
Misal fetisy pada Mannikinisme dan Pygmalionisme (arca).
Beda dengan transvestisme benda mati hanya terbatas pakaian dan perhiasan sebagai
cross-dressing, sedang pada fetisyisme tidak terbatas pada pakain saja. Penggunan
benda mati seperti vibrator untuk perangsang seksual buka merupakan fetisyisme.
Penderita ini dapat dikenakan pidana sesuai pasal 362 KUHP misal mencuri BH dari
jemuran, atau pasal 1366 KUHPerdata.

 Ekshibisionisme
Memperlihatkan alat kelamin pada seseorang yang tak dikenal atau yang tidak
menduga sebelumnya, untuk memperoleh kepuasan seksual tanpa disertai usaha
untuk melakukan kegiatan seksual lebih lanjut dengan orang tersebut.
Kepuasan seksual didapat dari melihat reaksi tereperanjat, takut, kagum, jijik yang
berasal dari orang yang melihatnya. Orgasme dicapai dengan melakukan masturbasi
pada waktu atau setelah kejadian itu. Gangguan ini dimonopoli kaum pria.
Jika tertangkap basah seorang ekshibisionisme dapat dipidana menurut KUHP pasal
281.

 Voyeurisme
Ciri utama dari Voyeurisme/skopofilia adalah bahwa orang bersangkutan secara
berulang mengalami dorongan yang tidak terkendali untuk mengintip, seseorang
yang sedang dalam keadaan tak berbusana, sedang melepas pakaiannya, atau sedang
melakukan kegiatan seksual (Miksoskopia).
Orgasme biasanya didapat dengan masturbasi sewaktu mengintip atau kemudian
sewaktu membayangkan dalam pikirannya apa yang telah ia saksikan.

Kejahatan Seksual
17

 Transvestisme
Suatu gangguan psikoseksual dimana seorang pria heteroseksual dalam fantasinya
atau sungguh-sungguh (actual) memakai pakaian wanita untuk membangkitkan
nafsu seksual dan mendapatkan kepuasan seksual.
Berbeda dengan transvestisme, pada transeksual ada keinginan untuk
menyingkirkan alat kelamin sendiri dan hidup sebagi orang dari jenis kelamin lain
dan tidak pernah terdapat kepuasan seksual dengan cross-dressing, sedangkan
transvestit mengganggap dirinya pada dasarnya seorang pria, sedangkan transeksual
yang anatomisnya laki-laki merasakan dirinya seorang wanita

 Pedofilia
Suatu parafilia dimana seorang dewasa atau adolesen memperoleh kepuasan seksual
dengan melakukan kegiatan seksual bersama seorang anak pra-remaja (heteroseks
atau homoseks). Ciri utamanya adalah bahwa berbuat atau berfantasi tentang
kegiatan seksual tersebut merupakan pilihannya atau cara yang ekslusif untuk
memperoleh kepuasan seksual.
Kegiatan seksual dapat berupa memegang/mengelus alat kelamin disertai rasa cinta,
felasio, kunilingus atau pederasti (koitus per anum).
Perbuatan pedofilia diancam pida pasal 290 ayat (2) dan (3) KUHP.

 Masokisme Seksual
Suatu kegiatan seksual pria atau wanita yang bersangkutan memilih atau
menggunakan secara eksklusif cara dihina/direndahkan, diikat, dipukuli atau disakiti
secara lain untuk mendapatkan kepuasan seksual yang dilakukan secara sengaja.
Kadang-kadang masokisme menyertai transvestisme, Seorang transvestit dengan
mengenakan BH, kaos kaki dan sepatu wanita menggantungkan lehernya pada jerat
sambil memandang dirinya dikaca, untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Baik pria maupun wanita dapat menderita gangguan ini namun lebih sering wanita.
Masokis pria disebut metatropist.

 Sadisme Seksual
Mendapatkan kepuasan seksual dengan cara :
a. Dengan sengaja menimbulkan penderitaan psikik atau fisik pada seorang partner
yang tidak menyetujuinya.
b. Merendahkan martabat partner yang menyertujuinya disertai dengan seolah-olah
atau benar-benar menimbulkan cedera ringan yang membuat partner itu
menderita.
c. Menimbulkan luka yang ekstensif, permanen, atau dapat mematikan pada
partner yang menyetujuinya.
Sadisme biasanya terdapat pada pria. Sadisme wanita disebut metatropist.

 Zoofilia atau Bestiality


Orang bersangkutan berulang-ulang paling menyukai penggunaan hewan untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Hewan itu dapat dijadikan obyek persetubuhan atau
dilatih untuk merangsang secara seksual orang bersangkutan, misal dilatih untuk
menjilati alat kelamin atau untuk masturbasi.

Kejahatan Seksual
18

Dalam hal hewan bersangkutan menjadi sakit atau mengalami luka karena perbuatan
tersebut, pelakunya dapat dikenakan pidana menurut KUHP pasal 302.

 Koprofilia/Coprolagnia
Kepuasan seksual didapat dengan melihat atau membayangi seseorang yang sedang
buang air besar atau melihat feses. Dapat juga dilakukan anilinctus yaitu mencium
dan menjilati anus, atau memakan feses (coprophagy).

 Urofilia
Melihat perbuatan membuang air seni, merasa hangatnya air seni yang disiramkan
pada tubuh, menciumi bau air seni dan mencicipinya/meminumnya membangkitkan
nafsu seksual dan dapat memberikan kepuasan

 Felasio dan Kunilingus


Felasio berarti mengisap penis, Kunilingus berarti menjilati vulva. Impuls erotik-
oral terdapat pada setiap manusia

 Froteurisme
Suatu parafilia dimana orang bersangkutan lebih menyukai menggosok-gosokan alat
kelaminnya pada suatu bagian tubuh orang lain untuk mendapatkan kepuasan
seksual.

 Parsialisme
Disini impuls seksual atau libido terpaku pada salah satu bagian tubuh wanita.
Misal, Seorang parsialis payudara paling menyukai wanita dengan payudara yang
besar.

 Troilisme
Suatu parafilia dimana tiga orang – 2 wanita dengan 1 pria atau 2 pria dengan 1
wanita – secara bersama melakukan serangkaian kegiatan parafilia, seperti felasio,
kunilingus, pederasti atau koitus yang disertai dengan beberapa kegiatan seksual
lain.

 Pluralisme
Pada pluralisme serombongan orang mengadakan pesta pora seksual, tukar-menukar
istri dan hal itu mencerminkan adanya homoseksualitas laten.

 Lustmurder/Pembunuhan Karena Nafsu Seksual


Suatu pembunuhan dimana untuk menyalurkan dan mendapatkan kepuasan seksual
seseorang membunuh korbannya atau melukainya secara fatal. Pada pembunuhan
seksual sejati, mematikan korban merupakan pengganti persetubuhan sekaligus
merupakan tujuan akhir. Dengan demikian pembunuhan seksual dapat dikenali
berdasarkan sifat dari luka-luka. Yang paling sering ditemukan adalah membuat
cacat atau memotong alat kelamin, kemudian rongga perut disayat hingga terbuka,
kayu atau benda lain ditusukkan kedalam vagina atau anus, payudara diangkat,
rambut dicabut dan melakukan pencekikan.

Kejahatan Seksual
19

Pembunuhan seksula jarang dijumpai. Semua pembunhan seksual adalah orang


dengan kelainan jiwa, psikopat, penderita epilepsi atau skizofreni.

 Nekrofilia
Mayat dijadikan sebagai obyek seksual. Nekrofilia tedapat dalam 2 bentuk yaitu:
1. Korban dibunuh (pembunuhan seksual) dan mayat korban segera digunakan
sebagai obyek seksual.
2. Mayat yang sudah dikubur, yang terdapat dikamar mayat atau di bangsal
anatomi dicuri digunakan sebagi obyek seksual.
Perbuatan dengan mayat dapat berupa; menciumi, memeluk dan merba tubuh mayat,
melakukan masturbasi sambil memegang payudara dan alat kelamin atau melakukan
koitus dengan mayat. Perbuatan tersebut dapat disertai dengan membuat cacat mayat
(nekrosadisme).

 Vampirisme
Dalam bentuk simbolis perbuatan seorang vampir pria dapat berupa pengisapan
darah menstruasi, juga pengisapan darah yang keluar dari luka iris oleh seorang
vampri wanita untuk mendapatkan kepuasan seksual.

 Transeksualisme
Merupakan gangguan Identitas Jenis Kelamin, ciri utama adalah bahwa orang
bersangkutan senantiasa merasa tidak senang pada dan tidak patut dengan seks
anatomiknya. Ia senantiasa ingin membebaskan diri dari alat kelaminnya itu dan
hidup sebagi seorang dari jenis kelamin lainnya.

 Hiperseksual
Minat/keinginan yang berlebihan atau patologist untuk koitus. Hiperseksualitas pada
pria disebut Satyriasis dan pada wanita disebut.

 Homoseksual
Umumnya homoseksual berarti hubungan seksual antara dua orang sejenis kelamin.
Istilah lain dalam kepustakaan adalah sexual inversion, contrary sexual feeling,
urning (homoseksual pria) dan urningin (homoseksual wanita=lesbi).
Kinsley dkk telah menyusun suatu skala penderajatan heteroseksual-homoseksual
sebagai berikut :
0 : Heteroseksual semata-mata (eksklusif)
1 : Heteroseksual lebih menonjol, homoseksual hanya kadang-kadang
2 : Heteroseksual predominan, homoseksual lebih kadang-kadang
3 : Heteroseksual dan Homoseksual sama banyaknya
4 : Homoseksual predominan, heteroseksual lebih kadang-kadang
5 : Homosekaual predominan, heteroseksual hanya kadang-kadang saja
6 : Homoseksual semata-mata
Kegiatan seksual yang bisa dilakukan dalam hubungan homoseksual:
- Manual (Masturbasi)
- Oral (misal felasio)
- Anal
- Aksiler

Kejahatan Seksual
20

- Femoral
- Dildo (penis buatan)
Dalam homoseksual pria ada yang menyukai pria remaja (Ephebolphilic:Paedophilic).
Pada lesbi menyukai gadis (Parthenophilic), wanita dewasa (Gynaecophilic), wanita
tua (Graphilic) dan anak perempuan (Corophilic)
Dalam KUHP melarang dan mengancam seorang dewasa yang melakukan hubungan
homoseksual dengan seorang yang belum sampai umur, walaupun tanpa paksaan
(KUHP pasal 292). Pasal 290 (2)(3) KUHP jika seorang dewasa melakukan perbuatan
homoseksual dengan seorang yang umurnya belum 15 tahun, tanpa paksaan

PERSETUBUHAN
Oleh kalangan hukum, persetubuhan didefinisikan sebagai perpaduan antara 2
alat kelamin yang berlainan jenis guna memenuhi kebutuhan biologis yaitu kebutuhan
seksual. Perpaduan tersebut tidak harus sedemikian rupa sehingga seluruh penis masuk
kedalam vagina (Menurut Nojor). Penetrasi yang paling ringan, yaitu masuknya ujung
penis (Glans penis) diantara kedua labium mayor (bibir luar) sudah dapat dikategorikan
sebagai senggama, baik diakhiri atau tidak diakhiri dengan orgasme/ejakulasi.
Persetubuhan yang lengkap memang diawali dengan penetrasi penis kedalam
vagina, lalu diikuti dengan gesekan-gesekan antara penis dengan vagina untuk
menimbulkan stimulus (rangsangan taktil) dan kemudian diakhiri dengan ejakulasi.
Perlu diketahui bahwa sesudah ejakulasi akan terjadi fase relaksasi dan penis akan
menjadi lemas kembali sehingga tidak mungkin lagi meneruskan, kecuali sudah melalui
fase interval yang relatif lama.
Persetubuhan yang legal (tidak melanggar hukum) adalah yang dilakukan
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Wanita tersebut adalah istri sah (sesuai UU No 1/74 tentang perkawinan) dan
ada izin (consent) dari wanita yang disetubuhi.
2. Wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang dalam keadaan
terikat perkawinan dengan orang lain dan bukan anggota keluarga dekat .

Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh


Undang-Undang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada BAB XIV Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), yaitu Bab tentang kejahatan terhadap
kesusilaan, yang meliputi hubungan persetubuhan didalam perkawinan dan
persetubuhan diluar perkawinan.
Persetubuhan didalam perkawinan yang merupakan kejahatan seperti yang
dimaksud oleh pasal 288 KUHP, ialah bila seorang suami melakukan persetubuhan
dengan istrinya yang belum mampu kawin dengan mengakibatkan luka, luka berat atau
mengakibatkan kematian.
Dalam kasus persetubuhan diluar perkawinan yang merupakan kejahatan,
dimana persetubuhan tersebut memang disetujui oleh si perempuan, seperti yang
dimaksud dalam pasal 284 KUHP (berzina atau bersetubuh), pada kasus ini tidak
dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar. Pada pasal
287 KUHP (persetubuhan dengan wanita dibawah umur), kecuali jika umur wanita
belum sampai 12 tahun, maka dalam hal ini harus dibuktikan bahwa pada wanita telah
terjadi kekerasan dan persetubuhan.

Kejahatan Seksual
21

Dari petikan KUHP dapat dikelompokkan 4 macam persetubuhan diluar


perkawinan yang dilarang dan diancam pidana penjara yaitu: Perzinahan, Perkosaan,
Persetubuhan dengan wanita yang pingsan atau tidak berdaya dan persetubuhan dengan
wanita yang umurnya belum cukup 15 tahun. Pada perzinahan persetubuhan dilakukan
dengan persetujuan wanita yang bersalah atau turut bersalah dalam tindakan pidana itu.

PERKOSAAN
Perkosaan ialah tindakan menyetubuhi seorang wanita yang bukan istrinya
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Bertolak dari pengertian ini seorang suami
tidak dapat dipidana karena menyetubuhi istrinya dengan paksa.
Pasal 285 KUHP:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan
dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun

Didalam kejahatan seksual yang disebut perkosaan, maka tindakan membuat


pingsan atau tidak berdaya termasuk didalam proses untuk melakukan kejahatan,
sedangkan kejahatan seksual menurut pasal 286 KUHP si pelaku tidak melakukan
upaya apapun. Pingsan dan tidak berdayanya wanita bukan akibat oleh perbuatan si
pelaku kejahatan.
Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara Perkosaan.
Dalam proses penyidikan untuk menggungkapkan suatu perkara pidana yang
menyangkut nyawa manusia, pemeriksaan di TKP, merupakan kunci keberhasilan upaya
penggungkapan tersebut berdasarkan pasal 7 KUHP, butir (h) maka penyidik berwenang
minta bantuan dokter untuk datang di tempat kejadian. Selama melakukan pemeriksaan
harus dihindari tindakan yang dapat mengganggu atau merusak keadaan kejadian
tersebut.
Tugas seorang dokter di TKP pada tindak pidana perkosaan adalah mencari
data-data tentang:
1. Tanda-tanda pergumulan
2. Tanda-tanda kekerasan
3. Tanda-tanda persetubuhan
4. Mencari benda-benda milik korban/tersangka
 Adanya tanda-tanda pergumulan dapat berupa: ketidakrapian atau ketidakteraturan
tempat kejadian perkosaan misalnya tempat tidur yang spreinya kusut, dahan
tumbuh-tumbuhan yang terpatah, adanya rumput bekas tekanan, debu lantai yang
terhapus badan korban yang meronta-ronta.
 Adanya tanda-tanda kekerasan biasanya berupa: bercak darah yang berceceran, sisa
obat tidur, obat bius, benda tumpul atau benda tajam, tali untuk mengikat korban dan
sebagainya yang digunakan oleh pelaku sehingga korban tidak berdaya.
 Adanya tanda-tanda persetubuhan dapat berupa bercak cairan mani, bercak darah
yang berasal dari deflerasi dan benda lainnya seperti pakaian, sapu tangan, handuk,
kertas yang dapat digunakan oleh pelaku untuk menghapus alat kelaminnya. Benda
tersebut disita untuk kemudian diperiksa di laboratorium.

Kejahatan Seksual
22

 Benda-benda lain yang dibuang atau tertinggal ditempat kejadian seperti puntung
rokok, kotak rokok, korek api, rambut kepala, sidik jari dan lain-lain harus
diperiksa, karena benda-benda tersebut bisa memperkuat bukti.
Juga perlu dilakukan pemotretan tempat kejadian dan tanda-tanda penting yang
ditemukan serta mencari keterangan yang tinggal atau berada dekat tempat kejadian.

Pemeriksaan Korban Perkosaan


Berdasarkan pasal 133 KUHAP penyidik berwenang minta bantuan dokter untuk
memeriksa korban perkosaan. Disini diperlukan pemeriksaan yang teliti guna
menemukan beberapa hal yang menjadi unsur tindak pidana, yakni unsur persetubuhan
dan kekerasan.
Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan dapat disimpulkan kebenaran
terjadinya persetubuhan . Hanya saja , apakah persetubuhan tersebut dilakukan secara
paksaan atau tidak, sangat mustahil dokter dapat menyimpulkannya. Sebab bukti
medik antara persetubuhan dengan paksaan dan tanpa paksaan tidak ada bedanya.
Bukti-bukti medik juga dapat digunakan untuk menyimpulkan adanya unsur
kekerasan sebab pada ancaman kekerasan tidak ditemukan bukti-bukti medik.
Seyogyanya sebelum melakukan pemeriksaan terhadap korban perkosaan,
dokter perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Harus ada surat permintaan Visum Et Repertum dari polisi dan keterangan
mengenai kejadiannya.
2. Harus ada persetujuan secara tertulis dari korban atau orang tua / wali korban
yang menyatakan tidak keberatan untuk diperiksa seorang dokter.
3. Harus ada seorang perawat wanita atau polisi wanita yang mendampingi dokter
selama melakukan pemeriksaan.
Tujuan pemeriksaan korban perkosaan adalah:
1. Mencari keterangan tentang korban.
2. Mencari keterangan tentang peristiwa pemerkosaan.
3. Mencari adanya bekas-bekas kekerasan.
4. Mencari adanya perubahan-perubahan pada alat kelamin korban.
5. Mencari adanya spermatozoa.
6. Mencari akibat dari perkosaan.

Pemeriksaan medis untuk korban perkosaan pada umumnya dilakukan secara berurutan
yaitu sebagai berikut : - anamnesa
- pemeriksaan fisik
- laboratorium
Anamnesa.
Anamnesa merupakan yang tidak dilihat dan tidak ditemukan oleh dokter, jadi
bukan hasil pemeriksaan obyektif. Oleh karena itu, anamnesa tidak dimasukkan dalam
visum et repertum.
Anamnesa dibuat terpisah dan dilampirkan pada visum et repertum dibawah kalimat
“keterangan yang diperoleh dari korban”.

Pada anamnesa untuk korban perkosaan ditujukan untuk:


1. Mencari keterangan tentang diri korban:

Kejahatan Seksual
23

a. Nama, umur, alamat dan pekerjaan korban.


b. Status perkawinan korban.
c. Persetubuhan yang pernah dialami korban sebelum terjadi peristiwa
perkosaan ini.
d. Tanggal menstruasi terakhir.
e. Kehamilan, riwayat persalinan atau keguguran.
f. Penyakit dan operasi yang pernah dialami korban.
g. Kebiasaan korban terhadap alcohol atau obat-obatan.
2. Mencari keterangan tentang peristiwa perkosaan:
a. Tanggal, jam dan tempat terjadinya.
b. Keadaan korban saat sebelum kejadian.
c. Posisi korban pada waktu kejadian.
d. Persetubuhan yang dilakukan si pelaku terhadap korban.
e. Cara perlawanan korban.
f. Hal-hal yang diperbuat korban setelah mengalami perkosaan.
g. Pelaporan peristiwa perkosaan kepada polisi oleh siapa, kapan, dimana,
serta hubungan si pelapor dengan korban.

Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan ini dokter diharapkan untuk melaksanakan pemeriksaan
secara teliti guna mendapatkan data-data seobyektif mungkin sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan yang akurat. Sehingga diharapkan adanya kerja sama yang baik antara
dokter dan penyidik.
Pemeriksaan fisik pada korban berbagai kejahatan seksual kurang lebih sama.
Dalam pemeriksaan fisik meliputi pencarian adanya tanda kekerasan dan tanda
persetubuhan/pergumulan. Tanda-tanda atau kelainan yang ada pada tubuh korban perlu
dicatat serapi-rapinya, apa yang tidak dicatat dalam status klinik berarti tidak pernah
diperiksa atau dikerjakan.
Pemeriksaan fisik korban terdiri dari
1. Pemeriksaan baju korban.
Pada pemeriksaan baju korban, diperhatikan apakah:
- Ada yang hilang
- Ada robekan-robekan
- Ada kancing yang hilang
- Ada bekas-bekas tanah, pasir, lumpur, bahan lain
- Ada noda darah
- Ada noda sperma
2. Pemeriksaan tubuh korban dibagi atas:
a. Pemeriksaan tubuh korban secara umum.
Setiap korban perkosaan mutlak diperlukan pemeriksaan yang teliti
guna menemukan beberapa hal yang menjadi unsur tindak pidana tersebut
yaitu unsur unsur persetubuhan dan kekerasan.
Berdasarkan bukti-bukti medik yang ditemukan akan dapat
disimpulkan kebenaran terjadinya senggama. Hanya saja, apakah senggama
dilakukan dengan paksaan atau tidak. Sangat mustahil dokter dapat
menyimpulkannya sebab bukti medik antara senggama dengan paksa dan
tidak dengan paksa tidak ada bedanya. Bukti-bukti medik juga dapat

Kejahatan Seksual
24

digunakan untuk menyimpulkan adanya kekerasan. Yang tidak dapat


dibuktikan adalah ancaman kekerasan sebab pada ancaman kekerasan tidak
ditemukan bukti-bukti medik.
Bagaimana keadaan tingkah laku korban misalnya gelisah, depresi,
hysteri, sedih dan apakah ada tanda bekas minum alkohol, obat bius dan obat
tidur.

Tanda-tanda kekerasan
Sebenarnya yang dimaksud dengan kekerasan adalah tindakan pelaku yang
bersifat fisik dan dilakukan dalam rangka memaksa korban agar dapat
disetubuhi. Kekerasan tersebut dimaksud untuk menimbulkan ketakutan atau
untuk melemahkan daya lawan korban.
Pada pemeriksaan dicari tanda-tanda bekas kekerasan pada tubuh korban
berupa: goresan, garukan, gigitan serta luka lecet maupun luka memar dan
ini dapat dicari pada:
 Daerah sekitar mulut sewaktu korban dibungkam
 Daerah sekitar leher sewaktu korban dicekik
 Pergelangan tangan, lengan, sewaktu korban disergap.
 Payudara sewaktu digigit atau diremas-remas
 Sebelah dalam paha sewaktu korban dipaksa untuk membuka kedua
tungkainya
 Punggung sewaktu korban dipaksa tidur ditanah.

Diperiksa juga tekanan darah, jantung, paru, abdomen, reflek-reflek serta


pupil mata.
Pemeriksaan rektum dan kavum oris juga perlu untuk mengetahui apakah
korban setelah diperkosa masih dilanjutkan dengan perbuatan seperti coitus
peranum atau fatalis untuk benar-benar memuaskan hasrat seksnya
mengingat korban sudah tidak berdaya sama sekali.
Dalam hal pembuktian adanya kekerasan bahwa tidak selamanya kekerasan
itu menimbulkan bekas yang berbentuk luka. Dengan demikian tidak
ditemukannya luka tidak berarti bahwa pada korban tidak terjadi kekerasan..
Tindakan pembiusan dikategorikan sebagai kekerasan maka dengan
sendirinya diperlukan pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya obat-
obat atau racun yang kiranya membuat korban pingsan. Sehingga dalam
setiap tindakan kejahatan seksual pemeriksaan Toksikologi menjadi prosedur
rutin dikerjakan.
b. Pemeriksaan tubuh korban secara khusus.
Yang diperiksa secara khusus disini adalah perubahan-perubahan
pada alat kelamin korban. Mencari adanya benda asing, perdarahan, luka,
robekan dan pembengkakan pada daerah pubis, vulva, vagina, fornik anterior
dan fornik posterior.
Bagaimanakah dengan keadaan hymen.
- bentuknya dan sifat hymen
- besarnya lubang hymen
- adanya robekan hymen
- sifat dan lokalisasi robekan hymen

Kejahatan Seksual
25

Ukur diameter lubang selaput darah, dapat dilalui satu jari


kelingking, telunjuk atau 2 jari dengan mudah atau sukar.

 Tanda-tanda persetubuhan.
Persetubuhan merupakan peristiwa dimana terjadi penetrasi penis kedalam vagina,
penetrasi tersebut dapat lengkap atau tak lengkap dengan atau tanpa disertai
ejakulasi.
 Tanda-tanda langsung.
- Robeknya selaput dara akibat penetrasi penis
- Lecet atau memar akibat gesekan-gesekan penis
- Adanya sperma akibat ejakulasi
 Tanda-tanda tidak langsung :
- Terjadinya kehamilan
- Terjadinya penularan penyakit kelamin

Dalam pembuktian adanya persetubuhan dipengaruhi oleh faktor :


- besar penis dan derajat penetrasi
- bentuk dan derajat elastisitas selaput dara
- ada tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulasi itu sendiri
- posisi persetubuhan
- keaslian barang bukti serta pada waktu pemeriksaan

Adanya robekan pada hymen hanya menandakan adanya sesuatu benda


yang masuk kedalam vagina. Dan sebaliknya tidak terdapat robekan hymen tidak
dipastikan tidak terjadi penetrasi.
Mengenai ejakulasi dapat dibuktikan secara medik dengan ditemukannya
sperma pada liang vagina, sekitar alat kelamin atau pada pakaian korban. Adanya
sperma di liang vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Pemeriksaan
sperma tersebut sangat penting karena bukan hanya untuk menggungkapkan
adanya persetubuhan tetapi juga identitas pelakunya melalui pemeriksaan DNA
dan golongan darah pelakunya.
Dan apabila ejakulat tersebut tidak mengandung spermatozoa maka
adanya pembuktian persetubuhan dapat dikatakan dengan melakukan pemeriksaan
terhadap ejakulat tersebut. Komponen yang terdapat dalam ejakulat antara lain,
enzym asam fosfatase, kholin dan spermin. Bila persetubuhan tidak sampai
berakhir dengan ejakulasi maka pembuktiannya tidak dapat dilakukan secara pasti,
hanya di sini perlu disebutkan tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan yang
mencakup dua kemungkinan. Pertama memang tidak ada persetubuhan dan kedua
persetubuhan ada tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.
Adanya sperma merupakan tanda pasti persetubuhan maka perlu saat
terjadinya persetubuhan harus ditentukan karena menyangkut alibi pelaku, sperma
di liang vagina masih bergerak dalam 4-5 jam post senggama masih dapat
ditemukan bergerak sampai 36 jam. Pada jenazah masih dapat ditemukan sampai 1
minggu.
Pada pemeriksaan pubis dilihat apakah ada perlekatan rambut atau
adanya benda-benda asing. Bila rambut saling melekat maka sebaiknya digunting
dan dikirim ke laboratorium.

Kejahatan Seksual
26

Adanya kehamilan dan penyakit kelamin merupakan bukti tak langsung


tentang adanya persetubuhan. Hanya saja untuk menghubungkan apakah
kehamilan itu sebagai akibat dari perbuatan yang dilakukan pelaku, perlu
dilakukan pemeriksaan DNA.

Pemeriksaan Laboratorium Korban Perkosaan


Pemeriksaan laboratorium pada korban perkosaan bertujuan untuk mengetahui :
- Pemeriksaan adanya sperma
- Pemeriksaan adanya cairan semen (air mani)
- Pemeriksaan adanya penyakit kelamin
- Pemeriksaan adanya kehamilan
- Pemeriksaan bahan lain dalam tubuh korban yang bisa dipakai sebagai
petunjuk
Pemeriksaan adanya spermatozoa.
- Bahan pemeriksaan: cairan vagina
- Metode: Sediaan basah, tanpa pewarnaan: satu tetes cairan vagina ditaruh pada
objek gelas dan ditutup, diperiksa pada mikroskop dengan pembesaran
500 kali.
- Hasil yang diharapkan: spermatozoa yang bergerak (motilitas).
- Metode: Sediaan kering dengan pewarnaan gram,giemza atau methylene blue;
atau dengan pengecatan Malachite-green.
Pengecatan Malachite-green:
Sediaan hapusan dari cairan vagina pada objek gelas, keringkan diudara, fiksasi
dengan api, warnai dengan malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit,
cuci dengan air, warnai dengan Eosin-yellowish 1% dalam air, tunggu 1 menit,
cuci dengan air, keringkan, periksa di mikroskop.
- Hasil yang diharapkan pada pengecatan Malachite-green: basis kepala
sperma berwarna ungu, bagian hidung merah muda dan pada pengecatan
Gram akan terlihat sperma yang terdiri atas kepala berwarna kemerahan,
leher dan ekor yang berwarna kebiruan. Dikatakan positif, apabila ditemukan
sperma paling sedikit satu sperma yang utuh.
- Bahan pemeriksaan: Pakaian.
- Pemeriksaan pendahuluan: Noda sperma pada pakaian terlihat sebagai noda
yang berwarna putih kelabu, kadang-kadang mengkilat seperti perak dan
pada perabaan kaku.
- Pemeriksaan dengan sinar ultra violet: noda sperma akan menunjukkan
adanya flueresensi, yaitu warna putih kebiruan. Pemeriksaan ini tidak
spesifik, sebab nanah dan fluor albus juga memberikan warna flueresensi
yang sama.
- Metode: Pakaian yang mengadung bercak diambil sedikit pada bagian
tengahnya (konsentrasi sperma terutama di bagian tengah)
- Bahan pewarnaan Baeechi:
+ acid fuchsin 1 % (1ml) + HCl 1%(40ml)
+ Methylene blue 1 %(1ml)
- Cara kerja : * ambil pakaian pada bagian tengahnya (ukuran 2x2 cm)
 warnai dengan Baeechi selama 2-3 menit

Kejahatan Seksual
27

cuci dengan HCl 1% selama 5 detik


dehidrasi dengan alcohol 70%, 85% dan absolut, bersihkan
dengan xilol dan keringkan , letakkan pada kertas saring.
 Ambil dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak
diambil benangnya 1-2 helai, kemudian diuraikan
sampaikan menjadi serabut-serabut pada gelas objek.
 Teteskan Canada balsem, tutup dengan penutup, lihat
dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali.
- Hasil: Kepala sperma merah,ekor berwarna biru mudah, kepala sperma
menempel pada serabut benang.
Pemeriksaan adanya air mani (semen)
Kadang kesulitan dalam mencari spermatozoa, misalnya bila
pelakunya menderita azoospermia, telah coitus berulang-ulang. Dalam keadaan
seperti ini perlu dipakai cara pemeriksaan yang lain yaitu berdasarkan atas
pemeriksaan yang lain berdasarkan atas komposisi cairan semen, berupa asam
fosfatase yang berasal dari prostat dan kristal kholin yang berasal dari vesica
seminalis.
Penentuan asam fosfatase
Bahan pemeriksaan: cairan vagina
Metode: cairan vaginal ditaruh pada kertas saring (Whatman) yang sudah
dibasahi dengan aquadest, diamkan sampai kering, semprot dengan
reagensia, perhatikan warna ungu yang timbul dan catat dalam
beberapa detik warna ungu tersebut timbul.
Hasil yang diharapkan: warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik,
berarti asam fosfatase berasal dari prostat, berarti ada indikasi besar,
warna ungu timbul kurang dari 65 detik, indikasi sedang. Warna ini
timbul karena dalam reagensia mengandung alpha naphthyl fosfat
yang bereaksi dengan asam fosfatase.
Penentuan: Kristal kholin
Bahan pemeriksaan: cairan vagina
Metode: Florence Test :
Cairan vaginal ditetesi larutan yodium (larutan Florence),maka terbentuk
kristal. Kristal yang terbentuk dilihat dimikroskop .
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum yang berwarna coklat.
Penentuan Kristal Spermin.
Bahan pemeriksaan : cairan vagina.
Metode : Berberio
Cairan vagina ditetesi larutan asam pikrat dilihat di mikroskop.
Hasil yang diharapkan : Kristal-kristal spermin pikrat akan terbentuk rhomboik
atau jarum yang berwarna kuning kehijauan.
Penentuan adanya semen (air mani).
Bahan pemeriksaan : pakaian
Metode :
a. Inhibisi asam fosfatase dengan L(+) asam tartrat.

Kejahatan Seksual
28

- Pakaian yang diduga mengandung bercak mani dipotong kecil dan


ekstraksi dengan beberapa tetes aquades.
- Pada dua helai kertas saring diteteskan masing-masing satu tetes
ekstrak; kertas saring pertama disemprot dengan reagens 1, yang kedua
disemprot dengan reagensia 2,
- Bila pada kertas saring pertama timbul warna ungu dalam waktu menit
sedangkan pada kedua tidak terjadi warna ungu, maka dapat
disimpulkan bahwa bercak pada pakaian yang diperiksa adalah bercak
air mani.
- Bila dalam jangka waktu tersebut warna ungu timbul pada keduanya,
maka bercak pada pakaian bukan air mani, asam fosfatase yang
terdapat berasal dari sumber lain.
b. Reaksi dengan asam fosfatase.
- kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquades diletakkan pada
pakaian atau bahan yang akan diperiksa selama 5-10 menit, kemudian
kertas saring diangkat dan dikeringkan.
- Semprot dengan reagensia, jika timbul warna ungu berarti pakaian atau
bahan tersebut mengandung air mani.
- Bila kertas saring tersebut diletakan pada pakaian atau bahan seperti
semula, maka dapat diketahui letak dari air mani atau bahan yang
diperiksa.
c. Sinar ultra violet, visual, taktil dan penciuman
- pemeriksaan dengan UV: bahan yang akan diperiksa ditaruh dalam
ruang yang gelap, kemudian disinari dengan sinar-Ultra Violet bila
terdapat air mani, terjadi fluoresensi.
- Pemeriksaan secara visual, taktil dan penciuman tidak sulit untuk
dikerjakan.

Pemeriksaan Penyakit Kelamin


Dilakukan dengan pemeriksaan smear dari cairan vulva vagina, dan cervix yang
kemudian dicat dengan pewarnaan Gram. Maka dicari adanya kuman Nasseria
Gonorhea (G.O) dengan membuat sedian kemudian dilakukan pemeriksaan
melalui dark field microscope kita cari adanya kuman Treponema Pallidum.
Bahan pemeriksaan: secret urethra dan secret cervix uteri
Metode: pewarnaan Gram
Hasil yang diharapkan: Kuman N.gonorrheae

Pemeriksaan Kehamilan
Untuk mengetahui adanya kehamilan dilakukan dengan memeriksa adanya HCG
dalam urine. Setelah persetubuhan membutuhkan waktu yang lama agar kadar
HCG dapat memberi hasil reaksi yang positif.
Tujuannya adalah mengetahui apakah korban hamil sebelum / sesudah terjadi
perkosaan.
Bahan pemeriksaan: Urine

Metode: - Hemagglutination inhibition test (Pregnoticon)


- Agglutination inhibistion test (Grav-index).

Kejahatan Seksual
29

Hasil yang diharapkan: Terjadi agglutinasi pada kehamilan.

Pemeriksaan bahan lain dari tubuh korban yang dapat dipakai sebagai
petunjuk.
a. Pemeriksaan Toksikologi
Tujuan pemeriksaan toksikologi untuk mengetahui apakah korban sebelum
terjadi perkosaan telah diberi obat-obatan yang dapat menurunkan
kesadaran. Pada pemeriksaan ini diperlukan darah dan urine dari korban.
Bahan pemeriksaan: darah dan urine
Metode : - TLC
- Mikrodiffusi, dsbnya.
Hasil yang diharapkan:
Adanya obat yang dapat menurunkan atau menghilangkan kesadaran
b. Pemeriksaan substansi golongan darah dari cairan semen.
Penentuan golongan darah A,B,O dari cairan semen dengan
menggunakan teknik absorbsi inhibisi atau absorbsi eliminasi. Untuk
menentukan golongan darah pemerkosa dari cairan semen yang ditemukan
divagina kadang-kadang tidak sulit asal korban mempunyai golongan darah
yang berbeda dengan pemerkosa tersebut.
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menyingkirkan seorang pria
tertentu atau menunjang bukti lain yang melibatkan seorang pria.
Bahan pemeriksaa: Cairan vaginal yang berisi air mani dan darah.
Metode : - Serologi (ABO grouping test)
- Hasil yang diharapkan : golongan darah dari air mani berbeda
dengan golongan darah korban.
- Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku
kejahatan termasuk golongan “secretor”.

Pemeriksaan Laboratorium Pelaku Perkosaan


- Pemeriksaan sel epitel vagina
Tujuan: menentukan adanya sel epithel vagina, pada penis
Bahan pemeriksaan: cairan yang masih melekat di sekitar corona gland
Metode: - dengan gelas objek ditempelkan mengelilingi corona glands,
kemudian gelas objek tersebut diletakan di atas cairan lugol.
Hasil yang diharapkan:
Epithel dinding vagina yang berbentuk hexagonal tampak berwarna coklat
atau coklat kekuningan.
- Pemeriksaan penyakit kelamin
Tujuan: menentukan adanya kuman N.gonorrheae (GO)
Bahan pemeriksaan: secret urethrae
Metode: - sediaan langsung dengan pewarnaan Gram
Hasil yang diharapkan: Ditemukan kuman N.gonorrheae.

DNA typing dalam Pemeriksaan Kasus Perkosaan


Semenjak pertengahan tahun 1980 Jefrey dengan teknologi DNA, berhasil
mendemontrasikan bahwa bagian – bagian DNA yang sangat polimorfisme dapat
digunakan sebagai sarana identifikasi spesifik (personal) dari seseorang. Semenjak itu

Kejahatan Seksual
30

berbagai macam metode mulai diterapkan untuk penyidikan kasus-kasus forensic.


Dibandingkan cara-cara konvensional yang mengandalkan serologi dan elektroforesis
maka teknologi DNA memiliki keunggulan yang sangat mencolok, utamanya dalam hal
potensi diskriminasi dan sensitifitasnya.
Kalau pada teknologi konvensional didasarkan pada polimorfisme (suatu bentuk
yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama) ekspresi protein maka pada teknologi
DNA didasarkan pada polimorfisme dilevel DNA.
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein
antara lain ialah system golongan darah, golongan protein serum, system golongan
enzim eritrosit dan system HLA (Human Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA
merupakan sutau polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan
polimorfisme protein, yaitu pada tingkat kode genetic atau DNA. Pemeriksaan
polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR
(Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragmen Length
Polymorphisme), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerasae Chain
Reaction).
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan
polimorfisme DNA menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA
menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan terhadap banyak system. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan
protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada bahan yang sudah
membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenasah yang tinggal kerangka
saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel tubuh, sehingga berbagai
bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan
ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya
masih mungkin untuk dianalisis.
Bagian dari DNA akan tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga
dinamakan multilokus. Bagian ini dimiliki oleh semua orang tetapi masing-masing
individu mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lainnya,
sedemikian sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama
adalah sangat kecil sekali.
Pada kasus-kasus kriminal landasan tersebut diatas digunakan sebagai metode
penyelidikan,dalam kasus perkosaan dilakukan pembanding pita DNA dari hapusan
vagina dengan pita DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka
akan dijumpai pita DNA yang persis pola susunannya.
Sampel yang dibutuhkan pada cara konvensional cukup besar, dengan teknologi
DNA hanya dibutuhkan sample yang ekstrim kecil. Kasus-kasus kriminal dimana
jumlah sample yang diambil di tempat kejadian perkara (TKP) sangat kecil dan
kemungkinan juga sudah mengalami degradasi maka metode yang cocok adalah metode
yang sangat sensitive seperti misalnya PCR.
Dengan diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan sampai milyaran kali memungkinkan dianalisisnya sample
forensic yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban
pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dan sebagainya.
Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganlisis
bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sample
forensic merupakan sample postmortem yang tak segar lagi.

Kejahatan Seksual
31

Dalam penyidikan forensic, utamanya berkenaan dengan dengan identifikasi


barang bukti dari sample biologis, prosedur yang lazim diketahui adalah;
- Bagaimankah substansi biologis yang akan dianalisis.
- Apakah sample berasal dari manusia atau spesies lain.
- Bagaimana kondis fisiknya:cair/basah,kering, atau segar.
- Cara pengambilan sample.
- Apa identitas spesifiknya.

KESIMPULAN
- Persetubuhan yang legal adalah yang dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
- ada ijin dari wanita yang disetubuhi
- wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang terikat
perkawinan dengan oarng lain dan bukan anggota keluarganya.

- Tugas dokter di TKP pada kejahatan seksual:


- mencari tanda-tanda pergumulan
- mencari tanda-tanda kekerasan
- mencari tanda-tanda persetubuhan
- mencari tanda-tanda milik korban/tersangka

- Pemeriksaan korban kejahatan seksual:


- harus ada Surat Permintaan Visum et Repertum
- persetujuan tertulis dari korban / orang tua korban
- harus ada perawat wanita

- Tehnologi DNA merupakan cabang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan
Medikolegal yang baru, ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan berbagai
pemeriksaan identifikasi personal pada kasus-kasus: mayat tidak dikenal,
pembunuhan, perkosaan serta paternitas.

Perbuatan Cabul

Perbuatan cabul adalah semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan


kenikmatan seksual sekaligus mengganggu kehormatan kesusilaan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti keji dan kotor, tidak senonoh (melanggar kesopanan,
kesusilaan).
Noyon mengatakan perbuatan cabul merupakan suatu genus. Di dalamnya
terdapat persetubuhan di luar pernikahan sebagai suatu spesies, yang dalam keadaan
tertentu dipidana lebih berat dari spesies lainnya.
Menurut pasal 289 KUHP, yaitu dengan kekerasan atau ancaman kekeraan
untuk melakukan atau membiarkan melakukan perbuatan cabul. Disini jenis kelamin
orang yang memaksa/dipaksa tidak menjadi soal, dan dengan melakukan, dimaksudkan
melakukan perbuatan cabul pada orang lain, atau pada dirinya sendiri.
Pasal 290 KUHP, menyatakan melakukan perbuatan cabul itu dilakukan
dengan seseorang yang diketahuinya pingsan atau tidak berdaya. Kata pingsan sinonim

Kejahatan Seksual
32

dengan kata-kata tidak sadar, tidak ingat, sedang kata tidak berdaya berarti tidak
bertenaga atau sangat lemah, kata diketahuinya adalah rumusan dolus atau sengaja.
Dari beberapa petikan undang-undang diatas dapat dikelompokkan empat
macam persetubuhan di luar pernikahan yang dilarang dan diancam pidana penjara yaitu
perzinahan (pasal 284 KUHP), perkosaan (pasal 285 KUHP), persetubuhan dengan
wanita yang pingsan (pasal 286 KUHP), dan persetubuhan dengan wanita yang
umurnya kurang dari lima belas tahun (pasal 287 KUHP).
Pada perzinahan persetubuhan dilakukan dengan persetujuan si wanita yang
bersalah atau turut bersalah dalam tindak pidana itu. Sedang pada tiga yang lainnya
dilakukan tanpa persetujuan si wanita. Wanita yang pingsan tidak dapat memberikan
persetujuan. Persetujuan dari wanita yang tidak berdaya dan wanita yang umurnya
kurang dari lima belas tahun dianggap tidak sah, sehingga dianggap tidak ada.

Bentuk Selaput Dara

Selaput dara yang utuh dapat dibagi tiga berdasarkan bentuk dan tepi
lubangnya :
1. Bentuk teratur dan tepi teratur utuh.
a. Hymen annularis: Lubang bundar di tengah atau eksentris di segmen
anterior.
b. Hymen semilunaris (Falciforme): Lubang di segmen posterior dan berbentuk
seperti bulan sabit.
c. Hymen labiiformis: Lubang berbentuk celah yang berjalan dari anterior ke
posterior dengan bibibr-bibir selaput dara di kedua sisinya.
2. Bentuk teratur dan tepi tak teratur.
Bentuk lubang bisa annular, semilunar atau labiiformis, tetapi tepi lubang
menunjukkan celah-celah (defek konginental) yang dangkal atau dalam, jika
banyak maka tergantung dari sifat celahnya. Selaput dara yang tampak terbelah-
belah disebut hymen lobatus, tampak bergerigi disebut hymen dentatus, sedang
yang tampak berumbai-rumbai disebut hymen fimbriatus. Jika celah-celahnya
sampai pada dasar, sehingga selaput dara tampak terbagi dalam sejumlah jelabir
dan disebut hymen colloriformis.
3. Bentuk teratur dan tepi teratur atau tidak teratur.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah selaput dara yang atipis (atypical),
karena lubangnya tidak ada, atau lebih dari satu, atau tidak merupakan satu
kesatuan.
a. Hymen imperforatus: selaput dara tidak berlubang.
b. Hymen bipartitus atau hymen septus: terdapat dua
lubang dengan sekat diantaranya.
c. Hymen partim septus: septrum antara kedua
lubang tidak merupakan satu kesatuan, tetapi terdiri dari dua jelabir selaput
yang saling berhadapan.
d. Hymen multiplex atau hymen colloriformis:
selaput dara terdiri dari banyak jelabir.
e. Hymen cribrosus: selaput dara berlubang banyak.

Kejahatan Seksual
33

Gambar macam-macam bentuk hymen.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

SPERMATOZOA
1. Tanpa Pewarnaan
Tujuan: untuk memeriksa adanya spermatozoa yang bergerak.
Cara: cairan / lendir yang diambil dari vagina dan cervix diletakkan diatas obyek
glass yang sebelumnya telah diletakkan 1 tetes larutan NaCl 0,9%. Dengan
mikroskop pembesaran 400 – 500x dan kondensor rendah diperiksa adakah
spermatozoa yang bergerak.
Dalam waktu 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih didapatkan spermatozoa yang
bergerak dalam vagina. Haid memperpanjang waktu itu yaitu antara 3 – 4 jam.

Kejahatan Seksual
34

2. Dengan Pewarnaan
Pewarnaan yang dapat dilakukan antara lain: Papanicolaou, Giemsa, HE, dan
Methylen blue. Malachite green adalah pewarnaan yang sederhana dan baik untuk
pemeriksaan forensik.
Cara pewarnaan Malachite green:
 Bahan dibiarkan mengering di udara pada obyek glass kemudian fiksasi dengan
api.
 Selanjutnya pulas sediaan dengan larutan malachite green 1% (dalam air) selama
10 – 15 menit.
 Bilas dengan air.
 Pulas dengan larutan eosin yellowish 1% selama 1 menit.
 Bilas dengan air, kemudian keringkan.
Hasil: Basis kepala Spermatozoa berwarna merah keunguan ( purple ), dan bagian
ujungnya berwarna merah muda (pink), sedang ekornya berwarna
kehijauan.

BERCAK SEMEN
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan pencarian (screening) terhadap seluruh
permukaan benda (pakaian, sprei, karpet ,dll) pada daerah yang mungkin mengandung
semen. Pemeriksaan yang dpat dilakukan antara lain:
1. Taktil: Seluruh permukaan diraba dengan jari jemari atau tangan, pada tekstil yang
tidak menyerap teraba sedikit kaku atau kasar permukaannya bila terdapat bercak
semen.
2. Visual: Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak semen yang segar menunjukkan
permukaan tekstil mengkilat dan translucen, sedang pada tekstil yang menyerap
dapat tidak berwarna atau kekelabu-labuan.
3. Sinar UV: Bercak semen menunjukkan flourosensi putih. Cara ini tidak begitu
memuaskan, karena bercak semen pada bahan nylon dan sutra tidak berflourosensi,
dan hasil positif juga terjadi pada deterjen, sekret vagina dan bahan urin.
4. Reagen asam fosfatase: Sehelai kertas saring dibasahi dengan air, kemudian
diletakkan pada bahan yang diperiksa dan ditekan selama 5 – 10 menit, selanjutnya
disemprot dengan reagen asam fosfatase. Hasil positif bila terbentuk warna violet
dalam waktu 30 detik – 2 menit.
Pembuatan reagen asam fosfatase:
a.Buffer: 90 ml aquades ditambah 10 gr NaCl, 0,5 ml glacial acetic acid, 1,5 gr
sodium acetate unhydrous, 0,5 ml teepol.
b. Larutankan 50 mg Naphthyl ortho phosphatase dalam 25ml buffer (a)
c.Larutankan 50 mg diazo blue B ( O-Dianisidine ) dalam 25 ml buffer (a)
d. Campurkan (b) dan (c) dan tambahkan sisa buffer (a)
e.Simpan campuran ini setelah disaring dalam botol gelap pada suhu 40C
5. Test Spot Zink: Prinsip sama dengan test Asam fosfatase hanya timbul warna merah
muda setelah disemprotkan reagen Spot Zink pada bercak semen.
Reagen Spot Zink:
10 mg 1-(2-pyridylazo)-2-naphtol (sigma Chem.) dilarutkan dalam 2 ml Triton X-
100 (Aldrich Chem.)dan dicampur dengan 98 ml 0.5 M larutan Tris (6 g tris

Kejahatan Seksual
35

(hydroxy-methyl) aminomethane (Merk) dalam 100 ml aquades. Simpan reagen


dalam lemari es suhu 4ºC.
6. Pewarnaan Baecchi: Oleh karena spermatozoa lebih banyak dibagian sentral
sedangkan FA pada bagian perifer dari bercak. Maka ambil bagian sentral kemudian
masukkan ke larutan pewarna yang terdiri dari:
- Acid fuchin 1 % 1 ml
- Methylene blue 1 % 1 ml
- HCl 1 % 40 ml
Dipulas selama 2-3 menit kemudian cuci dalam HCl 1 % dan dilakukan dehidrasi
berturut dalam alkohol 70%, 85% dan 95-100% serta penjernihan dalam xylol (2X).
Keringkan kemudian ambil satu atau dua serat benang dan urai serabut-serabut
diatas kaca obyek ditutup dengan Canada balsem dan periksa di mikroskop
pembesaran 500X. Biasanya spermatozoa menempel pada serabut dengan kepala
warna merah dan ekor biru muda.

DAFTAR PUSTAKA
Lee Henry C. Robert E. Gaenslen: “Advances in Forensic Sciene” vol I, Foster City,
California, 1985.
Eckert William G, Stuart H. Janes: “Interpretation of Bloodstain Eviden Crime Scems”
Elsevier New York, Amsterdam, London, 1989.
Hamdani , N. “ Ilmu Kedokteran Kehakiman “. Gramedia 1990.
Idris, AM “Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan Medikolegal”
Binarupa Aksara 1997.
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia th 1997.
Knight B.” Simpson’s Forensic Mediene “Arnold Int. Student’s 1997.
Dahlan S.” Ilmu Kedoktreran Forensik “ Balai Penerbit Undip 2000.
Mulyatno. “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana “, Bumi Aksara Jakarta, 1994.
Eckert,W.G: Introduction to Forensic Sciences ,CRC Press London 1997.

Kejahatan Seksual

Anda mungkin juga menyukai