Anda di halaman 1dari 2

Tipe insiden pertama adalah administrasi klinik, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu

 proses (serah terima, perjanjian, daftar tunggu/antrian, rujukan/konsultasi, admisi, keluar/pulang dari ranap/RS, pindah
perawatan,identifikasi pasien,consent, pembagian tugas,dan respon terhadap kegawatdaruratan)
 masalah (tidak performance ketika dibutuhkan/indikasi, tidak lengkap, tidak tersedia, salah pasien dan salah proses/salah
pelayanan)

contoh : Debora, bayi berusia empat bulan meninggal dua pekan lalu di ruang unit gawat darurat ketika orangtuanya
merundingkan biaya perawatan dengan petugas administrasi rumah sakit. Orangtua Debora diminta melunasi uang muka
sebesar 50 persen dari total biaya Rp19,8 juta sebelum bayi berusia empat bulan itu bisa dirawat di ruang Pediatric Intensive
Care Unit (PICU). Padahal, kata Menkes, kebijakan uang muka tersebut tidak sejalan dengan peraturan perundang-
undangan. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa pasien gawat darurat harus
ditangani tanpa memikirkan biaya terlebih dahulu. Dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib untuk
melaksanakan fungsi sosial, antara lain memberikan pelayanan pasien tidak mampu/miskin.

Baca selengkapnya di artikel "Menkes: Ada Kesalahan Layanan Administrasi RS Mitra Keluarga", https://tirto.id/cwvp

Tipe insiden kedua adalah proses/prosedur klinis, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu
 proses (skrining/pencegahan/medical check up, Diagnosis/assesment, prosedur/pengobatan, general care, test/investigasi,
spesimen/hasil, belum dipulangkan) dan
 masalah (tidak performance ketika dibutuhkan/indikasi, tidak lengkap, tidak tersedia, salah pasien, salah
proses/pengobatan/prosedur dan salah bagian tubuh/sisi).

Contoh: Augustianne Sinta Dame Marbun, istri pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Ia mengalami kerusakan
ginjal yang diduga diakibatkan pemakaian antibiotik dosis tinggi (Suara Pembaruan, 9 Desember 2003).
Anne, begitu Augustianne biasa disapa, divonis oleh seorang dokter spesialis kandungan harus menjalani
pengangkatan rahim. Sebelum dilakukan operasi, ia harus meminum antibiotik dosis tinggi tiga kali sehari selama
tujuh hari. Setelah meminum antibiotik tersebut, kondisi Anne justru makin buruk. Karena cemas dengan kondisi
istrinya, Hotman Paris membawanya ke rumah sakit untuk memperoleh second opinion. Disitu baru terungkap bahwa
antibiotik yang diminumnya ternyata membawa kerusakan pada ginjalnya. Dosis yang diberikan kepada Anne dinilai
terlalu tinggi. Akhirnya ia dibawa ke Singapura untuk menjalani pengobatan. Nyatanya, setelah menjalani
pemeriksaan di salah satu rumah sakit terkemuka di sana, Anne tak perlu menjalani operasi pengangkatan rahim.
Cukup dengan pengobatan sinar laser selama 10 menit.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol10135/kesalahan-diagnosis-dokter-
tergolongmalpraktek-atau-kelalaian-medikkah

Tipe insiden ketiga adalah dokumentasi, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu
 dokumen yang terkait (order /peminatan, chart/rekam medik/konsultasi, checklist, form/sertifikat, instruksi /informasi
/kebijakan /SOP, label /identitas /kartu, surat/email/rekaman komunikasi, laporan/hasil/photo) dan
 masalah (dokumen hilang/tidak tersedia, terlambat mengakses dokumen, salah dokumen/salah orang, tidak
jelas/membingungkan dan informasi dalam dokumen tidak lengkap).

Contoh: Pada bulan Desember 2013 di Aceh, ibu M membawa bayi L yang baru berusia 34 hari ke salah satu RSUD atas rujukan
seorang dokter. Bayi mengalami diare dan dokter menyarankan untuk di infus namun seorang perawat yang masih praktek
lapangan di Rumah Sakit tersebut melakukan kesalahan dengan memberikan obat ranitidin dan norages kepada bayi tersebut
yang seharusnya diberikan kepada bayi lain yang sama dirawat di RSUD tersebut.

Akibatnya bayi dari ibu M mengalami muntah – muntah dan lemas serta perut kembung semua tenaga kesehatan bertanggung
jawab untuk keselamatan pasien baik itu dokter yang meresepkan dan mendiagnosa, apoteker yang menyiapkan dan memberikan
obat serta perawat yang memberikan kepada pasien maka perlu dilakukan kerja sama dari semua tenaga kesehatan agar tidak
http://farmasetika.com/2017/11/01/beberapa-kasus-kesalahan-
terjadi lagi hal seperti kasus tersebut.
pemberian-obat-yang-berakibat-fatal/

Tipe insiden keempat adalah infeksi nosokomial (Hospital associated infection), yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi
dua yaitu
 tipe organisme (bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa, ricketisia, prion/partikl protein yang infeksius, organisme tidak
teridentifikasi) dan
 tipe/bagian infeksi (bloodstream, bagian yang dioperasi, abses, pneumonia, kanul IV, protesis infeksi, drain/tube urin,
dan jaringan lunak).

Contoh: Perawat. A berjaga diruang Parkit II dengan pasien pengidap penyakit paru dan penyakit dalam dan tidak mengenakan
masker selama tindakan. Pada hari ke-3, Perawat.A mulai mengalami demam dengan suhu 38,9 derajat celcius dan terkena flu
dan radang tenggorokan ( pengalaman pribadi)

Tipe insiden kelima adalah medikasi/cairan infus, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi tiga yaitu
 medikasi/cairan infus yang terkait (daftar medikasi dan daftar cairan infus),
 proses penggunaan medikasi/cairan infus (peresapan, persiapan/dispensing, pemaketan, pemberian, supply/pesan,
penyimpanan, monitoring) dan
 masalah (salah pasien, salah obat, salah dosis/kekuatan/frekuensi, salah formulasi/presentasi, salah rute pemberian, salah
jumlah/kuantitas, salah dispensing label/intruksi, kontraindikasi, salah penyimpanan, ommited medicine or dose, obat
kadaluarsa, dan adverse drug reaction (reaksi efek samping obat).

Contoh: Seperti dikutip dari Asia One, Rabu (2/10/2013), Wang Huali diketahui baru menjalani operasi di Tiantan Hospital. Putri
sulungnya, Wang Yun, mengatakan bahwa 12 hari pasca operasi, ayahnya telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang baik di
rumah sakit. Sampai suatu hari seorang perawat datang dan melakukan penggantian botol infus seperti biasa. Dari 2 botol infus
sebelumnya, Wang Huali sama sekali tidak menunjukkan adanya efek samping. Namun ketika botol ketiga diberikan, tangan Wang
Huali mulai berubah menjadi ungu dalam waktu kurang dari 5 menit. Kaget melihat perubahan pada ayahnya, Wang Yun kemudian
memanggil dokter.
Dokter segera memulai upaya penyelamatan darurat. Namun kemudian dokter mengatakan kepada keluarga bahwa Wang Huali
tidak dapat diresusitasi akibat emboli paru. Emboli paru merupakan kondisi di mana terdapat penyumbatan pada arteri utama paru-
paru atau salah satu cabangnya oleh suatu zat. Namun zat tersebut dipastikan datang tidak dari paru-paru, melainkan dari tempat
lain di tubuhnya.
Keluarga yang sedang berduka kemudian pulang. Namun dalam perjalanan pulang, salah seorang anggota keluarga menemukan
sebuah botol infus yang masih melekat pada tubuh Wang Huali dan memiliki nama pasien lain di labelnya. Bingung atas penemuan
tersebut, mereka kemudian kembali ke rumah sakit untuk meminta penjelasan.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh staf, kepala perawat mengakui bahwa seorang perawat di bangsal tersebut secara tak sengaja
salah memberikan cairan infus pada Wang Huali. Hingga kini masih kasus ini masih diperiksa kembali.

Anda mungkin juga menyukai