“Fraud Principles”
DEPARTEMEN AKUNTANSI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
1
CHAPTER 2
FRAUD PRINCIPLES
2
C. RISET KLASIK TENTANG FRAUD
Fraud secara substansi sangat merugikan baik bagi masyarakat maupun dari segi bisnis
secara individual, namun hanya sedikit orang yang mengerti tentang fraud tersebut. Untuk
mengerti falsafah fraud serta ruang lingkup dan bagaimana fraud tersebut, maka diperlukan
litelatur-litelatur terkait dengan fraud. Fraud biasanya dipersamakan dengan kejahatan kerah
putih, hal ini antara lain disampaikan oleh Edwin H. Sutherland dalam white Collar Crime;
Donald R. Cressey dalam Other People’s Money; Norman Jaspan dan Hillel Black dalam The
Thief in whit Collar; dan Frank E, Hartung dalam Crime, Law, and Society.
D. FRAUD TRIANGLE
Untuk benar-benar mencegah, mendeteksi, dan menanggapi kecurangan, stakeholders
antifraud perlu memahami mengapa fraudsters melakukan kecurangan.
Pada 1950-an, Donald Cressey didorong oleh Edwin Sutherland, yang melayani di komite
disertasi, untuk menggunakan tesis tentang mengapa seseorang dalam posisi kepercayaan
akan menjadi pelanggar kepercayaan itu. Sutherland dan Cressey memutuskan untuk
mewawancarai penipu yang dihukum karena penggelapan. Cressey mewawancarai sekitar 200
tersangka penggelapan di penjara. Salah satu kesimpulan utamanya adalah bahwa setiap
penipuan memiliki tiga kesamaan: (1) tekanan (sebagai motivasi dan kebutuhan yang tidak
dapat dipahami); (2) rasionalisasi (etika pribadi); dan (3) pengetahuan dan peluang untuk
melakukan kejahatan.
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan (atau insentif, atau motivasi) mengacu pada sesuatu yang telah terjadi di
kehidupan pribadi penipu yang menciptakan kebutuhan stres yang memotivasi dirinya
mencuri. Biasanya motivasi itu berpusat pada beberapa tekanan keuangan, tetapi bisa juga
gejala jenis tekanan lainnya. Misalnya, kebiasaan narkoba atau perjudian.
3
2. Rasionalisasi (Rationalization)
Kebanyakan penipu tidak memiliki catatan kriminal. Faktanya, penjahat kerah putih
biasanya memiliki kode pribadi etika. Tidak jarang seorang penipu menjadi religius. Jadi
mereka hanya melakukan pembenaran atas tindakan yang dilakukannya.
3. Kesempatan (Opportunity)
Menurut penelitian Cressey, penipu selalu memiliki pengetahuan dan peluang untuk
melakukan penipuan. Faktor utama dalam timbulnya kesempatan adalah kontrol internal.
Kelemahan dalam atau ketiadaan kontrol internal memberikan kesempatan bagi penipu
untuk berkomitmen dalam kejahatan mereka.
E. CAKUPAN FRAUD
Fraud melingkupi semua ukuran bisnis, baik itu bisnis menengah maupun bisnis besar.
Organisasi-organisasi besar dan terkenal seperti ACFE, COSO, dan KPMG telah membuat
penelitian mengenai cakupan fraud di lingkungan bisnis Amerika Serikat. Berikut merupakan
hasil penelitian-penelitian tersebut:
1. COSO melakukan penelitian pada 300 Securities and Exchange Commision (SEC).
SEC merupakan lembaga pemerintah AS yang independen dan bertanggung jawab
dalam menjalankan hukum sekuritas. Pada tahun 1987 sampai 1997, dua per tiga
komisi mendapat kasus fraud. Dari kasus-kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa
Perusahaan berskala kecil yang tidak mampu atau bahkan tidak ingin
mengimplementasikan internal kontrol yang efektif merupakan faktor yang
mempengaruhi fraud dalam laporan keuangan.
2. Di tahun 2009, KPMG melakukan survei mengenai fraud. Responden dari survei
merupakan 204 eksekutif perusahaan dengan omset minimal $250 juta. Hasil survei
menyatakan bahwa pada masa mendatang farud akan tetap pada tingkatan yang
sama atau akan meningkat 12 bulan setelahnya. Hal-hal yang perlu ditingkatkan
adalah komunikasi dan pelatihan kepada pekerja, audit berbasis teknologi, teknik
monitoring, dan penilaian risiko fraud.
3. Sedangkan ACFE dalam Report to the Nation (RTTN) 2008 menyatakan bahwa
kerugian akibat fraud mencapai $994 juta (kerugian 7% dari pendapatan). Jumlah
kerugian akibat fraud telah bertambah dua kali lipat sejak tahun 1996.
4
Selain mengukur kerugian akibat fraud, ACFE RTTN juga mengukur metode-metode umum
untuk mendeteksi fraud, yaitu: (a) Uang persen (tips) dan aduan, (b) Kontrol internal, (c)
Audit internal, (d) Kebetulan (tidak disengaja), (e) dan Audit eksternal.
Dalam buku Fraud Auditing and Forensic Accounting 4th Edition, disediakan 25
alasan mengapa pekerja melakukan kejahatan kerah putih (2006;51). Sebagai bentuk kontrol,
perusahan harus membuat kebijakan yang mengatur sikap jujur karyawannya, yaitu peraturan
yang umum, rasional, adil, dan dimaksudkan untuk melayani kepentingan ekonomi
perusahaan. Perilaku yang diatur adalah setiap perilaku yang berpotensi menyebabkan
kerugian substansial, dampak, atau kerusakan aset perusahaan. Selanjutnya, peraturan tersebut
harus dikomunikasikan, dicontohkan oleh manajemen atas, dan dipaksa bila diperlukan.
Meskipun suatu perusahaan telah melakukan hal-hal di atas, tidak memungkiri kemungkinan
tetap terjadi fraud. Alasan pekerja tetap melakukan fraud adalah tidak seimbangnya hasil yang
5
didapat dengan hukuman yang diberikan. Walaupun mendapat hukuman, tetapi hasil yang
didapat masih lebih besar.
Berikut merupakan profil individu yang berpotensi melakukan penipuan tingkat tinggi:
Berikut merupakan profil individu yang berpotensi melakukan penipuan tingkat rendah:
Secara umum, Hall dan Singleton menyediakan profil pelaku fraud, yaitu:
6
kurangnya pembagian kerja tanpa adanya kontrol yang memadai. Oleh karena itu,
perusahaan-perusahaan bisnis kecil harus mulai mempertimbangkan biaya perlindungan yang
layak. Biaya perlindungan yang layak berarti pengeluaran minimum untuk mendapatkan
proteksi maksimum.
H. FRAUD TAXONOMIES
Pengklasifikasian Fraud Secara Umum
Ada banyak pembagian fraud dan cara untuk mengkategorikannya, dengan klasifikasi
tersebut dapat digunakan untuk antifraud, fraud investigation, dan control antifraud,
diantaranya:
7
g. Check kiting o. False identity
h. Consumer fraud p. False information
i. Credit card fraud q. Insurance fraud
j. Duplicity r. Material misstatement
k. Forged documents s. Overbilling
l. Industrial espionage t. Price fixing
m. Infringement of copyrights u. Procurement fraud
n. Expense account fraud v. Wire fraud
I. FRAUD TREE
ACFE telah mengembangkan model untuk mengkategorikan kecurangan yang dikenal
dengan skema kecurangan, ada sekitar 49 skema kecurangan individu yang berbeda dan
dikelompokkan berdasarkan kategori dan subkategori (lihat Tampilan 2.6).
8
Tiga kategori utama adalah (1) pernyataan penipuan, (2) penyalahgunaan aset, dan (3)
korupsi. Fraudulent statement biasanya dilaksanakan oleh para eksekutif. Merupakan fraud
yang mengakibatkan kerugian yang paling tinggi namun jarang terjadi. Para eksekutif yang
melakukan fraud biasanya didorong oleh motivasi yang berhubungan dengan harga saham di
bursa saham. Penyalahgunaan Aset biasanya dilaksanakan oleh karyawan dan meliputi
sejumlah besar rencana berbeda. Hal ini merupakan fraud yang paling umum terjadi akan
tetapi tidak mengakibatkan biaya tinggi. Hal ini disebabkan fraud yang dilakukan merupakan
transaksi yang tidak terlalu penting, terutama transaksi ysng dilaksanakan oleh individu, fraud
ini sulit untuk dideteksi oleh pemeriksa intern ketika dilaksanakan pengawasan internal.
Korupsi melibatkan sejumlah rencana, seperti penyuapan dan pemerasan yang pada umumnya
melibatkan seseorang di dalam perusahaan dan bekerjasama dengan seseorang di laur
perusahaan, walapun salah satu pihak tidak sacara suka rela melaksanakannya.
J. EVOLUSI FRAUD
Kebanyakan fraud mengikuti suatu pola atau langka-langkah di dalamproses
terjadinya fraud. Ada perbedaan yang dipertimbangkan tergantung pada jenis fraud. Suatu
evolusi umum pada suatu fraud antara lain sebagai berikut:
a. Motivasi
b. Kesempatan
c. Dalih, Pembenaran
d. Melaksanakan fraud
e. Mengkonversi aset menjadi kas
f. Menyembuyikan kejahatan
g. Red flag
h. Timbul kecurigaan atau mulai ditemukan
i. Menentukan prediksi bahwa terjadi fraud
j. Teori atau hipotesis atau asumsi tentang fraud yang terjadi
k. Investigasi fraud
l. Membuat laporan atas investigasi
m. Disposis, pemutusan kerja
n. Disposisi penuntutan
o. Pengadilan, penyajian bukti di pengadilan