DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
1. LISDAYANTI
2. ANNISA DAMAYANTI
3. KIRANA AZIS
4. RISKA
5. DESY RATNA SARI
6. MUH. ALDY EKA SAPUTRA
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulilllahi Rabbil Alamin. Puji dan syukur pada Allah SWT yang
Maha Esa atas ridho-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW kepada keluarga dan sahabatnya serta
seluruh umat yang senantiasa taat dalam menjalankan syariatnya. Akhirnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan dosen mata kuliah Keperawatan Bencana.
Kami menyadari pada saat penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bimbingan dan bantuan dari segala pihak karena itu kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata kuliah Keperawatan Bencana
dan kepada teman-teman yang telah membantu sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak
berkenang bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon
dimaafkan yang setulusnya. Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi
sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini kedepan. Semoga taufik,
hidayat, dan rahmat senantiasa menyertai kita semua menuju terciptanya
keridhohan Allah SWT.
Wassalamualaikum wr.wb
Makassar , Desember 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang....................................................................................1
2. Rumusan Masalah..............................................................................3
3. Tujuan ...............................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana.................4
2. Permasalahan Kesehatan Pasca Bencana.....................................11
3. Manajemen Penyakit Menular Spesifik.......................................13
4. Manajemen Pencegahan Penyakit Menular Pasca Bencana........20
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan........................................................................................29
2. Saran .................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bencana merupakan peristiwa yg terjadi secara mendadak atau
perlahan yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal
sehingga diperlukan tindakan darurat untuk menyelamatkan korban
manusia beserta lingkungannya. Bencana, baik yang disebabkan oleh
faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang menyebabkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat
menghambat pembangunan nasional.
Secara geografis Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan
terhadap bencana alam seperti gempa bumi, gelombang tsunami, letusan
gunung, dll, karena terletak pada titik pertemuan dari tiga lempengan besar
yaitu lempeng Eurasian, lempeng Pasifik, dan lempeng Indo-Australia.
Selain itu, terdapat 130 gunung api aktif di Indonesia yang terbagi dalam
Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Gunung api yang pernah meletus sekurang‐
kurangnya satu kali sesudah tahun 1600 dan masih aktif digolongkan
sebagai gunung api tipe A, tipe B adalah gunung api yang masih aktif
tetapi belum pernah meletus sedangkan tipe C adalah gunung api yang
masih di indikasikan sebagai gunung api aktif. Serta terdapat lebih dari
5.000 sungai besar dan kecil yang 30% di antaranya melewati kawasan
padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir, banjir bandang dan
tanah longsor pada saat musim penghujan.
Selama tahun 2016 terdapat 2.342 kejadian bencana yang merupakan
sebuah rekor baru tertinggi dalam pencatatan kejadian bencana sejak tahun
2002. Sebagai perbandingan pada tahun 2016 (2.342 bencana), 2015
(1.732 bencana), 2014 (1.967 bencana), 2013 (1.674 bencana), 2012
(1.811). Dibandingkan dengan kejadian bencana tahun 2015 terjadi
peningkatan 35 persen.
Bencana yang disertai dengan pengungsian sering menimbulkan
masalah kesehatan masyarakat yang sebenarnya diawali oleh masalah
lumpuhnya pelayanan kesehatan, masalah ketersediaan air bersih, masalah
sanitasi lingkungan, penyakit menular dan stres/gangguan kejiwaan.
Dampak buruk akibat bencana antara lain: penyakit menular, kurangnya
air bersih, kesulitan makanan dan gangguan gizi serta gangguan kesehatan
mental. Penyakit yang timbul sangat tergantung dengan jenis bencananya.
Penyakit menular merupakan masalah yang perlu mendapat
perhatian besar, mengingat potensi munculnya Kejadian Luar Biasa
(KLB)/wabah penyakit menular. Pada umumnya penyakit menular timbul
satu minggu setelah bencana terjadi sebagai akibat banyaknya faktor risiko
yang memungkinkan terjadinya penularan pada saat dan atau pasca
bencana baik di pengungsian maupun pada masyarakat. Penyakit yang
paling utama adalah campak, diare, dan ISPA tetapi malaria, tifoid dan
tipus juga banyak ditemukan di beberapa wilayah.
Penyakit menular baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan
malnutrisi dianggap sebagai penyebab utama kematian pada keadaan
darurat bencana. Persediaan pangan yang tidak mencukupi merupakan
awal dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam
jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan
kebutuhan gizi seseorang. Kaitan erat antara penyakit infeksi dengan
malnutrisi adalah masyarakat yang mengalami malnutrisi lebih rentan
terhadap infeksi sehingga tingkat keparahan penyakit dan kematiannya
lebih buruk.
Kompleksitas dari permasalahan penyakit menular pasca bencana
tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam
penanggulangannya yang harus segera diberikan baik saat terjadi dan
pasca bencana disertai pengungsian. Faktor-faktor yang meningkatkan
penularan penyakit berinteraksi sinergis sehingga meningkatkan angka
kejadian diare, ISPA, malaria dan campak. Peningkatan kesakitan dan
kematian ini dapat dihindari jika ada intervensi efektif. Pengungsian, air,
makanan dan sanitasi yang memadai berhubungan dengan manajeman
kasus yang efektif, imunisasi, pendidikan kesehatan, dan surveilans
penyakit sangat penting untuk dilakukan.
Oleh karenanya di dalam pencegahan penyakit menular pasca
bencana harus mempunyai suatu pemahaman permasalahan dan
penyelesaian secara menyeluruh. Cara berfikir dan bertindak tidak bisa
lagi secara sektoral, harus terkoordinir secara baik dengan lintas sektor dan
lintas program sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu
supaya tidak terjadi tumpang tindih.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang:
1. Konsep Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana?
2. Permasalahan Kesehatan Pasca Bencana?
3. Manajemen Penyakit Menular Spesifik?
4. Manajemen Pencegahan Penyakit Menular Pasca Bencana?
C. TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Agar pembaca dapat mengetahui Konsep Dasar Manajemen
Penanggulangan Bencana.
2. Agar pembaca dapat mengetahui Permasalahan Kesehatan Pasca
Bencana.
3. Agar pembaca dapat mengetahui Manajemen Penyakit Menular
Spesifik.
4. Agar pembaca dapat mengetahui Manajemen Pencegahan Penyakit
Menular Pasca Bencana.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tahap pra bencana, terdiri atas situasi tidak terjadi bencana dengan
kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi; dan situasi potensi terjadi
bencana dengan kegiatannya adalah kesiapsiagaan.
a. Pencegahan dan mitigasi
Kegiatan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana
dan mengurangi risiko dampak bencana. Upaya yang dilakukan
antara lain:
1) Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan,
pedoman dan standar;
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah
kesehatan
3) Pembuatan brosur/leaflet/poster
4) Analisis risiko bencana
5) Pembentukan tim penanggulangan bencana
6) Pelatihan dasar kebencanaan
7) Membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasi
masyarakat
b. Kesiapsiagaan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana yang dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain:
1) Penyusunan rencana kontijensi
2) Simulasi/ gladi/ pelatihan siaga
3) Penyiapan dukungan sumber daya
4) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi
2. Tahap saat bencana dengan kegiatannya adalah tanggap darurat dan
pemulihan darurat yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan.
Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Penilaian cepat kesehatan (Rapid Health Assessment/ RHA)
b. Pertolongan pertama korban bencana alam dan evakuasi ke sarana
kesehatan
c. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan
d. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan
3. Tahap pasca bencana dengan kegiatannya adalah rehabilitasi dan
rekonstruksi. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan kondisi
daerah yang terkena bencana ke kondisi normal yang lebih baik.
Rekonstruksi bertujuan untuk membangun kembali sarana dan
prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna.
Upaya yang dilakukan antara lain :
1) Perbaikan lingkungan dan sanitasi
2) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan
3) Pemulihan psiko-sosial
Dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana (BNPB:
2008) secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana
penanggulangan bencana adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan dan pengkajian bencana.
2. Pengenalan kerentanan.
3. Analisi kemungkinan dampak bencana.
4. Pilihan tindakan penanggulangan bencana.
5. Mekanisme penanggulangan dampak bencana.
6. Alokasi tugas dan peran instansi.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan
bahaya/ ancaman bencana yang mengancam wilayah tersebut.Kemudian
bahaya / ancaman tersebut di buat daftar dan di disusun langkah-langkah /
kegiatan untuk penangulangannya.Sebagai prinsip dasar dalam melakukan
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan
paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik.Pada hakekatnya
bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan.
Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola secara
menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana.
Dalam Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana, tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat Pusat dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat Daerah.
1. Tingkat Pusat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan
Lembaga Pemerintah Non-departemen setingkat menteri yang
memiliki fungsi perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak
cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan pengoordinasikan
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu dan menyeluruh.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mempunyai tugas
sebagai berikut:
a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara
adil dan setara;
b. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan;
c. Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada
Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada
setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
e. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan
nasional dan internasional;
f. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan; dan
h. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah.
Tugas dan kewenangan Kementerian Kesehatan adalah merumuskan
kebijakan, memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan
penanganan krisis dan masalah kesehatan lain baik dalam tahap
sebelum, saat maupun setelah terjadinya. Dalam pelaksanaannya dapat
melibatkan instansi terkait baik Pemerintah maupun non Pemerintah,
LSM, Lembaga Internasional, organisasi profesi maupun organisasi
kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Selain itu Kementerian Kesehatan secara aktif membantu
mengkoordinasikan bantuan kesehatan yang diperlukan oleh daerah
yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lain.
2. Tingkat Daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat
daerah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi
penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. BPBD terdiri
dari Kepala, Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana dan Unsur
Pelaksana Penanggulangan Bencana.
BPBD mempunyai fungsi :
a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana
dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat,
efektif dan efisien.
b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
BPBD mempunyai tugas :
a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan
pemerintah daerah dan BNPB terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan
darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.
b. Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan.
c. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan
bencana.
d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
e. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
wilayahnya.
f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada
kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan
setiap saat dalam kondisi darurat bencana.
g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan.
Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota sebagai salah satu anggota
unsur pengarah penanggulangan bencana memiliki tanggung jawab dalam
penanganan kesehatan akibat bencana dibantu oleh unit teknis kesehatan
yang ada di lingkup provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksanaan tugas
penanganan kesehatan akibat bencana di lingkungan dinas kesehatan
dikoordinasikan oleh unit yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan
dengan surat keputusan.
Tugas dan kewenangan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
adalah melaksanakan dan menjabarkan kebijakan, memberikan standar
dan arahan serta mengkoordinasikan kegiatan penanganan kesehatan
akibat bencana di wilayah kerjanya.
Bila terjadi suatu bencana di daerah yang harus melakukan penilaian
kesehatan secara cepat adalah tim yang terdiri atas Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota dan Puskesmas. Bilamana kejadian bencana
mengakibatkan masalah kesehatan yang tidak dapat ditanggulangi oleh
jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota maka tim provinsi dan atau tim
pusat melakukan penilaian cepat masalah kesehatan.
Tim penilaian kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat terdiri atas
unsur medis, epidemiolog dan sanitarian yang memiliki kemampuan
analisis yang baik di bidangnya, memiliki motivasi dan loyalityas yang
tinggi serta dapat bekerja sama dengan daerah yang terkena bencana.
Ga
mbar 3. Peta Lokasi PPK Regional
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga memiliki unit pelaksana teknis
(UPT) di daerah yakni Kantor Keehatan Pelabuhan (KKP) dan Balai
Teknis Kesehatan Lingkungan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL)
serta Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda).
KKP berperan dalam memfasilitasi penanganan keluar masuknya bantuan
sumber daya kesehatan melalui pelabuhan laut/udara dan daerah
perbatasan serta karantina kesehatan. BTKL berperan dalam penguatan
sistem kewaspadaan dini dan rujukan laboratorium.
Penyakit yang paling utama adalah campak, diare, dan ISPA tetapi malaria,
tifoid dan tipus juga banyak ditemukan di beberapa wilayah.
1. ISPA - Semua gejala pilek, - Pengobatan segera penyakit - Surveilans dan - Perbaikan ventilasi
batuk berat dan flu/batuk (parasetamol dan obat penyuluhan - Kontrol kepadatan
demam. flu) - Penyediaan fasilitas pengungsian
- Pneumonia: disertai nyeri - Pengobatan komplikasi sanitasi (air untuk - Kontrol asap hasil
dada dan diantara tulang pneumonia (contoh: trimochazole, mencuci tangan dan pemasakan
belikat penicillin, dan amphicillin) sabun)
- Pencegahan malnutrisi untuk
mempertahankan kekebalan
alami tubuh
- Jauhkan asap hasil
pemasakan dapur umum
terhadap
Pengungsian
2. Campak - Demam, bercak di mulut - Pengobatan dengan antibiotic - Penyediaan air yang saniter - Pemberian vaksinasi.
makopapuler, bercak (ampicillin, amoxicillin, dan co- untuk keperluan sanitasi Ring vaksinasi pada
kemerahan di kulit, mata trimoxazole) (mandi, cuci) sasaran di luar daerah
sensitif terhadap cahaya - Perawatan dan pencegahan buta - Penyediaan fasilitas KLB campak
senja dan otitis media sanitasi (air untuk - Pemberian vitamin A
- Penanganan diare dengan rehidrasi mencuci tangan dan (kapsul vitamin A) dan
sabun) supplementasi pada orang
- Pencegahan malnutrisi dewasa
untuk mempertahankan
kekebalan alami tubuh
3. Malaria - Demam tinggi - Pengobatan - Pemberantasan vektor - Meminimalisir tempat
menggigil, nyeri kemoprofilaksis penularan penyakit perindukan nyamuk
otot&tulang, sakit - Pemberian obat kloroquin - Penggunaan pelindung diri (pengelolaan lingkungan)
kepala, kadang muntah fosfat (aralen) (kelambu, tirai, kassa untuk - Indoor residual
dan diare - Supplementasi Fe, asam jendela/ventilasi) spraying
folat - Pengamatan vektor - Pemberian abate pada
secara berkala kolam yang menggenang
4. Diare - Feses cair (dengan/ tanpa - Pencegahan dan penanganan - Penyediaan air yang saniter - Klorinasi sumber air
darah dan lendir), BAB dehidrasi untuk keperluan sanitasi minum/air bersih
>3x/hari, dapat disertai - Pemberian makanan secara (mandi, cuci) - Penggunaan pengolahan air
demam dan nausea berkelanjutan (termasuk ASI) - Penyediaan air minum yang yang terstandarisasi (misal:
selama episode diare memenuhi standar kesehatan sistem filtrasi bertahap)
- Monitoring kondisi pasien - Penyediaan jamban yang - Pengemasan dan
- Pemberian obat diare (contoh: memenuhi standar minimal distribusi makanan
norit, kaplet obat diare) kesehatan untuk pencegahan segera
penularan penyakit - Jauhkan jarak dapur umum
dari toilet umum
5. Hepatitis - Anoreksia berat, mual, - Tidak ada perawatan spesifik - Perhatikan kebersihan - Vaksinasi untuk
muntah, dehidrasi, dan - Pastikan penderita banyak penjamah makanan hepatitis A
penurunan berat badan beristirahat - Penyediaan fasilitas - Klorinasi sumber air
selama beberapa - Perhatikan status gizi penderita sanitasi (air untuk minum/air bersih
minggu untuk membantu pemulihan mencuci tangan dan - Jauhkan jarak dapur umum
imunitas penderita sabun) dari toilet umum
6. Demam tifoid - Demam tinggi, kadang - Penderita dapat ditangani - Pemasakan makanan dengan - Kontrol kepadatan
delirium/gangguan dengan pemberian antibiotika memperhatikan implementasi pengungsian
kesadaran, nausea/rasa kloramfenikol atau tiamfenikol cara penanganan makanan - Klorinasi sumber air
penuh di lambung, - Penderita harus beristirahat total dengan benar minum/air bersih
konstipasi/diare untuk mencegah keparahan dan - Pencegahan malnutrisi untuk - Pengemasan dan
komplikasi penyakit mempertahankan kekebalan distribusi makanan
- Perawatan segera untuk penderita alami tubuh segera
yang sudah mengalami komplikasi - Pemisahan makanan mentah - Jauhkan jarak dapur umum
- (contoh: perforasiusus) dan masak dari toilet umum
9. Leptospirosis - Demam tinggi, sakit - Pengobatan dengan antibiotika - Penggunaan APD (sepatu - Pengendalian hewan
kepala, menggigil, nyeri baik oral/intravena seperti dan sarung tangan) pengerat (terutama tikus)
otot, mual, jaundice/ doxycycline/ penicillin pada terutama saat bencana dengan memasang
kulit kuning, mata awal infeksi banjir perangkap
merah, diare - Perbaikan lingkungan
(limbah dan sampah)
- Penyuluhan
10. Tetanus - demam, disfungsi - Perawatan luka dengan benar - Penyuluhan - Luka terbuka dalam
sistem syaraf, - Spesifik profilaksis setelah/ - Imunisasi tetanus tertusuk paku/ benda
berkeringat sebelum mendapat luka diberikan 2 kali tajam segera diberi Anti
- leher kaku Tetnus Serum
- kesulitan menelan interval minimal 1
bulan
- mengeluarkan air liur - PHBS
D. Manajemen Pencegahan Penyakit Menular Pasca Bencana
Pada situasi darurat terdapat sebuah kecenderungan untuk
membentuk sistem pelayanan kesehatan khusus yang tidak lagi dibuat
dalam skala lokal ataupun nasional. Pada beberapa tingkatan, hal ini
mungkin merupakan waktu yang tepat untuk mendapatkan dukungan dari
pihak luar tetapi biasanya akan menyulitkan di kemudian hari. Bala
bantuan dari pihak luar harus beradaptasi dengan prosedur dan standar
lokal. Penting bagi mereka untuk mengenal budaya lokal, pola penyakit
dan organisasi pelayanan kesehatan.
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan
yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
1. Tim Reaksi Cepat (TRC)
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0–24 jam
setelah ada informasi kejadian bencana.
2. Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)
Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan TRC atau menyusul
dalam waktu kurang dari 24 jam yang bertugas melakukan penilaian
dampak bencana dan mengidentifikasi kebutuhan bidang kesehatan
3. Tim Bantuan Kesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi
Cepat dan Tim RHA kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka di
lapangan.
Kajian harus dilaksanakan secepatnya setelah bencana terjadi selain
merespon kebutuhan yang mendesak. Beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut pada pasca bencana
adalah :
a. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal,
sakit, cacat) dan ciri–ciri demografinya.
b. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan
swasta.
c. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
d. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
e. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita,
ibu hamil, bunifas dan manula)
f. Kemampuan dan sumberdaya setempat
Tabel 5. Koordinasi dan Pembagian Wewenang Pasca Bencana
No Tingkat Koordinator Institusi yang Institusi
Koordinasi dikoordinasi terkait
- Ditjen Bina
Kesmas
- BPOM
5. Surveilans
Pada tahapan pasca bencana surveilans lebih terfokus pada upaya
pemeliharaana atau rehabilitasi sosial beserta dampak seperti junlah
penyakit, faktor risiko yang berhubungan dengan status kesehatan
antara lain kualitas kesehatan lingkungan, akses pelayanan kesehatan,
dan permasalahan psiko-sosial lain sebagai data dasar perencanaan
untuk mengembangkan strategi pencegahan ke depan.
Surveilans penyakit dan faktor risiko pada umumnya merupakan
suatu upaya untuk menyediakan informasi kebutuhan pelayanan
kesehatan di lokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan tindakan
kesehatan segera. Secara khusus, upaya tersebut ditujukan untuk:
a. Menyediakan informasi kematian dan kesakitan penyakit potensial
wabah yang terjadi di daerah bencana;
b. Mengidentifikasikan sedini mungkin kemungkinan terjadinya
peningkatan jumlah penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB/wabah;
c. Mengidentifikasikan kelompok risiko tinggi terhadap suatu
penyakit tertentu;
d. Mengidentifikasikan daerah risiko tinggi terhadap penyakit tertentu
dan mengidentifikasi status gizi buruk dan sanitasi lingkungan.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah seperti melakukan pencegahan
terhadap penyakit potensi KLB dan penyakit menular, pencegahan
terjadinya trauma psikologis pasca bencana (traumatic stress), mengatasi
masalah pangan dan kesehatan lingkungan terutama di tempat
pengungsian. Langkah-langkah penyelidikan dan pengendalian awal dalam
surveilans menjadi tanggung jawabunit kesehatan setempat yang terkait
bencana (PAHO, 2000).
Proses kegiatan surveilans dilakukan mulai dari pos kesehatan di
lokasi pengungsian, puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten/
kota hingga dinas kesehatan provinsi. Hasil kajian analisis data dari proses
kegiatan surveilans tersebut adalah rekomendasi rencana kegiatan korektif
yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.
Rencana kegiatan korektif ini tentunya dapat menekan peningkatan
penyakit khususnya penyakit menular di lokasi bencana yang akhirnya
menekan angka kematian akibat penyakit pada pasca bencana. Dalam
rekomendasi, hendaknya sudah dapat dipisahkan antara kegiatan yang
seharusnya dapat dilakukan daerah dan kegiatan yang perlu dibantu
provinsi maupun pusat. Hal ini bertujuan untuk memulihkan fungsi
kegiatan pelayanan kesehatan di daerah bencana serta mencegah
kemungkinan terjadinya bencana lanjutan yaitu KLB penyakit menular
akibat pengungsian.
Surveilans faktor risiko adalah surveilans yang dilakukan terhadap
kondisi lingkungan disekitar lokasi bencana, lokasi penampungan
pengungsi yang dapat menjadi faktor risiko penyebaran penyakit pada para
pengungsi.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara menidentifikasi :
1. Cakupan pelayanan air bersih;
2. Cakupan pemanfaatan sarana pembuangan kotoran;
3. Pengelolaan sampah;
4. Pengamanan makanan;
5. Kepadatan vektor;
6. Kebersihan lingkungan;
7. Tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat perindukan vektor
(genangan air, sumber pencemaran, dll)
Surveilans gizi merupakan kegiatan surveilans keadaan gizi korban
bencana khususnya kelompok risiko tinggi. Data yang dikumpulkan
adalah data antropometri yangmeliputi, berat badan, tinggi badan dan
umur untuk menentukan status gizi, dikumpulkan melalui survei dengan
metodologi surveilans atau survei cepat. Disamping itu diperlukan data
penunjang lainnya seperti diare, ISPA, Pneumonia, campak, malaria,
angka kematian kasar dan kematian balita. Data penunjang ini diperoleh
dari sumber terkait lainnya. Data ini digunakan untuk menentukan tingkat
kedaruratan gizi dan jenis intervensi yang diperlukan.
Prinsip utama tahapan pasca bencana adalah rehabilitasi dan
rekonstruksi. Waktunya tergantung dari tahapan tanggap darurat dan
selama bencana.
Tabel 6. Upaya Tahapan Pasca Bencana
A. KESIMPULAN
1. Konsep dasar manajemen penanggulangan bencana meliputi tahapan
pra bencana, saat bencana dan pasca bencana dimana setiap tahapan
mempunyai kegiatan dan tujuan tersendiri.
2. Permasalahan kesehatan pasca bencana antara lain morbiditas baik
penyakit infeksi maupun non infeksi dimana penyakit yang timbul
sangat bergantung dengan jenis bencananya.
3. Manajemen pencegahan penyakit menular spesifik pasca bencana
meliputi upaya kuratif (penanganan kasus), surveilans penyakit
menular potensial wabah dan identifikasi faktor risiko di lokasi
bencana, upaya promotif dan preventif dalam rangka meminimalkan
faktor risiko di lokasi bencana.
4. Manajemen pencegahan penyakit menular pasca bencana, lebih
ditekankan pada surveilans yang lebih terfokus pada upaya
pemeliharaan atau rehabilitasi sosial beserta dampak seperti jumlah
penyakit, faktor risiko yang berhubungan dengan status kesehatan
antara lain kualitas kesehatan lingkungan, akses pelayanan kesehatan,
dan permasalahan psiko-sosial lain sebagai data dasar perencanaan
untuk mengembangkan strategi pencegahan ke depan.
B. SARAN
1. Bagi pemerintah
Pemerintah dapat menganilisis tindakan pasca bencana yang tidak
berjalan dengan baik supaya dapat berjalan dengan baik dan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan dan menentukan indikator keberhasilan
dari tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi.
2. Bagi Masyarakat
http://public-go- health.blogspot.co.id/2014/04/pencegahan-penanganan-dan-
pengendalian.html diakses 15 Desember 2019
http://www.cs.unsyiah.ac.id/~frdaus/PenelusuranInformasi/File-
Pdf/manajemenepidbencana.pdf), diakses 15 Desember 2019