Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KASUS CRONISC KIDNEY DISEASE (CKD) RUANG HEMODIALISA

Mata Kuliah : Stase Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Koordinator : Ns. Chrisyen Damanik S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH :

SULISTIAWATI

NIM : P1908126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

ITKES WIYATA HUSADA SAMARINDA

2019
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :
1. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di
belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung
pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis),
jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.
Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki
lebih panjang dari pada ginjal wanita. Satuan struktural dan fungsional ginjal yang
terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan
tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu
glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler
terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada
medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan
lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar
dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang
memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat
teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus
yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena
jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula
tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena
membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian
berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan
bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
1. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal
disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan
gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan
malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan
menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang
terdapat di dalam sumsum ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut
apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid
dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8
hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran
paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan
korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai
proses.
3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi
papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus
kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula
urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung
nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam
atau basa.
c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
1. Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan
arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi
arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis
yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan
yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan
simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah
yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk
ke vena kava inferior.
2. Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak
ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah
kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone
adrenalin dan hormn kortison.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit
sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh
ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke
dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia
muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada
tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh
darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih
seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika
umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat
duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan
bagian dalam).
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok –
kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki – laki
terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan
miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri
dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari
vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya
sebagai saluran ekskresi.

B. DEFINISI

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan
oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup
lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan inrevesibel. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Di mana
kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen
yang berada dalam darah)

C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya,
dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat
beberapa penyebab gagal ginjal kronik.
1. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan –
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata. Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal
akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan
akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan
berlubang – lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah
sklerosis arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen.
Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi
tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a. Gomerulonefritis Akut : Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus
secara mendadak.
b. Glomerulonefritis Kronik : Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama
dari sel-sel glomerulus.
3. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus
atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar.
4. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral,
dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi
ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK)
5. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu
sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui
infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan
biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks
vesikoureter.
6. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi
ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang
terjadi diginjal pada diabetes mellitus . Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari
awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
a. Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II
danprostaglandin.
b. Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane
basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan
matriks mesangial.
c. Stadium 3 (Nefropati insipient)
d. Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
e. Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney Disease
(CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah tanda
dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku.
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan derajat (stage) LFG (laju filtration
glomerulus) dimana dinilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73 dengan rumus kockroft –
gault sebagai berikut

Derajat Penjelasan LGF (ml/mm/1.73)


kerusakan ginjal dengan LFG normal
1 lebih dari 90
atau meningkat
kerusakan ginjal dengan LFG menurun
2 60 – 89
atau ringan
kerusakan ginjal dengan LFG menurun
3 30 – 59
atau sedang
kerusakan ginjal dengan LFG menurun
4 15 – 29
atau berat
5 gagal ginjal kurang 15 atau dialisis

F. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di
dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan
serius.
2. Perikarditis, efusi pericardial
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal
6. Dehidrasi
7. Kulit : gatal gatal
8. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau nafas
menyerupai urin
9. Endokrin
a. Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas
sperma
b. Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi
c. Anak anak: retardasi pertumbuhan
d. Dewasa : kehilangan massa otot
10. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi neurologis
(tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot bkejang)

G. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)


Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat
diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal,
azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10%
dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin
serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.
H. PATHWAY
I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Laboratorium :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
b. Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal
ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang menurun,
BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau
adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3. IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

J. PENATALAKSANAAN MEDIK
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut :
1. Dialisis
Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecendrungan peradrahan, dan membantu penyenbuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2
jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser
yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa keluar
dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh
dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai
dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3
kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar
2-4 jam.
b. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3. Koreksi Anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi koroner.
4. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parentera. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisi dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi Ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh
faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

K. PENCEGAHAN
Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan mengurangi
resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips berikut ini :
1. Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak berlebihan. Namun
alangkah lebih baik jika anda menghindari minuman tersebut
2. Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk penggunaan
yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis yang terlalu tinggi dan
berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika mempunyai sejarah keturunan berpenyakit
ginjal, konsultasikan pada dokter tentang obat apa yang sesuai.
3. Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur
4. Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok
5. Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui
kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.

L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa
yang digunakan.
3. Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ),
dan gatal pada kulit.
4. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya
nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatn apa.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit
hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
7. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
 Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
 Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat.
 TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Pemeriksaan Fisik :
1. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan
adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya
untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala
gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan
gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3. Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat.
5. Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
M. RENCANA KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
Resiko Status cairan Pemantauan cairan
ketidakseimbangan Definisi : kondisi volume Definisi : mengumpulkan
cairan cairan intravaskuler, dan menganalisis data terkait
Kategori : fisiologis interstisial dan/atau pengaturan keseimbangan
Subkategori : intravaskuler cairan
nutrisi/cairan kriteria hasil : Tindakan :
Definisi : beresiko 1. Output urine (3) 1. Monitor tekanan darah
mengalami peurunan 2. Konsentrasi urine (3) 2. Monitor jumlah, warna
peningkatan atau 3. Intake cairan (3) dan berat jenis urine
percepatan perpindahan 4. Tekanan darah (3) 3. Monitor intake dan
cairan dari intravskuler, Keterangan : output cairan
interstisial atau 1 = menurun 4. Monitor hasil
intravaskuler 2 = cukup menurun pemeriksaan serum
Faktor resiko : 3 = sedang (misal osmolaritas
1. Obstruksi intestinal 4 = cukup meningkat serum,hematokrit,natiru
2. Penyakit ginjal dan 5 = meningkat m,kalium,BUN)
kanker

Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas


Kategori : fisiologis Definisi : respon fisiologis Definisi : menggunakan
Subkategori : terhadap aktivitas yang aktivitas fisik kognitif sosial
aktivitas/istirahat membutuhkan tenaga dan spiritual tertentu untuk
Definisi : ketidakcukupan kriteria hasil : memulihkan keterlibatan
energi untuk melakukan 1. Frekuensi nadi (3) frekuensi atau durasi
aktivitas sehari-hari 2. Saturasi oksigen (3) aktivitas individu atau
Penyebab : 3. Keluhan lelah (3) kelompok
Ketidakseimbangan antara 4. Perasaan lemah (3) Tindakan :
suplai dan kebutuhan 5. Frekuensi napas (3) 1. Anjurkan melakukan
oksigen 6. Dispne saat aktivitas (3) aktivitas fisik sosial
Gejala dan tanda : 7. Dispne setelah aktivitas spiritual dan kognitif
1. Mengeluh lelah (3) dalam menjaga fungsi
2. Merasa lemas Keterangan : dan kesehatan
3. Dispnea saat/setelah 1 = menurun 2. Monitor respons
aktivitas 2 = cukup menurun emosional fisik sosial dan
3 = sedang spiritual terhadap
4 = cukup meningkat aktivitas
5 = meningkat 3. Koordinasi pemilihan
aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi aktivitas untuk
merelaksasi otot
Resiko perfusi renal Perfusi renal Manajemen cairan
tidak efektif Definisi : keadekuatan Definisi : mengidentifikasi
Kategori : fisiologis aliran darah arteri renalis dan mengelola
Subkategori : sirkulasi untuk menunjang fungsi keseimbangan cairan dan
Definisi : beresiko ginjal mencegah komplikasi akibat
mengalami penurunan kriteria hasil : ketidakseimbangan cairan
sirkulasi darah ke ginjal 1. Jumlah urine (3) Tindakan :
Penyebab : 2. Keseimbangan asam 1. Catat intake-output dan
1. Kekurangan volume basa (3) hitung balance cairan 24
cairan 3. Kadar elektrolit (3) jam
2. Disfungsi ginjal Keterangan : 2. Berikan asupa cairan
1 = menurun sesuai kebutuhan
2 = cukup menurun 3. Berikan cairan intravena
3 = sedang jika perlu
4 = cukup meningkat 4. Monitor status
5 = meningkat hemodinamik (misal
MAP, CVP, PAP, PCWP
jika tersedia)
DAFTAR PUSTAKA

DiGiulio, Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha


Publishing.

Julianti, Erythrina. 2014 LAPORAN PENDAHULUAN RUANG PERAWATAN


UMUM GATOT SOEBROTO PADA KASUS CKD. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, dalam http://www.academia.edu
/6418985/LAPORAN_PENDAHULUAN_CKD (diakses tanggal 27 Desember 2016)

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. APLIKASI KEPERAWATAN


BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action
Publishing.

Pribadi, Totok. 2012. LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD) DI RUANG HEMODIALISA (HD)
RSUD SIDOARJO. Jombang: STIKes Bahrul Ulum, dalam
http://dokumen.tips/documents/lp-dan-askep-ckd.html (diakses tanggal 27 Desember 2016)

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai