Anda di halaman 1dari 6

Nama Kelompok: 11

Valentino Pandelaki (Prodi Teologi)


Meibivis Rotikan (Prodi Filsafat)
Wandilinus Gleko (Prodi Teologi)
Mario Rumsory (Prodi Filsafat)

Karakter dan Moralitas

Pendahuluan

Setiap agama mengajarkan tentang kebaikan dan menganjurkan agar menghindari


kejahatan. Oleh karena itu, setiap agama pasti memiliki ajaran tentang kebaikan serta anjuran
untuk menjauhi kejahatan. Kebaikan dan kejahatan merupakan ajaran moral atau moralitas.
Moralitas di sini dalam arti teologi moral. Bukan moral dalam arti etika yang dimengerti sebagai
salah satu cabang filsafat, melainkan moral dalam arti teologi atau teologi moral. Berbicara tentang
teologi moral berhubungan juga dengan pendidikan atau pembinaan karakter. pendidikan karakter
yang dimaksud ialah karakter yang menjadikan manusia baik.

Pendidikan karakter di sini dibatasi pada pendidikan karakter menurut Gereja Katolik dengan
ajaran moral dasar atau fundamental. Gereja Katolik mengajarkan perbuatan moral berdasarkan
ajaran bilbis. Kemudian didalami oleh para teolog dalam ajaran-ajaran teologi moral. Salah
satunya ensiklik Veritatis Splendor1 (cahaya kebenaran). Namun mengenai sumbernya, tidak juga
hanya pada pendapat Gereja (memang itu yang utama), melainkan juga ada sumber-sumber dari
luar Gereja. Pertanyaan inti yang menjadi titik tolak dari penulisan ini ialah Bagaimana karakter
itu dapat dibangun dan ditumbuh kembangkan dalam kehidupan manusia? Dari pertanyaan inti ini
muncul juga pertanyaan-pertanyaan pendukung, yakni Apa itu Karakter dan Moralitas?
Bagaimana pendidikan karakter dilakukan? Apa itu habitus Moral? Bagaimana membina Habitus
Moral? Apa saja hambatan-hambatan dalam pendidikan karakter? Apa saja kesulitan dalam

1
Ensiklik ini dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 23 Agustus 1993 sebagai
tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan fundamental seputar ajaran moral Gereja. Bdk. Sujoko
Albertus, Identitas Yesus dan Misteri Manusia, Cet. Ke-5 (Yogyakarta: Kanisius, 2013), hlm. 160.
pendidikan karakter? Semua pertanyaan ini dibahas dalam diskusi kelompok dan juga nanti dalam
diskusi lebih lanjut dalam sebuah pertemuan mata kuliah teologi moral fundamental.

Apa itu Karakter?

Kata Karakter merupakan istilah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu kharakter yang
diturunkan dari Bahasa Yunani kharassein, “kharax” artinya membuat tajam. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter adalah tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.2

Setiap orang pastinya memiliki karakter atau kepribadian yang berbeda-beda. Secara umum Jenis
Karakter manusia dapat di bagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu pertama, Sanguinis, yaitu
Seseorang yang memilik jenis karakter ini pada umumnya suka bergaul dengan orang lain
(ekstrovet). Kedua, Melankolis, yaitu Seseorang yang memiliki jenis karakter melankolis biasanya
adalah seseorang yang tidak suka bergaul dengan orang lain (introvert). Ketiga, Koleris, yaitu
karakter seorang pemimpin, karena mereka sangat suka mengatur, berpetualang, senang dengan
tantangan, tegas dalam mengambil keputusan serta tidak mudah untuk menyerah. Keempat,
Plegmatis, yaitu orang yang cuek atau santai, karena karakter ini lebih dapat berdamai dengan
kehidupan bahkan disaat mereka menghadapai permasalahan yang sulit sekalipun.

Bagaimana pendidikan karakter dilakukan?

Pendidikan karakter dimulai sejak masa kanak-kanak, yaitu sejak berumur tiga tahun
(kurang lebih). Kemudian selanjutnya pembentukan karakter akan dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar, televisi, buku,, internet dan sumber lain yang dapat menambah pengetahuan serta
kemampuan dalam menganalisa objek luar. Di sinilah peran pikiran sadar akan menjadi semakin
dominan dan penyaringan informasi melalui panca indera akan mudah diterima. Dengan semakin
banyak informasi yang diterima maka semakin tinggi kepercayaan dan pola pikir sehingga akan
membangun kebiasaan dan karakter yang berbeda dari masing-masing individu. Hal ini akan
membuat setiap individu akan memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra diri (self image),
kebiasaan yang unik (habit). Apabila sistem kepercayaan benar dan selaras maka individu akan

2
Pahlevi, “Pengertian Karakter, Jenis-Jenis, Pembentukan Karakter dan Contoh”, diterbitkan
online pada (23 Maret 2019), https://www.pahlevi.net/pengertian-karakter/.
memiliki karakter yang baik dan begitu juga sebaliknya jika sistem kepercayaan tidak selaras maka
individu akan memiliki karakter yang tidak baik. Inilah yang disebut karakter moral.

Karakter seseorang tidaklah terbentuk dengan sendirinya, namun terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi pembentukan karakter, yakni Faktor Biologis dan faktor lingkungan. Factor
biologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri sendiri dan juga berasal dari faktor
keturunan atau bawaan sejak lahir. Sedangkan factor lingkungan seperti lingkungan hidup,
pendidikan, kondisi masyarakat dan juga semua faktor eksternal memiliki dampak terhadap
pembentukan karakter. Adat istiadat yang berlaku dan bahasa yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari juga bisa untuk mempengaruhi karakter seseorang. Keluarga merupakan lingkungan
pertama dalam pembentukan karakter seseorang melalui pembiasaan dan contoh nyata.
Berdasarkan dari dua faktor diatas, maka karakter seseorang dapat terbentuk dari dua sisi yaitu
dari kekuatan dalam diri sendiri (faktor biologis) dan juga kekuatan dari luar (faktor lingkungan).3

Apa itu habitus Moral?

Habitus sebenarnya merujuk pada sebuah istilah dalam dunia biologi yang berarti tindakan
naluriah hewan atau kecenderungan alamiah bentuk suatu tumbuhan. Dalam bahasa Inggris
dikenal istilah ‘habit’ yang diterjemahkan dengan kebiasaan. Jadi, habitus dapat juga digunakan
oleh manusia untuk menerangkan sebuah kebiasaan. Kebiasaan juga mengungkapkan sebuah
tindakan yang telah terjadi berulang-ulang bukan terjadi secara tiba-tiba.

Menurut Poespoprojo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang


menunjukan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas berkaitan dengan
baik-buruknya perbuatan manusia. Moralitas memiliki pemahaman yang sama dengan kebajikan.4
“Kebajikan adalah kesempurnaan moral…. Kebajikan menunjuk pada suatu kecenderungan yang
tetap dan teguh untuk melakukan yang baik (Bdk. KGK. 1803 hlm. 184).

3
Pahlevi, “Pengertian Karakter, Jenis-Jenis, Pembentukan Karakter dan Contoh”, diterbitkan
online pada (23 Maret 2019), https://www.pahlevi.net/pengertian-karakter/.

4
Saumarli, “Pendidikan Karakter dan Habitus Moral dalam Konteks Pembangunan Bangsa”,
diterbitkan online pada (2019), https://www.academia.edu/35204880/.
Dari pengertian kata “habitus” dan “moralitas,” dapat disimpulkan bahwa habitus moral
merupakan kebiasaan melakukan perbuatan yang baik dan tetap teguh melakukan perbuatan yang
baik. Habitus moral menuntut usaha manusia untuk terus berada pada kecenderungan berbuat baik.
Manusia yang bermoral menunjuk pada kesempurnaan akal budi dan kehendak yang tetap yang
dapat mengarahkan perbuatan manusia. Habitus moral dapat menyelaraskan tindakan manusia
yang sesuai dengan akal budi dan iman.

Perbuatan baik yang menunjukan habitus moral bukan sekedar perbuatan baik yang dapat
dirasakan atau dilihat oleh orang lain, tetapi perbuatan yang dilakukan dengan sukarela oleh orang
yang bersangkutan. Pembiasaan berbuat baik sejak kecil dapat membentuk karakter seseorang
menjadi pribadi yang bermoral.

Bagaimana menumbuhkan Habitus Moral?

Habitus mengarah pada gaya hidup, nilai dan harapan kelompok sosial yang diperoleh
melaui pengalaman aktivitas kehidupan sehari-hari. arti lain dari habitus adalah kebiasaan yang
dilukan secara terus-menerus oleh individu atau kelompok. Pengertian moral secara umum adalah
suatu hukum tingkah laku yang di terapkan kepada setiap individu untuk dapat bersosialiasi dengan
benar agar terjalin rasa hormat dan menghormati. Kata moral selalu mengacu pada baik dan
buruknya perbuatan manusia (akhlak). Maka secara umum habitus moral berarti kebiasaan tentang
tingkah laku yang dilakukan dalam aktivitas kehidupan setiap hari.

Salah satu cara untuk menumbuhkan habitus moral adalah mempelajari pendidikan
karakter atau pendidikan moral. Pendidikan moral adalah usaha yang dilakukan secara terencana
untuk mengubah tingkah laku, perilaku, tindakan untuk berinteraksi dengan lingkungan dengan
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pola pendidikan moral menjadi dasar bagi siapa saja yang
memiliki rasa kagum terhadap kehidupan. Apabila perbuatan yang dilakukan oleh individu dan
kelompok dilakukan dengan sadar dalam kehidupannya, maka pasti mempunyai tujuan. 5 Tujuan
yang baik akan membawakan kebahagiaan bagi diri sendiri dan sesama.

Apa saja hambatan-hambatan dalam pendidikan karakter?

5
Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum Dan Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm.90.
Pertanyaan ini dijawab oleh kelompok dengan merujuk salah satu studi kasus atau
penelitian yang dibuat oleh Audah Mannan terhadap pembinaan karakter di Suli kabupaten Luwu,
mengenai pendidikan moral bagi remaja.6 Penelitiannya sebenarnya menunjukan beberapa hal
yang menjadi hambatan bagi pendidikan karakter, yakni pertama, longgarnya pemahaman tentang
agama. Hal ini karena, perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia bersikap
humanistis terhadap ajaran moral tentang hukum-hukum ilahi. Maksudnya pendidikan karakter
yang berlandaskan agama tidak lagi dipandang penting, melainkan manusia merasa bisa mengatur
dirinya sendiri tanpa mengikuti lagi hukum-hukum ilahi seperti ketaatan dan kesetiaan kepada
Tuhan. Kedua, kurang kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakakukan oleh rumah tangga,
sekolah, dan masyarakat. Maksudnya pendidikan karakter yang bermoral hanya berupa menghafal
baik buruk tetapi kurang menanamkan sikap baik yang baik untuk dilaksanakan. Ketiga, derasnya
arus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis. Pendidikan karakter dihimpit dengan
tindakan jahat seperti pemakaian obat-obatan (narkoba, ekstasi dan sejenisnya) dan kontrasepsi
(kondom), konsumsi minuman keras. Beberapa penghambat bagi terciptanya pendidikan moral ini
kemudian dilihat sebagai perbuatan moral yang jahat (actus humanus moralitas malus).

Apa saja kesulitan dalam pendidikan karakter?

Kesulitan yang dihadapi Gereja Katolik dan para teolog dalam menjalankan pendidikan
karakter sebenarnya berasal dari diri manusia sebagai makhuk ciptaan. Kehendak manusiawi
sendirilah yang menjadikan dirinya itu bermoral atau tidak. Pertanyaan orang muda yang kaya
kepada Yesus: “Guru perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal? (Mat. 19: 16).7 Pertanyaan ini menunjukan suatu kehendak untuk menjadi orang baik demi
suatu hidup yang kekal. Inilah perbuatan baik teleologis, yaitu suatu perbuatan disebut baik karena
tujuannya baik. Prinsip-prinsip moral dicari dalam tujuan hidup manusia, dan norma-norma
dirumuskan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.8

6
Audah Mannan, “Pembinaan Moral dalam Pembentukan Karakter Remaja”, dalam Jurnal
Ilmiah Aqidah, Vol. III, No. 1, 2017, hlm. 59.
7
Bdk. Sujoko Albertus, Identitas Yesus dan Misteri Manusia, hlm. 160.
8
Ibid., hlm. 155.
Kesulitan lain juga ialah pengaruh teknologi dan komunikasi yang canggih di era
globalisasi. Dengan adanya sarana tersebut, kehidupan manusia mulai berlawanan dengan
pendidikan moral, misalanya: sebelum munculnya alat teknologi dan komukasi seperti gudget,
perilaku orang berbicara sangat sopan, menghargi sesama dan sebagainya. Namun, ketika
munculnya gudget, perilaku menghargai tidak lagi tercipta dangan apa yang sebenarnya
diharapkan. Hal ini menjadi kesulitan yang dihadapi bahkan oleh para guru di sekolah dalam
pendidikan atau pembinaan karakter bermoral.

Anda mungkin juga menyukai