Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu ekonomi sudah lama berkembang hingga saat ini, dan bahkan
semakin pesat. Begitu pula dengan ilmu ekonomi Islam, sudah ada sejak abad ke-
20. Namun, runtuhnya kekhalifahan Islam beberapa abad yang lalu, telah ikut
mengubur ajaran, praktik, dan juga kajian tentang ekonomi Islam di masyarakat.
Berbagai krisis ekonomi yang semakin sering melanda kegiatan perekonomian di
dunia telah pula mengundang berbagai kegiatan ilmiah yang mencari sistem
ekonomi alternatif dari sistem ekonomi yang berlaku dewasa ini. Semenjak itu
berbagai kajian dilakukan oleh seluruh pakar ekonomi yang berasal dari Negara-
negara Islam maupun yang berasal dari Negara-negara maju seperti Amerika dan
Inggris. Bukan hanya kajian dari sisi landasan konseptual dan penerapan fikihnya,
namun juga berkaitan langsung dari sisi manajemen operasional, khususnya dalam
hal pendokumentasian transaksi syariah.
Semakin berkembang pesatnya kegiatan ekonomi dan keuangan syariah di
Indonesia dapat dilihat dari semakin banyaknya entitas keuangan yang didirikan,
yang menganut prinsip konvensional maupun yang menganut prinsip syariah.
Entitas keuangan syariah yang telah berdiri di Indonesia antara lain : Bank Umum
syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Koperasi Syariah, Asuransi Syariah,
dan Unit Usaha Syariah. Kegiatan usaha atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan
oleh entitas keuangan syariah tidak jauh berbeda dengan entitas keuangan
konvensional. Keduanya sama-sama menghimpun dana dari masyarakat, lalu
menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui berbagai macam kegiatan
seperti : investasi, kredit, jual-beli, pinjam-meminjam, titipan, gadai, dan lain-lain.
Salah satu keunikan Entitas Keuangan Syariah adalah prinsip bagi hasil,
khususnya mudharabah. Mudharabah merupakan transaksi yang harus
dilaksanakan atas dasar kepercayaan diantara dua belah pihak. Kepercayaan harus
didasari dengan penerapan akidah, akhlaq, dan moral sesuai dengan ketentuan
syariah. Para pelaku mudharabah khususnya pengelola dana harus dapat
memahami dan mengimplementasikan dengan sungguh-sungguh dan penuh

1
tanggung jawab. Tanpa dilandasi sifat itu, prinsip mudharabah sulit untuk
dilaksanakan, misalnya dalam menentukan hasil usaha.
Unsur mudharabah adalah ditentukannya keberadaan kedua belah pihak,
yaitu disatu pihak sebagai penyedia dana dan pihak lainnya sebagai orang yang
ahli dalam pekerjaan atau usaha. Entitas-entitas keuangan syariah menggunakan
prinsip mudharabah dengan para pemegang rekening investasi (deposan) dan juga
dengan pembiayaan mudharabah. Dalam hal yang lain, entitas-entitas keuangan
syariah bisa juga melaksanakan suatu peranan ganda dalam memberikan
pembiayaan mudharabah, yakni sebagai pengelola dana dari para pemegang
rekening investasi dan sebagai agen. Meskipun demikian di dalam pembukuan
perlakuan akuntansinya berbeda, yakni satu sebagai pengelola dana dengan para
pemegang rekening investasi dan satu lagi sebagai penyedia dana dengan para
penerima pembiayaan mudharabah. Perbedaan ini merupakan dasar untuk
menentukan ruang lingkup entitas-entitas keuangan syariah sebagai penyedia dana
yang harus bertanggung jawab (Marpaung dan Rosita, 2012)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu transasi berakad musharabah?
2. Bagaimana pengukuruan dan pengakuan dari transaksi berakad
mudharabah?
3. Bagaiaman penyajian maupun pengungkapan transaksi berakad
mudharabah?
4. Bagaimana penerapannya dalam sebuah transaksi ekonomi?
1.3 Tujan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu transaksi berakad mudharabah?
2. Untuk mengetahu mengenai bagaimana pengukuran dan pengakuan dari
transaksi mudharbah
3. Untuk mengetahui bagaiaman penyajian maupun pengukapan transaksi
mudharabah
4. Untuk mengetahui bagaiaman pengaplikasiannya pada transaksi ekonimi

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akuntansi Mudharabah
2.1.1 Definisi
Pada paragraf 4 PSAK 2017 menjabarkan mengenai pengertian mudharabah,
Mudharabah dan jenis mudharabah.

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua
(pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara
mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh
pemilik dana. (Susana dan Prasetyanti, 2010) Pembiayaan mudharabah
merupakan salah satu tonggak ekonomi syariah yang mewakili prinsip Islam
untuk mewujudkan keadilan masyarakat melalui sistem bagi hasil.

2.1.1.1 Mudharabah muthlaqah

Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada


pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.

2.1.1.2 Mudharabah muqayyadah

Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola


dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau objek investasi. Kontrak
mudharabah muthlaqah dalam perbankan syari’ah digunakan untuk tabungan
maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai
pemilik dana, sedang bank berperan sebagai pengelola yang mengontribusikan
keahliannya dalam mengelola dana penabung. Adapun pada investasi atau
pembiayaan mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang
menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan
dana untuk keperluan usahanya. Dana yang diterima oleh bank dari penabung
dilaporkan dalam neraca dibagian dana syirkah, sedangkan dana yang disalurkan
oleh bank kepada nasabah pembiayaan melalui akad mudharabah dilaporkan
dalam neraca pada bagian aset lancar. Adapun bagian bank dari keuntungan yang

3
dihasilkan oleh mudharib dari kegiatan investasi yang dilakukannya dilaporkan
dalam laporan laba rugi sebagai salah satu unsur pendapatan operasi utama bank.

2.1.1.3 Mudharabah musytarakah

Adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau


dananya dalam kerjasama investasi. Diawal kerja sama, akad yang disepakati
adalah akad mudharabah dengan 100% modal dari pemilik dana, setelah
berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan
pemilik dana, pengelola ikut menambahkan modalnya dalam usaha tersebut.
Kemudian akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara
akad mudharabah dan musyarakah.

2.1.2 Landasan Hukum

Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling


membantu antara rab al-mal (investor) dengan mudharib. Ibn Rusyd dari madzhab
Maliki menyatakan bahwa di perbolehkannya akad mudharabah merupakan suatu
kelonggaran yang khusus. Meskipun mudharabah tidak secara langsung
disebutkan oleh al-Qur’an atau Sunnah, namum ia adalah sebuah kebiasaan yang
diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk perdagangan semacam ini
terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung
perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.

Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan
bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah al- Muzzammil ayat 20
dan al-Baqarah ayat 198 :

ِ ْ‫َوآَخَ رُونَ يَضْ ِربُونَ فِي اأْل َر‬


... ‫ض يَ ْبتَ ُغونَ ِم ْن فَضْ ِل هَّللا‬

Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perdagangan) dari Tuhanmu....”. (al-Baqarah : 198).

Dan Al-muzammil : 20

‫ْس عَلَّ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أَ ْن تَ ْبتَ ُغوا فَضْ اًّل ِم ْن َربِ ُكم‬


َ ‫لَي‬

4
Artinya : “....dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....”.

Di kedua ayat tersebut, terkandung artian diperbolehkannya akad mudharabah,


yaitu bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi.

Kasus mudharabah dalam masa Nabi Muhammad SAW, yang dikisahkan sebagai
berikut:

Tuan kami „Abbas Ibn Abd al-Muthalib jika menyerahkan hartanya


(kepada seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad
mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan
diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembahlembah,
dan tidak boleh dibelikanhewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak
atau berjalan. Jika (ketiga)hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai
ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan „Abbas Ibn Abd al-
Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul
membolehkannya”. (HR. Ath-Tabrani).

Dikisahkan pula bahwa Nabi dan beberapa Sahabat pun terlibat dalam
perkongsian mudharabah. Menurut Ibn Taimiyyah, para fuqaha menyatakan
kehahalan mudharabahberdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkan
kepada beberapa Sahabat tetapi tidak ada Hadits sahih mengenai mudharabah
yang dinisbatkan kepada Nabi.

2.1.3 Karakteristik
5. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
6. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah
muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai
pengelola dana, maka dana yang akan diterima disajikan sebagai dana
syirkah temporer.
7. Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain:
(a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.
(b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
penjamin, atau tanpa jaminan; atau

5
(c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa
melalui pihak ketiga.
8. Pada prinsipnya dalam pnyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun
agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana
dapat meminta jaminan dari pihak pengelola dana atau pihak ketiga.
Jaminan ini dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
9. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap
bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad
mudharabah diakhiri.
10. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka
porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan
berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama
periode akad. jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan
kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana.

Keterangan:
1. Dimulai dari permohonanan pembiyaan oleh nasabah dengan mengisi
formulir permohonan pembiyaan

6
2. Bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai mengelola usaha yang
dikesepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan terbaik.
3. Hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan
4. Bank dan nasabah memnerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan
metode perhitungan yang disepakati
5. Bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah
2.1.4 Rukun Mudharabah

Dalam buku Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan halaman 839 rukun


mudharabah adalah sebagai berikut:

Menurut Hanafiyah rukun mudharabah adalah ijab dan qabul yang tepat;
sedangkan menurut Jumhur ulama ad tiga rukunnya, yakni:

a. Dua pihak yang berakad (pemilik modal dan pengusaha/mudharib)


b. Materi yang diperjanjikan, mencakup modal usaha dan keuntungan;
c. Sighat (ijab dan qabul)

Sedangkan, menurut Syafi’iyah rukun mudharabah ini yakni harta/modal,


pekerja/pengusaha, keuntungan, sighat (ijab dan qabul).

Dalam buku Akuntansi Keuangan Syariah menjelaskan:

Rukun mudharabah ada 4 yaitu pelaku (pemilik dana dan pengelola dana) objek
mudharabah (modal dan kerja) ijal kabul/serah terima dan nisbah keuntungan
kententuan syariah :
a. Pelaku(transaktor). Investor biasa disebut dengan shahibul maal atau
rabhul mal, sedangkan pengelola modal biasa disebut dengan mudharib.
Memiliki kompetensi beraktivitas antara lain, mampu membedakan yang
baik dan buruk serta tidak dalam keadaan tercekal seperti pailit.
1. Pelaku harus cakap hukum dan balig
2. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non
muslim.
3. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha,
tetapi ia boleh mengawasi

7
b. Objek mudharabah (modal dan kerja)
1. Modal
a) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang/aset lainnya
(dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas dan jumlahnya.
b) Modal harus tunai dan tidak utang
c) Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat
dibedakan dari keuntungannya.
d) Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan
kembali modal mudharabahnya.
e) Pengelola tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal
kepada orang lain kecuali atas seijin pemilik dana.
f) Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal
menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak di
larang syariah
2. Kerja
1) Kontribusi pengelola dana dapat dibentuk keahlian keterampilan,
selling skill, management skill, dll.
2) Kerja adalah hak pengelola dan tidak boleh di intervensi oleh
pemilik dana.
3) Pengelola harus menjalankan dana harus menjalankan usaha
sesuai syariah.
4) Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan dalam kontrak
5) Dalam hal pemilik dana tidak boleh melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan pengelola dana
sedah menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dana
berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah.
c. Ijab dan kabul. Ijab dan kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam
mudharabah yang merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela (an-
taraddin minkum).Dalam hal ini,kedua belah pihak harus secara rela
bersepakat untuk meningkatkan diri dalam akad mudharabah.

8
d. Nisbah Keuntungan. Nisbah keuntungan mencerminkan imbalan yang
berhak diterima oleh kedua belah pihak yang terikat akad mudharabah.
Syarat pembagian keuntungan dalam investasi mudharabah meliputi hal-
hal sebagai berikut :
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk bagian keuntungan,
mencerminkan imbalan hak yang diterima oleh kedua pihak yang
bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Nisbah keuntungan
harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak dan bersifat
proposional atau dinyatakan dalam angka presentase (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan inilah yang akan mencegah terjadinya
perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan
menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
d. Harus diperuntuka bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan
hanya untuk satu pihak.
e. Penyedia dana menanggung semua kerugian dari mudharabah dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun, kecuali
diakibatkan dari kesalahan yang disengaja, kelalaian atau pelanggaran
kesepakatan.
f. Sekiranya terjadi kerugian yang disebabkan oleh kelalaian mudharib
maka mudharib wajib menaggung segala kerugian tersebut.
2.1.5 Prinsip Pembagian Hasil Usaha
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip
bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar
pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total
pendapatan usaha (omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba,
dasar pembagian adalah laba neto (netprofit) yaitu laba bruto – beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.

Contoh

9
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan 65
Laba bruto 35 Gross Profit Margin
Beban 25
Laba rugi neto 10 Profit Sharing
2.2 Pengakuan dan Pengukuran
2.2.1 Akuntansi Untuk Pemilik Dana
12. Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana dan dana diakui
sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan
aset nonkas kepada pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan;
(b) Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar
aset nonkas pada saat penyerahan;
(i) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka
selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi
sesuai jangka waktu akad mudharabah.
(ii) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian.
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi saldo investasi mudhrabah.
15. Jika seabagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha
tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian
tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas dan aset
nonkas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang
dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka

10
kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun
diperhitumgkan pada saat pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana antara lain ditunjukkan oleh:
(a) Persyaratan yang ditentukan didalam akad tidak dipenuhi;
(b) Tidak terdapat kondisi diluar kemampuan (force majeur) yang lazim
dan atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
(c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum di bayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang.
2.2.2 Penghasilan Usaha
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan
usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang
disepakati.
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian
investasi. pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi;
dan
(b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau
kerugian.
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari
pengelola dana. tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi
hasil usaha.
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada
pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
24. Bagi hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
2.2.3 Akuntansi Untuk Pengelolaan Dana

11
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui
sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlh kas atau nilai wajar aset
nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah
temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
26. jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima
maka pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai ketentuan pada
paragraf 12-13.
27. pengelola dana mengakui pendapatan atas pengaluran dana syirkah
temporer secara bruto sebelum dikurang dengan bagian hak pemilik dana.
28. bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip,
yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11.
29. hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibandingkan lepada pemilik dana diakui
sebagai liabilitas sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
30. kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana
diakui sebagai beban pengelola dana.
31. Mudharabah Mustryarakah
31. Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah
musytarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana diakui sebagai
investasi mudharabah.
32. Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad
mudharabah dan akad musyarakah.
33. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad
mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). pemilik dana musyarakah (musytarik)
memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan.
pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam
mudharabah adalah sebesar hasil usaha muyarakah setelah dikurangi porsi
dana sebagai pemilik dan musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana
sebagai pemilik dana musyarakah.

12
34. Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan
sebagai berikut:
(a) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian
hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai
mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik)
dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; atau
(b) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan
pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya
bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai
musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib)
dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan
porsi modal para musytarik.
2.3 Penyajian dan Pengngkapan
2.3.1 Penyajian
36. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat.
37. pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan
keuangan:
(a) dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai
tercatatnyauntuk setiap jenis mudharabah
(b) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah di perhitungkan tetapi
belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil
yang belum dibagikan di liabilitas.

2.3.2 Pengungkapan
38. Pemilik dana mengungkapkan hal hal terkait transaksi mudharabah, tetapi
tidak terbatas, pada;
(a) isi kesepakatan utama usaha mudharabah seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain lain;

13
(b) rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
(c) penyisihan kerugian investasi berdasarkan jenisnya;
(d) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101; Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
39. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah,
tetapi tidak terbatas, pada;
(a) isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain lain;
(b) rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
(c) penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah; dan
2.4 Ketentuan Transisi
40. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi mudharabah yang
terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding laporan
keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan pernyataan ini secara
retrospektif.
2.5 Tanggak Efektif
41. Pernyatan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan
entitas yang dimulai pada atau setelah 1 januari 2008.
2.6 Penarikan
42. Pernyataan ini meggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang
berhubungan dengan pengakuan. pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan mudharabah.
2.7 Contoh

Pembayaran Kas dan Biaya Akad


Setelah terjadi kesepakatan jenis transaksi maka selanjutnya dilakukan
penyerahan kas atau aktiva non yang dibutuhkan oleh nasabah mudharib.

Transaksi 1 (Pembayaran kas mudharabah)

Pada saat akad telah disepakati maka kemudian bank menyerahkan kas atau
aktiva non kas kepada nasabah mudharib. Penyerahan ini dapat dilakukan

14
sekaligus atau bertahap. Pada transaksi ini pembayaran kas dilakukan sekaligus
dalam satu waktu.
01/01/2004 Bank Muslim Syariah memberikan pembiayaan dengan akad
pembiayaan mudharabah kepada PT Citra sebesar Rp 100.000.000,00 dengan
jangka waktu dua bulan. Dana tersebut sepakat untuk membeli bibit, makanan dan
obat-obatan serta pemeliharaan ayam pedaging. Bagi hasil (revenue sharing) yang
disepakati 60:40 masing-masing untuk Bank Muslim Syariah dan PT Citra.
Tgl Keterangan Debit Kredit (Rp)
(Rp)
01/0 Pembiayaan mudharabah 100.000.00
1 Kas / rekening PT Citra 0 100.000.000
/2004
(Dibayar Pembiayaan mudharabah kepada PT. Citra )

Transaksi 2 (Biaya akad)


Dalam transaksi mudharabah sering dilakukan persaksian oleh pihak ke tiga,
dalam hal ini adalah notaris. Ini dilakukan untuk meningkatkan status hukum
akad kerjasama mudharabah yang dibuat. Dalam praktik perbankan biaya akad
ini dapat dibebankan kepada nasabah mudharib atau bank sesuai dengan
kesepakatan.
02/01/2004 Dalam rangka pembuatan akad Bank Muslim Syariah mengeluarkan
biaya untuk administrasi dan notaris Rp250.000,00.
Tgl Keterangan Debit Kredit (Rp)
(Rp)
02/01/ U.M akad mudh 250.000
2004 Kas(notaris) 250.000
(Dibayar U.M akad Mudharabah kepada notaris )

Apabila biaya akad disepakati menjadi bagian dari pembiayaan mudharabah,


berarti biaya akad ditanggung oleh nasabah mudharabah. Jurnal tambahan perlu
dibuat sebagai berikut;
Tgl Keterangan Debit Kredit (Rp)
(Rp)

15
02/01 Pembiayaan mudharabah 250.000
/2004 U.M akad mudharabah 250.000
(U.M akad Muharabah diakui sebagai tambahan Pembiayaan
mudharabah
pada PT. Citra)

Apabila biaya akad tidak disepakati sebagai bagian dari pembiayaan mudharabah,
berarti biaya akad ditanggung oleh bank, maka jurnal tambahan yang dilakukan
adalah;

Tgl Keterangan Debit Kredit (Rp)


(Rp)
02/01 Biaya akad mudharabah 250.000
/2004 U.M akad mudharabah 250.000
(U.M akad mudharabah diakui sebagai beban biaya akad oleh
BMS)

Kerugian Awal Periode


Selanjutnya setelah terjadi akad mudharabah, dapat saja terjadi kerusakan yang
tidak disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan mudharib. PSAK 59 paragraf 17,
menyatakan bahwa apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang sebelum
dimulainya usaha karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya
kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka rugi tersebut mengurangi
saldo pembiayaan mudharabah dan diakui sebagai kerugian bank. Apabila
kerugian yang terjadi disebabkan oleh kesalahan mudharib maka kerugian
tersebut ditanggung sendiri oleh mudharib. Untuk menggambarkan hal ini berikut
adalah ilustrasi transaksi (seperti kasus PT. Citra di atas) dengan asumsi sebagai
berikut;
a. Biaya administrasi menambah akad mudharabah.
b. Terdapat kehilangan/kerugian di awal periode
yang tidak disebabkan oleh kesalahan mudharib.
Transaksi (Kehilangan Pembiayaan Mudharabah)

16
Sebelum dimulainya usaha, dapat saja terjadi kerusakan/ kehilangan sebagian dari
pembiayaan mudharabah yang disebabkan bukan karena kesalahan mudharib.
Apabila ini terjadi maka akan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah dan
menjadi kerugian bagi pihak bank.
Transaksi 1 (Kehilangan Pembiayaan Mudharabah)

03/01/04 Bibit yang dibeli dari toko bibit pada saat datang ternyata sudah ada
yang mati 100 ekor dengan nilai Rp 100.000,00, atas kematian ini tidak dapat
dikembalikan pada pihak toko bibit.

Tgl keterangan Debit Kredit


(Rp) (Rp)
03/01 Kerugian pembiayaan 100.000
/2004 mudharabah 100.000
Pembiayaan mudharabah
(Kehilangan sebagian pembiayaan mudharabah sebelum
dimulai usaha)
Apabila kehilangan yang terjadi karena kesalahan mudharib maka pada saat
kejadian tidak perlu dijurnal, tetapi akan diperhitungkan pada saat penghitungan
bagi hasil. Dengan kata lain kerugian tetap ditanggung oleh mudharib.
Pembiayaan Mudharabah Jatuh Tempo

pada saat pembiayaan jatuh tempo, maka akan ada dua kemungkinan yaitu
mudharib melunasi tepat waktu, atau mudharib belum dapat melunasi secara tepat
waktu.
Transaksi 1 (Pelunasan pembiayaan mudharabah tepat waktu)
01/03/2004 pembiayaan mudharabah jatuh tempo dan dilunasi oleh mudharib
tepat waktu.

Pokok mudharabah Rp. 100.000.000,00.


Akad mudh (tambahan mudh) Rp.250.000,00
Kerugian/kehilangan Rp. (100.000.00)
Rp. 100.150.000,00
Tgl Keterangan Debit Kredit (Rp)

17
(Rp)
01/03 Kas 100.150.000
/2004 Pembiayaan 100.150.00
mudharabah 0
(Pembiayaan mudharabah jatuh tempo dan telah dilunasi
tepat waktu)

Transaksi 2 (Pelunasan pembiayaan mudharabah tidak tepat waktu)


Pembiayaan mudharabah yang telah jatuh tempo harus dilaporkan sesuai dengan
yang senyatanya walaupun belum dapat dilunasi oleh mudharib.
01/03/2004 Apabila pembiayaan mudharabah telah jatuh tempo, dan ternyata
mudharib belum bisa melunasi.
Tgl Keterengan Debit Kredit (Rp)
(Rp)
01/03 Piutang jth 100.150.000
/2004 tempo
pembiayaan mudh 100.150.000
Pembiayaan
mudharabah
(Pembiayaan mudharabah jatuh tempo dan belum dilunasi)

Transaksi 3 (Penerimaan Keuntungan Mudharabah)

Apabila setelah dilakukan perhitungan bagi hasil ternyata usahanya mendapatkan


keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi sesuai dengan porsi yang telah
disepakati.
02/03/2004 Diterima hasil pembiayaan mudharabah, ayam pedaging yang dapat
terjual dengan harga Rp150.150.000,00.
Analisis:
Porsi keuntungan untuk Bank Muslim Syariah 60% yaitu:
Hasil penjualanRp. 150.150.000,00 Pembiayaan mudharabah Rp. 100.150.000,00
Keuntungan Rp. 50.000.000,00

18
Porsi keuntungan untuk bank adalah Rp. 50.000.000,00 x 60% = Rp.
30.000.000,00
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
02/03 Kas 30.000.000
/2004 Pendapatan bagi hasil 30.000.000
mudh
(Diterima keuntungan mudharabah dari PT. Citra)
Dalam Pembiayaan Mudharabah ada 3 Kemungkinan Kejadian
a. Biaya akad sepakat ditanggung oleh bank. Kerjasama sukses untung
tanpa kendala
Contoh soal:
Tanggal 1/02/2014 BMS menyerahkan dana tunai Rp 100.000.000,- kepada tuan
Abdullah untuk beternak ayam pedaging, jangka waktu 2 bulan. Tanggal
2/02/2014 BMS mengeluarkan dananya Rp 250.000 untuk biaya notaris. Dan
sepakat uang ini tidak termasuk pembiayaan mudharabah. “Kerjasama sukses
ayam pedaging laku dijual Rp 160.000.000”. Tanggal 2/04/2014 pembiayaan
mudharabah jatuh tempo dapat dilunasi Rp 100.000.000. Tanggal 3/04/2014
karena proyek sukses BMS mendapat pendapatan bagi hasil mudharabah dengan
nisbah 60% dari Rp 60.000.000 (60% x 60.000.000 = 36.000.000)
Untuk lebih jelasnya lihat jurnal sebagai berikut:
Tgl Keterangan Debet (Rp) Kredit (Rp)
01/0 Pembiayaan 100.000.00
1 mudarabah Kas 0 100.000.00
/2014 (Bp. Abdullah) 0
(pembiayaan mudharabah kepada Bapak Abdullah)
02/01 Biaya akad 250.000
/14 mudharabah Kas 250.000
(notaris)
(Biaya akad mudharabah kepada notaris)
03/03 Kas 100.000.00
/14 Pembiayaan 0 100.000.00
mudahrabah 0
(Jatuh tempo pembiayaan mudharabah Tuan

19
Abdullah)
04/03 Kas 36.000.000
/04 Pendapatan bagi hasil 36.000.000
mudh.
(Diterima pendapatan bagi hasil mudharabah)

b. Biaya Akad Ditanggung Bank, Kerugian Sebab Kesalahan Mudharib


Kerugian pada awal periode yang disebabkan oleh kesalahan mudharib dan
pembiayaan yang diberikan dalam bentuk kas, maka kerugian tersebut ditanggung
oleh mudharib.
Berikut adalah ilustrasi kerugian pada awal periode dengan asumsi sebagai
berikut:
Apabila biaya akad tidak ditambahkan pada akad pembiayaan mudharabah.
Apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh kelalaian Mudharib Pada saat
terjadi pembayaran kas maka transaksi dicatat sama seperti ilustrasi sebelumnya.
Berikut adalah ilustrasi transaksi apabila kerugian awal periode disebabkan oleh
kelalaian mudharib. Contoh:
01/01/2004 Bank Muslim Syariah memberikan pembiayaan dengan akad
mudharabah pada PT Citra sebesar Rp.100.000.000,00 dengan jangka waktu dua
bulan. Bank Muslim Syariah dan PT Citra sepakat bahwa dana tersebut digunakan
untuk membeli bibit, makanan dan obat-obatan serta pemeliharaan ayam
pedaging. Bagi hasil (revenue sharing) yang disepakati 60:40 masing-masing
untuk Bank Muslim Syariah dan PT. Citra. 02/01/2004 Dalam rangka pembuatan
akad Bank Muslim Syariah mengeluarkan biaya untuk administrasi dan notaris
sebesar Rp 250.000,00, atas biaya ini kedua pihak sepakat untuk tidak
menambahkan dalam pembiayaan mudharabah. Berarti diakui sebagai biaya akad
oleh BMS 01 /03/2004 Pembiayaan mudharabah jatuh tempo, belum dapat
dilunasi oleh PT Citra. 02/03/2004 Ayam pedaging dapat terjual dengan harga
setinggi Rp75.000.000,00. Harga ini dibawah harga yang diperkirakan atau di bawah
pembiayaan mudharabah. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pemeliharaan
sehingga kerugian ini ditanggung oleh PT Citra. 05/03/2004 PT Citra membayar
atas kerugian yang disebabkan oleh kesalahannya Rp25.000.000,00.

20
Jurnal yang harus dibuat Bank Muslim Syariah adalah:
Tgl Keterangan Debet (Rp) Kredit (Rp)
01/01 Pembiayaan 100.000.00
/04 mudarabah Kas 0 100.000.00
(PT. Citra) 0
(pembiayaan mudharabah kepada PT Citra)
02/01 Biaya akad 250.000
/04 mudharabah Kas 250.000
(notaris)
(Biaya akad mudharabah oleh BMS kepada notaris)
01/03 Pembiayaan mudh- piutang 100.000.00
/04 jatuh tempo 0
Pembiayaan mudahrabah 100.000.00
0
(Jatuh tempo pembiayaan mudharabah PT. Citra)
02/03 Kas 75.000.000
/04 Pembiayaanmudh- 75.000.000
piutang jatuh
tempo
(Diterima pelunasan pemb. Mudharabah PT.Citra)
05/03 Kas 25.000.000
/04 Pembiayaan mudh– 25.000.000
piutang jatuh tempo
Diterima kerugian atas kesalahan PT. Citra

c. Biaya Akad Ditanggung Bank, Kerugian Tidak Disebabkan Kesalahan


Mudharib
Berikut disajikan ilustrasi transaksi yang menjelaskan pembiayaan mudharabah
dengan menggunakan asumsi sebagai berikut;
Apabila biaya akad tidak ditambahkan pada akad pembiayaan mudharabah.
Apabila terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kesalahan Mudharib.
Contoh:
01/01/2004 Bank Muslim Syariah memberikan pembiayaan dengan akad

21
mudharabah kepada PT Citra. Rp. 100.000.000,00 dengan jangka waktu dua
bulan. Kedua pihak sepakat bahwa dana tersebut digunakan untuk membeli bibit,
makanan dan obat-obatan serta pemeliharaan ayam pedaging. Bagi hasil (revenue
sharing) yang disepakati 60:40 masing-masing untuk Bank Muslim Syariah dan
PT Citra. 02/01/2004 Dalam rangka pembuatan akad Bank Muslim Syariah
mengeluarkan biaya akad untuk administrasi dan notaris sebesar Rp250.000,00.
01 /03/2004 Pembiayaan mudharabah jatuh tempo dan PT Citra belum dapat
melunasi pembiayaan. 02/03/2004 Ayam pedaging dapat terjual dengan harga
setinggi Rp75.000.000,00. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga pasar ayam
pedaging. Karena kerugian ini tidak disebabkan oleh PT Citra sebagai mudharib
maka kerugian ini ditanggung oleh Bank Muslim Syariah. Jurnal yang harus
dibuat oleh Bank Muslim Syariah adalah:
Tgl Keterangan Debet (Rp) Kredit (Rp)
01/01 Pembiayaan 100.000.00
/04 mudarabah 0 100.000.00
Kas (PT. Citra) 0
(pembiayaan mudharabah kepada PT Citra)
02/01 Biaya akad 250.000
/04 mudharabah 250.000
Kas (notaris)
(Biaya akad mudharabah oleh BMS kepada notaris))
01/03 Pembiayaan mudh- 100.000.00
/04 piutang 0
jatuh tempo 100.000.00
Pembiayaan mudahrabah 0
(Jatuh tempo pembiayaan mudharabah PT. Citra)
02/03 Kas 75.000.000
/04 Pembiayaan mudh- piutang 75.000.000
jatuh
tempo
(Diterima pelunasan pemb. Mudharabah PT.Citra)
Kerugian pembiayaan 25.000.000
mudharabah 25.000.000
Pembiayaan mudharabah –

22
piutang jatuh tempo
(Diakui kerugian mudharabah dengan PT. Citra)
MudharabahAktiva Non Kas
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pembiayaan mudharabah dapat dilakukan
dengan penyerahan aktiva non kas. PSAK 59 paragraf 14, menyebutkan bahwa
pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva non kas diukur sebesar nilai wajar
aktiva non kas (harga pasar) pada saat penyerahan. Apabila terdapat selisih antara
nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas, maka oleh bank diakui sebagai
keuntungan atau kerugian. Kegiatan usaha mudharib dianggap, mulai berjalan
sejak barang tersebut diterima oleh nasabah mudharib dalam kondisi siap
dipergunakan.
Transaksi Penyerahan aktiva non kas, kerugian penyerahan aktiva
05/03/2006 Bank Muslim Syariah telah menyetujui memberikan pembiayaan
mudharabah kepada Ibu Amelia seorang pengusaha distribusi makanan ringan
dalam bentuk dua buah sepeda motor. Sepeda motor merek ABC dibeli dengan
harga Rp10.000.000,00, ternyata pada saat diserahkan harga pasar merek ABC
adalah Rp9.500.000,00.
Tgl Keterangan Debit Kredit (Rp)
(Rp)
05/03 Pembiayaan mudharabah 9.500.000
/2006 Kerugian penyerahan aktiva 500.000
Pers. Spd motor ABC 10.000.000
(Penyerahan Sepeda motor ABC untuk pembiayaan
mudharabah kepada Ibu
Amelia)

Transaksi Penyerahan aktiva non kas, keuntungan penyerahan aktiva 10/04/2006


Diserahkan sepeda motor merek ABC untuk pembiayaan mudharabah pada Ibu
Amelia. Sepeda motor tersebut dibeli dengan harga Rp15.000.000,00, sedang
harga pasar saat ini adalah Rp15.750.000,00.
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
05/03/ Pembiayaan mudharabah 15.750.00

23
2006 Persediaan spd mtr. 0 15.000.000
ABC Keuntungan 750.000
penyerahan
(Penyerahan sepeda motor ABC untuk pembiayaan
mudharabah pada Ibu Amelia)

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

25
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia . 2017. Standar akuntansi keuangan syariah. Jakarta:
Ikatan Akuntan Indonesia.
Marapaung, Annaria M dan Siti Ita Rosita. 2012. Analisis perlakuan akuntansi
pendanaan mudharabah dalam kaitannya dengan PSAK 105 pada bank
Jabar Banten Syariah. Jurnal Ilmiah Ranggagading. 12(2): 110-118.
(Diakses melalui http://jurnal.stiekesatuan.ac.id/index.php/jir/article/
download/179/149, pada 29 September 2019)
Mauludi, Ali. 2015. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah. Jurnal Iqtishadia. 2(2):
131-145.(Diakses melalui http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/
iqtishadia/article/download/841/721, pada 8 Oktober 2019)
Prasetyo, Aji. 2019. Akuntansi keuangan syariah: teori, kasus, dan pengantar
menuju praktik. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Susana, Erni dan Annisa Prasetyanti. 2011. Pelaksanaan dan sistem bagi hasil
pembiayaaan al-mudharabah pada bank syariah. Jurnal Keuangan dan
perbankan. 15(3): 466-478. (Diakses melalui http://jurnal.unmer.ac.id/
index.php/jkdp/ article/download/1039/680, pada 29 September 2019)
Wahbah, Al-Zuhaili. 2011. Fiqih islam wa adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.

26

Anda mungkin juga menyukai