Anda di halaman 1dari 2

SOEKARNO

(AIsyah Aviva Rachma /XIA6/01)

Nama Soekarno pastinya sudah tidak asing lagi


ditelinga kita, beliau merupakan presiden pertama
Indonesia yang juga memproklamasikan kemerdekaan
bangsa kita tercinta. Hanung Bramantyo, sutradara
yang terkenal dengan karya-karyanya seperti Ayat-
Ayat Cinta, Sang Pencerah, dan Perahu Kertas, kali ini
akan mengangkat kisah Soekarno sebagai film layar
lebar. Diproduseri oleh Raam Punjabi dan diproduksi
oleh Dapur Film, film Soekarno berhasil menarik
perhatian masyarakat yang penasaran akan kisah
sosok fenomenal tersebut. Meski sempat ada
perselisihan dengan salah satu putri Soekarno, film ini
pun pada akhirnya tetap ditayangkan dan mendapat
respon beragam dari para pecinta film di tanah air.

Awal mula film ini menceritakan tentang Kusno kecil (Aji Santosa) yang sakitnya tak
kunjung sembuh, ayahnya, Soekemi Sosrodihardjo (Sujiwo Tejo) pun memutuskan untuk
mengganti nama putranya sesuai dengan kepercayaan Jawa. Alhasil, terinsipirasi dari
seorang Ksatria yang bernama Adipati Karno, Kusno pun berganti nama menjadi Soekarno
dengan harapan kelak dapat mewarisi sifat yang dimiliki oleh Adipati Karno.

Rasa nasionalisme Soekarno tumbuh pada saat Soekarno remaja (Emir Mahira)
memutuskan untuk bertamu ke rumah salah seorang belanda dengan maksud ingin
meminang putrinya yang bernama Mien Hessel. Bukannya disambut dengan baik, ia malah
diusir dan dihina karena dianggap tak sederajat dengan kaum Belanda. Sejak peristiwa itu,
Soekarno pun diam-diam belajar berpidato, mengutarakan semangat agar merdeka dari
penjajahan Belanda. Akhirnya, pada umur 24 tahun Soekarno dewasa (Ario Bayu) dapat
berorasi di depan banyak rakyat Indonesia dan mengguncang semangat nasionalisme
semua orang hingga terjadi kerusuhan, akibatnya ia dipenjara selama beberapa tahun
dengan tuduhan menghasut dan memberontak.

Setelah diasingkan beberapa kali, Soekarno pun menetap di Bengkulu dan rehat dari
aktivitas politik. Ditemani oleh istrinya, Inggit Garnasih (Maudy Koesnaedi), Soekarno aktif
mengajar di Muhammadiyah dan kerap diperbincangkan oleh warga sekitar sebagai
seorang tokoh pembangunan nasional dari Jawa. Di Bengkulu, Soekarno jatuh hati pada
salah seorang muridnya yang bernama Fatmawati (Ratu Tika Bravani), hal tersebut
membuat rumah tangga Soekarno geger karena Inggit sudah menganggap Fatmawati
sebagai anaknya sendiri. Bertepatan dengan ricuhnya rumah tangga Soekarno, Jepang
datang ke Indonesia mengambil alih pemerintahan Belanda. Jepang dengan pawainya
memanfaatkan Soekarno untuk propopaganda mereka supaya rakyat Indonesia
menganggap Jepang sebagai saudara tua mereka.

Bung Karno pun dikirim kembali ke Jawa dan disambut oleh Mohammad Hatta dan
Sutan Sjahrir. Mereka pun berdiskusi supaya dapat memanfaatkan kembali Jepang untuk
meraih kemerdekaan Indonesia. Hatta yang awalnya tak setuju terpengaruh oleh gagasan
Soekarno, sedangkan Sutan Sjahrir bersikeras tidak mau menjalin hubungan apapun
dengan Jepang. Ditengah situasi genting. persoalan rumah tangga Soekarno masih belum
berakhir, tak kuat lagi bersama Soekarno, Inggit pun mengalah dan meminta untuk
diceraikan agar Soekarno dapat menikah dengan Fatmawati. Setelah keduanya berpisah,
Soekarno dan Fatmawati akhirnya menikah, tak lama kemudian Fatmawati hamil.

Amerika yang masih tak terima dengan Pearl Harbour yang telah dihancurkan oleh
Jepang mengambil jalan pintas untuk mengakhiri perang ini, pihaknya menjatuhkan bom
atom di dua kota Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Berita tersebut berhasil terdengar
oleh beberapa tokoh, salah satunya Sjahrir. Sjahrir pun membujuk Hatta dan Soekarno agar
mengabaikan janji kemerdekaan yang telah diberikan oleh Jepang. Disaat kaum tua sedang
menimbang-nimbang hal tersebut, kaum muda sudah bergerak dan menculik Soekarno,
Hatta, dan Fatmawati ke Rengasdengklok. Sjahrir yang tak tahu menahu tentang
penculikan Soekarno marah dan meminta agar Soekarno dan yang lain segera
dikembalikan ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta, para tokoh segera merumuskan naskah
proklamasi di rumah seorang Laksamana Jepang. Kemudian naskah tersebut diketik
menggunakan mesin oleh Sayuti Melik. Akhirnya, kemerdekaan Indonesia terwujud pada
tanggal 17 Agustus 1945.

Film Soekarno dapat menghidupkan kembali latar-latar kuno pada tahun 1900-an
dan hal tersebut membuat beberapa penonton merasa bernostalgia kembali pada masa-
masa tersebut. Detail kecil yang terkadang tidak diperhatikan oleh beberapa film dapat
ditunjukkan dengan baik oleh Hanung Bramantyo dan timnya. Namun, kisah percintaan
yang ada difilm ini menurut saya terlalu banyak, banyak penonton termasuk saya lebih
menantikan aksi perjuangan Soekarno dan para tokoh lain daripada drama romansa.

Anda mungkin juga menyukai