Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan ukuran tubuh sapi perah
Fries Holland (FH) laktasi di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Bogor. Objek penelitian
ini adalah sapi perah FH laktasi sebanyak 100 ekor yang terdiri atas 23 ekor laktasi 1, 37 ekor
laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 yang dipelihara oleh peternak sapi perah di
KUNAK Bogor. Berdasarkan analisis deskriptif, ciri bangsa sapi perah FH laktasi di lokasi
penelitian umumnya masih termasuk baik dengan keberadaan tanda segitiga putih pada dahi
sebesar 97%, warna rambut bagian bawah ekor berwarna putih 100%, dan keempat kaki
bagian bawah sebagian besar berwarna putih, meskipun demikian hanya 6% sapi perah di
KUNAK Bogor yang masih memiliki seluruh kriteria ciri bangsa sapi perah FH. Sapi perah
laktasi di KUNAK Bogor memiliki panjang badan 168,0±14,4 cm, tinggi pundak 129,9±4,5
cm, dan lingkar dada 179,4±10,3 cm. Ukuran tubuh sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor
masih seragam dengan koefisien variasi dibawah 10%.
Kata Kunci : karakteristik, ukuran tubuh, sapi perah Fries Holland
Abstract
This aim of this study is to determine the characteristics and body size of Fries
Holland (FH) dairy cow in KUNAK Bogor. The object of this research was 100 lactation FH
dairy cow which contain of 23 lactation 1, 37 lactation 2, 25 lactation 3, dan 15 lactation 4
dairy cows in KUNAK Bogor. Based on the descriptive analysis, characteristics of the
lactation FH dairy cows on research location was generally still good with the presence of a
white mark on the forehead 97%, white on the bottom part of the tail 100%, bottom part on
the four feet is white, and there are only 6% of the dairy cows that still has the entire criteria
characteristics of the FH dairy cow. FH dairy cow in KUNAK Bogor has body length
168,0±14,4 cm, shoulder height 129,9±4,5 cm, and chest circumference 179,4±10,3 cm. FH
dairy cow have similiar body size with the coefficient variation under 10%.
PENDAHULUAN
Sapi perah merupakan golongan hewan ternak ruminansia yang dapat mendukung
pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Permintaan susu
meningkat seiring meningkatnya populasi manusia, akan tetapi peningkatan permintaan susu
ini kurang diimbangi dengan peningkatan produksi susu sapi perah itu sendiri. Untuk
memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan sapi perah perlu mendapat
pembinaan yang lebih terencana sehingga hasilnya akan meningkat dari tahun ke tahun. Sapi
perah Fries Holland (FH) merupakan jenis sapi perah yang paling banyak dipelihara di
Indonesia. Potensi sapi perah keturunan FH dapat dimaksimumkan dengan perbaikan mutu
bibit, diantaranya mengidentifikasi berbagai sifat kualitatif dan kuantitatif sehingga diperoleh
bibit yang berkualitas. Sifat kualitatif seperti karakteristik sapi perah FH merupakan salah
satu hal yang diperhitungkan dalam pemilihan calon bibit. Sifat kuantiatif seperti ukuran
tubuh erat kaitannya dengan produksi dan dapat dijadikan acuan untuk memilih calon bibit
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 mengenai “Standarisasi Mutu
Bibit Ternak Sapi Perah” yang diselenggarakan atas kerjasama antara Dinas Peternakan
Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, telah dilakukan
kajian mengenai sifat kualitatif dan kuantitatif sapi FH di Jawa Barat. Sifat kuantitatif yang
diamati dalam hal ini adalah ukuran tubuh sapi perah FH di Jawa Barat, pengukuran sendiri
dikelompokan menjadi 3 tingkatan yakni pedet, dara, dan sapi laktasi (dewasa). Sifat
kualitatif sebagian besar sapi perah FH di Jawa Barat memiliki ciri-ciri khusus bangsa berupa
tanda segitiga putih di dahi sebanyak 94,4%, ujung bulu ekor berwarna putih sebanyak
99,4%, dan kejelasan batas antar warna kulit hitam putih sebanyak 87,5%. Sapi perah FH di
Jawa Barat memiliki variasi warna kulit hitam putih sebanyak 98,5%, dengan punggung yang
dan alat penunjang lainnya seperti alat tulis, kalkulator, laptop berisi progam ms.excel serta
kamera digital. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi perah FH laktasi dengan
total 100 ekor yaitu 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi
4 yang dipelihara oleh peternak sapi perah di KUNAK Bogor. Karakteristik yang diamati
pada penelitian ini adalah ciri bangsa berupa segitiga pada dahi, warna bulu ekor dan warna
pada bagian bawah carpus serta ukuran tubuh berupa lingkar dada, tinggi pundak, dan
panjang badan.
2. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik penentuan
peternak secara purposive sampling, dan pengambilan sampel ternak dengan metode random
sampling. Perhitungan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif
sederhana. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur ukuran tubuh
sapi perah FH yakni lingkar dada (LD), tinggi pundak (TP), dan panjang badan (PB) dengan
menggunakan tongkat dan pita ukur serta pengamatan karakteristik sapi perah FH secara
langsung. Informasi mengenai periode laktasi dilakukan dengan wawancara kepada peternak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Umum Daerah Penelitian
Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
(Keppres) No. 069/B/1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Januari
1997. Secara administratif KUNAK masuk ke Desa Situ Udik. Kecamatan Cibungbulang,
Desa Pasarean dan Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan. Wilayah KUNAK terdiri dari dua
lokasi yaitu KUNAK I dan KUNAK II. Secara geografis wilayah KUNAK terletak di daerah
perbukitan pada ketinggian 460 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata
sebesar 3009 mm/tahun dan rataan suhu 25,5° C dengan kisaran 20° C - 31° C. KUNAK
dihuni oleh 120 peternak dengan luas KUNAK I yaitu 52,43 Ha dan KUNAK II 41,98 Ha.
putih pada dahi. Tanda putih pada dahi yang diamati diantaranya adalah keberadaan, pola,
bentuk dan letak, serta ukuran. Dari hasil pengamatan pada tanda putih di dahi diringkas dan
e) Lebih tidak menutup diujung bawah (ada – melebar kearah dahi – sedang)
g) Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat ternak yang memiliki kriteria (a)
sebanyak 6 ekor, kriteria (b) sebanyak 27 ekor, kriteria (c) sebanyak 48 ekor, kriteria (d)
sebanyak 1 ekor, kriteria (e) sebanyak 5 ekor, kriteria (f) sebanyak 10 ekor, dan kriteria (g)
sebanyak 3 ekor.
Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya sapi perah Fries
Holland laktasi yang berada di KUNAK Bogor memiliki tanda putih dengan kriteria
“Jelas – Besar”. Jika mengacu pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak yang
dilakukan pada tahun 2002, keberadaan tanda putih pada dahi yang sesuai dengan ciri bangsa
sapi perah FH murni kini mengalami penurunan dari yang semula 29,4%. Hal ini terjadi
ekor. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2, sebagai berikut:
1 Hitam 1 1
2 Hitam-putih 34 34
3 Putih-hitam 53 53
4 Putih 12 12
Dari hasil pengamatan, mayoritas sapi perah FH laktasi yang berada di KUNAK
Bogor memiliki warna bulu ekor bagian atas putih-hitam, yaitu warna dominan putih dengan
sedikit bercak hitam.
1 Hitam 0 0
2 Hitam-Putih 0 0
3 Putih-hitam 0 0
Warna bulu ujung ekor seluruhnya berwarna putih, hal ini sudah sesuai dengan
standarisasi ciri bangsa pada sapi perah FH murni. Jika mengacu pada penelitian mengenai
Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah yang dilakukan pada tahun 2002, hal ini merupakan
sebuah kemajuan karena pada tahun 2002 didapat data warna putih pada rambut bagian bawah
1 Hitam 0 0
2 Hitam-Putih 39 39
3 Putih-hitam 33 33
4 Putih 28 28
Dari hasil pengamatan, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki
depan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 39%, warna putih-hitam
sebesar 33%, dan warna putih sebesar 28%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi
1 Hitam 0 0
2 Hitam-Putih 32 32
3 Putih-hitam 38 38
4 Putih 30 30
Dari hasil pengamatan,, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki
depan kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 32%, warna putih-
hitam sebesar 38%, dan warna putih sebesar 30%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas
sapi perah FH di KUNAK memiliki kaki depan kiri dengan warna putih-hitam.
1 Hitam 0 0
2 Hitam-Putih 24 24
3 Putih-hitam 20 20
4 Putih 56 56
Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki
belakang kanan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 24%, warna
putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 56%. Maka dapat disimpulkan bahwa
mayoritas sapi perah FH laktasi di KUNAK memiliki kaki belakang kanan putih.
1 Hitam 0 0
2 Hitam-Putih 22 22
3 Putih-hitam 20 20
4 Putih 58 58
Dari Hasil Pengamatan, dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki
kaki belakang kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 22%, warna
putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 58%. Maka dapat disimpulkan bahwa
mayoritas sapi perah FH laktasi di KUNAK memiliki kaki belakang kiri putih.
Secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas warna kaki bagian
bawah sapi perah FH laktasi yang terdapat di KUNAK Bogor berwarna putih. Hal tersebut
sangat sesuai dengan standarisasi ciri bangsa sapi perah FH yang menyatakan bahwa standar
bibit sapi perah FH murni memiliki bagian bawah kaki (carpus) berwarna putih.
3. Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor
Panjang Badan
Panjang badan diukur dari tepi tulang humerus sampai tulang duduk (tuber ischii) sapi
perah. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
Pada Tabel 7, panjang badan sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan
adanya perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama
kali mengalami pubertas, pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Titik infleksi
merupakan titik maksimum pertumbuhan, pada titik tersebut terjadi peralihan perubahan yang
asalnya percepatan pertumbuhan menjadi perlambatan sampai relatif konstan (Tazkia dan
Anggraeni, 2009). Selain itu, pengaruh manajemen pemberian pakan maupun dari genetik
ternak itu sendiri menjadi faktor penentu ukuran tubuh tubuh ternak tersebut.
Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat
diartikan bahwa panjang badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam,
karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut
yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Jika panjang badan sapi perah FH laktasi hasil
pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data panjang badan yang diambil pada
penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 Panjang
badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja
disebabkan oleh banyaknya perubahan, salah satunya yaitu kemajuan teknologi pakan.
Tinggi Pundak
Tinggi pundak diukur dari permukaan tanah sampai tulang titik tertinggi pundak sapi
perah. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini :
Pada Tabel 8, tinggi pundak sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya
perbedaan walaupun tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak
tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas, yaitu pada saat tersebut ternak mengalami
titik infleksi. Selain itu, manajemen pemberian pakan dan genetik juga mempengaruhi ukuran
tubuh seekor ternak. Tinggi pundak akan meningkat seiring dengan meningkatnya lingkar
dada dan bobot badan. Hal ini dipertegas oleh Sugeng (1993) bahwa ada kolerasi yang nyata
antara tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dan bobot badan sapi perah.
Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat
diartikan bahwa tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam,
karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut
yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Jika tinggi pundak sapi perah FH laktasi hasil
pengukuran dibandingkan dengan data ukuran tinggi pundak yang diambil pada penelitian
mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama
antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas
Padjadjaran, tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami sedikit
penurunan. Penurunan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu
faktor lingkungan.
Lingkar Dada
Lingkar dada diukur dengan melingkarkan sekeliling rongga dada di belakang sendi
bahu. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :
Pada Tabel 9, lingkar dada sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya
perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali
mengalami pubertas dimana pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Faktor lain
yang mempengaruhi perkembangan lingkar dada pada sapi laktasi adalah jumlah beranak.
Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat
diartikan bahwa lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam,
karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut
yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Jika lingkar dada sapi perah FH laktasi hasil
pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data ukuran lingkar dada yang diambil
pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002
Lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor secara keseluruhan mengalami sedikit
penurunan. Penurunan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu
faktor lingkungan.
KESIMPULAN
Sapi perah FH laktasi yang terdapat di KUNAK Bogor umumnya mengalami
kehilangan ciri khas pada tanda putih di dahi dan warna bagian atas ekor. Mengacu pada
Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002, terjadi penurunan mutu
kualitiatif pada keberadaan tanda putih di dahi serta bulu ujung ekor.
Ukuran tubuh sapi perah laktasi di KUNAK Bogor pada umumnya sudah seragam.
Mengacu pada Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002, terjadi
peningkatan pada panjang badan namun tinggi pundak dan lingkar dada mengalami
penurunan.
SARAN
Diperlukan data asal semen pejantan yang digunakan saat IB agar mengetahui ciri
bangsa tetua pada sapi yang digunakan sebagai pejantan, apakah pejantan FH murni atau
pejantan dari bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2002. Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah.
Proyek Pembibitan Ternak Sapi Perah, Sapi Potong, Domba, Unggas, dan hewan
Kesayangan di Masyarakat Jawa Barat. Kerjasama antara Dinas Peternakan Jawa
Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. hlm 20-36.
Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta. hlm 9.
Nasution, A. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti Secara Ilmiah. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
Sugeng. 1993. Hubungan Bobot Badan dengan Lingkar Dada, Tinggi Pundak, dan Panjang
Badan Sapi Perah. Buletin Peternakan. Jakarta.
Tazkia, R, dan A. Anggraeni. 2009. Pattern and estimation of growth curve for Friesian
Holstein Cattle in Eastern Area of KPSBU Lembang. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.