Anda di halaman 1dari 19

“Anemia”

A. Pengertian
Anemia adalah keadaan di mana masa eritrosit dan/atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta
hitung eritrosit dan hematrokit di bawah normal (Handayani & Haribowo, 2008)
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan / atau hitung eritrosit lebih
rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl (normal : 14 –
16 g/dl) dan Ht < 40 % (normal : 40 – 48 vol %) pada pria atau Hb < 12 g/dl (normal :
12 – 14 g/dl) dan Ht < 37% (normal : 37- 43 vol %) pada wanita (Mansjoer, 2001).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
dan atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen
carrying capacity) ( Lubis, 2006).

B. Etiologi
Menurut Fadil (2005) anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya
mekanisme produksi sel darah merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi
sel-sel darah merah karena kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya
penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin,
misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat
badan menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya
anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada
anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya. Adapun penyebab dari anemia adalah
sebagai berikut :
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper

C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein
pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau
tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi
mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan
hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi,
biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, (2)
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dengan biopsy; dan (3) ada atau tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemian. Anemia merupakan penyakit kurang darah
yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi
darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini
kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja
organ-organ penting. Salah satunya otak, otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika
kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, lambat
menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Fadil, 2005).

Pathway :
D. Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2001) klasifikasi anemia yaitu :
1. Anemia Mikrositik Hipokrom antara lain :
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia paling
banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis). Infestasi
cacing tambang pada seseorang dengan makanan yang baik tidak akan
menimbulkan anemia. Bila disertai malnutrisi, baru akan terjadi anemia.
b. Anemia Penyakit Kronik
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti
infeksi ginjal, paru-paru (abses, empiema dll), inflamasi kronik (artritis
reumatoid) dan neoplasma.
2. Anemia Makrositik antara lain:
a. Defisiensi Vitamin B12
Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi
vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, namun di Indonesia
penyebab anemia ini adalah karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan
gejala-gejala yang tidak berat.
b. Defisiensi Asam Folat
Anemia defisiensi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh
saluran cerna. Gejalanya yaitu perubahan megaloblastik pada mukosa, mungkin
dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian.
3. Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
Perdarahan akut akan timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak,
sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Biasanya sedikit - sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang sering
adalah ulkus peptikum dan perdarahan saluran cerna karena pemakian analgesik.
4. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunn usia sel darah merah ( normal 120 hari).
Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia
sel darah merah sangat pendek.
5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Hal ini bisa karena kongenital namun jarang terjadi.

E. Kriteria Anemia
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau
hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh
usia,jenis kelamin,dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.
Batasan yang umum dipengaruhi adalah kriteria WHO. Dinyatakan sebagai
anemia bila tedapat nilai dengan kriteria sebagai berikut:
No Jenis kelamin/ usia Kadar hemoglobin
1 Laki-laki Hb <13gr/dl
2 Perempuan dewasa tidak hamil Hb <12gr/dl
3 Perempuan Hb <11gr/dl
4 Anak usia 6-14 tahun Hb <12gr/dl
5 Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb <11gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut :
1. Hb <10gr/dl
2. Hematokrit <30%
3. Eritrosit <2,8juta
F. Manifestasi Klinis
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar yaitu sebagai berikut:
1. Gejala Umum Anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada
semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di
bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila
diklasifikasikan menurut organ yang terkena antara lain :
a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas
saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.
2. Gejala Khas Masing-Masing Anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis
b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda tanda infeksi.
3. Gejala Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena
penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti
pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Fadil (2005) antara lain sebagai berikut :
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana
seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I
dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata
eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat
anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik
< 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin
rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan
angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan
makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah
konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin
dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat
dilihat pada kolom morfology flag.
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat
klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi
tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi
hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh
transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah
pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit
protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada
tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan
kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu,
sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas.
EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih
jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena
variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah
ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis,
syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi
dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun
secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
8. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan
untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari
kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti
sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum
yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu
teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam
populasi umum.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit (ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang
mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak
dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan
absorbsi.

I. Pencegahan
Upaya-upaya untuk mencegah anemia menurut Handayani & Haribowo
(2008), antara lain sebagai berikut:
1. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan,
ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-
kacangan, dan tempe)
2. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas
3. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid
4. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter
untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.

J. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi
lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-
organ tubuh, termasuk otak (Fadil, 2005).
K. Konsep Asuhan Keperawatan Anemia
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : keletihan, kelemahan, malaise, kehilangan produtivitas,
penurunan semangat untuk bekerja, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
2) Tanda : takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau istirahat, letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot
dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur
lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
1) Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis,
menstruasi berat, angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan), riwayat
endokarditis infektif kronis, palpitasi (takikardia kompensasi).
2) Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar; hipotensi postural, distrimia, abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia, bunyi jantung ; murmur
sistolik, ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit
hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik)
atau kuning lemon terang. Sklera: Biru atau putih seperti mutiara. Pengisian
kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi
kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia).
Rambut; kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara premature.
c. Integritas ego
1) Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
mis; penolakan transfusi darah.
2) Gejala : depresi.
d. Eliminasi
1) Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal, flatulen, sindrom
malabsorpsi, hematemasis, feses dengan darah segar, melena, diare atau
konstipasi, penurunan haluaran urine.
2) Tanda ; distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
1) Gejala: penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukkan produk sereal tinggi, nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan
(ulkus pada faring), mual/muntah, dyspepsia, anoreksia, adanya penurunan berat
badan.
2) Tanda: membran mukosa kering/pucat.
f. Neurosensori
1) Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus,
ketidakmampuan berkonsentrasi. insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki.
2) Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.
Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal, oftalmik : hemoragis retina
(aplastik), epitaksis : perdarahan dari lubanglubang (aplastik). Gangguan
koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda romberg positif,
paralysis.
g. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : sakit kepala
2) Tanda : -
h. Pernapasan
1) Gejala : riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
2) Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Seksualitas
1) Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore.
Hilang libido (pria dan wanita), imppoten.
2) Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan faktor
biologis (anemia)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa NOC NIC
o
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC label :
perfusi jaringan keperawatan selama … x 24 jam, Hemodynami
perifer diharapkan ketidakefektifan perfusi c Regulation
berhubungan jaringan perifer pada klien teratasi 1. Kenali
dengan penurunan dengan kriteria hasil: adanya
konsentrasi Hb dan NOC : Tissue perfusion: cellular perubahan
darah, suplai Indikator IR tekanan
ER darah
oksigen berkurang Tekanan darah sistol 2. Auskultasi
Tekanan darah diastol suara paru
Saturasi oksigen seperti crackel
Capillary refill atau suara
lainnya
Output urien
3. Monitor dan
Denyut jantung
dokumentasik
Muntah an denyut
Mual jantung, ritme
Penurunan kesadaran dan nadi
Keterangan : 4. Monitor nadi
1. Keluhan berat di sekeliling,
2. Keluhan cukup kapiler dan
3. Keluhan sedang suhu serta
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan warna
ekstremitas
5. Pertahankan
keseimbangan
cairan dengan
memberikan
cairan IV atau
diuretic
dengan tepat
6. Monitor
masukan dan
pengeluaran
nutrisi,
keluaran
urine, dan
berat badan
pasien dengan
tepat.
2 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan tindakan NIC Label :
n nutrisi kurang keperawatan selama ...x24 jam Nutritional
dari kebutuhan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien therapy
tubuh tercukupi dengan kriteria hasil : 1. Menentukan
berhubungan NOC : Nutritional status: nutrient kerjasama
faktor biologis intake dengan ahli
(anemia) Indikator IR gizi
ER jumlah
kalori yang
Intake besi tepat dan jenis
Intake protein nutrisi yang
Intake kalori dibutuhkan
Intake vitamin untuk
Intake mineral memenuhi
NOC : Nutritional status : biochemicalpersyaratan
measures gizi
Hemoglobin 2. Mendorong
Hematokrit peningkatan
Serum albumin konsumsi
Total iron binding capacity protein, zat
besi, dan
Keterangan : vitamin C
1. Keluhan berat yang sesuai
2. Keluhan cukup 3. Memberikan
3. Keluhan sedang pasien protein
4. Keluhan ringan tinggi, kalori
5. Tidak ada keluhan tinggi,
makanan dan
minuman
bergizi yang
siap dapat
dikonsumsi
dengan sesuai
4. Monitor
catatan asupan
untuk
kandungan
gizi dan kalori
5. Timbang
berat pasien
pada interval
yang tepat
6. Memberikan
informasi
yang tepat
tentang
kebutuhan
nutrisi dan
bagaimana
memenuhinya
3 Intoleransi Setelah diberikan asuhan NIC Label :
aktivitas keperawatan selama ..x24 jam Activity
berhubungan diharapkan klien dapat kembali therapy
dengan ketidaksei beraktifitas dengan kriteria hasil : 1. Kaji tanda
mbangan antara NOC : Toleransi terhadap aktivitas dan gejala
suplai dan Indikator yang ER
IR
kebutuhan oksigen Saturasi oksigen terhadap aktivitas menunjukan
Frekuensi nadi ketika aktivitas ketidaktoleran
Frekuensi pernafasan ketika si terhadap
aktivitas aktivitas dan
Tekanan darah sistolik ketika memerlukan
beraktivitas pelaporan
terhadap
Tekanan darah diastolik ketika
perawat dan
beraktivitas
dokter
Warna kulit
2. Tingkatkan
Kekuatan tubuh pelaksanaan
Keterangan :
1. Keluhan sangat terganggu ROM pasif
2. Keluhan banyak terganggu sesuai indikas
3. Keluhan cukup terganggu i
4. Keluhan sedikit terganggu 3. Buat jadwal
5. Tidak terganggu latihan
aktivitas
secara
bertahap
untuk pasien
dan berikan
periode
istirahat
4. Berikan
reinforcemen
untuk
pencapaian
aktivitas
sesuai
program
latihan
5. Bantu klien
untuk
mengidentifik
asi aktifitas
yang mampu
dilakukan
6. Bantu pasien
untuk
mengembang
kan motivasi
diri dan
kekuatan diri.
NIC Label :
Energy
Management
1. Monitor
respon
kardiorespiras
i terhadap
aktivitas
(takikardi, dis
ritmia,
dispneu,
diaphoresis,
pucat, tekanan
hemodinamik
dan jumlah
respirasi)
2. Bantu pasien
untuk
mengidentifik
asi pilihan-
pilihan
aktivitas
3. Rencanakan
aktivitas
untuk periode
dimana pasien
mempunyai
energi paling
banyak
4. Monitor pola
tidur pasien
dan jumlah
jam tidur
5. Dorong
bedrest
6. Pantau
asupan nutrisi
untuk
memastikan
sumber daya
energi yang
memadai
7. Monitor
pasien dari
kelelahan fisik
dan emosional
berlebihan
8. Atur
kegiatan fisik
klien untuk
mengurangi
hambatan
suplai oksigen
ke fungsi
tubuh yang
vital
(misalnya
menghindari
aktivitas
segera setelah
makan)
9. Gunakan
latihan ROM
pasif dan atau
aktif untuk
meredakan
ketegangan
otot.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., & dkk. (2013). Nursing Intervensions Classification (NIC). Mosby:
Lowo City.

Bulechek, G. M., & dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby:
Lowo City

Fadil, M. (2005). Konsep Dasar Anemia. Available


at http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=28334. Diakses pada 4 Juni 2018.

Handayani, W., & Haribowo, A. S. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Heather, H. T. (2015). Diagnosis keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017


Edisi 10. Jakarta: EGC.

Lubis, Dian. (2006). Anemia Defisiensi Besi. Available


at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf Diakse
s pada 4 Juni 2018.

Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai