Anda di halaman 1dari 11

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF

PSIKOLOGIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


DI ERA GLOBALISASI DAN MULTIKULTURAL

Agustinus Hermino
Viengdavong Luangsithydeth

E-mail: agustinus_hermino@yahoo.com
Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: Character education for students is education for shaping one’s personality through
character education, the results are seen in action the students, which is in good behavior, honest
responsible, respect for others, hard work, and so on. In the era of globalization, multicultural present,
the character education is essential in order to become the norm in the lives of students. The importance
of character education in schools, it requires school leaders to have a good insight into the
implementation of character education in the schools they lead.

Abstrak: Pendidikan karakter bagi siswa adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang
melalui pendidikan budi pekerti. Hasilnya terlihat dalam tindakan nyata para siswa, yaitu dalam
tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati orang lain, kerja keras, dan sebagainya.
Di era globalisasi yang multikultural dewasa ini, pendidikan karakter sangat penting guna menjadi
norma dalam kehidupan siswa. Pentingnya pendidikan karakter di sekolah, menuntut pemimpin sekolah
untuk mempunyai wawasan yang baik terhadap penerapan pendidikan karakter di sekolah yang
dipimpinnya.

Kata kunci: pendidikan karakter, perspektif psikologis, era globalisasi, multikultural

Pendidikan adalah kata kunci dalam setiap usaha dirinya sendiri yang mempunyai kemampuan dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia, dimana kepribadian unggul.
didalamnya memiliki peranan dan objektif untuk Sebagai suatu proses, pendidikan dimaknai
‘memanusiakan manusia. Pendidikan pada sebagai semua tindakan yang mempunyai efek
hakekatnya adalah proses pematangan dan pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran, dan
pendewaan diri. Melalui proses tersebut diharapkan perilaku. Dengan demikain, pendidikan bukan
manusia dapat memahami apa arti dan hakekat sekedar pengajaran dalam arti kegiatan
hidup, serta untuk apa dan bagaimana menjalankan mentransfer ilmu, teori, dan fakta-fakta akademik
tugas hidup dan kehidupan secara benar. Karena semata, serta pencetakan ijasah semata. Lebih
itulah fokus pendidikan diarahkan pada pembentukan dalam lagi, pendidikan pada hakekatnya
kepribadian unggul dengan menitik-beratkan pada merupakan proses pembebasan peserta didik dari
proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak, dan ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidak-
keimanan. Puncak pendidikan adalah tercapainya berdayaan, ketidakbenaran, ketidak-jujuran, dan
titik kesempurnaan kualitas hidup. dari buruknya hati, akhlak, dan keimanan
Pengertian dasar pendidikan adalah proses (Mulyasana, 2011:2).
menjadi, yakni menjadikan seseorang menjadi Kompleksitas sistem pendidikan yang ada di
dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, Indonesia khususnya, mengharuskan pendidik
watak, kemampuan, dan hati nuraninya secara dapat memposisikan dirinya bukan hanya sebagai
utuh. Pendidikan tidak dimaksudkan untuk pengajar saja tetapi lebih dalam kapasitas sebagai
mencetak karakter dan kemampuan peserta didik seorang pendidik, yang dengan tulus mencurahkan
sama seperti gurunya. Proses pendidikan diarahkan energi dan kemampuannya untuk mencerdasakan
pada proses berfungsinya semua potensi peserta peserta didiknya. Dengan demikian, maka sebuah
didik secara manusiawi agar mereka menjadi pendidikan yang dibangun di atas

114
Hermino dan Luangsithydeth, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Psikologis Siswa Sekolah Menengah Pertama 115

kelemahlembutan, lebih mudah membuahkan hasil karakter anak di sekolah, menjadi sesuatu yang
dari pada pendidikan yang dibangun di atas dapat disalurkan pada aktifitas-aktifitas positif pada
kekerasan, dan intimidasi (Kazhim, 2011: 42). anak-anak sekolah di Amerika Serikat (USA) telah
Berkenaan dengan pendidikan karakter banyak dilakukan oleh para pakar pendidikan,
(Gunawan, 2012) adalah pendidikan untuk diantaranya Kohlberg (dalam Welton & Mallan,
membentuk kepribadian seseorang melalui 1981) yang meneliti tentang pendidikan moral
pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam strategi pembelajaran pada anak-anak;
dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku Moore (dalam Spodek, 1982) yang meneliti tentang
yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hubungan sosial anak-anak di kelas dan sekolah
orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Pernyataan sebagai pengaruh dalam pembelajaran moral di
tersebut selaras dengan yang pernah ditulis kelas; Bushell (dalam Spodek, 1982) yang meneliti
sebelumnya oleh Jessup (1969: 4) yaitu “The first tentang model pembelajaran moral di kelas pada
function of education in human society, in point anak-anak di sekolah; Conant (dalam Roche, 1985)
of time, is to direct and accelerate learning in yang meneliti tentang pengembangan kurikulum di
such a way that the rising generation will be sekolah berkenaan dengan pendidikan moral;
well prepared for adult life”. McDonald (dalam Olsen & Fuller, 2003) yang
Dalam perkembangan Bangsa Indonesia, meneliti tentang peran pendampingan guru dan
Bapak pendiri Bangsa Indonesia, yaitu presiden orangtua pada anak-anak; Yin Lim (dalam Olsen
pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno & Fuller, 2003) yang meneliti tentang model
menyatakan bahwa “Bangsa ini harus dibangun keterlibatan orangtua pada pendidikan anak-anak
dengan mendahulukan pembangunan karakter di taman kanak-kanak; Glessner (dalam Olsen &
(character building) karena character building Fuller, 2003) yang meneliti tentang model
inilah akan membuat Indonesia menjadi bangsa keterlibatan orangtua pada pendidikan anak-anak
yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat, kalau di sekolah dasar; Cornell, Peterson, & Richards
character building ini tidak dilakukan, maka (1999) yang meneliti tentang hubungan marah
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”. dengan situasi sosial bawaan, yang selanjutnya
Sementara itu, di dalam kebijakan nasional, akan dibawa hingga ke sekolah. Pada penelitian
antara lain ditegaskan bahwa pembangunan tersebut, ditemukan bahwa amarah merupakan
karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam faktor predisposisi dari perilaku agresif dan amarah
proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal itu paralel dengan dorongan agresi (Berkowitz,
kemerdekaan, bangsa Indonesia telah bertekad 2003).
untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa Berkenaan dengan era globalisasi dan
sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari multikultural, hal ini seperti dikemukakan dalam
pembangunan nasional. Hal ini juga seperti penelitian yang dilakukan oleh Fallon dan Barnett
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 (2009) bahwa berkenaan dengan era globalisasi,
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka peran guru bersama para administrator
yang pada pasal 3 yang menegaskan bahwa: sekolah har us berkerja bersama untuk
meningkatkan kualitas siswanya baik dari sisi
Pendidikan nasional berfungsi akademis maupun non akademis sehingga dapat
mengembangkan kemampuan dan dicapai hasil pembelajaran yang maksimal.
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka METODE
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi Penelitian ini menggunakan pendekatan
peserta didik agar menjadi manusia yang kajian pustaka. Sedangkan tujuannya adalah untuk
beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang mendapatkan model dan strategi pendidikan
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, karakter pada siswa Sekolah Menengah Pertama
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan (SMP) berkenaan dengan era globalisasi dan
menjadi warga negara yang demokratis multikultural dengan mengacu pada kajian hasil-
serta bertanggung jawab. hasil penelitian relevan. Pemaknaan terhadap data
dilakukan berdasarkan kedalaman atas fakta-fakta
Lebih lanjut, penelitian-penelitian pendukung yang diperoleh pada penelitian oleh para peneliti
berkenaan dengan psikologi dalam pendidikan sebelumnya, yang selanjutnya dimaknai untuk
116 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013: 114-124

mendapatkan model yang cocok dan relevan accumulation of gradual learnings, of changes
dengan situasi di Indonesia. Penelitian ini in specific behaviors”.
diharapkan dapat menemukan pola atau strategi Berkenaan dengan nilai-nilai pembelajaran
pendidikan karakter pada siswa Sekolah Menengah yang terkandung dalam muatan kurikulum, maka
Pertama (SMP) berkenaan dengan era globalisasi penelitian yang dilakukan oleh para peneliti
dan multikultural. sebelumnya (Misco, 2007; Peng, et.al., 2013;
Pembahasan secara mendalam didukung Agrawal, 2013; Mason, 2013) dikemukakan bahwa
dengan hasil-hasil penelitian atau pendapat oleh kurikulum yang digunakan pada sekolah-sekolah
para peneliti sebelumnya tersebut adalah sejalan adalah kurikulum yang hendaknya relevan dengan
dengan yang dikemukakan oleh Creswell (2009: kebutuhan sekolah tersebut, baik untuk
25) yaitu “The literature review accomplishes kepentingan akademis, maupun berkenaan dengan
several purposes. It shares with the reader the perkembangan moral bagi anak-anak di sekolah
result of other studies that are closely related tersebut yang tetap dalam kaidah nilai-nilai yang
to the on being undertaken”. Demikian pula menjadi kekhasan dalam pendidikan di sekolah-
McAlpine & Amundsen (2011:211), yaitu: sekolah yang ada. Terhadap nilai-nilai tersebut,
maka hal ini juga sejalan seperti yang dikemukakan
We must recognize that we benefit as oleh Allport, sebagaimana dikutip oleh Kadarusmadi
well and will be able to apply our learning (1996: 55) menyatakan bahwa nilai adalah: “a
to various academic roles (researchers, belief upon which a man acts by preference. It
supervisors, teachers, program is this a cognitive, a motor, and above all, a
directors). This approach to knowledge deeply propriate disposition”. Pengertian
and identity development has the tersebut berarti bahwa nilai itu merupakan
potential to bring about individual change kepercayaan yang dijadikan preferensi manusia
in ways of thinking and acting, even if dalam tindakannya. Manusia menyeleksi atau
institutional change is not yet an memilih aktivitas berdasarkan nilai yang
outcome. dipercayainya. Begitu pula Ndraha (1997: 27-28)
menyatakan bahwa nilai bersifat abstrak, karena
Selanjutnya Mertens (2010: 225) juga itu nilai pasti termuat dalam sesuatu. Sesuatu yang
menegaskan perihal penelitian kualitatif, yaitu: memuat nilai (vehicles) ada empat macam, yaitu:
“There are key words associated with raga, perilaku, sikap, dan pendirian dasar.
qualitative methods include complexity, Terhadap kemampuan guru di dalam
contextual, exploration, discovery, and mengajarkan pendidikan karakter di sekolah, hal ini
inductive logic”. Berdasarkan pendapat ilmiah seperti yang telah dilakukan oleh para peneliti
tersebut, hasil pembahasan dalam penelitian ini sebelumnya (Mayer, et.al., 2004; Chan, 2011;
diharapkan dapat menemukan makna dan Skaalvik & Skaalvik, 2013; Kopnina, 2013; Mills &
memberikan kontribusi pada temuan relevan. Quinn, 2013; Twigg, et.al., 2013), bahwa sangat
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para diperlukan dalam memahami situasi yang ada, baik
peneliti sebelumnya (Misco, 2007; Chattopadhay, diri siswa maupun di dalam sekolah. Hal ini penting
2013; Holgado, et.al., 2013; Wagner, 2013) karena dengan adanya pemahaman yang baik oleh
mengemukakan bahwa pendidikan karakter sangat guru ketika memberi pelajaran di sekolah, dimana
penting diberikan kepada anak-anak di sekolah, hal di dalam mata pelajaran terkandung nilai-nilai
ini agar anak-anak mengerti akan pentingnya nilai- pendidikan karakter yang hendak dicapai, maka
nilai moral kemanusiaan dan dapat menghormati secara tidak langsung guru pun telah memberikan
terhadap situasi dan kondisi lingkungannya. pemahaman yang baik bagi siswa untuk bagaimana
Ditegaskan pula, bahwa pendidikan karakter seharusnya dalam belajar, dan hal ini dapat dilakukan
sangat bermanfaat dalam menyiapkan siswa dalam sejak pendidikan usia dini. Bahkan hasil penelitian
kehidupan di era globalisasi. Kondisi tersebut oleh Mayer, et.al. (2004) ditegaskan bahwa dengan
sejalan seperti yang dikemukakan oleh Carol pemahaman pendidikan karakter yang baik bagi para
Copple, Richard de Lisi, dan Irving Sigel seperti siswa, maka sebenarnya telah memposisikan siswa
tertulis (dalam Spodek, 1982: 3), yaitu “… The tersebut dalam kondisi keseimbangan Emotional
development of the child is viewed as simple Intelligence (EI) yang baik.
one type of behavioral change. For the leaning Pendidikan karakter di era globalisasi, tidak
theorist, intellectual development consists of an berlaku hanya bagi siswa-siswa yang berada di
Hermino dan Luangsithydeth, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Psikologis Siswa Sekolah Menengah Pertama 117

daerah perkotaan saja atau pada sekolah-sekolah Salah satu tokoh yang mencetuskan
yang mempunyai siswa yang heterogen, tetapi juga tentang teori perkembangan adalah Erik Erikson
berlaku bagi semua pendidikan disegala daerah. (1920-1994), yang merupakan seorang psikoanalis.
Hal ini seperti hasil penelitian oleh para peneliti Di dalam teori perkembangan yang dikemukakan
sebelumnya (Hannum, et.al., 2013; Sargent, et.al., olehnya, Erikson memberikan banyak penekanan
2013; Scherrer, 2013; Twigg, et.al. 2013), pada aspek-aspek sosial dan budaya
dikemukakan bahwa pendidikan di daerah yang perkembangan, ser ta meyakini bahwa
jauh dari kota pun tetap perlu mendapatkan dan perkembangan berlangsung seumur hidup, bukan
memahami pentingnya pendidikan karakter di sekedar pengalaman-pengalaman masa kanak-
sekolah. Namun demikian untuk sekolah-sekolah kanak yang menentukan kesehatan psikologis di
yang terletak jauh dari perkotaan, dimana budaya masa dewasa. Terhadap tahap perkembangan
masih dijunjung kuat sebagai norma kehidupan. tersebut, didasarkan atas dasar keberhasilan
Maka pembelajaran pendidikan karakter tidak akan penuntasan tahap sebelumnya dan tantangan-
sesulit ketika mengajarkannya pada siswa di tantangan dalam setiap tahap yang tidak
daer ah perkotaan, dimana pola pikir dan dituntaskan dengan baik kemungkinan akan muncul
kemajemukan dalam kehidupan sehari-hari dapat kembali berupa masalah-masalah di masa
mempengaruhi perkembangan kepriba-dian dan mendatang (Upton, 2012: 22).
perilaku siswa. Berkenaan dengan masa remaja, Erikson
Kepemimpinan pendidikan yang dalam hal ini juga memberikan pandangan bahwa masa remaja
adalah kepala sekolah, juga menjadi kajian dalam sebagai periode hiruk-pikuk, penuh kekacauan dan
penerapan pendidikan karakter. Hal ini seperti hasil kebimbangan yang disebabkan oleh perubahan-
penelitian oleh para peneliti sebelumnya (Shockley, perubahan hormonal dan krisis-krisis identitas.
2008; Mills & Quinn, 2013; Fallon & Barnett, 2009; Begitu pula Uston (2012) juga menegaskan bahwa
Greenberg, et.al., 2007; Kalargyrou, et.al, 2012) bagi minoritas remaja, masa remaja dapat sangat
yaitu bahwa sebagai seorang pemimpin pendidikan bermasalah. Meski demikian, penting untuk
maka kepala sekolah harus dapat mencermati mengetahui bahwa anak-anak yang mengalami
keragaman yang ada pada sekolah tersebut, baik masa emosional di masa remaja biasanya memiliki
dari sisi siswanya maupun kondisi lingkungan masalah emosional yang sudah terjadi sebelumnya,
sekolah, sehingga dengan demikian sekolah dapat perkembangan identitas dimasa remaja terkait
memposisikan keberadaannya pada situasi dan dengan pencarian identitas diri, sehingga
kondisi kebutuhan yang diperlukan oleh para memungkinkan identitasnya menjadi tidak stabil,
siswanya, bukan hanya disekolah saja tetapi akan serta para remaja yang nakal kemungkinan telah
dibawa pada kehidupan sosial masyarakat di luar memiliki masalah-masalah perilaku semasa kanak-
sekolah. kanaknya.
Kondisi psikologis yang ada pada siswa-siswa
HASIL DAN PEMBAHASAN remaja yang dalam hal ini adalah siswa siswi
Sekolah Menengah Pertama (SMP), hal ini juga
Psikologi Perkembangan Siswa Sekolah Menengah sejalan seperti dikemukakan oleh Berkowitz
Pertama (2008) dalam Samani & Hariyanto (2011: 16)
Secara umum, istilah perkembangan manusia bahwa: 1) satu-satunya cara untuk membangun
merujuk pada bagaimana manusia tumbuh, dunia yang lebih ber moral adalah dengan
menyesuaikan diri, dan berubah sepanjang menciptakan manusia yang lebih bermoral; 2)
perjalanan hidup mereka, melalui perkembangan pentingnya perwujudan kata pepatah yang
fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan mengatakan “Perilaku anak adalah satu-satunya
sosioemo-sional, perkembangan kognitif atau bahan pertanggungjawaban yang dapat diminta
pikiran, serta perkembangan bahasa (Slavin, 2008: kepada orangtua (a child is the only substance
40). Sejalan dengan hal tersebut Upton (2012:2) from which a responsible adult can be made)”;
mengemukakan bahwa perkembangan manusia 3) sekolah memiliki peranan dan pengaruh yang
merupakan bagian dari psikologi perkembangan, kuat dan ekstensif terhadap para muda karena
yang dalam hal ini adalah studi ilmiah tentang mereka menghabiskan sebagian besar waktunya
perubahan-perubahan pikiran dan perilaku yang bertahun-tahun, sejak masih anak-anak sampai
berkaitan dengan usia. dewasa di sekolah.
118 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013: 114-124

Nilai dalam Pendidikan Karakter Dari berbagai pendapat di atas, dapat


dimengerti bahwa nilai merupakan suatu keyakinan
Dalam kajian lebih dalam, istilah “nilai” tidak
atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi
mudah untuk diberikan batasan secara pasti. Ini
seseorang atau sekelompok orang untuk memilih
disebabkan karena nilai merupakan sebuah yang
tindakannya, atau menilai sesuatu yang bermakna
realitas yang abstrak (Ambroisje dalam Kaswardi,
atau tidak bermakna bagi kehidupannya.
1993). Begitu pula menurut Rokeach dan Bank
Sedangkan sistem nilai adalah suatu peringkat yang
(dalam Thoha, 1996), nilai adalah suatu tipe
didasarkan pada suatu peringkat nilai-nilai seorang
kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup
individu dalam hal intensitasnya. Dengan demikian
sistem kepercayaan dimana seseorang bertindak
untuk mengetahui atau melacak sebuah nilai harus
atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai
melalui pemaknaan terhadap kenyataan-
suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.
kenyataan lain berupa tindakan, tingkah laku, pola
Ini berarti hubungannya dengan pemaknaan atau
pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.
pemberian arti suatu objek.
Pemaknaan tersebut merupakan bentuk dari
Nilai juga dapat diartikan sebagai sebuah
kematangan spiritual dan kematangan fungsi
pikiran (idea) atau konsep mengenai apa yang
mental. Untuk kematangan spiritual, hal ini sejalan
dianggap penting bagi sesorang dalam
dengan yang dikemukakan dalam Soedjatmoko
kehidupannya (Fraenkel dalam Thoha, 1996).
(2010: 179) yaitu bahwa menghadapi masa depan
Selain itu, kebenaran sebuah nilai juga tidak
yang serba tidak pasti ini, langkah dasar lain yang
menuntut adanya pembuktian empirik, namun lebih
timbul di berbagai masyarakat ialah usaha untuk
terkait dengan penghayatan dan apa yang
mengembangkan dan menyebarluaskan suatu sikap
dikehendaki atau tidak dikehendaki, disenangi atau
mental bar u, yang mampu member ikan
tidak disenangi oleh seseorang. Nilai-nilai memiliki
kemantapan spiritual. Sedangkan sehubungan
dua macam atribut, yaitu isi dan intensitasnya.
dengan kematangan fungi mental, maka Vygotsky
Atribut isi (content) adalah berkaitan dengan
(dalam Adisusilo, 2012: 169) menandaskan bahwa
apakah sesuatu itu penting. Sedangkan atribut
kematangan fungsi mental anak justru terjadi lewat
intensitas menyangkut sejauh mana tingkat
proses kerja sama dengan orang lain.
kepentingannya. Ketika kita merangking nilai-nilai
seseorang berdasarkan intensitasnya, kita
mendapatkan sistem nilai dari orang tersebut. Pada Peranan Kepala Sekolah
dasarnya semua orang memiliki hirarki nilai yang Peran kepala sekolah dalam mempimpin
membentuk sistem nilai pribadinya. Sistem ini dapat sekolah mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai
diketahui melalui pandangan orang tentang tingkat pemimpin dan manajer dalam bidang pendidikan
kepentingan suatu nilai seperti kemerdekaan disekolah yang dipimpinnya; sebagai pemimpin
(kebebasan), kesenangan, harga diri, kejujuran, sekolah untuk menakodai jalannya roda organisasi
kepatuhan, dan kesamaan. sekolah dan menghasilkan siswa-siswa berprestasi
Rokeach dalam Ndraha (1997: 20) dan berbudi pekerti baik; dan sebagai pengayom
menyatakan “A value system is a learned semua warga sekolah agar secara bersama bahu
organization of principles and rules to help one membahu memajukan pendidikan di sekolah
choose between alternatives, solve conflict, and tersebut. Kondisi ini juga seperti dikemukakan oleh
make decision.” Artinya suatu sistem nilai Maxwell (dalam Simon, 2010: 16) bahwa agar
merupakan prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang maju dalam kepemimpinan sekolah, maka kepala
dapat dipelajari dalam suatu organisasi untuk sekolah perlu dahulukan kepentingan sekolah.
membantu seseorang memilih di antara berbagai Pemimpin sejati adalah melayani, yaitu melayani
alternatif, menyelesaikan konflik dan membuat orang lain, melayani kepentingan mereka, dan
keputusan. Lebih lanjut diungkapkan oleh Fraenkel dalam melakukannya takkan selalu popular, takkan
pada tahun 1973 (dalam Welton & Mallan, 1981: selalu mengesankan. Pendapat tersebut juga
155) “No one has ever seen a value. Like sejalan dengan yang dikemukakan dalam Mulyasa
concepts and ideas, values exist only in our (2011: 67) bahwa secara sederhana kepemimpinan
minds. Values are standards of conduct, beauty, kepala sekolah dapat diartikan sebagai cara atau
efficiency, or worth that individuals believe in usaha kepala sekolah dalam memengaruhi,
and try to live up to or maintain”. mendorong, membimbing, mengarahkan,
memberdayakan, dan menggerakkan guru, staf,
Hermino dan Luangsithydeth, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Psikologis Siswa Sekolah Menengah Pertama 119

peserta didik, orangtua peserta didik, komite


sekolah, dewan pendidikan, dan pihak lain yang Guru pada tataran kelas maupun sekolah juga
terkait, untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. bertugas untuk memberikan keteladanan pagi para
Berkenaan dengan kepemimpinannya, kepala siswa. Adanya keteladanan yang dicontohkan serta
sekolah sebagai leader sekaligus sebagai manager diwacanakan oleh kepala sekolah pada sekolah
dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, yang dipimpinnya, dan hal ini juga sejalan dengan
dan guru merupakan leader dan manager dalam yang dikemukakan oleh Dakir (2010: 101) “….
pelaksanaan pendidikan karakter di kelas (Wiyani, Penanaman pengertian yang benar dan yang
2012: 68). Kepala sekolah memberikan instruksi selanjutnya kalau langkah-langkah tersebut dapat
kepada guru untuk memimpin dan me-manage para dilaksanakan dengan baik, diharapkan bagi peserta
siswa melalui kegiatan transformasi nilai-nilai luhur didik akan mempunyai sikap (attitudes), kemudian
berdasarkan aturan yang ada maupun kekhasan nilai (values), dan akhirnya terbentuklah suatu
nilai-nilai pendidikan yang ada pada sekolah yang kepribadian (personality) yang agamis”.
dipimpinnya. Terhadap hal ini juga seperti Berkenaan dengan penyiapan Rencana
dikemukakan World Bank (1999) dalam Rivai & Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), maka guru
Murni (2009: 789) “Give people a handout or a dalam hal ini haruslah cermat dan professional agar
tool, and they will live a litte better. Give them nilai-nilai karakter yang diharapkan dapat dicapai
an education, and they will change the world”. oleh para siswa. Pada hal tersebut, maka guru juga
Terhadap hal ini maka kepala sekolah pada sekolah harus dapat mengintegrasikan kondisi sekolah pada
perlu menekankan kepada para guru untuk pembelajaran yang dilakukan di kelas, sehingga
menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang telah disiapkan oleh guru dan disetujui
(RPP) dengan baik serta mencantumkan indikator oleh kepala sekolah dapat dilaksanakan dengan
karakter yang ingin dicapai dalam pembelajaran baik. Terhadap hal ini, Fitri (2012: 46) juga
tersebut. mengemukakan bahwa strategi pendidikan
karakter dapat dilihat dalam empat integrasi, yaitu:
1) integrasi ke dalam mata pelajaran, 2) integrasi
Peran Guru dalam Tataran Kelas melalui pembelajaran tematik, 3) integrasi melalui
Guru memegang peranan yang sangat penciptaan suasana berkarakter dan pembiasaan,
stretegis terutama dalam membentuk karakter serta 4) integrasi melalui kegiatan ektrakurikuler, dan 5)
mengembangkan potensi siswa. Keberadaan guru integrasi antara program pendidikan sekolah,
yang handal di sekolah, baik secara perilaku keluarga, dan masyarakat.
maupun akademis pada saat pembelajaran akan Di lain pihak, peran guru Bimbingan
memposisikan guru sebagai sosok yang digugu Konseling (BK) merupakan sebuah kebutuhan di
dan ditiru. Pada sekolah pada umumnya, peran sekolah sebagai pendukung pelaksanaan program
guru sebagai role model akan sangat terlihat. Hal pendidikan karakter, dan juga sebagai salah satu
ini karena disekolah guru merupakan sumber bentuk kepedulian dari sekolah untuk membantu
pengetahuan bagi siswa. Pembangunan karakter mengatasi terhadap siswa yang mempunyai
tidak hanya sebatas dalam kebiasaan menasihati masalah, sehingga masalah bisa terpecahkan dan
siswa. Karakter hanya terbentuk dengan siswa tetap dapat belajar dan berprestasi di sekolah
persentuhan kualitas kepribadian dalam proses tersebut. Hal ini juga seperti dikemukakan dalam
belajar bersama (Noor, 2012: 124). Hamalik (2010: 183) bahwa guru memegang
Pada tataran kelas, guru merupakan faktor peranan utama dan bertanggung jawab
penting yang besar pengaruhnya terhadap membimbing para siswa untuk mengembangkan
keberhasilan pendidikan karakter di sekolah, potensi yang dimilikinya dan membantu
bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya memecahkan masalah dan kesulitan para siswa
peserta didik dalam mengembangkan pribadinya yang dibimbingnya, dengan maksud agar siswa
secara utuh (Mulyasa, 2011: 63). Dikatakan tersebut mampu secara mandiri membimbing
demikian, karena guru merupakan figur utama dirinya sendiri.
serta contoh dan teladan bagi siswa. Oleh karena
itu, dalam pendidikan karakter guru harus mulai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dari dirinya sendiri agar apa-apa yang dilakukannya Berkarakter
dengan baik menjadi baik pula pengaruhnya
Joseph dan Leonard tahun 1982 (dalam
terhadap siswa.
Mulyasa, 2011: 85) mengemukakan bahwa
120 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013: 114-124

“Teaching without adequate written planning is jenjang pendidikan anak usia dini. Adapun alasan
sloopy and almost always ineffective, because rasional dari “experience and concept learning”
the teacher has not thought out exactly what to tersebut adalah: (1) Bahwa pada masa pendidikan,
do and how to do it”. Kutipan ini bermakna akan usia anak merupakan masa peka yang penting bagi
pentingnya RPP bagi suksesnya pelaksanaan anak untuk mendapatkan pendidikan. (2)
pendidikan karakter di sekolah. Guru professional Pengalaman yang diperoleh anak dari lingkungan,
harus mampu mengembangkan RPP berkarakter termasuk stimulasi yang diberikan oleh orang
yang baik, logis, dan sistematis, karena di samping dewasa akan memperngaruhi kehidupan anak di
untuk melaksanakan pembelajaran, RPP tersebut masa mendatang. (3) Bahwa dengan kondisi
mengemban “professional accountability”, nomor 1 dan 2 diatas, maka diperlukan upaya yang
sehingga guru dapat mempertanggungjawabkan apa mampu memfasilitasi anak dalam masa tumbuh
yang dilakukannya. RPP berkarakter yang kembangnya berupa kegiatan pendidikan dan
dikembangkan guru memiliki makna yang cukup pembelajaran sesuai dengan usia, kebutuhan dan
mendalam bukan hanya kegiatan rutinitas untuk minat anak. (4) Selanjutnya dengan kondisi nomor
memenuhi kelengkapan administratif, melainkan 3 diatas, maka tingkat pencapaian perkembangan
cermin dari pandangan, sikap dan keyakinan yang terjadi pada setiap anak adalah
professional guru mengenai apa yang terbaik untuk menggambarkan rentang pertumbuhan dan
siswanya. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki perkembangan yang mungkin dilalui dan dicapai
RPP yang matang sebelum melaksanakan anak secara berurutan dan berkesinambungan.
pendidikan karakter, baik persiapan tertulis maupun Dan (5) Bahwa tingkat perkembangan yang
tidak tertulis. dicapai anak pada masa tersebut akan menjadi
Sehubungan dengan RPP berkarakter dasar pendapaian perkembangan pada tahap
tersebut, Mulyasa (2011: 84) mengemukakan berikutnya.
bahwa terdapat beberapa hal penting yang perlu Penjabaran di atas juga sejalan dengan yang
diperhatikan, yaitu: a) RPP berkarakter dipandang dikemukakan oleh Carol Copple, Richard de Lisi,
sebagai suatu proses yang secara kuat diarahkan dan Irving Sigel seperti tertulis dalam Spodek (1982:
pada tindakan mendatang, misalnya untuk 3), yaitu “… The development of the child is
pembentukan karakter, dan mungkin akan viewed as simple one type of behavioral
melibatkan orang lain, seperti pengawas, dan change. For the leaning theorist, intellectual
komite sekolah; b) RPP berkarakter diarahkan development consists of an accumulation of
pada tindakan di masa mendatang (future action), gradual learnings, of changes in specific
yang dihadapkan kepada berbagai masalah, behaviors”. Dengan demikian, mengetahui
tantangan, dan hambatan yang tidak jelas, dan tidak pengelolaan pendidikan karakter disekolah pada
pasti (semerawut/chaos); dan c) RPP berkarakter anak-anak, khususnya pada anak usia remaja di
sebagai bentuk kegiatan perencanaan erat Sekolah Menengah Pertama (SMP), harus
hubungannya dengan bagaimana sesuatu dapat dicermati secara sistem, mulai dari tingkat individu
dikerjakan. Oleh karena itu, RPP yang baik adalah anak, kelompok, hingga pada konteks sekolah. Hal
yang dapat dilaksanakan secara optimal dalam ini adalah dalam rangka menciptakan program yang
pembelajaran dan pembentukan karakter peserta cocok bagi sekolah dalam mencermati pengelolaan
didik. pendidikan karakter anak, sejak awal tahun ajaran
baru di sekolah. Adapun informasi awal terhadap
Pembelajaran Pengalaman situasi dan kondisi secara keseluruhan dari anak-
anak yang akan diterima pada tahun ajaran baru
Konsep “pembelajaran pengalaman” yang disekolah adalah berdasarkan informasi dari
selanjutnya dapat diartikan dalam bahasa Inggris orangtua calon siswa sekolah tersebut saat
dengan istilah learning experience. Berkenaan dilakukan wawancara oleh pihak sekolah kepada
dengan hal tersebut, Welton dan Mallan (1981) masing-masing orangtua dan anak.
memberi istilah sebagai “experience and concept Berdasarkan keseluruhan penjelasan diatas,
learning”, yaitu sebuah sistem pembelajaran yang maka konsep pendidikan karakter dalam perspektif
dirancang berdasarkan usia anak-anak yang psikologis siswa Sekolah Menengah Pertama
dipadukan dengan pengalaman anak dan (SMP) di era globalisasi dan multikultural, dapat
pengalaman guru yang dirancang sedemikian rupa digambarkan bahwa seperi pada Gambar 1 di
disesuaikan dengan tahapan umur anak pada bawah ini.
Hermino dan Luangsithydeth, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Psikologis Siswa Sekolah Menengah Pertama 121

mental infl uences. In this conception


Managing Mainstream of reciprocal determinism, (a)
Systems personal factors in the form of
cognitions, affects, and biological
Managing Groups events, (b) behaviors, and (c)
environmental influences, create
interactions that result in a triadic
Managing reciprocality. Social cognitive theory
Individuals is rooted in a view of human agency
in which individuals are proactively
engaged in their own development
and can largely determine the
outcomes of their actions. Individuals
Gambar 1 Tiga Level Intervensi dalam
Pengelolaan Pendidikan Karakter
are imbued with certain capabilities
that define what it is to be human.
Merujuk dari gambar di atas, terdapat tiga Primary among these are the
level intervensi yang harus dicermati dalam capabilities to symbolize, plan
pengelolaan pendidikan karakter yaitu: 1) alternative strategies (forethought),
managing individual, yang dalam hal ini adalah learn through vicarious experience,
pada tataran siswa. Pada level ini semua informasi self-regulate, and self-reflect.
mengenai kondisi anak akan dicermati oleh guru
secara individu, khususnya bagi anak-anak yang KESIMPULAN
mempunyai masalah khusus terutama dari kondisi
Karakteristik pendidikan karakter pada
lingkungan keluarga. Peran guru, khususnya wali
Sekolah Menengah Pertama (SMP) hendaknya:
kelas sangat penting pada tahap ini karena selain
a) mengedepankan keterlibatan semua guru; b)
berperan sebagai pengajar dan pendidik, maka wali
melibatkan warga sekolah sehubungan dengan
kelas adalah wakil orangtua yang diharapkan dapat
kekhasan sekolah; c) melibatkan ahli pendidikan
menjadi pendukung bagi perkembangan dan
dalam rangka merencanakan kurikulum pendidikan
kemajuan pendidikan bagi anak tersebut; 2)
karakter yang sejalan dengan situasi dan kondisi
managing groups, yang dalam hal ini adalah pada
sekolah; d) perencanaan yang mengedepankan
tataran kelas. Peran masing-masing guru mata
“experience and concept learning”, yaitu
pelajaran dalam berkoordinasi dengan wali kelas
sebuah sistem pembelajaran yang dirancang
sangat penting, karena setiap guru mata pelajaran
berdasarkan usia anak-anak yang dipadukan
akan mencermati setiap siswanya dalam kelas
dengan pengalaman anak dan pengalaman guru
yang selanjutnya akan dikoordinasikan dengan wali
yang dirancang sedemikian rupa disesuaikan
kelas; dan 3) managing mainstream systems, yang
dengan tahapan umur anak pada jenjang
dalam hal ini adalah pada tataran sekolah. Peran
pendidikan siswa Sekolah Menengah Pertama; dan
guru mata pelajaran, wali kelas, dalam
e) menggunakan rambu-rambu perundang-
berkoordinasi dengan kepala sekolah sangat
undangan yang diisyaratkan oleh negara sebagai
penting guna mencermati proses belajar mengajar
dasar perencanaan.
secara keseluruhan, serta kebijakan sekolah dalam
Karakteristik pelaksanaan pendidikan
hal perilaku siswa dalam pendidikan. Berkenaan
karakter pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dengan keseluruhan penjelasan tersebut, hal ini juga
meliputi: a) kepala sekolah sebagai leader dan
sejalan dengan teori pendukung, seperti teori sosial
manager dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah;
kognitif seperti yang dikemukakan oleh Bandura
b) komite sekolah supporting partner dalam
(1986) dalam Wentzel & Wigfield (2009: 35)
mendukung seluruh pelaksanaan kurikulum di
sebagai berikut:
sekolah, c) guru sebagai center person dalam
pelaksanaan kurikulum di kelas, d) siswa sebagai
In Bandura’s (1986) social cognitive
target point dalam pelaksanaan pendidikan
theory, human functioning results
karakter pada sekolah, e) sekolah secara umum
from a dynamic interplay among
menanamkan nilai-nilai karakter sebagai kekhasan
personal, behavioral, and environ-
dalam pendidikan yang dimiliki oleh sekolah, f)
122 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013: 114-124

adanya pembinaan keimanan yang teratur untuk dan g) nilai perilaku siswa dapat diberlakukan
para guru dan siswa pemeluk masing-masing sebagai salah satu pertimbangan pada kenaikan
agama dalam bentuk kegiatan pembinaan rohani; kelas siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Adisusilo, S.J.R. 2012. Pembelajaran Nilai Fitri, A.Z. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis
Karakter. Konstruktivisme dan VCT Nilai & Etika di Sekolah. Jogyakarta: Ar-
sebagai Inovasi Pendekatan Pembela- Ruzz Media.
jaran Afektif. Jakarta: Rajawali Pers. Greeberg, D.N., Clair, J.A., Maclean, T.L. 2007.
Agrawal, T. 2013. Educational inequality in rural Enacting the Role of Management Profes-
and urban India. International Journal of sor: Lessons From Athena, Prometheus,
Educational Development. (Online), (http:/ and Asclepius. Journal Management
/www.elsevier.com /locate/ijedudev. (34) Education. Vol.6, No.4, 439-457. (Online),
11-19), diakses 14 Desember 2013). (http://jme. sagepub.com/ content/21/2/
Berkowitz, L. 2003. Affect, aggression, and 155.abstract, diakses 14 Desember 2013.
antisocial Behavior. Dalam Davidson, R.J, Guawan, H. 2012. Pendidikan Karakter. Konsep
Scherer, K.R., Goldsmith, H.H. Handbook dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
of Affective Sciences. Oxford: University Hamalik, O. 2010. Manajemen Pengembangan
Press. Hlm. 804 823. Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Chan, A. 2011. Critical multiculturalism: Supporting Hannum, E., Liu, J., Frongillo, E.A. 2013, Poverty,
early childhood teachers to work with food insecurity and nutritional deprivation in
diverse immigrant families. (Online), (http:/ rural China: Implications for children’s
/www://education. monash.edu.au/ literacy achievement. International Journal
irecejournal/. International Rese-arch in of Educational Development. (Online),
Early Childhood Education Journal. Vol. (http://www. elsevier.com/locate/ijedudev.
2, No. 1, 2011, page 63. ISSN 1838-0689), (34) 90-97), diakses 14 Desember 2013).
diakses 2 Oktober 2013). Holgado, D., Maya-Jariego, I., Ramos, I., Palacio,
Chattopadhay, T. 2013. School as a site of student J., Oviedo-Trespalacios, O., Romero-
social capital: An exploratory study from Mendoza, V., Amar, J. 2013. Impact of child
Brazil. International Journal of labor on academic performance: Evidence
Educational Development. (Online), (http:/ from the program ‘‘Edu came Primero
/www.elsevier.com/locate/ijedudev. (34) 67- Colombia’’. International Journal of
76), diakses 14 Desember 2013). Educational Development. (Online), (http:/
Cornell, D.G., Peterson, C.S., & Richards, H. 1999. /www.elsevier.com/locate/ijedudev, Vol (34)
Anger as a predictor of aggression among 58-66), diakses 14 Desember 2013).
incar cerated adolescent. Journal of Jessup, F.W. 1969. Lifelong Learning. A
Consulting and Clinical Psychology, 62 Symposium on Continuing Education.
(1), 108 115. London: Pergamon Press, Ltd.
Creswell, J.W. 2009. Research Design. Qualita- Kadarusmadi. 1996. Upaya Orangtua dalam
tive, Quantitative, and Mixed Method Menata Situasi Pendidikan dalam
Approaches. Los Angeles: SAGE Keluarga. Disertasi tidak dipublikasikan.
Publications, Inc. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Dakir, H. 2010. Perencanaan dan Pengembang- Kalargyrou, V., Pescosolido, A.T., Kalargiros, E.A.
an Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. 2012. Leadership Skills in Management
Fallon, G. & Barnett, J. 2009. Impact of School Education. Academy of Educational
Organizational Restructuring into a Leadership Journal. Vol.16, No.4, 39-63.
Collaborative Setting on the Nature of (Online), (http://www.academicjournals.org/
Emerging For ms of Collegiality. journal/ IJSTER/article-full-text.../6975
International Journal of Education CD22112ý), diakses 14 Desember 2013).
Policy and Leadership, Volume 4, Number Kaswardi, E.M. 1993. Pendidikan Nilai
9, Year 2009, (online), (http://www.ijpl.org), Memasuki Tahun 2000. Jakarta:
diakses 4 Desember 2013). Gramedia.
Hermino dan Luangsithydeth, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Psikologis Siswa Sekolah Menengah Pertama 123

Kazhim, M.N. 2011. Sukses Mendidik Anak Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen Pendidikan
Tanpa Kekerasan. Sebuah Konsep Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Pendidikan Anak yang Ideal & Mulyasana, D. 2011. Pendidikan Bermutu dan
Seimbang. Solo: Pustaka Arafah. Berdaya Saing. Bandung: Remaja
Kopnina, H. 2013. Schooling the World: Exploring Rosdakarya.
the critical cour se on sustainable Ndraha, T. 1997. Budaya Organisasi. Jakarta:
development through an anthropological Rineka Cipta.
lens. International Journal of Noor, R.M. 2012. The Hidden Curriculum.
Educational Development. (Online), (http:/ Membangun Karekter Melalui Kegiatan
/www.elsevier.com/ locate/ijedudev. Ekstrakurikuler. Yogyakarta: Pedagogja.
(62)220-228), diakses 14 Desember 2013). Olsen, G., & Fuller, M.L. 2003. Home-School
Mason, M. 2013. Educational inequality and Relations. Working Successfully with
educational quality. International Journal Parents and Families. Second Edition.
of Educational Development. (Online), Boston: Pearson Education, Inc.
(http://www.elsevier.com /locate/ijedudev. Peng, W.J., McNess, E., Thomas, S., Wu, X.R.,
Vol (34) 1-2), diakses 14 Desember 2013). Zhang, C., Li, J.Z., Tian, H.S. 2013.
Mayer, J.D., Salovey, P., Caruso, D.R. 2004. Emerging perceptions of teacher quality and
Emotionalle Inteligence. Theory, Findings, teacher development in China.
and Implications. (Online), (http://www. International Journal of Educational
calcasa.org/wp-content/uploads/files/ Development. (Online), (http://www.
ei2004 mayersaloveycarusotarget.pdf. elsevier.com/locate/ijedudev. (34) 58-66),
International Journal of Psychological, diakses 14 Desember 2013).
Vol.15, No.3, 197-215), diakses 12 Rivai, V.H. & Murni, S. 2009. Education
November 2013). Management. Analisis Teori dan Praktik.
McAlpine, L. & Amundsen, C. 2011. Doctoral Jakarta: Rajawali Pers.
Education: Research-Based Strategies Roche, E.F. 1985. How School Administrators
for Doctoral Students, Supervisors and Solve Problems. New Jersey: Prentice-
Administrators. New York: Springer. Hall, Inc.
Mertens, D.M. 2010. Research and Evaluation Samani, M., & Hariyanto. 2011. Konsep dan
in Educational and Psychology. 3 rd Model Pendidikan Karakter. Bandung:
Edition. California: SAGE Publications, Inc. Remaja Rosdakarya.
Mills, M.K. & Quinn, A.J. 2013. Innovation in the Sargent, T., Kong, P., Zhang, Y. 2013. Home
Teaching of Sustainability in the Business environment and educational transitions on
Classroom Via a Combined model of the path to college in rural northwest China.
Experiental Learning, Reflective Practice International Journal of Educational
and Metaphor. International Journal of Development. (34) 98-106. (Online),
Organisational Behaviour, Volume 17(3), (http:www.elsevier.com/locate/ijedudev),
4-7. ISSN 1440-5377. (Online), (http:// diakses 14 Desember 2013
w w w. u s q . e d u . a u / ~ / m e d i a / U S Q / Scherrer, J. 2013. The Negative Effects of Student
BusinessLa w/Jour na ls/ Mobility: Mobility as a Predictor, Mobility
I J O B % 2 0 Vo l % 2 0 1 7 % 2 0 as a Mediator. International Journal of
3%20Paper%201.ashx), diakses 10 Education Policy and Leadership. Vol. 8,
November 2013). No. 1. (Online), (http://www.ijepl.org,
Misco, T. 2007. Using Curriculum Deliberation to diakses 16 Desember 2013.
Address Controversial Issues: Developing Shockley, K.G. 2008. Africentric Education
Holocaust Education Curriculum for Latvian Leadership: Theory and Practice.
Schools. International Journal of International Journal of Education
Education Policy and Leadership. Vol. 2, Policy and Leadership. Vol. 3, No. 3.
No. 8. (Online), (http://www. ijepl.org), (Online), (http://www.ijepl.org, diakses 16
diakses 16 Desember 2013). Desember 2013.
Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen Kepemimpinan Simon, M, BHK. 2010. Majalah OIKOS:
Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Kepelayanan dalam Kepemimpinan.
Malang: AXA Creative Design.
124 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013: 114-124

0689. (Online), (http://www.education.


Skaalvik, E.M. & Skaalvik, S. 2013. Teachers’ monas h.edu. au/ ir ecejou r na l/
perceptions of the school goal structure: InternationalResearch in Early
Relations with teachers’ goal orientations, Childhood Education Journal), diakses
work engagement, and job satisfaction. 2 Oktober 2013).
International Journal of Educational Upton, P. 2012. Psikologi Perkembangan.
Development. (Online), (http://www. Jakarta: Erlangga.
elsevier. com/ locate/ijedudev. (62) 199- Wagner, D.A. 2013. Improving Lear ning
209), diakses 14 Desember 2013). Assessments for Developing Countries.
Slavin, R.E. 2008. Educational Psycology: International Journal of Educational
Theory and Pratice. Boston: Pearson Development. (Online), (http:// www.
Education, Inc. elsevier.com/locate/ijedudev. (34) 110-111,
Soedjatmoko. 2010. Menjadi Bangsa Terdidik diakses 14 Desember 2013).
Menurut Soedjatmoko. Jakarta: Penerbit Welton, D.A. & Mallan, J.T. 1981. Children and
Buku Kompas. Their World: Strategies for Teaching
Spodek, B. 1982. Handbook of Research in Social Studies. 2 nd Edition. Boston:
Early Childhood Education. New York: Houghton Mifflin Company.
Macmillan Publishing, Inc. Wentzel, K.R. & Wigfield, A. 2009. Handbook
Thoha, C. 1996. Kapita Selekta Pendidikan of Motivation at School. London:
Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Routledge.
Twigg, D., Pendergast, D., Fluckiger, B., Garvis, Wiyani, N.A. 2012. Manajemen Pendidikan
S., Johnson, G., Robertson, J. 2013. Karakter. Konsep dan Implementasinya
Coaching for Early Childhood Educators: An di Sekolah. Yogyakarta.
insight into the effectiveness of an initiative.
Vol. 4, No. 1, 2013, page 73. ISSN 1838-

Anda mungkin juga menyukai